Sabtu, 25 Juni 2016

Khotbah Minggu 26 Juni 2016 Mazmur 16:1-11 Kebahagiaan Sempurna Dalam Tuhan




Mazmur ini adalah suatu doa permohonan dan pengakuan iman yang sangat menyentuh realitas kehidupan sehari-hari. Dapat kita melihat bagaimana kita diajari bagaimana untuk perlindungan, pengajaran, keselamatan dan kehidupan yaitu pada Tuhan Allah. Tidak ada sumber yang kekal di luar dari Tuhan Allah. Inilah yang ingin disampaikan oleh pemazmur kepada kita Mazmuri ini juga mengajarkan dan menggambarkan dengan jelas bahwa hanya ada satu sumber sukacita, sumber kebahagiaan, sumber perlindungan, dan sumber keselamatan. Tidak ada sumber lainnya yang kekal di luar Tuhan. Harta dan kepunyaan kita yang terbesar adalah beriman kepada Allah. Hanya di dalam Dialah hati kita bersukacita, jiwa kita bersorak-sorak, dan tubuh kita akan diam dengan tenteram . Bahkan, hanya Dia yang mampu melepaskan kita dari jurang kebinasaan , yaitu dengan menganugerahkan keselamatan kekal melalui kematian Kristus.
Di luar Tuhan bisa saja kita mencari kebahagiaan, kehidupan, keselamatan namun yang kekal hanya ada pada Tuhan Allah, karena mencari keselamatan dan kebahagiaan hidup di luar Tuhan justru sebaliknya akan memperbesar kesedihan (ay.4).
Harta dan kepemilikan kita yang paling besar adalah memiliki iman kepada Tuhan Allah, sebab bagaimana tidak, bahwa hanya karena Allah sajalah yang dapat membuat:
 HATI bersukacita,
JIWA bersorak-sorak dan
TUBUH diam dengan tentram
Tidak ada barang sesuatu apapun yang boleh membuat hidup kita seperti itu selain karena Tuhan. Inilah harta yang paling berharga yang akan dirasakan oleh setiap orang yang berlindung kepada Tuhan. 
Hal terbesar lagi yang boleh menguatkan kita bahwa keselamatan itu adalah untuk selama-lamanya, bahwa orang yang beriman dan berpengharapan kepada Tuhan akan diselamatkan dari dunia orang mati dan dari kebinasaan namun kehidupan kekal adalah bahagiaan dari orang yang setia beriman kepada Tuhan. Sebab sengat maut telah dipatahkan oleh Tuhan Yesus melalui kebangkitanNya dari kematian, sebab: “Barangsiapa percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal, tetapi barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia tidak akan melihat hidup, melainkan murka Allah tetap ada di atasnya” (Yoh. 3:36).
Apapun yang boleh kita miliki baik itu harta kekayaan emas perak uang jika kita tidak memiliki harta yang sesungguhya tidak akan menjamin sukacita kita. Namun kalaupun kita hanya cukup makan nasi campur garam jika kita bersama Tuhan tidak akan menghilangkan sukacita kita. Dalam kehidupan kita sehari-hari dapat kita melihat bahwa kepemilikan harta benda tidak menjamin seseorang boleh hidup dengan tenang, nyaman dan senang justru ada sebaliknya membuat dia tidak dapat lagi menikmati apa yang dimilikinya. Seperti yang difirmankan oleh Tuhan Yesus bahwa jika kita menuruti perintahNya dan tinggal di dalam kasihNya maka: “Sukacita-Ku ada di dalam kamu, dan sukacitamu menjadi penuh” (Yoh. 15: 11).

Semuanya itu boleh nyata kepada kita jika kita dapat meniru apa yang diperbuat oleh pemazmur ini dalam kehidupannya, yaitu penyerahan diri secara total kepada Tuhan, bahwa ia menyerahkan hidupnya dikuasai oleh Tuhan. Dapat kita perhatikan hidup yang dikuasai oleh Allah:
          Ia berdiri disebelah kananku: Maka Aku tidak goyah
          Ia depan: Ada sukacita berlimpah-limpah
          Di tangan kananNya: Ada nikmat senantiasab
Tidak ada apapun yang boleh membatasi sukacita anak-anak Allah, apapun yang boleh terjadi dalam hidup kita tidak akan menggoyahkan kita sebab Allah bersama kita, biarpun saat ini kondisi kita “sepiring berdua” atau apapun yang boleh terjadi baiklah kita selalu mengingat janji Tuhan Yesus “Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman” (Mat.28:20). Sukacita yang ditawarkan oleh dunia ini sifatnya hanya sementara, tidak akan bertahan lama.  Lalu, di manakah kita menemukan sukacita yang sejati dan berlimpah-limpah itu?  Sukacita yang melimpah dan yang tak lekang oleh waktu hanya akan kita temukan di dalam Tuhan Yesus.  Sukacita yang dari Tuhan tidak bergantung pada situasi dan kondisi yang ada di sekitar kita karena sukacita itu berasal dari dalam, yang dikerjakan oleh Roh Kudus.
     Jadi, kita mendapatkan sukacita yang berlimpah oleh karena ada Roh Kudus di dalam diri kita.  Itulah sebabnya Rasul Paulus menasihati,  "Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan!  Sekali lagi kukatakan:  Bersukacitalah!"  (Filipi 4:4).  Mungkin kita berkata,  "Teorinya gampang.  Prakteknya?  Bagaimana bisa bersukacita jika kita sedang dalam masalah, sakit, punya banyak utang, toko sepi, perusahaan lagi bangkrut dan sebagainya?"  Rasul Paulus menulis surat himbauan kepada jemaat di Filipi ini bukan saat ia sedang bersenang-senang karena menerima berkat dari Tuhan, tapi justru saat ia berada di dalam penjara alias dalam penderitaan dan kesesakan.
"Jangan kamu bersusah hati, sebab sukacita karena Tuhan itulah perlindunganmu!"  (Nehemia 8:11b).
 Amin

Rabu, 15 Juni 2016

Khotbah Minggu 19 Juni 2016 “Ceriterakanlah Perbuatan Allah Atasmu” Luk. 8:26-39



Pengantar:
Kitab Injil beberapa kali mengisahkan Yesus mengusir setan yang merasuki tubuh seseorang. Misalnya setan yang membuat bisu sehingga setelah setan diusir orang tersebut dapat kembali bicara (Mat. 9:32-33). Lalu di Markus 1:34 Yesus mengusir banyak setan, yaitu: “Ia menyembuhkan banyak orang yang menderita bermacam-macam penyakit dan mengusir banyak setan; Ia tidak memperbolehkan setan-setan itu berbicara, sebab mereka mengenal Dia.” Tetapi kisah di Lukas 8:26-39 merupakan kisah pengusiran setan yang sangat berbeda dan unik. Sebab di Lukas 8:26-39 mengisahkan bagaimana setan-setan berkumpul menjadi satu pasukan dalam tubuh seorang pria dari Gerasa, seberang Galilea.
Ketika pria dari Gerasa yang kerasukan setan tersebut melihat Yesus, Lukas 8:28 menyatakan: “Ia berteriak lalu tersungkur di hadapan-Nya dan berkata dengan suara keras: Apa urusan-Mu dengan aku, hai Yesus Anak Allah Yang Mahatinggi? Aku memohon kepada-Mu, supaya Engkau jangan menyiksa aku.” Sikap “tersungkur” yang dilakukan setan-setan itu menunjuk pada tindakan menyembah dan pernyataan menyerah sebab tidak sanggup menghadapi Yesus. Para setan itu mengakui kalah dalam kekuatan dan kewibawaan di hadapan Yesus. Selain itu setan-setan yang menguasai pria Gerasa itu membuat pengakuan bahwa Yesus adalah Anak Allah yang Mahatinggi. Pengakuan dari para setan itu menunjukkan bahwa setan sebagai mahluk ilahi yang dihukum Allah mampu mengenal identitas diri Yesus yang sesungguhnya, yaitu Anak Allah yang Mahatinggi. Umat manusia pada umumnya tidak mampu melihat keberadaan diri Yesus yang sesungguhnya sebagai Anak Allah yang Mahatinggi sebab Dia mengenakan kodrat manusiawi. Keilahian Yesus sebagai Anak Allah tersembunyi dalam kodrat manusiawi-Nya. Di lain pihak setan-setan itu juga menyampaikan permohonan kepada Yesus agar Dia tidak menyiksa mereka. Bukankah hanya Allah saja yang berhak menyiksa manusia dan para setan serta Iblis di dalam Syeol atau Gehena? Makna ucapan permohonan para setan itu adalah Yesus memiliki wewenang dan kuasa untuk menghukum para setan baik di dunia maupun di neraka. Lukas 8:31 menyatakan: “Lalu setan-setan itu memohon kepada Yesus, supaya Ia jangan memerintahkan mereka masuk ke dalam jurang maut.”
Di Lukas 8:30 Yesus menanyakan nama dari para setan yang menguasai pria Gerasa tersebut, yaitu: “Siapakah namamu? Jawabnya: Legion, karena ia kerasukan banyak setan. Setan-setan yang berkumpul menjadi satu tersebut menyebut dirinya sebagai “Legion.” Makna kata “legion” menunjuk pada unit tentara Romawi yang terdiri dari 3000-6000 pasukan infantri. Pasukan infantri merupakan pasukan darat yang dilengkapi dengan persenjataan ringan. Mereka dilatih dan disiapkan untuk melaksanakan pertempuran jarak dekat. Dengan demikian pasukan para setan sedang menjajah dan menguasai tubuh dan jiwa dari pria Gerasa tersebut secara langsung.
Dengan demikian para setan yang berkumpul menjadi satu unit dalam tubuh pria di Gerasa tersebut terdiri dari 3000-6000 pasukan tempur jarak dekat dengan kemampuan berkelahi dan menyerang yang luar biasa. Dengan kekuatan ganda untuk bertempur yang luar biasa itu bisa dipahami bahwa pria dari Gerasa tersebut tidak terkalahkan oleh siapapun.
 Kesaksian di Markus 5:4 menyatakan: “Karena sudah sering ia dibelenggu dan dirantai, tetapi rantainya diputuskannya dan belenggunya dimusnahkannya, sehingga tidak ada seorangpun yang cukup kuat untuk menjinakkannya.” Semua rantai besi berhasil diputuskan dan tidak ada seorangpun yang berhasil menguasai dirinya (bdk.Luk. 8:29b). Para setan dengan nama “Legion” tersebut memiliki kekuatan yang supranatural sehingga tidak bisa ditundukkan oleh manusia biasa, kecuali Yesus Sang Mesias. Sebab Yesus adalah Anak Allah yang Mahatinggi dan memiliki kuasa untuk menghukum para setan dan Iblis. Dia memiliki segala kuasa di sorga dan di bumi (Mat. 28:18).
Penyebutan nama “legion” bersifat plural/jamak karena di dalam tubuh pria Gerasa berdiam ribuan setan. Dengan demikian makna teologis dari “legion” untuk menunjuk kepada kehidupan seseorang dengan kepribadian ganda” yang dikendalikan berbagai kekuatan yang bersifat najis sehingga ia tidak mampu memperlihatkan konsistensi dan kejernihan pikiran serta kemurnian hati dalam dirinya. Karena itu dalam “kepribadian ganda” tersebut seseorang kehilangan kendali atas kehidupannya sendiri. Dia tidak mampu melawan kekuatan yang menguasainya. Dia tidak lagi menjadi tuan atas dirinya tetapi budak yang harus selalu tunduk atas perintah “tuan” yang menguasai tubuh dan jiwanya. Dalam situasi demikian seseorang cenderung menyakiti dan melukai dirinya sendiri. Markus 5:5 menyatakan keberadaan pria Gerasa yang dirasuki oleh “legion” yaitu: “Siang malam ia berkeliaran di pekuburan dan di bukit-bukit sambil berteriak-teriak dan memukuli dirinya dengan batu.” Gambaran kepribadian pria Gerasa yang dirasuk oleh “legion” adalah saat itu dia tidak lagi mampu berkomunikasi dengan santun dan menggunakan bahasa yang terstruktur tetapi berteriak-teriak tanpa makna yang jelas serta gemar menyakiti dirinya sendiri. Teriakan-teriakannya menunjukkan penderitaan dan kekacauan batin yang sulit dilukiskan, sehingga dia lebih suka melukai diri daripada mengasihi diri sendiri. Dengan demikian umat yang dikuasai oleh “legion” menjadi para pribadi yang tidak lagi mandiri, dia kehilangan identitas diri yang sesungguhnya, batin yang terpecah-pecah, tidak mampu konsisten, menyakiti diri sendiri, kehilangan komunikasi dan relasi yang sehat dengan sesama, hidup tanpa tujuan yang jelas, dan hidup dalam kenajisan.
Pemahaman yang lain tentang makna “legion” adalah menunjuk situasi riil yang pada masa itu bangsa Romawi sedang menjajah umat Israel. Sebab asal kata “legion” untuk menunjuk pada jumlah kesatuan tentara dan militer bangsa Romawi. Tentara bangsa Romawi menduduki dan menguasai tubuh umat Israel seperti halnya setan-setan dalam “legion” tersebut telah menguasai tubuh pria Gerasa. Karena itu kehidupan umat Israel dikendalikan oleh kuasa yang najis dan merusak. Mereka membutuhkan pembebasan Allah dari kuasa penjajahan bangsa Romawi yang saat itu memiliki kekuatan militer yang sangat luar biasa. Ternyata hanya Kristus saja yang mampu membebaskan mereka dari penjajahan bangsa Romawi tetapi bukan dengan kekuatan militer atau politis. Kristus membebaskan mereka dari kuasa dosa melalui kuasa firman-Nya.
Di Lukas 8:32 mengisahkan para setan yang menyebut diri sebagai “legion” itu mohon agar Yesus menyuruh mereka berpindah kepada babi-babi yang sedang berkerkeliaran. Yesus mengabulkan permintaan mereka. Kawanan babi itu terjun dari tepi jurang ke dalam danau lalu mati lemas” (Luk. 8:33). Pemilik para babi itu mengalami kerugian yang sangat besar sebab semua babi pemeliharaanya mati lemas. Namun pada sisi lain pria Gerasa tersebut kini telah bebas sepenuhnya dari kuasa “legion.” Lukas 8:35 menyatakan: “Ia duduk di kaki Yesus, dan berpakaian serta sudah waras.” Kesaksian Injil Lukas hendak menyatakan betapa berharga nyawa atau kehidupan seseorang, sehingga harus dibayar dengan ribuan hewan ternak untuk membebaskan dia dari cengkeraman kuasa “legion.” Dengan kata “waras” yang diambil dari kata “sophroneo” untuk menunjuk pada kondisi pikiran seseorang yang sehat dan berada dalam pengendalian diri.” Kata “menguasai diri” dalam konteks ini memakai kata sophroneo. Dengan demikian pria Gerasa tersebut telah kembali menjadi pribadi yang menguasai tubuh dan jiwanya sendiri. Harkat dan martabatnya sebagai manusia telah pulih kembali. Ia telah lahir kembali menjadi manusia baru yang memilih berada di bawah kaki Yesus.
Khotbah:
Kehadiran Kristus pada hakikatnya melaksanakan karya keselamatan Allah yang memulihkan, sehingga mendatangkan hidup yang baru. Karya Kristus di Gerasa mencerminkan karya Allah yang mengulurkan tangan-Nya kepada orang-orang yang memberontak dengan mengikuti rancangannya sendiri. Yesaya 65:2 menyatakan: “Sepanjang hari Aku telah mengulurkan tangan-Ku kepada suku bangsa yang memberontak, yang menempuh jalan yang tidak baik dan mengikuti rancangannya sendiri.” Kata “sepanjang hari” berasal dari kata “yown” untuk menunjuk pada rangkaian waktu “petang dan pagi” sebagaimana hari-hari dalam kisah penciptaan semesta di Kitab Kejadian pasal 1. Dengan demikian karya keselamatan Allah tidak pernah berhenti. Tangan-Nya terus terulur untuk menyelamatkan dan memulihkan. Allah mendatangkan berkat sehingga terbuka harapan dan keselamatan bagi mereka yang hidup dalam belenggu dosa. Di Yesaya 65:8 Allah berfirman: “Seperti kata orang jika pada tandan buah anggur masih terdapat airnya: Janganlah musnahkan itu, sebab di dalamnya masih ada berkat! demikianlah Aku akan bertindak oleh karena hamba-hamba-Ku, yakni Aku tidak akan memusnahkan sekaliannya.” Karena itu pria Gerasa yang dirasuki oleh Legion diselamatkan oleh Yesus dan identitasnya dirinya dipulihkan. Yesus tidak memusnahkan kehidupan pria Gerasa tersebut walau tubuhnya telah dinajiskan oleh ribuan pasukan setan.
