Pendalaman Nas:
Kalau
kita memperhatikan pembagian kitab Yesaya, nas kita dikelompokkan pada bagian
Trito Yesaya (Psl.55-66), yang menceritakan kehidupan bangsa Israel setelah
pulang dari pembuangan Babel. Nas kita (Yesaya 58:4-14) merupakan kritikan
terhadap ibadah umat Israel, dalam hal ini sehubungan dengan cara mereka
berpuasa. Satu hal yang positif bahwa umat Israel sekembali mereka dari
pembuangan Babil, mereka masih melakukan ibadah dengan rajin, rajin mengkaji
kebenaran di dalam hukum Allah (ayat 2-3) dan juga rajin berpuasa tentunya
dengan harapan besar agar Tuhan mengabulkan atau memberikan apa yang menjadi
harapan mereka sebagai bangsa yang baru “merdeka” yakni untuk hidup sejahtera.
Tidak disebutkan apakah puasa dilakukan secara bersama-sama (keseluruhan umat),
secara kelompok atau pribadi-pribadi, juga jenis puasa yang dilakaukan dan
lamanya berpuasa. Hal ini dikemukakan karena dalam Perjanjian Lama hanya ada
satu praktek puasa yang ditentukan yaitu pada saat hari Pendamaian (hari
pengampunan dosa – Im 16; 23:26-32). Saat itu, seluruh bangsa Israel merayakan
hari itu dengan berpuasa dan beristirahat. Namun sebagaimana telah disebutkan
bahwa praktek puasa sudah biasa dilakukan dalam kehidupan umat Israel sejak
nabi Musa, baik secara perorangan (mis, 2 Samuel 12:22) mapun kadang-kadang
secara bersama-sama (mis, Hakim 20:26; Yoel 1:14). Selain kewajiban hukum agama,
biasanya ada dua alasan seseorang atau sekelompok orang berpuasa, yaitu: bukti
lahiriah dukacita dan pernyataan pertobatan. Berpuasa juga kerap kali dilakukan
dengan tujuan memperoleh bimbingan dan pertolongan Allah atau meminta kuasa
dalam memerangi setan. Ada juga orang yang berpuasa demi orang lain. Apapun
tujuannya, praktek puasa harus diikuti penyerahan diri kepada Tuhan yang tampak
dalam kelakuan hidup yang baik. Sebab praktek puasa tanpa diikuti sikap hidup
yang benar adalah sia-sia. Artinya doa mereka, harapan mereka tidak akan
dikabulkan Tuhan (ayat 4b). Hal inilah yang dikeritik nabi Yesaya dalam perikop
kita sebab nampak kecendrungan praktek puasa yang dilakukan umat telah merosot
menjadi kebiasaan leglistik - sekedar upacara ritual tanpa penyerahan diri
kepada Tuhan (bd. Zakaria 7:5), dan menjadi perilaku yang munafik (Matius 16:6)
demi untuk membenarkan diri sendiri (Lukas 18:12). Puasa telah kehilangan
maknanya. Itulah sebabnya dalam ayat 6-7 nabi Yesaya dengan keras menekankan
arti puasa yang benar. Memang puasa dilakuakan dalam relasi antara manusia
dengan Tuhannya, namun relasi dengan Tuhan itu seharusnya juga berdampak
positif dalam relasi dengan sesama. Bila puasa demikian yang dilakukan, lebih
dari yang diharapkan akan diberikan Allah kepada umatNya, juga diberikan kepada
kita. Itulah janji yang terkandung dalam ayat 8-12: (a) Pada waktu itulah
terangmu akan merekah seperti fajar dan lukamu akan pulih dengan segera;
kebenaran menjadi barisan depanmu dan kemuliaan TUHAN barisan belakangmu
(kesehatan jasmani dan rohani). (b) Pada waktu itulah engkau akan memanggil dan
TUHAN akan menjawab, engkau akan berteriak minta tolong dan Ia akan berkata:
Ini Aku! (hubungan yang mesra dengan Tuhan, diumpamakan hubungan bapa dan anak)
(c) TUHAN akan menuntun engkau senantiasa dan akan memuaskan hatimu di tanah
yang kering, dan akan membaharui kekuatanmu; engkau akan seperti taman yang
diairi dengan baik dan seperti mata air yang tidak pernah mengecewakan. (d)
Engkau akan membangun reruntuhan yang sudah berabad-abad, dan akan memperbaiki
dasar yang diletakkan oleh banyak keturunan. Engkau akan disebutkan "yang
memperbaiki tembok yang tembus", "yang membetulkan jalan supaya
tempat itu dapat dihuni". Renungan: "Apabila engkau tidak lagi
mengenakan kuk kepada sesamamu dan tidak lagi menunjuk-nunjuk orang dengan jari
dan memfitnah,apabila engkau menyerahkan kepada orang lapar apa yang
kauinginkan sendiri dan memuaskan hati orang yang tertindas maka terangmu akan
terbit dalam gelap dan kegelapanmu akan seperti rembang tengah hari. TUHAN akan
menuntun engkau senantiasa dan akan memuaskan hatimu di tanah yang kering, dan
akan membaharui kekuatanmu; engkau akan seperti taman yang diairi dengan baik
dan seperti mata air yang tidak pernah mengecewakan" (Yes 58:9-58). Yesaya
mengingatkan kita semua untuk tidak dengan mudah menyalahkan atau mencari
kesalahan dan kekurangan orang lain, melainkan 'memuaskan hati orang yang
tertindas'. Menyalahkan atau mencari kesalahan dan kekurangan orang lain
merupakan bentuk penindasan yang halus. "Duduk di kursi tinggi sambil
menggoyangkan kaki memang enak dan nikmat, namun kasihan mereka yang kena
sepakan goyangan kaki', demikian kata sebuah pepatah. Para petinggi atau atasan
sering berusaha menunjukkan kewibawaannya dengan menunjukkan kesalahan dan
kekurangan bawahan atau anggotanya. Semakin menunjuk kesalahan dan kekurangan
orang lain, maka pada giliran berikutnya pada umumnya semakin hebat menunjuk
kesalahan dan kekurangan orang lain. Orang yang bersikap mental demikian pasti
akan mengalami kekeringan atau frustrasi, serba tidak puas. Kita semua
mendambakan kepuasan hati dalam cara hidup dan cara bertindak kita, maka
baiklah kami ajak memuaskan hati orang tertindas. Maka baiklah dengan rendah
hati kita dekati dan sapa saudara-saudari kita yang tertindas untuk memperoleh
apa yang mereka dambakan, dan kemudian dengan jiwa besar dan hati rela
berkorban kita tanggapi dambaan hati mereka. Semoga pepatah "jatuh
tertimpa tangga" tidak menjadi kenyataan dalam diri saudara-saudari kita
yang tertindas: hidup miskin, berkekurangan serta tertindas selalu dilecehkan
dan diolok-olok atau bahkan digusur dari tempat mereka berteduh dengan
kekerasan. "Sendengkanlah telinga-Mu, ya TUHAN, jawablah aku, sebab
sengsara dan miskin aku. Peliharalah nyawaku, sebab aku orang yang Kaukasihi,
selamatkanlah hamba-Mu yang percaya kepada-Mu. Engkau adalah Allahku,
kasihanilah aku, ya Tuhan, sebab kepada-Mulah aku berseru sepanjang hari.
Buatlah jiwa hamba-Mu bersukacita, sebab kepada-Mulah, ya Tuhan, kuangkat jiwaku."
(Mzm 86:1-4). Amen. RHL
Tidak ada komentar:
Posting Komentar