Selasa, 03 April 2018

Khotbah Minggu 25 Maret 2018 Wahyu 19: 6-10


 Sembahlah Allah Raja Maha Kuasa

Sdr/i Yang dikasihi Tuhan Yesus, Dlm Minggu Palmarum ini kita diperintahkan Menyembah Allah, dan menjauhkan Allah/ilah lain dari kehidupan kita.Karena tidak ada alasan bagi kita untuk mendewakan diri kita atau org lain, sehingga tidak ada lain Panggilan untuk kita, selain Percaya kepadaNya dan merendahkan diri dihadapanNya dan menyembahNya sebagai Raja Yang Maha Kuasa, yang sanggup menolong dan melepaskan kita dari segala tantangan dan Penderitaan.
Sdr/i yg Dikasihi Tuhan Yesus.
UNTUK menyiapkan pernikahan dibutuhkan waktu yang lama. Namun, ada pernikahan yang persiapannya butuh waktu sekitar 2.000 tahun! Ini adalah pernikahan kerajaan. Nubuatan mengenai Perkawinan Anak Domba ini adalah sebuah peristiwa sukacita dan sorak-sorai sama seperti lajimnya pesta perkawinan. Nubuatan ini menjadi sebuah peneguhan bagi orang percaya, karena di dalamnya disuguhkan kasih Anak Domba Allah (Yesus Kristus) yang bersedia mempersunting orang percaya menjadi mempelai perempuanNya.
 Marthin Luther mengatakan inilah gambaran kasih Allah yang besar. Dalam sebuah perkawinan, segala kelemahan mempelai perempuan menjadi bagian dari mempelai laki-laki, dan segala kelebihan mempelai laki-laki menjadi bagian dari mempelai perempuan juga, demikian sebaliknya. Demikianlah Kristus yang mempersunting orang percaya. Semua kelemahan, dosa, kejahatan, penyakit, kemiskinan, dan penderitaan kita telah diambil oleh Kristus dan dikalahkannya di kayu salib, sementara itu semua kasih, kemurahan, dan kelimpahannya diberikannya menjadi milik kita. Oleh karena itu sangatlah wajar jika orang percaya dipenuhi sukacita ketika Kristus mempersunting kita sebagai mempelai perempuan.  Pernikahannya akan membuat surga sangat bersukacita.
Sdr/i Yg Dikasihi Tuhan Yesus Kisah “perjamuan kawin Anak Domba” (19:6-9) adalah kisah yang kontras dengan bagian sebelumnya tentang kejatuhan si pelacur, Babel (19:1-5).  Si pelacur Babel akan mati, tetapi Sang Anak Domba akan menyambut mempelai-Nya (19:6-9).  Namun secara paradoks, keduanya–pujian kehancuran dan pujian kemenangan–mengundang puji-pujian dari surga; merefleksikan kegenapan yang sempurna akan rencana Allah (19:1, 3-7). Relasi kasih yang intim antara Kristus dengan jemaat-Nya di Wahyu 19:6-8 bertolak-belakang antara relasi Babel sebagai Pelacur besar dengan para raja di bumi (Why. 17:1-6). Hubungan Pelacur Besar dengan para raja bumi didasari oleh hawa-nafsu, percabulan, perzinahan dan hujat (Why. 17:1-3). Selain itu Pelacur Besar tersebut mabuk oleh darah orang-orang kudus dan darah saksi-saksi Yesus (Why. 17:6). Sebaliknya relasi kasih yang intim antara Kristus dengan jemaat-Nya adalah relasi suami-istri untuk menggambarkan kekudusan, kesetiaan, dan relasi kasih yang tidak terputuskan. Karena itu dalam hubungan kasih yang intim antara Kristus dengan jemaat-Nya, mempelai wanita yaitu gereja tidak akan menjalin relasi kasih dengan pihak lain. Jalinan kasih yang demikian adalah perselingkuhan rohani. Wahyu 19:1-10 merupakan puncak pujian para mahluk sorgawi setelah kekuasaan “Babel” dikalahkan dan dihakimi Allah yang dilanjutkan dengan Pesta Pernikahan Kerajaan .
Adat pernikahan orang Yahudi saat itu terbagi ke dalam tiga bagian utama. Pertama, ikatan menikah yang disepakati oleh orangtua kedua mempelai. Orangtua dari mempelai pria, atau si mempelai pria itu sendiri, harus membayar mahar kepada mempelai perempuan atau orangtua mempelai perempuan. Ketika Maria mengandung Yesus, Maria dan Yusuf sudah berada di tahapan pertama ini (Mat 1:18; Luk 2:5).
