Sabtu, 18 April 2009

"Kasih-Mu Sepanjang Masa"

YOHANES 3:16

Pada suatu malam bersalju yang dingin dan gelap di Chicago, seorang
bocah laki-laki sedang menjual koran di pojok jalan, orang-orang
berlalu lalang dalam dinginnya malam itu. Bocah laki-laki itu sangat
kedinginan sampai-sampai ia tidak bersemangat menjual dagangannya.

Ia berjalan menghampiri seorang polisi dan berkata, "Pak, apakah
Anda tahu sebuah tempat di mana seorang bocah miskin dapat tidur
malam ini? Anda tahu? Saya tidur dalam sebuah peti kayu di ujung
jalan menuju lorong kecil itu, dan di sana sangat dingin malam ini.
Pasti akan sangat nyaman jika saya dapat tidur di tempat yang
hangat." Polisi itu menatap bocah laki-laki itu dan berkata, "Susuri
jalan ini menuju rumah besar bercat putih itu dan ketuklah pintunya.
Saat mereka membuka pintu, katakan saja `Yohanes 3:16`, dan mereka
akan mengizinkanmu masuk dalam rumah."

Demikianlah ia melakukannya. Ia menaiki tangga, mengetuk pintu rumah
tersebut, dan dibukanyalah pintu rumah itu oleh seorang wanita.
Bocah itu menengadah dan berkata, "Yohanes 3:16." Kemudian kata
wanita itu, "Masuklah, Nak." Wanita itu membawanya masuk dan
mendudukkannya di sebuah kursi goyang di depan sebuah perapian kuno
yang besar, dan kemudian ia berlalu. Bocah itu duduk di kursi goyang
itu selama beberapa waktu sambil berkata dalam hati: "Yohanes 3:16
.... Aku tidak paham, tapi jelas hal itu telah menghangatkan seorang
bocah yang kedinginan."

Kemudian wanita itu kembali dan bertanya, "Apa kamu lapar?"
Jawabnya, "Yah, tidak terlalu. Saya belum makan selama beberapa
hari, dan rasanya sedikit makanan saja sudah cukup untukku." Wanita
itu membawanya ke dapur dan menyuruhnya duduk di depan sebuah meja
yang penuh dengan makanan enak. Ia makan dan makan sampai-sampai ia
kekenyangan. Lalu ia berkata dalam hatinya: "Yohanes 3:16 .... Wah,
aku benar-benar tidak paham, tapi jelas hal itu telah mengenyangkan
seorang bocah yang kelaparan."

Wanita itu membawanya ke loteng menuju sebuah kamar mandi dengan bak
mandi besar yang penuh dengan air hangat, dan bocah itu pun berendam
di bak mandi itu selama beberapa saat. Saat ia berendam, ia berkata
dalam hatinya: "Yohanes 3:16 .... Wow, Aku jelas tidak mengerti,
tapi kata-kata itu jelas telah membuat seorang bocah yang kotor
menjadi bersih. Aku tidak pernah mandi -- benar-benar mandi --
seumur hidupku. Aku mandi hanya sekali saat dulu berdiri di depan
sebuah pipa air besar kuno yang menyemburkan air."

Wanita itu masuk dan kemudian membawanya keluar menuju sebuah
ruangan, lalu menidurkannya di atas sebuah kasur kuno besar yang
terbuat dari kulit, menyelimutinya hingga sebatas leher, menciumnya
sambil berucap selamat malam, dan mematikan lampu kamar. Saat bocah
itu terbaring dalam gelap dan melihat salju yang turun di malam
gelap itu melalui jendela, ia berkata dalam hatinya: "Yohanes 3:16
.... Aku sungguh tidak memahaminya, tapi jelas kata-kata itu telah
membuat seorang bocah yang kelelahan dapat beristirahat."

Keesokan harinya, wanita tadi masuk ke kamar dan kemudian membawanya
turun menuju ke meja besar yang penuh dengan makanan. Setelah bocah
itu makan, wanita itu kembali membawanya ke kursi goyang di depan
sebuah perapian besar dan mengambil sebuah Alkitab kuno yang besar.
Wanita itu duduk di depannya dan menatap wajah muda bocah laki-laki
itu.

"Apakah kamu memahami arti kata-kata Yohanes 3:16?" tanyanya lembut.

Bocah itu menjawab, "Tidak, Bu, saya tidak paham. Saya baru pertama
kali mendengarnya saat seorang polisi mengatakannya." Wanita itu
membuka Alkitab pada Yohanes 3:16 dan mulai menjelaskan padanya soal
Yesus. Di situ, di depan perapian kuno yang besar itu, bocah
laki-laki itu menyerahkan hati dan hidupnya pada Yesus. Ia duduk di
sana dan berpikir: "Yohanes 3:16 .... Aku tidak memahaminya, tapi
jelas hal ini telah menyelamatkan seorang bocah yang tersesat."

Anda tahu, saya harus mengaku bahwa saya pun juga tidak memahaminya,
bagaimana Tuhan bersedia mengirimkan anak-Nya untuk mati demi saya,
dan bagaimana Yesus mau melakukan pengorbanan seperti itu. Saya
tidak mengerti penderitaan Bapa dan setiap malaikat di surga saat
mereka melihat Yesus menderita dan mati. Saya tidak memahami
besarnya kasih Yesus padaku yang tetap membuat Yesus bertahan di
kayu salib sampai pada kesudahannya.

Saya tidak memahami semuanya itu, tapi semuanya itu jelas membuat
hidup ini layak untuk dijalani.

Sabtu, 11 April 2009

"Bukan Musuh"

Bukan Musuh
Bacaan: Mazmur;4:1-9

Apabila aku berseru, jawablah aku, ya Allah, yang membenarkan aku. Di dalam kesesakan Engkau memberi kelegaan kepadaku.-
Jika saja kita punya sudut pandang yang benar atas setiap masalah yang sedang kita hadapi, tentu kita tak perlu takut, apalagi menjadi alergi dengan masalah. Masalah bukanlah musuh, masalah adalah sahabat. Jika manusia tidak pernah mengenal masalah, saya tak yakin apakah manusia bisa jadi lebih ulet, lebih maju, lebih kreatif dan menjadi lebih baik seperti sekarang ini. Justru karena manusia selalu berhadapan dengan masalah, maka manusia tak lagi statis tapi dinamis, tak lagi pasif tapi aktif, tak lagi konservatif tapi kreatif, tak lagi mandeg tapi terus maju.
Who Moved My Cheese, tulisan Spencer Johnson menceritakan tentang dua tikus dan dua kurcaci dalam sebuah labirin yang terdapat keju. Saat keju-keju itu dipindahkan tentu ini jadi masalah besar bagi mereka. Dua kurcaci menjadi marah, frustasi dan stress. Sebaliknya, dua ekor tikus bisa menyikapi masalah dengan cara yang tepat. Masalah tak membuatnya merenungi nasib yang malang, namun justru membuatnya keluar dan mulai mengadakan penyusuran di labirin. Sampai akhirnya penyusuran itu menghantarkan mereka ke sebuah pojok labirin yang penuh dengan keju, bahkan jauh lebih banyak daripada yang dulu. Keju yang dipindahkan adalah masalah tapi itu telah menghantarkan mereka ke tempat keju yang lebih banyak lagi!
Demikian juga banyak tokoh-tokoh Alkitab menjadi luar biasa bukan karena keadaan yang biasa-biasa. Mereka menghadapi masalah besar, namun berhasil meresponinya dengan tepat. Seringkali masalah yang kita anggap sebagai musuh sebenarnya adalah pintu menuju kesuksesan. Jika kita memiliki keberanian untuk menghadapi masalah itu dan berusaha untuk membukanya, maka kesuksesan besar sudah menanti. Sebaliknya kalau jiwa kita terlalu kerdil untuk berhadapan dengan masalah itu, maka jalan kesuksesan yang lebih besar juga tak pernah terbuka, tak heran kalau kehidupan kita ya begitu-begitu saja. Padahal seharusnya kehidupan kita terus bergerak maju dan menjadi lebih baik lagi, seperti kata George Knox, "Kalau Anda tidak lagi menjadi lebih baik, Anda tidak lagi baik."
Masalah yang kita anggap sebagai musuh sebenarnya adalah pintu menuju kesuksesan.

Mengapa Engkau Melihat kesalahan Orang Lain"

Jangan Cari Kesalahan Orang
Bacaan: Matius;7:1-5

Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu ...- Matius 7:3
Sebuah puisi menulis seperti ini : Jangan mencari kesalahan orang yang timpang Atau tersandung-sandung di sepanjang jalan kehidupan, Kecuali engkau sudah mengenakan sepatu yang dipakainya, Atau menanggung beban yang dipikulnya Mungkin ada paku dalam sepatunya yang melukai kakinya, Meski tersembunyi dari pandanganmu, beban yang ditanggungnya, bila kaupikul di punggungmu, mungkin ‘kan membuatmu tersandung pula. Jangan terlalu keras pada orang yang melakukan kesalahan Atau melempari dia dengan kayu atau batu Kecuali engkau yakin, ya, sangat yakin, Bahwa kau sendiri tak punya kesalahan. *
Saya memiliki kebiasaan buruk, yang hampir semua dari Anda memilikinya juga. Menilai orang lain dengan poin yang sangat rendah. Dengan mudah kita akan berkata, begitu saja tak bisa, tak becus, dasar o’on, bodoh, tolol dan perkataan menyakitkan lainnya. Saat melihat orang lain melakukan kesalahan, dengan mudahnya kita mengetokkan palu layaknya hakim dan menundingnya dengan sinis, tanpa kita pernah mau tahu apa alasannya atau hal-hal apa yang membuat ia melakukan hal itu.
Giliran kita mengalami apa yang ia alami. Atau merasakan apa yang ia rasa. Atau melakukan apa yang ia lakukan. Belum tentu kita bisa melakukannya dengan baik, atau jangan-jangan poin kita justru ada dibawahnya. Lihat saja para penonton bola yang bisanya cuma teriak-teriak dan memaki-maki pemain yang sedikit saja melakukan kesalahan. Sesekali turun ke lapangan dong, dan tunjukkan permainan bola Anda!, demikian saya akan menantangnya.
Tak perlu menilai orang lain, sebab kita tidak pernah tahu seperti apa kita seandainya berada di posisinya. Belajar memahami orang lain jauh lebih baik daripada kita mengecamnya. Kita bukan manusia yang anti kesalahan, lalu mengapa kita begitu mudah mencaci kesalahan orang? Paling tidak kita harus pernah mengalaminya sendiri lebih dulu, barulah kita boleh berkata-kata.
Stop menilai orang lain sebelum kita mengalaminya lebih dulu.