Senin, 22 Agustus 2016

"MEMBANGUN HIDUP YANG BERHASIL" “1 Korintus 3:11-12″




“Karena tidak ada seorang pun yang dapat meletakkan dasar lain dari pada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus. Entahkah orang membangun di atas dasar ini dengan emas, perak, batu permata, kayu, rumput kering atau jerami” I Korintus 3:11-12
Dalam Alkitab kita tercantum ada 202 ayat yang mengandung kata keberhasilan. Ini membuktikkan bahwa Allah serius ingin memberikan kita hidup yang berhasil. Jika Allah membuat kita berhasil, Ia ingin kita bukan hanya berhasil untuk diri kita sendiri, tetapi kita juga berhasil untuk membawa orang mengenal Tuhan. Dunia memiliki ukuran sendiri untuk menilai orang seperti apa yang nantinya akan berhasil. Menurut dunia orang yang miskin dan bodoh mungkin akan jauh dari keberhasilan. Tetapi tercatat ada orang-orang sukses di dunia yang dulunya dianggap bodoh. Beberapa diantaranya adalah: Thomas A. Edison, Beethoven, Abraham Lincoln, Bill Gates, dan Mark Zuckerberg. (I Korintus 1:27) 5 Langkah untuk mencapai keberhasilan :
1. MELETAKKAN DASAR YANG TEPAT (I Korintus 3:11-12)
 “Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN! Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah”à Orang yang bijak adalah orang yang tau meletakkan pondasi yang benar dalam kehidupannya. Jangan menggunakan kekuatan dan hikmat manusia sebagai dasar. Orang yang membangun iman diatas dasar Kristus adalah orang yang mengandalkan Allah. Maka bagi orang tersebut Allah menyediakan janji ini Yeremia 17:7-8 àDasar yang tepat adalah Yesus Kristus. Matius 7:24
Dasar kita harus tepat baru kita dapat berbuah bahkan di tahun-tahun kering. Jadilah pribadi yang bukan hanya tahu mengenai Firman Allah, tetapi juga melakukannya.
2. CARILAH PENASEHAT YANG BENAR (Mazmur 1:1-3)
Dalam Alkitab tersedia begitu banyak nasehat yang Allah berikan untuk keuntungan kita. Jangan sampai kita salah melangkah dan rugi besar hanya karena kita salah memilih penasehat. Dalam I Raja-raja 12 tercatat kisah mengenai Raja Yerobeam yang pada waktu itu memimpin kerajaan Israel, tetapi karena salah mendengarkan nasehat maka terjadi pemberontakan rakyat dan kerajaan Israel terbagi mejadi dua. Carilah dan dengarkanlah nasehat yang tepat. Apabila kita meminta nasehat dari orang yang mengenal Tuhan bukan hanya sekedar nasehat yang kita dapatkan tetapi minimal mereka akan berdoa untuk kita.
3. JANGAN MENCONTOH ORANG BERDOSA (Mazmur 1:1)
 tidak ada masa depan dan harapan bagi mereka.
àDalam Terjemahan sehari-hari ayat ini berbunyi: “Berbahagialah orang yang tidak mengikuti nasihat orang jahat, tidak mencontoh orang berdosa dan tidak bergaul dengan orang yang menghina Allah” bagaimana kehidupan orang berdosa yang tidak pantas kita contoh? Yaitu ketika mereka menjadi orang-orang yang tidak peduli dengan sesama, egois dan mementingan keuntungan diri sendiri, menipu dalam perdagangan dan bahkan menggunakan kuasa iblis untuk mendapatkan keuntungan. Jangan mencontoh mereka dan bahkan kita tidak perlu iri akan apa yang mereka peroleh Amsal 24:19-22 dan Mazmur 1:4-6
4. MENJAGA PERGAULAN (Mazmur1:1c BIS)
Pergaulan memiliki dua dampak dalam kehidupan kita:
- Pergaulan ita akan berdampak pada kehidupan jasmani kita. Pergaulan akan mempengaruhi pola pikir kita (I Korintus 15:33). Pergaulan akan membentuk kebiasaan, dan kebiasaan akan membentuk karakter, karakter akan menentukan masa depan kita. Jadi mari jaga pergaulan kita. Kita memiliki begitu banyak kegiatan gereja dalam sepekan untuk menjaga pergaulan kita tetap ada dalam lingkungan keluarga Allah. Karena itu mari terlibat di dalamnya!
- Dampak kehidupan rohani. Apa yang terjadi dalam roh terimpartasi dalam tubuh jasmani. Karena itu jika secara jasmani kita sudah tercemar maka pasti roh kita pun telah dicemari. Mari jaga kehidupan kita dengan menjaga pergaulan kita.
5. HIDUP DALAM FIRMAN TUHAN (Mazmur 1:2-3)
Orang yang berhasil dan diberkati adalah orang yang memiliki “kesukaan” akan firman Tuhan. Kesukaan sama dengan hobby/ kegemaran. Mari ganti hobby kita dengan merenungkan FirmanNya siang dan malam sehingga apapun yang kita kerjakan akan berhasil dan kita akan beruntung di setiap jalan-jalan kita.
Ketika Allah selesai menciptakan dunia dengan segala isinya, lembaga yang kali pertama Ia ijinkan untuk beroperasi adalah lembaga perkawinan. Alkitab mencantumkan begitu jelas "rules" untuk sebuah pernikahan. 
Lembaga perkawinan melahirkan sebuah keluarga. Itu sebabnya pernikahan merupakan kondisi normal atau keadaan alamiah yang mau tidak mau berlangsung dalam kehidupan semua umat manusia, tanpa terkecuali. Pernikahan merupakan hak asasi yang Tuhan berikan kepada semua umat manusia. Lembaga perkawinan merupakan suatu persahabatan atau suatu kesatuan yang jauh melebihi seks (Maleakhi 2:14). Pernikahan adalah suatu kesatuan sosial dan spiritual, juga kesatuan seksual. Pernikahan yang dibangun atas dasar hubungan persekutuan persahabatan, dimana suami-istri saling mengasihi dan mencintai akan jauh lebih kuat dibandingkan dengan pernikahan yang dibangun karena hubungan seksual. Pernikahan juga merupakan kesatuan yang tercipta dari suatu komitmen dari janji-janji yang timbal balik. Komitmen ini tersirat dari sejak mulanya di dalam konsep meninggalkan orangtua dan bersatu dengan istrinya (Maleakhi 2:14; Amsal 2:17). Allah adalah saksi atas suatu pernikahan. Dialah yang mengadakan pernikahan dan menjadi saksi atas janji-janji tersebut (Matius 19 :6). Mengapa seorang lagi-lagi dianjurkan menikah? Apa tujuan pernikahan menurut Allah? 
Pertama, Pernikahan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan emosional, "Tidak baik manusia seorang diri" (kejadian 2:18). 
Kedua, Pernikahan mempunyai tujuan sosial, ''Beranak-cuculah dan bertambah banyak..." (Kejadian 1:28). 
Ketiga, Pernikahan bertujuan mencegah imoralitas, "... tetapi mengingat bahaya percabulan, baiklah seorang laki-laki mempunyai istrinya sendiri dan setiap perempuan mempunyai suaminya sendiri" (1 Korintus 7:2). 
Keempat, Pernikahan ditetapkan Tuhan untuk memenuhi kebutuhan rohani, agar suami istri mengalami kepenuhan di dalam kasih Kristus (Efesus 5:22-23), serta memancarkan kasih-Nya kepada sekelilingnya.

Khotbah Minggu 14 Agustus 2016 Luk 12: 49-56 “Memilih dan Memutuskan Yang Benar Dalam Tuhan”



Ilustrasi: Bill Borden anak seaoarng Hartawan Kristen: (Band Ketika kita melihat awan gelap=hujan dsb)
Khotbah ini Hub dgn ISIS/Mesir yg membunuh isteri
Krn membaca Alkitab.

Yesus membawa pemisahan
Ay. 51 Bukan damai, melainkan pertentangan. Yudaisme merupakan agama keluarga di mana para penganutnya beribadah menurut kesatuan rumah tangga dan bukan perseorangan. Yesus sudah melihat sebelumnya bahwa pernyataan-pernyataan-Nya akan memisahkan keluarga dan akan mengharuskan dibuatnya keputusan pribadi.(Mengikut Yesus Keputusanku)
SEMUA orang senang hidup rukun, damai dan tentram. Sedapat mungkin menghindari ketegangan atau pertentangan. Kalau ada soal cepat-cepat harus diselesaikan atau dicarikan solusi. Suasana damai dan tentram harus dijaga.
Tetapi bagaimana Sabda Yesus hari ini: “Kamu sangka Aku datang membawa damai ke bumi? Bukan. Bukan damai, melainkan pertentangan. Karena mulai sekarang ada pertentangan antara lima orang dalam satu rumah, tiga melawan dua dan dua melawan tiga. Mereka akan saling bertentangan: bapa melawan putranya, dan putra melawan bapanya, ibu melawan putrinya, dan putri melawan ibunya, ibu mertua melawan menantu, dan menantu melawan ibu mertua-nya.”
Bahkan Tuhan Yesus masih menambahkan: “Aku datang melem-parkan api ke bumi dan betapa kudambakan agar api itu selalu menyala.”
Apakah makudnya ini? Apakah Yesus mau mengacaukan keluarga? Apakah Yesus mau mengacaukan masyarakat? Tentu tidak. Sebelum Yesus datang ke dunia masyarakat sudah kacau. Sebelum Yesus datang ke keluarga kita, keluarga kita juga sudah mengalami kekacauan, sebab kekacauan itu sudah melekat dalam hidup manusia.
Kekacauan dalam keluarga biasanya soal warisan, soal menantu, soal pengeluaran uang, soal menyekolahkan anak, soal biaya pengobatan dsb. Tanpa Tuhan Yesus suasana kacau sudah ada. Jadi kekacauan bukan karena Tuhan Yesus. Tuhan Yesus datang ke dunia ini membawa ajaran baru tentang Kerajaan Allah, tentang cintakasih dan tentang persaudaraan.
Dan api yang dilemparkan ke bumi adalah Roh Kudus. Dan Tuhan Yesus sudah sadar bahwa ajaran-Nya akan membawa pertentangan. Dengan lain kata Tuhan Yesus memang mengizinkan adanya pertentangan dimana-mana, tetapi bukan pertentangan siapa menang siapa kalah, bukan pertentangan soal kuasa, bukan pertentangan soal kekayaan, tetapi pertentangan untuk mencari kebenaran.
Sabda Tuhan Yesus adalah kebenaran dan hidup. Dan Roh Kudus yang dibawa oleh Tuhan akan membawa terang bagi orang yang menerimanya. Maka pertentangan itu terjadi karena ada orang yang sudah mau menerima penerangan dari Roh Kudus serta menerima kebenaran dari ajaran Yesus, berhadapan dengan orang yang menutup diri dari kebenaran.
Dalam masyarakat pun belum tentu hal yang baik di terima. Karena ada orang yang menolak hal yang baik, agar kejahatannya tidak kelihatan.
Ada orang menolak usulan yang baik, soal demokrasi, karena yang menolak itu dapat mempertahankan status mereka dan menggunakan kuasa untuk korupsi. Demikian pula dengan ajaran Yesus. Kalau dalam keluarga yang dicari adalah kehendak sendiri, bukan apa yang jadi kehendak Tuhan, maka pertentangan akan terjadi.

Percaya atau tidak!
Ketika kita melihat awan gelap mulai berarak, maka dengan mudah kita menyimpulkan bahwa hujan akan segera tiba. Menurut Yesus, mengambil kesimpulan bahwa Yesus adalah Mesias juga merupakan hal mudah, bila orang mau melihat berbagai perbuatan kemesiasan-Nya. Sama mudahnya seperti ketika orang melihat tanda-tanda cuaca dan kemudian menyimpulkan bahwa hari akan terang atau malah akan turun hujan (54-56).
Tetapi tetap saja banyak orang yang tidak mau atau tidak berani mengakui bahwa Yesus adalah Mesias. Padahal sebagai orang-orang yang hidup pada zaman Yesus, mereka telah menyaksikan dengan mata kepala sendiri tanda-tanda ajaib yang Dia lakukan, yang membuktikan kemesiasan-Nya. Ini bisa terjadi karena mereka ikut-ikutan pendapat pemimpin agama mereka tentang Yesus. Padahal seharusnya mereka bisa mengambil kesimpulan sendiri tentang Yesus dan memutuskan bagaimana sikap mereka sebenarnya terhadap Dia yang mereka kenal secara pribadi (57). Karena bagaimanapun tiap orang akan dimintai pertanggungjawaban tentang hal itu. Berdasarkan hal itulah akan terjadi pemisahan yang membuat manusia terbagi ke dalam kelompok orang percaya dan yang tidak percaya. Bahkan dalam satu keluarga pun bisa saja terjadi pemisahan. Dan dampak lanjut dari pemisahan ini adalah kemarahan Allah yang akan menimpa mereka yang tidak percaya pada Kristus!
Kita yang hidup pada masa kini tidak lagi secara langsung melihat karya Yesus. Tetapi semua kisah itu dapat kita "lihat" melalui kesaksian Alkitab. Melalui Alkitab pula kita melihat bagaimana Tuhan menyatakan diri dan kebenaran-Nya. Maka setiap kita bertanggung jawab untuk memutuskan sikap kita pada Dia. Karena itu, belajarlah firman Tuhan dengan seksama. Niscaya Roh Kudus akan mengajar kita hingga sampai pada kesimpulan dan keputusan yang benar.
Pembicaraan lebih lanjut tentang penderitaan-penderitaan-Nya sendiri, yang sudah disadari-Nya, dan tentang penderitaan-penderitaan para pengikut-Nya, yang Ia ingin agar mereka pun terus menyadarinya dalam kehidupan mereka. Secara umum (ay. 49), "Aku datang untuk melemparkan api ke bumi." Sebagian orang mengartikan perkataan ini dengan pemberitaan Injil dan pencurahan Roh Kudus, api suci. Api ini dikirim Kristus dengan tugas untuk memurnikan dunia, untuk mengangkat sisa-sisa kotoran di dalamnya, dan untuk membakar sekamnya, dan api itu telah menyala. Injil sudah mulai diberitakan, dan sudah ada persiapan bagi pencurahan Roh Kudus. Kristus membaptis dengan Roh Kudus dan dengan api. Roh ini turun dalam lidah-lidah api. Namun demikian, dari perkataan selanjutnya, tampak bahwa api ini harus lebih dimengerti sebagai api penganiayaan. Kristus bukanlah penyebab dari penganiayaan ini, sebab penganiayaan terjadi karena dosa para pengacau, para penganiaya. Namun, Ia mengizinkannya, bahkan menugaskannya, sebagai api yang memurnikan untuk menguji mereka yang dianiaya. Api itu telah menyala dalam bentuk permusuhan orang-orang Yahudi yang tidak saleh terhadap Kristus dan para pengikut-Nya. "Betapakah Aku harapkan api itu telah menyala! Apa yang hendak kauperbuat, perbuatlah dengan segera. Jika api itu telah menyala, apakah yang hendak Kuperbuat? Haruskah Aku menunggu sampai api itu dipadamkan? Tidak, sebab api itu harus melekat kepada-Ku dan kepada semua orang, dan dengannya Allah akan semakin dipermuliakan."
 Ia sendiri harus menderita banyak hal, Ia harus melewati api yang telah menyala ini (ay. 50), "Aku harus menerima baptisan." Penderitaan-penderitaan biasanya dibandingkan dengan api atau air (Mzm. 66:12; 69:2-3). Penderitaan-penderitaan Kristus adalah keduanya, api dan air. Ia menyebut penderitaan-penderitaan-Nya ini sebuah baptisan (Mat. 20:22), sebab Ia dibenamkan di dalam air atau diperciki dengan air, seperti Israel yang dibaptis dalam awan dan dibenamkan ke dalamnya, seperti Israel yang dibaptis dalam laut (1Kor. 10:2). Ia harus diperciki dengan darah-Nya sendiri, dan dengan darah musuh-musuh-Nya (Yes. 63:3).
Perhatikanlah di sini:
(1) Kristus sudah melihat sebelumnya penderitaan-penderitaan-Nya. Penderitaan itu adalah baptisan, bukan luapan air. Aku harus dibenamkan, bukan ditenggelamkan, di dalamnya. Ia menyebutnya dengan suatu istilah yang menguduskan segala penderitaan-Nya itu, sebab baptisan adalah nama yang menguduskan penderitaan itu, sebab baptisan adalah upacara yang kudus. Kristus dalam penderitaan-Nya mempersembahkan diri-Nya bagi kehormatan Bapa-Nya, dan menahbiskan diri-Nya sebagai imam untuk selama-lamanya (Ibr. 7:27-28).
(2) Keberanian Kristus dalam menghadapi penderitaan-Nya: "Betapakah Aku harapkan api itu telah menyala!" Ia rindu akan saat Ia harus menderita dan wafat, mata-Nya tertuju pada kemuliaan yang akan diperoleh dari penderitaan-penderitaan-Nya. Penderitaan-penderitaan Kristus adalah kesengsaraan jiwa-Nya, yang dengan senang hati dijalani-Nya, dengan harapan bahwa melalui penderitaan itu Ia akan melihat keturunan-Nya (Yes. 53:10-11). Betapa hati-Nya terpatri pada penebusan dan keselamatan umat manusia.
. Ia memberi tahu mereka yang ada di sekeliling-Nya bahwa mereka juga harus menanggung berbagai kesusahan dan kesulitan (ay. 51): "Kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi, untuk memberimu ketenangan dalam memiliki bumi, dan hidup berkelimpahan secara lahiriah di dalamnya?" Di sini tersirat bahwa mereka cenderung berpikiran seperti ini, malah bahwa mereka terus beranggapan demikian, bahwa Injil akan diterima di mana-mana, bahwa semua orang akan memeluknya dengan suara bulat dan bahwa oleh sebab itu mereka akan berusaha membuat para pengabarnya merasa tenang dan hebat, bahwa Kristus, kalaupun Ia tidak memberi mereka kemegahan dan kekuasaan, setidaknya akan memberi mereka kedamaian. Dalam hal ini mereka didorong oleh bacaan-bacaan dari Perjanjian Lama yang berbicara tentang kedamaian dalam kerajaan Mesias, yang hanya ingin mereka mengerti sebagai kedamaian lahiriah. "Tetapi," kata Kristus, "kamu keliru, sebab apa yang akan terjadi justru bertentangan dengan itu, dan karena itu janganlah kamu menghibur dirimu dengan gambaran Firdaus orang-orang bodoh. Kamu akan melihat":
(1) "Bahwa pemberitaan Injil akan mengakibatkan pertentangan." Rancangan Injil dan kuasanya yang benar memang untuk menyatukan anak-anak manusia satu dengan yang lain, untuk mengumpulkan mereka bersama-sama dalam jalinan kasih yang kudus, dan jika mereka semua mau menerimanya, maka itulah yang akan dihasilkan. Akan tetapi, nyatanya, ada orang banyak yang bukan hanya tidak mau menerima Injil, tetapi juga menentangnya, yang marah karena kejahatan-kejahatan mereka diusik olehnya, dan berang terhadap orang-orang yang menerimanya. Semuanya ini memberikan kesempatan, meskipun bukan penyebab, bagi adanya pertentangan itu. Ketika orang kuat dan bersenjata menjaga rumahnya, di dunia orang-orang bukan-Yahudi, maka amanlah segala miliknya. Segalanya serba tenang, karena semua orang menuju ke arah yang sama, para filsuf dengan berbagai aliran mereka dapat hidup rukun satu sama lain, begitu pula dengan para penyembah ilah-ilah yang beraneka ragam. Tetapi ketika Injil diberitakan, dan banyak orang diterangi olehnya, dan berbalik dari kuasa Iblis kepada Allah, maka timbullah suatu gejolak, suatu suara berderak-derak (Yeh. 37:7). Sebagian orang memisahkan diri mereka dengan memeluk Injil, dan ini membuat yang lain marah. Ya, bahkan di antara orang-orang yang menerima Injil akan ada berbagai pendapat dan perasaan yang berbeda dalam menanggapi perkara-perkara kecil, dan ini akan mengakibatkan pertentangan, yang diperbolehkan Kristus demi tujuan-tujuan yang kudus (1Kor. 11:18), yaitu agar orang-orang Kristen dapat belajar dan berlaku sabar satu sama lain (Rm. 14:1-2).
(2) "Bahwa pertentangan ini akan dialami juga oleh keluarga-keluarga, dan pemberitaan Injil akan menimbulkan perpecahan di antara kerabat-kerabat terdekat" (ay. 53): ayah melawan anaknya laki-laki dan anak laki-laki melawan ayahnya. Ini terjadi apabila yang satu menjadi Kristen dan yang lain tidak, sebab yang menjadi Kristen akan bersemangat untuk mempertobatkan yang lain dengan perkataan dan tindakan kasih (1Kor. 7:16). Paulus, segera setelah ia bertobat, bersoal jawab (Kis. 9:29). Orang yang terus tidak percaya akan merasa berang dan akan membenci serta menganiaya orang yang melalui iman dan ketaatannya bersaksi melawan dan mencela ketidakpercayaan serta ketidaktaatan mereka. Semangat fanatisme dan penganiayaan akan memutuskan tali persaudaraan dan kasih sayang yang paling kuat (lih. Mat. 10:35 dan Mat. 24:7. Amen

Khotbah Minggu 21 Agustus 2016 POUK KOTAWISATA 1 Korintus 13;1-7 Thema; ‘Bila Tak Ada Kasih’




Kasih yang tiada taranya(Pem. Masuk ke Santo Agustinus).
Dalam kisah hidup Mahatma Gandhi tokoh pejuang bagi kemerdekaan India, yang terkenal dengan gerakan non kekerasan, suka pergi ke mana-mana dengan telanjang dada. Pada suatu hari, ketika ia mengunjungi sebuah desa, seorang gadis remaja merasa risih dengan penampilannya, lalu mendekatinya dan berkata: ”Mengapa kakek tidak mengenakan baju? Jika Kakek berkenan, saya akan minta kepada ayah saya untuk memberikan baju buat kakek. ”Jika kau mau memberi aku baju”, kata Gandhi, beri juga saudara-saudaraku yang lain. Jika tidak, mereka yang juga berpakaian seperti aku ini akan iri terhadapku, lalu akan bertengkar denganku.” kalau begitu, saya akan minta kepada ayah saya untuk memberikan baju buat semua saudara kakek,” jawab gadis itu. ”berapa jumlah saudara kakek? ”Tidak banyak, kok. Cuma empat ratus juta, jawab Gandhi sambil tersenyum. Mendegar jawaban Gandhi, gadis itu tersipusipu dan tidak tahu harus berkata apa. Saudara-saudara yang dikasihi oleh Yesus Kristus kesetiakawanan merupakan perbuatan luhur, tetapi berat karena menuntut pengorbanan. Oleh sebab itu, banyak orang mau mendapat nama karena melakukan kesetiakawanan, tetapi menghindari pengorbanannya. Pada hal satu hal yang dibutuhkan dari kasih adalah pengorbanan Kasih sebagai jatidiri orang Kristen Rasul Paulus menggambarkan betapa besarnya peran kasih dalam kehidupan ini. Sebagaimana Tuhan telah mengasihi kita tanpa henti-hentinya. Sebagai tanda kasih Tuhan kepada kita adalah Dia selalu mengampuni kita. Dalam 1 Korintus 13:1-13 ini Rasul Paulus menegaskan bahwa karunia yang paling utama yang harus dipraktekkan oleh setiap warga gereja untuk membangun tubuh Kristus adalah kasih. Semua karunia sehebat apa pun, akan menjadi sia-sia tanpa kasih dan tidak berguna bagi orang lain dan juga bagi diri sendiri.
 Siapa dari kita yang tidak seperti jemaat Korintus, menganggap penting karunia berkomunikasi, karunia nubuat, hikmat, iman, atau karunia berkorban dalam pelayanan? Bila kita sadar bahwa Yesus rela mengorbankan diri-Nya demi menebus kita maka kita merasakan kasih itu tidak terbatas Tuhan atas diri kita. Sebagai anak-anak Tuhan, kita pun seharusnya bisa merefleksikan kasih Tuhan yang tidak terbatas itu kepada orang lain. Kasih bukan saja salah satu dari ciri khas orang Kristen, tetapi jiwa dari jatidiri orang Kristen. Ketika kita memberi sesuatu dengan motif lain dan bukan berdasarkan kasih, hal-hal seperti di atas pun mungkin terjadi. Kasih sejati akan membuat kita memberi dengan sukacita, tanpa menyimpan apapun di balik pemberian, dan tidak mengharapkan apapun, bahkan ucapan terima kasih sekalipun (Ilustrasi: Suami ketok Pintu krn kemalaman). Kasih sejati adalah kasih yang tidak mencari keuntungan diri sendiri, tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Kasih sejati tidak mengharapkan balasan, tidak pamrih, dan keluar dari hati sebagai ungkapan kasih kita terhadap orang lain. Semuanya itu penting bila berguna dan bila dilakukan dalam kasih dan digerakkan oleh kasih pula. Penekanan Paulus tentang kasih sebagai jiwa dan jati diri kekristenan kepada orang-orang Kristen di Korintus saat itu merupakan salah satu bentuk ungkapan yang memprihatinkan dirinya. Jemaat Korintus yang merasa dirinya memiliki karunia dari Tuhan, menjadi sombong dan mulai menganggap bahwa diri mereka lebih tinggi tingkatannya dibandingkan dengan jemaat yang tidak memiliki karunia tersebut. Kasih akan berkaitan erat dan terwujud dalam beberapa sifat yang mencerminkan sifat Kristus sendiri. Yaitu: kesabaran, kemurahan hati, tidak cemburu, tidak melakukan yang tidak sopan, tidak mencari keuntungan bagi diri sendiri. Orang yang hanya mementingkan diri sendiri, berarti tidak memiliki kasih. Akan tetapi orang yang dihidupkan Kristus dan hidup bagi Kristus, itulah yang akan memiliki kasih. Karena itu Paulus memberikan ketegasan bahwa kepandaian berbicara, bernubuat, memiliki hikmat dan pengetahuan manusia jika tidak disertai kasih hanya akan menciptakan kegaduhan, dan membuat dirinya tidak berharga. Orang demikian tidak mencemburui kemajuan atau kemampuan orang lain, melainkan sambil memuji Tuhan dan mendorong kemajuan orang lain. Penekanan Paulus ini memberikan pelajaran penting untuk kita, orang-orang Kristen masa kini, yaitu bahwa kita adalah orang yang dihidupkan oleh Kristus dan bagi Kristus. Karena itu kitalah orang-orang yang akan memiliki dan menyatakan kasih Kristus itu dalam segala aspek kehidupan kita. Kasih adalah bahagian dari apa yang kita hidupi Sama seperti orang Kristen di Korintus, kita pun cenderung menganggap penting hanya hal-hal yang berdampak langsung. Pada hal yang utama dan yang terpenting sebenarnya ialah yang dampaknya lama bahkan abadi. Kasih mutlak untuk kualitas kehidupan di kalangan Gereja Kristen sendiri. Jauh melebihi nubuat, kesembuhan ilahi, hikmat, bahasa roh. Kasih itu abadi. Bahkan bila dibandingkan dengan iman dan pengharapan sekali pun, ternyata kasihlah yang abadi. Itu sebabnya kasih harus kita kejar, agar selalu menjiwai sikap dan tindakan kita dalam hidup dan pelayanan. Mengapa ? Kasih akan saudara-saudara perlu ditambah dengan kasih akan semua orang. Sebab kasih kepada semua orang adalah kasih kepada sesama manusia. Ini adalah hukum yang terutama yang diperintahkan oleh Tuhan Yesus (Mat. 5:43-48; 22:39). Bagi orang percaya, kasih haruslah diwujudkan dalam tindakan nyata. Karena ada banyak orang hidup tanpa pernah merasakan kasih yang nyata. Tugas kitalah sebagai orang-orang percaya adalah untuk menyatakan kasih yang lain daripada yang lain kepada dunia yang membutuhkan. Selain itu kasih adalah pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan segala hal (Kol.3:14). Jadi kasih itu tidak boleh hanya bersifat eksklusif. Orang Kristen adalah garam dunia dan terang dunia (Mat. 5:13-16). Jadi kita harus memberi warna yang berbeda. Oleh sebab itu betapa hebatnya efek yang dihasilkan oleh hati yang penuh kasih itu. Kasih yang telah diterimanya dari Allah. Suatu ketika melalui pelayanannya, ibu Teresa menemukan bahwa penyakit terhebat abad ini adalah kurangnya kasih dan perhatian terhadap sesama. Tanpa kasih semua karunia yang hebat sekali pun menjadi sia-sia. Selanjutnya ketika ibu Teresa menerima hadiah nobel, beliau ditanya: "Apa yang dapat kita lakukan untuk mendorong perdamaian dunia? Jawabnya: "Pulanglah dan kasihi keluargamu". Oleh karena itu kasih kepada Tuhan dan sesama adalah perintah yang utama dan tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum tersebut. Hal ini juga berlaku sebagai dasar kepemimpinan dalam komunitas Gereja. Bahkan kalau kita membaca semua pesan dan perintah di Alkitab, maka kita menyadari bahwa semua perintah tersebut mempunyai dasar kasih, sehingga rasul Paulus mengatakan bahwa kalau seseorang dapat berbicara dengan semua bahasa manusia dan malaikat, dapat bernubuat, memiliki seluruh pengetahuan, memiliki iman, membagi-bagikan harta maupun menyerahkan diri untuk dibakar, namun tanpa kasih, maka semuanya menjadi tidak berguna. Jadi, kita dapat melihat supremasi kasih yang mengatasi segalanya. Agustinus seorang bapak gereja ternama mengatakan: ”jika seseorang memiliki kasih, maka orang tersebut dapat berbuat apapun”. Agustinus melihat betapa pentingnya posisi kasih itu. Kasih Tuhan lebih dari segalanya. Kasih seperti inilah yang menjadi dasar spiritualitas dari setiap pemimpin Kristiani. Kita percaya bahwa iman dan pengharapan bekerja bersamaan dan kasih itu melengkapinya. Iman akan Tuhan Yesus Kristus, akan menimbulkan pengharapan akan berkat, penyertaan, perlindungan, keselamatan, pertolongan, jawaban doa, kedatangan-Nya kembali, dan sebagainya. Kalau kita sudah beriman dan memiliki pengharapan, tentunya akan menjalankan apa yang diajarkan oleh-Nya. Tentu sekali ajaran yang paling penting adalah hukum kasih. Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya. Kasih melengkapi iman dan pengharapan, dan dengan kasih kita dikenal sebagai murid-murid Kristus (Yoh 13:34-35). Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu. Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh. Kita harus hidup dalam kasih dan percaya akan kuasa Roh Kudus. Seorang yang dipenuhi Roh Kudus otomatis akan mencerminkan sifat kasih dalam kehidupannya sebab buah-buah Roh adalah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri (Gal. 5:22-25). Di sini Paulus menekankan bahwa memiliki karunia Roh tanpa mempunyai kasih tidak berguna sama sekali. "Jalan yang lebih utama lagi" ialah menjalankan karunia rohani dalam kasih. Sebagai satu-satunya keadaan di mana karunia rohani dapat memenuhi kehendak Allah, kasih haruslah menjadi prinsip yang mengendalikan semua manifestasi rohani. Mereka harus dengan sungguh-sungguh menginginkan hal-hal dari Roh karena mereka dengan tulus ingin menolong, menghibur, dan memberkati orang lain dalam hidup ini. Karena itu, Paulus menasihati jemaat Korintus untuk "mengejar kasih itu dan berusaha memperoleh karunia Roh". Amen. RHL
I) “Kasih itu sabar” (1 Korintus 13:4)
Kata “sabar” dalam bahasa Yunani adalah kata kerja “makrothumeo” yang tersusun dari kata “makros” yang berarti “panjang” dan “thumos” yang berarti “kemarahan”. Dengan kata lain, “makrothumeo” berarti “perlu waktu yang panjang sebelum marah1"
2.Kasih itu murah hati” (1 Korintus 13:4)
Ciri lain dari kasih adalah murah hati. Kata kerja bahasa Yunani untuk “murah hati” adalah “chresteuomai” yang hanya dipergunakan di sini dalam Perjanjian Baru.  “chresteuomai” berarti menunjukkan chrestos diri yaitu kelembutan hati, kebaikan, kemurahan hati sekalipun tanpa dibalas sikap atau ucapan terima kasih
3. “Kasih tidak cemburu” (1 Korintus 13:4)
Kata “cemburu” yang digunakan dalam bagian ini adalah kata kerja bahasa Yunani “zeloo”. Kata bendanya adalah “zelos”. “Zeloo” dan “zelos” keduanya dapat dipergunakan dalam artian yang baik juga dalam artian yang buruk. Namun zelos dan zeloo paling sering digunakan dalam artian yang buruk. Dalam artian yang buruk zelos berarti iri hati, kecemburuan. Yakobus 3:14-16 menjelaskan akibat dan sumber kecemburuan:
 “Jika kamu menaruh perasaan iri hati [zelos] dan kamu mementingkan diri sendiri, janganlah kamu memegahkan diri dan janganlah berdusta melawan kebenaran! Itu bukanlah hikmat yang datang dari atas, tetapi dari dunia, dari nafsu manusia, dari setan-setan. Sebab di mana ada iri hati [zelos] dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat.”
4.“Kasih tidak memegahkan diri” (1 Korintus 13:4)
"BARANGSIAPA YANG BERMEGAH, HENDAKLAH IA BERMEGAH DI DALAM TUHAN”
5.Kasih itu tidak sombong (1 Korintus 13:4)
6.“Kasih tidak melakukan yang tidak sopan” (1 Korintus 13:5)
8. “Kasih tidak pemarah”(1 Korintus 13:5)
Kata yang diterjemahkan “pemarah” di sini adalah kata kerja bahasa Yunani “paroxuno” yang secara harfiah bermakna “mempertajam dengan cara menggosok di atas permukaan benda, menajamkan, mengasah, menghasut, menggusarkan”.
9. “Kasih tidak menyimpan kesalahan orang lain” (1 Korintus 13:5)
10. “Kasih tidak bersukacita karena ketidakadilan tetapi karena kebenaran” (1 Korintus 13:6)
Kata “ketidakadilan” adalah kata Yunani “adikia”. Artinya adalah: “apa yang tidak selaras dengan yang benar, apa yang tidak seharusnya; apa yang tidak seharusnya berdasarkan kebenaran yang telah terungkap; sehingga artinya adalah kesalahan, ketidakbenaran.” Segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran adalah ketidakbenaran.
11. “Kasih menutupi segala sesuatu” (1 Korintus 13:7)
Kata “menutupi” adalah kata kerja bahasa Yunani “stego”. Penggunaan khusus kata ini terdapat dalam 1 Korintus 9:12 di mana kita membaca Paulus dan rekan sepelayanannya, meskipun telah melakukan tanggung jawab yang besar, lebih memilih untuk tidak menggunakan hak mereka untuk memperoleh “penghidupan dari pemberitaan Injil” tetapi “menanggung [stego] segala sesuatu, 12. “Kasih percaya segala sesuatu” (1 Korintus 13:7)
Kata “percaya” adalah kata kerja bahasa Yunani “pisteuo” yang muncul 246 kali dalam Perjanjian Baru. Percaya secara alkitabiah berarti percaya pada apa yang telah Allah ungkapkan di dalam Firman-Nya atau melalui manifestasi roh-Nya
13. “Kasih mengharapkan segala sesuatu” (1 Korintus 13:7)
Hal lain yang Firman Alah katakan tentang kasih adalah bahwa kasih itu mengharapkan segala sesuatu. Sekali lagi, frasa “segala sesuatu” harus dipahami di dalam konteks yang lebih umum dari Firman Allah. Segala sesuatu di sini adalah segala sesuatu yang Firman Allah katakan.
14. Kasih sabar menanggung segala sesuatu (1 Korintus 13:7)
Akhirnya, kita belajar bahwa kasih itu sabar menanggung “segala sesuatu”. Kata “sabar menanggung” di sini adalah kata kerja “hupomeno”. Arti kata tersebut mirip dengan arti kata “makrothumeo” (sabar) 3. Kasih dalam 1 Korintus 13:4-7: Kesimpulan
Sebagai kesimpulan bagian ini, kita melihat bahwa kasih adalah sebuah produk dari berjalan di dalam natur yang baru, dengan kata lain, kasih dihasilkan apabila kita mengenakan dan memanfaatkan semua hal yang Firman Allah katakan tentang siapa kita dan apa yang dapat kita lakukan.