Tahap kedua biasa berlangsung setahun setelahnya. Mempelai pria, ditemani oleh pendampingnya, datang ke rumah mempelai perempuan di tengah malam, diikuti iring-iringan pembawa obor di sepanjang jalan. Si mempelai perempuan akan bersiap-siap bersama pendampingnya. Kemudian, mereka dijemput untuk ikut bergabung dengan iring-iringan pembawa obor menuju rumah mempelai pria. Adat ini yang digambarkan oleh perumpamaan mengenai sepuluh wanita (Mat 25:1-13).
Tahap ketiga adalah pesta pernikahan itu sendiri, yang bisa berlangsung sampai berhari-hari, seperti kisah pernikahan di Kanaan (Yoh 2:1-2). 
Penglihatan Yohanes di kitab Wahyu merupakan tahap ketiga dari pesta pernikahan menurut adat orang Yahudi saat itu. Berarti, dua tahap dari pernikahan dianggap sudah berlangsung. Tahap pertama digenapi di dunia ini ketika setiap orang sudah beriman-percaya kepada Kristus sebagai Juru Selamatnya. Mahar yang harus dibayarkan kepada orangtua mempelai (Allah Bapa) adalah darah Kristus sendiri mewakili mempelai perempuan. Gereja di bumi hari ini seolah-olah menjadi tunangan Kristus. Seperti halnya para perempuan di perumpamaan di Matius 25:1-13, semua orang-percaya harus dengan sabar dan setia menanti kedatangan Mempelai Pria (kedatangan Yesus untuk kedua kalinya).
Ada 2 hal penting yang harus kita perhatikan dalam persiapan kita menjadi Mempelai Kristus, yaitu: Telah siap sedia untuk menjadi Pengantin (ayat 7)
Adapun ciri-ciri Pengantin yang telah siap yaitu:
Dewasa rohani
“Sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus” (Efesus 4:13)
Salah satu syarat dalam pernikahan adalah orang yang dewasa, bukan anak-anak. Karena itu sebagai umat Tuhan yang siap menjadi Mempelai-Nya, kita harus semakin dewasa rohani.(Di dalam segala tantangan/penderitaan kita tetap bertahan dan bersukacita) Bukan berdasarkan berapa lamanya kita menjadi orang Kristen, tetapi seberapa tingkat iman percaya kita kepada Tuhan.
Mengasihi Yesus lebih dari segalanya
“Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih daripada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih daripada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku” (Matius 10:37)
Hanya pasangan yang saling mengasihi yang menjadi pasangan yang siap menikah. Dan tanda-tanda seorang yang siap menikah adalah bertambah mengasihi, setiap hari semakin dekat hatinya dengan pasangannya. Apakah kita semakin bertambah mengasihi Yesus? Apakah kita menanti-nantikan kedatangan-Nya?
Berpakaian Lenan Halus (ayat 8)
Lenan halus berbicara tentang kekudusan. Bagaimana cara supaya dapat mengenakan kekudusan sebagai pakaian kita:
Mengejar kekudusan
“Berusahalah hidup damai dengan semua orang dan kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorang pun akan melihat Tuhan.” (Ibrani 12:14)
Bertekad untuk hidup kudus dengan kemauan untuk selalu hidup kudus. Kita harus mengejar kekudusan itu. Apakah kita tetap hidup dalam kekudusan pada saat tidak ada seorang pun melihat perbuatan kita? Apakah kita tetap hidup dalam kekudusan di saat dunia menawarkan perbuatan yang tidak kudus? Apakah kekudusan itu sudah menjadi gaya hidup kita?
Hidup dalam kekudusan
“Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu, tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus”. (1 Petrus 1:14-16)
Tidak cukup dalam tekad tapi kekudusan harus dilakukan senantiasa dalam hidup kita. Kita harus menjauhi dosa. Kekudusan mengandung pengertian kita dipisahkan untuk mengasihi, melayani dan menyembah Allah. Biarlah kekudusan bukan hanya menjadi kerinduan kita saja, tetapi juga menjadi gaya hidup kita.
Kasih Karunia Allah menguduskan kita
“Karena kasih karunia Allah yang menyelamatkan semua manusia sudah nyata. Ia mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan supaya hidup kita bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini. (Titus 2:11-14)
 Amin! Pdt. R.H.L. Tobing, S.Th.MA





         




Tidak ada komentar: