Sembahlah Allah Raja
Maha Kuasa
Sdr/i Yang
dikasihi Tuhan Yesus, Dlm Minggu
Palmarum ini kita diperintahkan Menyembah Allah, dan menjauhkan Allah/ilah
lain dari kehidupan kita.Karena tidak ada alasan bagi kita untuk mendewakan
diri kita atau org lain, sehingga tidak ada lain Panggilan untuk kita, selain
Percaya kepadaNya dan merendahkan diri dihadapanNya
dan menyembahNya sebagai Raja Yang Maha Kuasa, yang sanggup menolong dan melepaskan kita dari segala tantangan dan Penderitaan.
UNTUK
menyiapkan pernikahan dibutuhkan waktu yang lama. Namun, ada pernikahan yang
persiapannya butuh waktu sekitar 2.000 tahun!
Ini adalah pernikahan kerajaan. Nubuatan mengenai Perkawinan Anak Domba ini
adalah sebuah peristiwa sukacita dan
sorak-sorai sama seperti lajimnya
pesta perkawinan. Nubuatan ini menjadi sebuah peneguhan bagi orang percaya,
karena di dalamnya disuguhkan kasih Anak Domba Allah (Yesus Kristus) yang
bersedia mempersunting orang percaya
menjadi mempelai perempuanNya.
Marthin Luther mengatakan inilah gambaran kasih Allah yang besar. Dalam sebuah perkawinan, segala kelemahan mempelai perempuan menjadi bagian dari mempelai laki-laki,
dan segala kelebihan mempelai laki-laki menjadi bagian dari mempelai perempuan
juga, demikian sebaliknya. Demikianlah Kristus yang mempersunting orang
percaya. Semua kelemahan, dosa,
kejahatan, penyakit, kemiskinan, dan penderitaan kita telah diambil oleh
Kristus dan dikalahkannya di kayu salib, sementara itu semua kasih,
kemurahan, dan kelimpahannya diberikannya menjadi milik kita. Oleh karena itu
sangatlah wajar jika orang percaya dipenuhi sukacita ketika Kristus mempersunting
kita sebagai mempelai perempuan. Pernikahannya akan membuat surga sangat
bersukacita.
Sdr/i Yg Dikasihi Tuhan Yesus Kisah “perjamuan kawin Anak Domba”
(19:6-9) adalah kisah yang kontras dengan bagian
sebelumnya tentang kejatuhan si pelacur, Babel (19:1-5). Si pelacur Babel akan mati, tetapi Sang Anak Domba
akan menyambut mempelai-Nya (19:6-9). Namun secara paradoks, keduanya–pujian kehancuran dan pujian kemenangan–mengundang
puji-pujian dari surga; merefleksikan kegenapan yang sempurna akan rencana Allah
(19:1, 3-7). Relasi kasih yang intim antara Kristus dengan jemaat-Nya di Wahyu 19:6-8 bertolak-belakang antara
relasi Babel sebagai Pelacur besar dengan para raja di bumi (Why. 17:1-6). Hubungan Pelacur Besar dengan para raja
bumi didasari oleh hawa-nafsu, percabulan,
perzinahan dan hujat (Why. 17:1-3). Selain itu Pelacur Besar tersebut mabuk
oleh darah orang-orang kudus dan darah saksi-saksi Yesus (Why. 17:6). Sebaliknya relasi kasih yang intim antara
Kristus dengan jemaat-Nya adalah relasi suami-istri untuk menggambarkan kekudusan, kesetiaan, dan relasi kasih
yang tidak terputuskan. Karena itu dalam hubungan kasih yang intim antara
Kristus dengan jemaat-Nya, mempelai wanita yaitu gereja
tidak akan menjalin relasi kasih dengan pihak lain. Jalinan kasih yang demikian adalah perselingkuhan rohani. Wahyu 19:1-10
merupakan puncak pujian para mahluk sorgawi setelah kekuasaan “Babel”
dikalahkan dan dihakimi Allah yang dilanjutkan dengan Pesta Pernikahan Kerajaan
.
Adat
pernikahan orang Yahudi saat itu terbagi ke dalam tiga bagian utama.
Pertama, ikatan menikah yang disepakati oleh orangtua kedua mempelai.
Orangtua dari mempelai pria, atau si mempelai pria itu sendiri, harus membayar mahar kepada mempelai
perempuan atau orangtua mempelai perempuan. Ketika Maria mengandung Yesus,
Maria dan Yusuf sudah berada di tahapan pertama ini (Mat 1:18; Luk 2:5).
Tahap kedua biasa berlangsung setahun setelahnya. Mempelai pria,
ditemani oleh pendampingnya, datang ke rumah mempelai perempuan di tengah
malam, diikuti iring-iringan pembawa obor di sepanjang jalan. Si mempelai perempuan akan bersiap-siap
bersama pendampingnya. Kemudian, mereka dijemput untuk ikut bergabung dengan
iring-iringan pembawa obor menuju rumah
mempelai pria. Adat ini yang digambarkan oleh perumpamaan mengenai sepuluh
wanita (Mat 25:1-13).
Tahap ketiga adalah pesta pernikahan itu sendiri, yang bisa
berlangsung sampai berhari-hari, seperti kisah pernikahan di Kanaan (Yoh
2:1-2).
Penglihatan Yohanes di kitab Wahyu merupakan tahap
ketiga dari
pesta pernikahan menurut adat orang Yahudi saat itu. Berarti, dua tahap dari
pernikahan dianggap sudah berlangsung. Tahap pertama digenapi di dunia ini
ketika setiap orang sudah beriman-percaya kepada Kristus sebagai Juru
Selamatnya. Mahar yang harus dibayarkan kepada orangtua mempelai (Allah Bapa) adalah darah Kristus sendiri mewakili
mempelai perempuan. Gereja di bumi hari ini seolah-olah menjadi tunangan
Kristus. Seperti halnya para perempuan di perumpamaan di Matius 25:1-13, semua
orang-percaya harus dengan sabar dan setia menanti kedatangan Mempelai Pria
(kedatangan Yesus untuk kedua kalinya).
Ada 2 hal penting yang harus kita perhatikan dalam persiapan kita menjadi Mempelai Kristus, yaitu: Telah siap sedia untuk menjadi Pengantin (ayat 7)
Ada 2 hal penting yang harus kita perhatikan dalam persiapan kita menjadi Mempelai Kristus, yaitu: Telah siap sedia untuk menjadi Pengantin (ayat 7)
Adapun
ciri-ciri Pengantin yang telah siap yaitu:
Dewasa rohani
“Sampai kita
semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang anak
Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan
Kristus” (Efesus 4:13)
Salah satu
syarat dalam pernikahan adalah orang yang dewasa, bukan anak-anak. Karena itu
sebagai umat Tuhan yang siap menjadi Mempelai-Nya, kita harus semakin dewasa rohani.(Di dalam segala tantangan/penderitaan kita tetap
bertahan dan bersukacita) Bukan berdasarkan berapa lamanya kita menjadi orang
Kristen, tetapi seberapa tingkat iman
percaya kita kepada Tuhan.
Mengasihi
Yesus lebih dari segalanya
“Barangsiapa
mengasihi bapa atau ibunya lebih daripada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku; dan
barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih daripada-Ku, ia
tidak layak bagi-Ku” (Matius 10:37)
Hanya pasangan yang saling mengasihi yang menjadi pasangan yang
siap menikah. Dan tanda-tanda seorang yang siap menikah adalah bertambah
mengasihi, setiap hari semakin dekat hatinya dengan pasangannya. Apakah kita
semakin bertambah mengasihi Yesus? Apakah kita menanti-nantikan kedatangan-Nya?
Berpakaian Lenan Halus (ayat 8)
Lenan halus
berbicara tentang kekudusan. Bagaimana cara supaya dapat mengenakan kekudusan
sebagai pakaian kita:
Mengejar kekudusan
“Berusahalah
hidup damai dengan semua orang dan kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan
tidak seorang pun akan melihat Tuhan.” (Ibrani 12:14)
Bertekad untuk
hidup kudus dengan kemauan untuk selalu hidup kudus. Kita harus mengejar
kekudusan itu. Apakah kita tetap hidup dalam kekudusan pada saat tidak ada
seorang pun melihat perbuatan kita? Apakah kita tetap hidup dalam kekudusan di
saat dunia menawarkan perbuatan yang tidak kudus? Apakah kekudusan itu sudah
menjadi gaya hidup kita?
Hidup dalam kekudusan
“Hiduplah
sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu
pada waktu kebodohanmu, tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh
hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada
tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus”. (1 Petrus 1:14-16)
Tidak cukup
dalam tekad tapi kekudusan harus dilakukan senantiasa dalam hidup kita. Kita
harus menjauhi dosa. Kekudusan mengandung pengertian kita dipisahkan untuk mengasihi, melayani dan menyembah
Allah. Biarlah kekudusan bukan hanya menjadi kerinduan kita saja, tetapi juga
menjadi gaya hidup kita.
Kasih Karunia Allah menguduskan kita
“Karena kasih
karunia Allah yang menyelamatkan semua manusia sudah nyata. Ia mendidik kita
supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan supaya
hidup kita bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini. (Titus 2:11-14)
Amin! Pdt. R.H.L. Tobing, S.Th.MA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar