Radio Maestro FM
William Barclay
mengatakan, “Tidak ada orang yang lebih dekat dengan sesamanya, daripada
orang yang hidup dekat dengan Allah.” Orang yang dekat dengan Allah pasti
dekat dengan sesamanya.
Pasti
kita semua ingin menjadi seperti Kristus? Benarkah!
Tetapi seringkali
banyak orang kristen ingin menjadi seperti Kristus dalam hal-hal yang
menyenangkan saja atau cocok dengan pandangannya sendiri. Tetapi untuk
hal-hal yang berbeda dengan kemauan kita sangat sulit kita melakukannya. Bahkan
kalau perlu kita abaikan. Kita anggap tidak ada.
Apa yang paling sulit
kita lakukan dalam mengikut Yesus? Merendahkan
diri.
Apalagi jika sampai
orang lain tidak lagi menghargai kita. Sejujurnya, kita membutuhkan pengakuan
dan penghargaan. Oleh karena itu dalam teori psikologi dikatakan bahwa setiap
orang butuh yang namanya aktualisasi diri. Aktualisasi diri berkaitan dengan
harga diri!
Tetapi di balik
keinginan itu tersimpan sebuah ketakutan yaitu: apa jadinya jika aku tidak
dihargai? Apa jadinya jika orang lain tidak mengakui keberadanku? Oleh
sebab itu, tidak heran apabila banyak orang akan berjuang memperoleh pangakuan
itu dengan berbagai cara seperti kekayaan, jabatan, pendidikan, prestasi,
pengaruh atas orang lain, dan sebagainya.
Yesus memutarbalikkan
konsep para murid (dan juga diri kita semua) tentang harga diri dan kebesaran.
Melalui pembasuhan kaki Yesus ingin meneguhkan perkataanNya dalam Matius
20:26-28, “Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu hendaklah ia
menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka diantara kamu,
hendaklah ia menjadi hambamu…Anak Manusia datang bukan untuk dilayani melainkan
untuk melayani dn untuk memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak
orang”.
Peristiwa Yesus
membasuh kaki murid-muridNya sering kita pahami sebagai kerendahan hati
Kristus. Dan itu memang benar, tetapi jarang sekali kita sadari ada sesuatu
dalam diri Yesus yang mendorongNya untuk rendah hati, mencuci kaki muridNya.
Makna
kerendahan hati
Rendah
hati artinya tidak mengganggap diri lebih hebat atau lebih sempurna daripada
orang lain. atau artinya sekalipun memiliki talenta dan karunia yang lebih,
tetapi tidak mempertahankannya sebagai yang unggul daripada orang lain. orang
yang rendah hati tidak akan memandang remeh orang lain, melainkan
memandang orang lain lebih penting daripada dirinya sendiri. Rendah hati
adalah sikap yang tidak menganggap dirinya hebat, sekalipun kenyataannya memang
hebat.
Dalam Filipi 2:6-8 menceritakan bahwa Yesus walaupun adalah Allah, tetapi tidak
mempertahankan diriNya sebagai Allah melainkan mengosongkan diriNya, mengambila
rupa seorang hamba, dan menjadi sama seperti manusia, bahkan merendahkan
diriNya mati di kayu salib.
Rahasia memiliki jiwa yang
rendah hati (13:1-5):kasih
Peristiwa pembasuhan kaki murid Yesus terjadi
sebelum paskah. Alkitab dengan jelas mencatat bahwa Yesus telah mengetahui apa
yang akan terjadi pada diriNya setelah perjamuan makan bersama murid-muridNya,
paskah. bagi muridNya ini merupakan perjamuan biasa, bagi Yesus, ini perjamuan terakhir. Karena
itu, Kristus untuk menyatakan betapa Dia sangat mencintai murid-muridNya, maka
Dia melayani murid-muridNya dengan membasuh kaki mereka, memberi suatu teladan.
Di dunia ini ada seberapa
orang yang memilki jiwa seperti Kristus! Melayani sampai akhir hidup.
dunia ini memang banyak orang yang melayani Tuhan, tetapi ketika orang mulai
tua maka dalam hati mungkin berkata: sudah sekian tahun saya melayani, sekarang
saya sudah tua, maka cukuplah sudah, biarlah orang lain yang melayani saya.
Mari kita renungkan, sekalipun Tuhan Yesus mengetahui Dia akan disalibkan,
tetapi itu tidak menjadi pokok pemikirianNya. Yang menjadi pokok pemikiranNya:
bagaimana menyatakan kasih kepada murid-muridNya dan menjadi teladan bagi
pelayanan murid-muridNya. Dalam
saat-saat terakhir Yesus tetap mementingkan pelayanan dan masa depan
pelayanan murid-muridNya.
Jadi
rahasia seorang pelayan yang rendah hati adalah kasih. Tanpa kasih tidak akan ada kerendahan
hati. Kasih yang mendorong Tuhan Yesus membasuh kaki murid-muridNya. Kasih itu
yang menjadikan Yesus rendah hati.
Reaksi
Petrus yang merasa
jengah atau tidak pantas dibasuh kakinya oleh sang Guru memerlihatkan pekerjaan
itu adalah sebuah pekerjaan yang rendah. Pekerjaan yang hanya pantas dilakukan
oleh seorang budak. Tidak pernah ada dalam tradisi manapun seorang guru
membasuh kaki para muridnya. Yang ada adalah murid membasuh kaki sang guru.
Jadi, apa yang Yesus lakukan adalah sebuah peristiwa yang mengejutkan,
mencengangkan, dan dramatis karena belum pernah ada yang melakukan sebelumnya.
Di
Yoh. 13:12 Tuhan
Yesus berkata: “Mengertikah kamu apa yang telah Kuperbuat
kepadamu?”. Gelar yang diberikan para murid bahwa Dia adalah Guru dan
Tuhan dimaknai secara baru oleh Tuhan Yesus. Dalam hal ini gelar diri
Yesus sebagai Guru dan Tuhan bukanlah suatu gelar untuk menunjukkan suatu
kekuasaan duniawi yang dipakai untuk memerintah dan merasa berhak memperoleh
perhatian atau pujian dari orang lain. Tetapi gelar diri Yesus sebagai
Guru dan Tuhan dimaknai sebagai suatu gelar untuk mengungkapkan tindakan
perendahkan diri yang bersedia untuk melayani orang lain, walaupun yang
dilayani ternyata tidak memberi penghargaan sebagaimana yang diharapkan bahkan
mereka kemudian justru mengkhianati gurunya.
Bagi
Yesus, harga diri dan kebesaran seseorang lebih terkait erat pada kemampuannya
bersikap rendah hati dihadapan Tuhan dan sesamanya. Aktualisasi diri terjadi
ketika kita mampu melayani dengan sungguh-sungguh tanpa diembel-embeli ambisi
untuk mengejar prestise atau harga
diri. Sebab jika itu yang menjadi orientasi kehidupan dan pelayanan kita maka
kita akan kehilangan makna pelayanan itu sendiri yang adalah untuk melayani
Tuhan yang bukti konkretnya kita lakukan pada sesama kita. Kemuliaan bukan hak
kita tetapi itu adalah hak Tuhan. Bukankah kita ini hanya hamba yang patut
menerima kemuliaan dalam sang Tuan kehidupan itu sendiri yaitu Tuhan Yesus
Kristus.
Di
Yoh. 13:13-15 Tuhan
Yesus berkata: “Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab
memang Akulah Guru dan Tuhan. Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang
adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamupun wajib saling membasuh kakimu; sebab Aku
telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti
yang telah Kuperbuat kepadamu”. Yesus mewajibkan kita untuk melakukan apa yang
telah diteladankanNya. Ini wajib. Tidak bisa ditawar-tawar. Harus!
Mengapa
kita sering gagal
menjadi teladan bagi orang lain untuk bersikap rendah hati, ketulusan melayani,
dan saling mengasihi atau melayani? Karena kita lebih banyak berbicara dari
pada berbuat. Kita lebih pandai bermain kata dari pada mewujudnyatakan
kata-kata kita. Kita lebih pandai berargumentasi dari pada bermeditasi apakah
kita semakin dekat dengan Tuhan dan sesama. Umumnya kita merasa cukup berhasil
dalam memberikan nasehat dan pengajaran tetapi sering gagal dalam menjadi
teladan yang sebenarnya.
Kebesaran kita dan
aktualisasi diri kita terjadi apabila kita dapat merendahkan diri di hadapan
Allah dan sesama serta setia dalam melaksanakan tugas panggilan kita untuk
saling mengasihi dan melayani. Oleh sebab itu, maukah kita semakin diubah dan
dibarui oleh Tuhan menjadi pribadi yang peduli, mengasihi, dan melayani sesama dengan kerendahan hati?
Alkitab
mencatat: "yang
walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai
milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri,
dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan
dalam keadaan seperti manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai
mati, bahkan sampai mati di kayu salib." (Filipi 2:6-8). Dia
adalah Yesus Kristus, "...nama di atas segala nama, supaya
dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas
bumi dan yang ada di bawah bumi," (Filipi 2:9-10). Pribadi Yesus tidak dapat dibandingkan
dengan siapa pun di dunia ini. Seberapa pun terhormatnya seseorang dengan
titel yang berlapis-lapis atau seberapa hebat dia, sungguh tidak sebanding
dengan kebesaran dan keagungan Yesus Kristus, karena Dia adalah Raja di atas
segala raja, Tuhan segala tuhan. Namun Yesus tetap rendah hati dan rela
melayani manusia. Bahkan Ia memberikan satu teladan yang luar
biasa: rela membasuh kaki para muridNya, padahal Dia adalah Tuhan dan
Guru Agung.
Lalu, siapakah kita ini? Kita
hanyalah orang yang tak berarti. Dapatkah kita belajar dari teladan
Yesus, mau melayani keluarga,
kerabat, teman atau orang lain dengan kerendahan hati dan tanpa pamrih sepertinya? Ketika melihat ada saudara
kita yang lapar, sudikah kita mengulurkan tangan dan memberinya makan?
Sewaktu melihat saudara kita tertimpa musibah, relakah kita menolongnya? Itulah yang dinamakan kasih,
yaitu melihat kebutuhan orang lain sebagai kewajiban diri sendiri.
Sesungguhnya pelayanan itu sangatlah sederhana! Tetapi dalam prakteknya,
pelayanan juga tidak semudah diucapkan. Banyak orang melayani tapi enggan
menanggalkan keakuannya; mau melayani tapi sulit melepaskan kehormatan
atau kedudukannya. Melayani berarti rela menjadi hamba! Itulah
pelayanan yang dilakukan Yesus! Tertulis: "Barangsiapa
ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan
barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi
hambamu;" (Matius
20:26a-27). Maukah kita? Bukankah banyak orang mau melayani
dengan harapan makin dikenal orang dan dihormati?
Mari kita memiliki
hati seperti Yesus, rela melayani jiwa-jiwa dengan motivasi tulus dan benar!
Keselamatan
hanya oleh anugerah Allah,
bukan karena pekerjaan baik kita. Dari pihak Allah, Allah telah menganuriakan
(memberikan) Anak-Nya yang Tunggal (Allah menjadi manusia di dalam Kristus
Yesus), mati di kayu salib untuk menebus manusia dari dosa sekali untuk
selamanya (Yohanes 3:16; Roma 5:8; Filipi 2:1-10, Ibrani 10:10). Sedangkan dari
pihak manusia, apakah mau percaya atau tidak, apakah mau menerima anugerah itu
atau tidak? (Yohanes 1:12; Yohanes 3:16; 1 Yohanes 1:11-12). Menerima anugerah
itu berarti selamat, menolaknya berarti
binasa.
Amen, Pdt. RHL. Tobing, S.Th. MA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar