Rabu, 27 Februari 2013

Khotbah Minggu 3 Maret 2013 1 Korintus 10: 1-13 “ Pencobaan Mendatangkan Kebaikan”

Kota KORINTUS, mempunyai orang-orang yang berintelektual tinggi namun juga mempunyai banyak orang-orang penyembah berhala Di kota KORINTUS..... yang katanya berlimpah dengan kekayaan, namun penuh dengan perbuatan dosa, percabulan dan hawa nafsu. Sungguhpun demikian kita harus mampu mengatakan: enyahlah engkau wahai iblis..engkau tidak akan dapat menggunakannya merusak gereja yang telah didirikan oleh Tuhan. Sebab Allahku adalah Allah yang setia yang memberikan kekuatan kepadaku dan tidak akan membiarkan aku jatuh kedalam tanganmu yang kotor itu. Sebab mataku tetap terarah kepada Tuhan, sebab Ia mengeluarkan aku dari jarring-jaring iblis. Paulus mencoba untuk memperingatkan jemaat Tuhan yang ada di Korintus yang “lemah secara pengetahuan” dan jemaat yang telah mempunyai “pengetahuan” (pasal 8) untuk tetap waspada dan berhati-hati. Paulus memberikan pelajaran akan apa yang telah terjadi kepada bangsa Israel di padang gurun, bahwa mereka telah dibaptis di dalam awan dan di dalam laut dan mereka semua sama-sama makan dan minum yang rohani dari Allah namun tetap saja mereka jatuh kedalam pencobaan. Hidup bangsa Israel yang tetap dipelihara oleh Tuhan dan tidak ada godaan dari luar, namun tetap bisa jatuh dalam pencobaan, terlebih dengan jemaat yang di Korintus Paulus mengajarkan “Menjadi peringatan bagi kita yang hidup”. Bagi orang yang menganggap bahwa dia telah mempunyai pengetahuan yang kuat akan Firman Tuhan walaupun dia duduk diantara pendosa dan memakan makanan yang dipersembahkan kepada berhala tidak akan dapat mempengaruhi imannya kepada Allah, namun haruslah juga berhati-hati supaya jangan menjadi batu sandungan kepada saudaranya yang masih lemah di dalam pengetahuan dan berhatihatilah jangan kita menjadi jatuh. (unang anggar jago.....) Bagi orang yang menganggap dirinya lemah secara pengetahuan, percayalah kepada Tuhan bahwa itu adalah pencobaan yang biasa, sebab Tuhan akan memberikan kepadamu jalan keluar untuk melawan segala cobaan. Segala pencobaan yang membuat kita jatuh kedalam dosa akan selalu ada, walaupun kita selalu hidup didalam naungan Firman Tuhan ataukah kita hidup ditengah-tengah perbuatan-perbuatan dosa, tetapi ingatlah segala pencobaan itu akan mendatangkan kebaikan kepada orang yang selalu berharap kepada Tuhan, dengan pencobaan itu iman kita akan semakin kuat. Thomas Watson dalam bukunya All Things for Good mengatakan bahwa “Pencobaan turut mendatangkan kebaikan”. Karena pencobaan membuat Kristus menyatakan kuasaNya. Kristus adalah Sahabat kita dan ketika kita dicobai. Ia menggunakan kuasaNya untuk berkarya bagi kita. “Sebab oleh karena Ia sendiri telah menderita karena pencobaan, maka Ia dapat menolong mereka yang dicobai” (Ibr. 2:18). Ada hal yang harus kita perhatikan yaitu perbedaan antara yang jatuh dalam pencobaan dan yang sengaja masuk dalam pencobaan. Orang yang jatuh kedalam sungai dapat ditolong dan dikasihani, tetapi orang yang nekat masuk kedalamnya bersalah atas kematiannya sendiri, seperti Saul yang menjatuhkan diri atas pedangnya sendiri. Saudara/i Rasul Paulus, sebagaimana tampak dalam teks ini, memberikan bimbingan kepada orang-orang percaya di Korintus, dengan mengingatkan mereka kepada peristiwa Keluaran (eksodus) dari Mesir yang dialami orang Israel, nenek moyang rohani orang-orang Kristen. “Awan”, “Manna”, “Air dari batu karang” (Ay.1-4), adalah tanda-tanda yang besar tentang kehadiran dan penyertaan Tuhan kepada bangsaNya dalam perjalanan padang gurun itu. Tuhan, melalui tiang awan telah menuntun perjalanan mereka, menunjukkan jalan mereka dan melindungi mereka pada saat-saat yang gelap (Kel. 13:21; 14:19). Mereka telah dipimpinNya menyeberangi Laut Teberau/Laut Merah (Kel.14:19-31). Melalui kedua peristiwa keluaran ini (Tiang awan dan penyeberangan laut), umat Israel mengalami persatuan yang sempurna dengan Musa (ay.2), sehingga dapat dikatakan bahwa mereka telah dibaptiskan kepada Musa, seperti halnya orang Kristen dibaptiskan ke dalam Kristus (ay.4). Orang Israel telah memakan “manna” di padang gurun (Kel 16:11-15). Pada ayat 4 Paulus mengatakan “Mereka minum dari batu rohani yang mengikuti mereka” (ay.4). Kita dapat membaca Bilangan 20:2-11 yang berbicara tentang bagaimana Tuhan memampukan Musa untuk mengeluarkan air dari bukit batu. Tetapi di sini dikatakan tentang “batu rohani yang mengikuti mereka” (ay.4). Rupanya Paulus mengambilnya dari tradisi rabbinik (yang populer pada zaman Paulus) yang mengatakan bahwa aliran air mendampingi orang-orang Yahudi di padang gurun, atau bahwa sebuah sumur yang digunakan untuk minum mengikuti mereka di dalam perjalanan mereka.di padang gurun. Sungguh luar biasa. ini semua adalah keistimewaan yang dipunyai oleh umat Israel, yang diberikan oleh Tuhan kepada mereka, dalam peristiwa keluaran itu, sebagai tanda kehadiran dan penyertaanNya terhadap Israel. Akan tetapi tanda-tanda itu tidak menjamin dan meluputkan orang-orang Israel terhadap amarah Allah. Mereka yang telah mendukakan dan melawan Allah tetap dihukum. Kita dapat melihat bahwa kecuali Yosua dan Kaleb, tidak ada orang Israel yang keluar dari Mesir itu yang masuk ke tanah Kanaan (Bil.14:30-32). Itulah penghukuman Allah kepada mereka yang tidak setia, yang jumlahnya begitu banyak. Demikian juga mereka yang menyembah patung lembu ketika Musa menghadap Tuhan, mereka dihukum Tuhan (Kel.32:1-35) Atau, ketika orang-orang Israel bersalah karena melakukan perzinahan dengan perempuan-perempuan Midian dan Moab dan turut menyembah allah mereka, berakibat ribuan orang mati (ay.8,bdk.Bil25:9). Ketika Korah, Datan dan Abiram memberontak, penghakiman dikenakan kepadanya dan pengikutnya (Bil. 16:1-50). Rasul Paulus menceritakan kisah itu sebagai contoh (ay. 6, 11; bdk. Roma 15:4; II Timotius 3:16), dan meminta orang-orang percaya di Korintus menarik pelajaran rohani dan peringatan dari leluhur rohani mereka itu bahwa walaupun umat Tuhan, Israel, menikmati keistimewaan yang diberikan Tuhan melalui kehadiran dan penyertaanNya dalam hidup bangsa itu, hal itu tidak menjamin bahwa orang percaya akan aman ketika pencobaan menyerang. Seperti orang Israel di padang gurun, orang percaya di Korintus pun dapat terjebak kepada dosa-dosa seperti yang Israel lakukan : a. Menjadi penyembah-penyembah berhala (ay.7): Jika tidak hati-hati, orang Korintus dapat terjerumus kepada penyembahan berhala seperti umat Israel dengan lembu emas; dan bahwa tindakan mengutamakan sesuatu di luar Tuhan adalah termasuk kepada cobaan ini. b. Percabulan/Perzinahan (ay.8): Godaan ini juga sering mengancam manusia, sampai sekarang. Beberapa orang Korintus (1 Kor 6:12-20) terpengaruh oleh hidup asusila lingkungan kafirnya, seperti dilakukan oleh orang Israel terhadap perempuan Moab dan Midian. c. Mencobai Tuhan (ay.9): Orang Israel dihukum karena mencobai Tuhan, dengan ular berbisa. Ada godaan untuk menganggap Tuhan itu jauh dan mempermainkan belas kasihan Tuhan; menganggap bahwa Tuhan akan selalu mengampuni. d. Bersungut-sungut (ay.10): Memberontak melawan Allah dan hamba-hambaNya akan dihukum seperti dialami Israel yang memberontak melawan Musa. Maka hendaknya hal ini dijadikan sebagai peringatan oleh umat Korintus (ay.11). Mereka yang terlalu percaya pada martabatnya hendaknya berhati-hati (ay.12). Menurut Rasul Paulus, pencobaan itu adalah bahagian dari hidup (“pencobaan-pencobaan biasa”, ay. 13) Jadi jangan berpikir bahwa pencobaan akan absen dari hidup. Dan sebenarnya pencobaan bukan untuk membuat kita jatuh tetapi untuk menguji kita, sehingga setelah melaluinya kita akan menjadi lebih kuat. Setiap pencobaan yang menghampiri hidup kita bukanlah sesuatu yang h anya menimpa kita seorang; pencobaan itu tidak unik melainkan sesuatu yang umum. “Tidak dicobai melampaui kekuatanmu” (ay.13): Allah mengetahui keterbatasan kita dan Ia tidak akan mencobai melebihi kemampuan kita. Dan pada pencobaan-pencobaan selalu ada jalan keluar (ay.13). Jadi tidak mesti jatuh (bila menghadapi cobaan), sebab, sekali lagi, ada jalan keluar. Ide dasar dari “jalan keluar” ini diambil dari dunia perang. Tentara yang terkepung tiba-tiba melihat rute yang dapat dilaluinya untuk keluar dari kepungan. Berdasarkan nats ini kita juga bisa mengatakan bahwa pencobaan itu dapat dibedakan antara pencobaan biasa, yang dapat ditanggung manusia, dan pencobaan yang melebihi kekuatan manusia. Pada yang terakhir ini, hanya dengan pertolongan Tuhan sendirilah seseorang manusia dapat menahannya. RENUNGAN : 1. Seperti cerita di awal di mana sang nenek menasihati cucunya, demikianlah kita perlu saling menasihati dan menguatkan bahwa setiap pencobaan dapat kita hadapi dan tanggung, serta meyakini bahwa pada setiap pencobaan, selalu ada jalan keluarnya. Setiap masalah ada jalan keluarnya yang terbaik. Semangat seperti ini dimiliki oleh mereka yang percaya kepada Tuhan. Sebab, Tuhan, kita yakini sebagai Dia, yang setia dan tidak membiarkan kita dicobai melampaui kekuatan kita, dan Ia sendiri memberi kita jalan keluar (ay. 13). 2. Kita dapat belajar dari contoh-contoh dan pengalaman-pengalaman. Contoh yang positif kita ikuti dan contoh yang negatif mari kita hindari. Ini mengandaikan kerendahan hati, untuk sedia belajar dari pengalaman orang lain. 3. Terdapat dua kali kata kamu (mu), yang menggunakan kata ganti jamak (plural), dalam kalimat “Ia tidak membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu” (ay.13). Ini hendak menunjukkan bahwa pengalaman mengalami pencobaan itu sesungguhnya tidak sesuatu yang ditanggung satu pribadi/individual saja, tetapi sesuatu yang harusnya ditanggung bersama. Kematian isteri misalnya, adalah juga hal yang dialami oleh yang lainnya, karena itu orang lain seharusnya diingat dan disertakan (melalui berbagi) dalam pengalaman diuji itu ( bdk. Gal.6:2). Amen RHLT. Dari berbagai sumber.

Senin, 25 Februari 2013

Khotbah Minggu 31 Maret 2013 Matius 28:1-10 Thema: “JANGAN TAKUT YESUS SUDAH BANGKIT”

Pendahuluan Latar belakang masalah : Di dalam kitab injil, dicatat bahwa para wanita yang mendatangi kubur Yesus merasa takut akan apa yang mereka temukan dan saksikan di sana pada hari sabat (minggu pertama). Tentu yang mereka temukan dan saksikan adalah kubur Yesus kosong. Di sana hanya ada malaikat yang membawa kabar bahwa Yesus telah bangkit dan akan pergi mendahului para murid ke Galilea. Mengapa para wanita tersebut merasa takut akan kosongnya kubur Yesus? Apa yang menjadi permasalahan di dalam kejadian ini? Dikarenakan mereka belum mengerti dengan benar firman Tuhan mengenai kebangkitan Yesus. Ternyata saat mereka mengikuti Yesus dan mendengarkan firman Tuhan yang disampaikan Yesus, tidak menjadi bagian di dalam hidup mereka. Sehingga saat mengalami hal ini, mereka kebingungan dan ketakutan. Banyak diantara mereka yang merasa jasad Yesus dicuri orang, akibat dari hasutan para imam kepala dan orang-orang farisi kepada para penjaga kubur tersebut (Mat. 28: 11-15) Peralihan : Pada masa ini juga, banyak orang yang belum mengenal dan mengerti dengan baik konsep kebangkitan Yesus. Hal ini dibuktikan dengan: Ketidakyakinan seorang Kristen akan beroleh hidup kekal dengan percaya kepada Yesus saja sebagai juruselamat pribadi. Masih tertanam konsep seorang Kristen mencari Allah bukan Allah yang mencari manusia, sehingga konsep lama yang masih menjadi bagian dari dirinya adalah seorang Kristen yang ingin masuk ke dalam Surga, harus berbuat baik dan beramal (agar Tuhan senang dan mengakui kita sebagai anak-Nya). Jika sudah beroleh keselamatan karena kebangkitan-Nya, maka hidup seorang Kristen boleh disalahgunakan. Khotbah: Konsep kebangkitan-Nya sesuai dengan firman Tuhan, antara lain: 1. Yesus membuktikan diri sebagai Allah Runtuh sudah anggapan dan pemikiran para ahli-ahli taurat mengenai Yesus. Dengan kebangkitan-Nya, maka apa yang mereka pikirkan dan ajukan untuk menjatuhkan Yesus tidaklah lagi ada manfaatnya. Justru hal itu menjadi suatu hinaan bagi Yesus dan hasutan bagi bangsa Israel, sebab apa yang dituduhkan kepada Yesus tidak ada buktinya. Begitu juga dengan ketakutan para wanita yang menemukan jasad Yesus sudah tidak ada di dalam kubur tersebut. Runtuh sudah anggapan para wanita bahwa Yesus tidak akan bangkit ataupun jasadnya dicuri orang. Pada kenyataannya Yesus sudah bangkit dan menyatakan diri-Nya sebagai Allah yang berkuasa atas dunia. Dengan kebangkitan-Nya, maka pemikiran awal manusia akan siapa Yesus tidak ada artinya lagi, sebab Yesus sendiri yang menyatakan diri-Nya sebagai Allah yang bangkit. Kebangkitan inilah yang menjadi puncak pernyataan diri-Nya sebagai Allah yang hidup dan yang benar-benar ada. Ilustrasi : Suatu kali seorang atheis bertanya kepada seorang Kristen: ”Apa yang telah Allahmu lakukan sehingga engkau mau percaya kepada-Nya?” maka dengan bangga, orang Kristen itu menjawab dengan yakin: “Ya, saya sudah beroleh anugerah keselamatan dari-Nya.” Lalu atheis ini bertanya lagi: “apa buktinya?” kemudian orang Kristen tersebut menjawab dengan pasti: “Yesus yang ia sembah telah bangkit dan dengan kebangkitan itulah ia menyatakan diri sebagai Allah yang hidup.” Suatu ketika jika kita bertemu dengan orang yang berbeda kepercayaan dengan kita, lalu ditanya seperti pertanyaan diatas, apakah kita akan menjawab dengan yakin dan pasti juga, bahwa Yesus benar-benar Allah yang hidup karena Ia telah bangkit dari kematian-Nya? Aplikasi : Mungkin diantara kita pada saat ini merasa bahwa kita belum menemukan Allah yang hidup, sehingga sampai pada saat ini kita masih mencari siapa Allah yang hidup. Mencari di dalam kepercayaan-kepercayaan lain, kita tidak menemukan Allah yang hidup itu. Namun, disinilah kita bisa menemukan Allah yang hidup itu, yaitu Yesus Kristus yang telah bangkit. Yesus yang secara aktif memperkenalkan diri-Nya kepada kita terlebih dahulu, sehingga kita yang masih mencari Allah, kita menemukan-Nya. Jangan ragu untuk mengakui bahwa Yesus benar-benar Allah yang hidup, sebab firman Tuhan sendiripun menuliskan melalui pembuktian dan kesaksian para murid dikemudian hari setelah mereka melihat, menyaksikan dan mengerti firman Tuhan yang diberitakan dan yang dibuktikan oleh Yesus sendiri. 2. Yesus menggenapi firman Tuhan Dengan kebangkitan-Nya, maka Ia sudah menggenapi firman yang selama itu ia beritakan kepada bangsa Israel maupun para murid-Nya ( Mat. 16:21; 17:23; 20:19; 26:32; 27:63). Namun, sangat disayangkan apa yang disampaikan Yesus tidak dicerna oleh para wanita yang datang ke kubur Yesus itu, sehingga mereka berpikir hal-hal yang lain tentang hilangnya jasad Yesus. Mereka sangat merasa bersalah jika jasad Yesus tidak ditemukan. Mereka memang mengasihi Yesus sebagai guru mereka, namun mereka memiliki konsep yang belum benar tentang siapa Yesus sebenarnya. Dengan kurangnya pengertian akan firman Tuhan, membuat mereka merasa takut padahal jelas malaikat Tuhan sudah meyakinkan mereka bahwa Yesus sudah bangkit. Ilustrasi : Gereja yang sehat dan gereja yang bertumbuh adalah gereja yang selalu menekankan pembinaan dan pendalaman frman Tuhan bagi setiap jemaatnya. Gereja ada untuk memperlengkapi jemaat di dalam firman Tuhan dan memimpin jemaat untuk mengalami pertumbuhan kerohanian. Gereja yang bertumbuh akan berjalan dengan baik, jika setiap kita sebagai jemaat merespon baik niat dan program gereja untuk memperlengkapi kita di dalam pendalaman firman Tuhan dan menjadikan firman itu sebagai bagian dari hidup kita. Aplikasi : Setiap kita harus lebih lagi mengerti dan mendalami firman Tuhan. Firman Tuhan seharusnya sudah menjadi bagian di dalam kehidupan sebagai seorang yang percaya kepada-Nya. Bukan berarti selesai sudah tugas kita saat percaya kepada Tuhan, tanpa mengenal lebih jauh siapa Tuhan kita. Namun, dengan mengenal Tuhan lebih dalam melalui firman Tuhan, maka kita tahu siapa Tuhan yang kita sembah. Jangan pernah merasa cukup dengan apa yang kita tahu sekarang ini saja, namun biarlah kita mau terus belajar mengerti firman Tuhan lebih dalam agar kita lebih lagi mengerti apa yang Tuhan mau atas hidup kita. Ia yang sudah memberikan firman Tuhan kepada kita, maka sudah sepatutnya kita pelajari dengan sungguh-sungguh sehingga kita menyadari kebangkitan-Nya menggenapi firman-Nya. Kebangkitan yang menyatakan manusia bebas dari hukum maut, sebab Yesus sudah membayar lunas dosa kita. Mencerna setiap bagian firman Tuhan, mengajarkan kita menyadari betapa Ia yang sungguh bangkit adalah Allah yang penuh kuasa, daulat dan kasih. Dengan menyelami firman-Nya, membuat kita tahu isi hati Tuhan bagi jiwa kita yang sangat berharga di mata-Nya. 3. Yesus menang atas hukuman maut Kebangkitan yang Yesus alami menyatakan diri-Nya menang atas hukum maut yang harusnya diterima oleh manusia yang berdosa. Tidak pernah ada 1 orang pun yang dapat bangkit dan menang atas hukuman maut, selain Yesus. Sebab Ia adalah manusia sejati dan Allah sejati yang menjalankan setiap tugasnya dengan sempurna. Dengan kebangkitan-Nya, maka kuasa iblis yang mengikat manusia sudah dikalahkan oleh-Nya. Seharusnya tidak lagi menjadi halangan kita untuk bertemu dan beribadah dengan-Nya. Namun, seringkali kita merasakan halangan itu menjadi sahabat kita dan membiarkan halangan tersebut mengatur setiap hidup kita. Saat halangan itu mengatur hidup kita, maka kita membiarkan iblis menguasai kita. Betapa berbahayanya jika kita masih membiarkan dan menyayangi halangan yang membuat hubungan kita dengan Tuhan menjadi rusak. Kita membuat kebangkitan-Nya tidak berarti di mata kita. Ilustrasi : Salah satu penulis naskah our daily bread (seseorang yang percaya kepada Yesus) pernah menceritakan bagaimana dia mengalami kanker. Dokter memberitahukan kepadanya dan setelah dokter tersebut memberitahukan penyakit tersebut kepada penulis ini, maka ia merasa hidupnya sudah mati dan tidak berarti. Namun, setelah 3 hari, ia mengalami suatu perubahan di dalam dirinya, ia mulai bangkit dari rasa keterpurukan tersebut. Ia mulai bisa menerima kenyataan tersebut dan mulai memikirkan langkah apa yang harus dikerjakan dalam melanjutkan hidupnya. Ia menuliskan di dalam naskah ODB nya : “ Saya telah “mati” untuk realitas saya yang lama dan telah “dibangkitkan” untuk menjalani realitas normal yang baru”. Amen. RHLT. Dari berbagai Sumber.

Khotbah Minggu Palmarum 24 Maret 2013 Filipi 2: 5-11 TIADA KETAATAN TANPA PENGORBANAN KARENA ITU PAKAI PIKIRAN DAN PERASAAN KRISTUS.

Pengantar: Mengapa saat lampu merah menyala, kita taat untuk berhenti? Tentu ada diantara kita akan menjawab: karena takut ditilang. Ini sebuah contoh: ketaatan yang semu. Taat karena takut kena hukuman. Karena itu mereka yang memiliki kuasa dan kebal terhadap hukum atau dapat membeli hukum, tidak takut untuk melanggar alias tidak taat. Saat membaca Filipi 2:5-11 kita dapat menghayati suatu teladan ketaatan yang akan membangkitkan kecintaan kita pada Tuhan Yesus. Dan ketaatan itu bukan ketaatan semu, tetapi didasari oleh kesadaran dan cinta kasih yang tulus. Khotbah: Tuhan Yesus menunjukkan pada kita, bahwa ketaatan itu memerlukan: 1. Kesadaran akan kedudukan atau posisi diri. Di Filipi 2:6 dikatakan: yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, Tuhan Yesus sadar betul bahwa Dia adalah Allah yang sungguh mengasihi manusia. Dia tidak ingin manusia binasa, karena itu Dia rela menanggalkan status ke-Allah-annya untuk dapat menjadi Juruselamat manusia. Dengan menyadari kedudukan atau posisi diri, akan memampukan kita untuk dapat menempatkan diri dengan benar. 2. Penyangkalan diri Tuhan Yesus sadar, bahwa untuk menyelamatkan manusia bukan perkara mudah. Dia berkata kepada para murid yang diminta untuk menemaniNya: “Hati-Ku sangat sedih, seperti mau mati rasanya. Tinggallah di sini dan berjaga-jagalah.” (Mrk.14:32). Ada kegentaran dari diri Yesus, saat menjelang hari H. Tetapi Ia berkata: “Ya Abba, ya Bapa, tidak ada yang mustahil bagi-Mu, ambillah cawan ini dari pada-Ku, tetapi janganlah apa yang Aku kehendaki, melainkan apa yang Engkau kehendaki.” (Mrk.14:36). Yesus mampu melawan keakuannya, keinginan diriNya untuk terus dengan taat melaksanakan kehendak Bapa. Penyangkalan diri itu berarti melawan keakuan: kesombongan, kemalasan, rasa mengasihi diri dan takut. 3. Ketulusan dan kerendahan hati Tidak ada yang menyangkal, kalau Tuhan Yesus mau, Dia dapat untuk tidak menuju salib. Tetapi karena cintaNya pada manusia, Dia rela merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati di kayu salib (Filipi 2:8). Ketulusan hati itu berarti tindakan untuk tidak mencari keuntungan pribadi. dengan meneladani KERENDAHAN HATI YESUS KRISTUS. Sikap rendah hati, itulah yang dapat menunjukkan pikiran dan perasaan yang terdapat dalam Kristus Yesus , yang walaupun punya “hak” (priviledge) sebagai anak Allah, yang setara dengan Allah, namun mau merendahkan diri, menjadi manusia sama seperti kita, menerima hinaan dan siksaan hingga mati di kayu salib. Dengan semua itu, Yesus membuang kepentingan diri-Nya sendiri, dan melakukan itu semua hanya untuk kepentingan orang lain, yaitu kita orang berdosa ini. Kerendahan hati yang luar biasa, yang tiada taranya . Kerendahan hati yang dapat menjadi teladan yang sempurna. Kerendahan hati, seperti yang Paulus terangkan di ayat 3b, adalah: menganggap yang lain lebih utama dari diri kita sendiri. Dan Firman Tuhan sangat banyak mengajak orang percaya agar senantiasa bersikap rendah hati (bukan rendah diri), karena orang rendah hati adalah sahabat Tuhan, sedangkan orang yang tinggi hati adalah musuh Tuhan (baca Ef. 4: 2; 1 Pet 5:5; Yak 4:6). Dan, sikap rendah hati inilah perekat persekutuan. Malah ada seorang pengkotbah berkata., bahwa sikap rendah hati itu bagaikan oli (minyak pelumas), yang melumaskan gesekan-gesekan pergaulan. Besi-besi mesin terus bergesekan untuk menggerakkan mobil, tetapi tidak saling menyakiti. Mengapa? Karena ada minyak pelumas atau oli. Demikian terjadi bila semua anggota persekutuan bersikap rendah hati. Walaupun terus menerus ada “gesekan” karena interaksi, namun tidak akan pernah saling menyakiti. Ternyata, sikap rendah hati memberi kita lebih banyak. Buktinya: Mengapa air laut lebih banyak dari air sungai? Jawabnya, pasti, karena laut mau lebih rendah dari sungai. Karena itulah Firman Tuhan, Mazmur 37:11 berkata: “Orang yang rendah hati akan mewarisi negeri dan bergembira karena kEsejahteraan yang berlimpah-limpah”. Mazmur 22:27 berkata: “Orang yang rendah hati akan makan dan kenyang …” 1 Petrus 5:5 “Tuhan mengasihi orang yang rendah hati”. Itulah yang diberikan Tuhan kepada Yesus Kristus. Ketika Yesus mau merendahkan diri, justru disitulah Tuhan meninggikan Dia: dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: Yesus Kristus adalah Tuhan, bagi kemuliaan Allah, Bapa! (ay. 10-11). Dengan demikian jelaslah, ternyata, kemuliaan tidak lahir dari kesombongan, melainkan dari kerendahan hati. Malah Dranath Tagore berkata “Kita bertemu dengan Allah ketika kita mau RENDAH HATI’. Karena itu saudaraku, agar kesatuan dan persatuan persekutuan kita semakin kuat, mari, teladanilah Kristus. 4. Ketaatan yang konsisten untuk bertumbuh Di Yesaya 50:5 tertulis: Tuhan ALLAH telah membuka telingaku, dan aku tidak memberontak, tidak berpaling ke belakang. Aku disini menunjuk pada Yesus. Dan pada kenyataannya Yesus terus maju, dengan taat Dia melaksanakan apa yang dikehendaki Bapa. Iblis tidak menghendaki Tuhan Yesus disalib, bila itu terjadi, maka kehendak Bapa untuk menebus manusia terwujud. Dengan berbagai upaya, Iblis berusaha menggagalkan rencana itu. Pada sebuah penangkapan yang terjadi di sebuah taman, yang berawal dari sebuah ciuman. Ini bukan ciuman biasa, kata Yunani untuk ciuman ini ialah katafilein yang mengandung maknaseorang kekasih mencium orang yang dikasihinya. Kesengsaraan dan penyaliban Yesus berawal dari ciuman seorang kekasih. Ini merupakan hal memilukan dan menyakitkan. Tetapi Tuhan Yesus tidak terpengaruh dengan ciuman itu, Dia terus maju, dengan ketaatan penuh pada Bapa, Dia membiarkan diri ditangkap untuk menyatakan kasihNya pada manusia. 5. Ketika kita menyatakan diri untuk mau taat, berarti siap untuk mau atau rela terluka. Aku memberi punggungku kepada orang-orang yang memukul aku, dan pipiku kepada orang-orang yang mencabut janggutku. Aku tidak menyembunyikan mukaku ketika aku dinodai dan diludahi. (Yes. 50:6) Tuhan Yesus telah menunjukkan pada kita, bahwa tiada ketaatan tanpa pengorbanan. Dia taat pada kehendak Bapa karena kasih-Nya pada manusia. Tuhan Yesus tidak menghendaki kita binasa, tetapi Dia ingin kita beroleh hidup yang kekal (Yoh.3:16). Mungkin kita berkata: ”Sulit untuk taat.” Betul, tidak ada yang menyangkal bahwa untuk taat itu sulit dan bukan hanya sulit, tetapi menyakitkan. Tetapi sadarilah bahwa kebahagiaan yang tak terkatakan telah menanti kita yang taat pada kehendak Bapa sampai akhir. Tuhan Yesus sudah mengalami itu untuk memberi kebahagiaan pada manusia. Amen. RHLT. Dari berbagai Sumber.

Khotbah Minggu 17 Maret 2013 Nats: "Mazmur 126:1-6" “PEMULIHAN ALLAH BAGI ORANG YANG MENDERITA”

Pengantar: Pengharapan Ditengah Penderitaan Mazmur 126:1-6 Setiap orang hampir tidak pernah luput dari persoalan kehidupan, baik yang sifatnya ringan sampai yang berat. Ketika menghadapi masalah yang sangat berat, seseorang dapat dilanda keputus asaan dan tidak tahu harus berbuat apa. Sehingga tidak sedikit orang mengambil jalan pintas dengan bunuh diri. Jika kita sedang dilanda kondisi yang berat karena masalah yang sepertinya tidak ada jalan keluar, apakah yang harus dilakukan? Khotbah: Ada 3 nasehat yang diberikan oleh penulis kitab mazmur yaitu raja Daud: 1. Memiliki impian dan Pengharapan. Musuh dan lawan dari keputus asaan adalah impian dan harapan. Setiap orang harus memiliki impian dan harapan dalam hidupnya. Karena itulah yang membuat dia mampu bertahan dan berjalan terus ditengah-tengah kesulitan. Dikala anda kehilangan impian dan harapan, maka anda harus terlebih dahulu untuk kembali memiliki impian dan harapan tersebut. Impian dan harapan dimulai dengan pikiran. Isi pikiran anda dengan hal-hal yang baik, yang indha, yang mulia. Impian adalah hal-hal yang indah, yang mulia, yang besar yang kita inginkan. Pikirkanlah itu kembali. Jangan memikirkan tentang kegagalan atau ketidak mungkinan. Tetapai mulailah berpikir tentang hal-hal yang besar. Tuhan adalah sumber kita untuk dapat memikirkan hal-hal yang besar, yang indah, yang mulia. Tumbuhkan keyakinan dalam hatimu, bahwa Tuhan sanggup dan bisa menolong anda untuk mewujudkan impian dan harapan anda tersebut. Karena Dia adalah Tuhan yang hidup, Maha Kuasa, dan tidak pernah berdusta. 2. Bersukacita Bagaimana kita dapat menghadapi penderitaan adalah dengan menjaga sukacita. Mungkin kita bertanya bagaimana bersukacita sementara saya sedang menderita? Bersukacita adalah pilihan kita, tidak dipengaruhi oleh situasi dan keadaan kita. 3. Menabur Kebaikan Ada hukum yang bersifat universal yaitu Hukum Tabur Tuai; apa yang kita tabur akan kita tuai. Dengan perkataan lain, apa yang kita harapkan untuk kita tuai maka kita harus menaburnya terlebih dahulu. Seorang petani yang mengharapkan dirinya akan menuai buah mangga, maka dia terlebih dahulu menanam biji mangga. Hal ini juga berlaku dalam kehidupan kita sehari-hari. Bila kita mengharapkan kebaikan datang dalam hidup kita, ada pertolongan yang kita terima, atau kita mengharapkan keberhasilan dalam hidup kita, maka kita harus terlebih dahulu menaburkan benih-benih kebaikan tersebut dalam diri orang lain. Orang lain mengatakan perubahan itu tidak mungkin bisa terjadi di dalam hidupmu tetapi saya percaya Tuhan bisa merubah situasi yang buat orang mustahil adanya. Banyak di antara kita mungkin merasa mana bisa keadaan dan situasi hidup kita mengalami perubahan yang drastis? Itu bisa dan mungkin, sebab kita memiliki Tuhan yang sanggup mengadakan perubahan di luar dari apa yang pernah kita bayangkan dan pikirkan. Terlepas dari campur tangan Tuhan yang ajaib dan perkasa, Mazmur 126 juga mengajarkan kepada kita prinsip yang sangat indah dan sangat menarik. Dimana pemazmur menolak untuk give up kepada situasi hidupnya. Walaupun situasi hidupnya digambarkan dengan lukisan yang sangat menyedihkan sekali, bagaimana bisa tanah Negeb itu mendapat air? It is impossible. Kalau sdr belajar latar belakangnya, kita menemukan ini adalah salah satu tempat yang paling kering di atas muka bumi ini. Probabilitas terjadinya hujan, probabilitas ada air di situ kecil sekali. Itu situasi dia. Tetapi Alkitab mencatat dia harus berjalan maju. DR. Les Parrott mengatakan hal yang satu ini harus kita tangani lebih dulu, baru yang lain akan menjadi lebih mudah, yaitu attitude kita. Bagaimana kita bersikap, begitu kita sudah menaruh negative attitude maka semua yang kita lihat menjadi negatif. Di satu pihak dia penuh dengan sukacita tetapi di sisi lain dia menangis tersedu-sedu. Di dalam keadaan yang susah dan sulit, air mataku mengalir. Tetapi pada waktu Tuhan merubah situasi itu aku sungguh-sungguh bersukacita sehingga orang lain juga bisa melihat perbuatan Tuhan yang luar biasa itu kepadaku. Dalam 2 Kor.4:8 Paulus mengatakan ”...kami ditindas namun tidak terjepit, kami habis akal namun tidak putus asa.” Dalam keadaan tertindas, dia tidak putus asa. Mzm.42:12 mengatakan “Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku? Mengapa engkau gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah, Penolongku dan Allahku.” Kunci jawabannya ada di sini. Tibalah saatnya kemudian pemazmur menyatakan cambukan dan cetusan itu kepada kesadaran dirinya sendiri dengan mengatakan, mengapa engkau tertekan? Mengapa engkau gelisah? Bangun! Berjalan! Dan bersandarlah kepada Allah. Perjalanan iman Kristen kita tidak boleh melepaskan prinsip ini. Karena itulah kita akan melihat bagaimana kekuatan pengharapan dan percaya itu menjadi hal yang penting sekali di dalam iman orang Kristen. Dietrich Bonhoeffer di dalam suratnya di penjara menulis: saya bukan orang yang pesimis, yaitu berpikir bahwa segala sesuatu yang saya alami akan menjadi lebih buruk. Tetapi saya juga bukan seorang yang optimis yang percaya bahwa someday saya akan keluar dari penjara ini dan situasi menjadi lebih baik. Tetapi saya hidup hari demi hari dengan pengharapan. Artinya, di sini saya berjuang melakukan segala sesuatu di dalam kekuatan dan kemampuan yang saya bisa, tetapi saya tidak pernah melepaskan tangan Tuhan yang berdaulat untuk campur tangan di situ. Dia berjalan karena dia punya pengharapan, tetapi dia berjalan dengan air mata. Dia berjalan dengan kesedihan tetapi dia menolak untuk berhenti dan tangannya tetap menabur benih. Dia berjalan di atas tanah yang kering dan tidak ada airnya. Kakinya hari demi hari menginjak padang pasir yang kering dan panas, tetapi itu tidak melunturkan hatinya untuk terus menabur karena dia percaya satu saat ada hasil dan buahnya. Gal.6:9 “Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik karena apabila sudah datang waktunya kita akan menuai jika kita tidak menjadi lemah…” Kita boleh menangis, tetapi harus terus menabur. Tetapi di dalam proses perjalanan menabur itu mungkin akhirnya tidak sampai berhasil dan sukses sebab ada suatu kendala emosi terjadi di sini yaitu menjadi jemu. Fil.2:14 “Lakukanlah segala sesuatu dengan tidak bersungut-sungut dan berbantah-bantahan.” Bersungut-sungut kepada diri sendiri. Gerutu dan jemu adalah reaksi emosi bukan karena kehilangan kemauan berjalan tetapi kehilangan sukacita berjalan. Filipi adalah salah satu jemaat yang terbaik. Paulus sendiri memuji jemaat ini karena mereka terus membantu Paulus di dalam mendukung pelayanan misi Paulus (Fil.4:10). Filipi dikatakan oleh Paulus sebagai jemaat setia, partnership dengan Paulus di dalam pemberitaan Injil. Bahkan di dalam Fil.1:30 dikatakan mereka rela menderita karena Injil. Tetapi di pasal 2 Paulus mengingatkan semua yang mereka lakukan itu jangan dilakukan dengan bersungut-sungut. Kita lihat perbedaannya? Bukan mereka tidak melakukan, tetapi mereka bersungut-sungut dan menjadi berbantah-bantahan, kita bertemu di situlah bagaimana emosi kita mengontrol hidup kita. Mungkin kita pikir lebih baik berhenti di tengah jalan tidak melakukannya sebab kita bertanya buat apa saya melakukan hal ini.. toh tidak ada hasilnya?! Tanah ini kering. Buat apa saya terus keluar setiap hari, padahal tidak ada sukacita dan kegembiraan untuk itu? Ini ayat yang indah luar biasa. Kalau kita berada di dalam situasi seperti itu, buat apa menangis? Buat apa keluar menabur? Pemazmur tetap menangis karena itu memang sulit tetapi itu tidak mengontrol dia. Tempatkan emosinya dengan tepat. Orang mungkin bilang tidak ada gunanya. Mungkin memang tidak berhasil, atau mungkin hasilnya tidak kita lihat dengan mata kita, tetapi kita tidak boleh berhenti. Sebab sekali lagi, kita berjalan dengan kita beriman kepada Dia. Kita tidak bisa meragukan iman orang lain. Dalam Mzm.126 ini seolah terjadi pengulangan, tetapi di ayat 1 “Tuhan memulihkan keadaan kami…” Itu satu deklarasi, satu statement, satu pengakuan ini terjadi sebab Tuhan yang campur tangan. Sedangkan di ayat 4 “Pulihkanlah keadaan kami…” Ini adalah satu permohonan dan satu doa. Kita tahu orang itu beriman karena kita menemukan bagaimana orang itu bersikap dan berdoa kepada Tuhan. Dimana bedanya orang yang berdosa dan yang tidak berdoa? Orang yang tidak berdoa sudah tidak punya pengharapan. Orang yang berdoa sebab dia punya pengharapan. Dia berdoa, menyegarkan semangat hidupnya. Bedanya cuma itu. “Pulihkan keadaan kami…” menjadi satu cetusan doa bahwa tidak ada campur tangan lain lagi, tidak ada yang bisa mendatangkan air di padang pasir Negeb kecuali mujizat Tuhan menurunkan hujan. Tetapi karena hanya itu pengharapan saya maka menjadikan saya orang Kristen yang berlutut berdoa dan bersandar kepada Tuhan. Tahun ini mari kita juga merevolusi hidup doa kita di hadapan Tuhan. Kenapa itu semua bisa hilang? Kita bisa give up, kita bisa kecewa, kita bisa akhirnya membiarkan emosi kita membuat kita terhambat di tengah perjalanan. Atau mungkin kita terlalu ingin situasi kita bisa berubah secara mendadak dan tak terduga. Kita selalu bersukacita kalau kita melihat ada hal-hal yang tak terduga terjadi. Tetapi kalau kita menjalani semua ini lalu kemudian kita kehilangan sukacita itu, mungkin kita memerlukan kalimat ini: “kita bersukacita untuk hal-hal surprise terjadi, tetapi kita harus setia untuk hal-hal yang rutin.” Pemazmur bersukacita sebab Tuhan mendatangkan perubahan besar, tetapi itu tidak boleh melupakan kerutinan dia. Benih yang berlipat ganda datang bukan karena hujan yang dinanti akhirnya datang dengan berlimpah, tetapi di tengah air mata yang mengalir deras yang tidak bisa menumbuhkan benih karena asin, dia tetap berjalan menabur dan menabur. Yang perlu dikerjakan dengan rutin memerlukan semangat yang setia dan pengharapan yang pasti kepada Tuhan. Mari kita seperti pemazmur mengatakan, hai jiwaku, jangan tertekan, bersandar kepada Tuhan. Amen RHL Dari Berbagai Sumber.

Khotbah Minggu 10 Maret 2013 Lukas 15:11-32 “SUKACITA ATAS KEMBALINGA ORANG BERDOSA”

Pengantar: Merasa bersukacita ketika kita berada dalam kondisi baik itu wajar dan tidak salah sama sekali. Siapa yang tidak bergembira jika segalanya berjalan dengan lancar tepat seperti yang diinginkan? Lebih dari itu, bersukacitapun seharusnya ada pada kita ketika kita menyadari atau merasakan kebaikan Tuhan serta penyertaanNya dalam hidup kita. Segala yang telah Dia anugerahkan bagi kita termasuk di dalamnya yaitu keselamatan sudah sepantasnya membuat kita bersyukur dan dipenuhi rasa sukacita. Dalam keterbatasan dan kesederhanaan hidup saya bersukacita. Bersukacita untuk kesehatan yang diberikan Tuhan, bersukacita karena saya masih bisa bekerja dalam kondisi baik, bersukacita untuk istri yang luar biasa dan rumah tangga yang hangat. Meski saya baru saja pulang sehabis bekerja hingga lewat tengah malam, meski rasa lelah terasa, tetapi saya saat ini tersenyum sambil menulis renungan ini karena merasakan sukacita tersebut. Dan memang Tuhan menginginkan kita agar senantiasa bersukacita. “Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah (Fil 4:4). Khotbah: Perumpamaan anak yang hilang adalah satu kisah sangat terkenal dari Alkitab. Biasanya yang menjadi fokus adalah si anak bungsu. Ia menuntut harta warisan bagiannya, pergi dari rumahnya, menghamburkan harta miliknya, jatuh miskin, menyadari dan menyesali perbuatannya, lalu kembali ke rumah ayahnya. Itu adalah gambaran yang dekat dengan kita. Kita terjerumus ke dalam dosa, lalu bertobat, dan mendapat pengasihan Bapa Sorgawi. Sadar atau tidak, bukankah kehidupan nyata kita juga tidak ubahnya seperti anak bungsu dalam perumpamaan ini? Kita datang kepada Allah dalam segala doa dan permohonan, dalam berbagai bentuk tuntutan kita kepada-Nya, layaknya si anak bungsu berkata, “Bapa, berikanlah kepadaku bagian harta milik kita yang menjadi hakku.” (ay.11). Lalu bagaimana setelah berbagai “hak” kita diberikan oleh Allah? Sembuh dari sakit, lulus test, naik pangkat, kedudukan, dan berbagai kelimpahan berkat? Oh, tidak jarang kita menjadi terlalu sibuk menghamburkan waktu dan talenta yang kita punya seolah-olah itulah sekarang yang menjadi “tuhan” kita! Terkadang kita malah jadi lupa pintu gereja jadinya! Si “anak bungsu” di jaman modern sekarang terkadang lebih rela menghabiskan biaya berjuta-juta di meja judi, atau menyogok segala macam, tetapi tidak di kantong-kantong persembahan. Atau malah merusak diri dalam berbagai bentuk kejahatan moral yang berujung pada kisah akhir hidup memilukan! Namun, sebetulnya sosok si anak sulung pun tidak kurang jauh dari gambaran kita. Bahkan, mungin kita lebih kerap seperti itu. Kita memang tidak sampai “terhilang”; kita tetap ke gereja, aktif dalam pelayanan, pendeknya kita adalah orang baik-baik, tidak pernah terjerumus dalam “kemabukan duniawi”. Tetapi, kita hidup dalam ketidaktulusan! Kita melakukan semua kebaikan itu dengan pamrih memperoleh “upah”. Sebab kita merasa lebih layak, lebih baik. Diam-diam kita telah menjadi hakim atas sesama kita. Bahkan tidak jarang, berbagai intrik busuk dilakukan untuk menjatuhkan orang. Kathleen Norris, dalam The Cloister Walk, bercerita tentang pengalamannya bergereja. Suatu ketika ia ditanyai oleh seorang mahasiswa, mengapa ia terus pergi ke gereja dan bisa tahan menghadapi kemunafikan orang-orang Krtisten. Ia merasa memperoleh ilham yang jitu, dan menjawab, “Satu-satunya orang munafik yang perlu saya cemaskan pada hari Minggu pagi adalah diri saya sendiri.” Kathleen mengelakkan kecenderungan untuk mempersalahkan orang lain, dan memilih untuk berintrospeksi diri. Sifat manusia si “anak sulung” cenderung gampang melemparkan kesalahan kepada pihak lain. Ia dapat melihat dan menghakimi pelanggaran orang lain, tetapi buta terhadap pelanggarannya sendiri. Ketika dirinya yang melakukan pelanggaran, ia segera sibuk menuding orang lain sebagai penyebab pelanggarannya itu.Itulah sebabnya ketika ada “pendosa” yang bertobat dan kemudian mendapat pengasihan Tuhan, si anak sulung protes, “Telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum pernah aku melanggar perintah bapa, tetapi kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku,” (ay.29), begitu protes si sulung kepada ayahnya. Tidak tulus, bersungut-sungut, dan tentu saja itu juga dosa. Perumpaman “anak yang hilang” melalui nas ini hendak mengajarkan kepada kita tentang suatu kebenaran rohani, menggambarkan betapa kasih bapa terhadap anak-anaknya, bahwa kasih Allah itu tidak terbatas! Perhatian Allah yang tulus, bukan hanya kepada orang berdosa tetapi juga kepada anak-Nya yang taat. Karena itu, entah kita sebagai si bungsau atau si sulung, kita ini tetap si anak yang hilang. Tidakkah kita rindu kembali kepada Bapa? Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali.” Amen RHLT