Sikap berbeda dilakukan oleh penduduk daerah Gerasa. Mereka meminta kepada Yesus supaya Ia meninggalkan mereka (Luk. 8:37). Alasan penduduk daerah Gerasa meminta Yesus pergi meninggalkan mereka karena mereka sangat ketakutan. Pertanyaannya adalah mengapa mereka sangat ketakutan? Bukankah pria Gerasa yang dirasuki oleh pasukan setan sudah dipulihkan? Dia tidak lagi berbahaya. Pasukan setan juga telah dilumpuhkan oleh Yesus sebab mereka telah merasuki kelompok babi dan mati lemas. Jika demikian mengapa penduduk Gerasa masih merasa takut? Dugaan yang realistis adalah karena mereka takut Yesus merugikan mereka secara finansial. Kehadiran Yesus telah menyebabkan mereka kehilangan ribuan babi untuk menyelamatkan kehidupan satu orang yang telah dirasuki oleh setan-setan. Dengan perkataan lain mereka lebih menghargai keselamatan para babi dibandingkan keselamatan seorang manusia. Mereka lebih takut kehilangan harta dan properti mereka dibandingkan dengan orang yang kerasukan setan yang selama ini mengganggu kehidupan dan keamanan mereka. Karena itu mereka menyuruh Yesus agar segera meninggalkan daerah mereka.
Bila penduduk Gerasa bersikap mengusir Yesus agar segera meninggalkan daerah mereka, tidak demikian sikap Yesus kepada pria Gerasa yang telah pulih. Yesus menyuruh dia pergi sebagai utusan. Yesus tidak mengusir pria Gerasa tetapi mengutus dia untuk menceritakan segala sesuatu yang telah dialami sebagai perbuatan keselamatan dari Allah. Dalam konteks ini keduanya mengandung kata “pergi.” Penduduk Gerasa menyuruh Yesus pergi dalam arti mengusir Dia. Tetapi kata “pergi” yang diucapkan Yesus kepada pria Gerasa tersebut justru merupakan kehormatan sebab dia dipercaya untuk memberitakan karya keselamatan Allah. Karena itu di Lukas 8:39b menyatakan: “Orang itupun pergi mengelilingi seluruh kota dan memberitahukan segala apa yang telah diperbuat Yesus atas dirinya.” Pria Gerasa itu menyampaikan kabar baik yaitu Injil tentang karya keselamatan Allah kepada banyak orang, namun penduduk wilayah Gerasa telah menghalangi Yesus untuk berkarya lebih dalam di wilayah mereka. Jika demikian pria Gerasa telah bebas dari kuasa dan cengkeraman Legion, tetapi penduduk Gerasa justru membiarkan diri dikuasai oleh kuasa Legion dalam bentuk yang lain yaitu jiwa yang materialistis.Amen

Khotbah Matius 25:14-30 Setiakah Anda Dalam Mengembangkan Talenta Anda?


Pendahuluan
Saudara-Saudara, kita tentu mengetahui sosok pria yang bernama Walt Disney.  Selain menjadi seorang produser film dan pemain sandiwara yang sangat terkenal, ia juga adalah penemu di dalam bidang animasi serta desain penempatan suara.  Melalui karya-karyanya, Disney berhasil menyentuh hati jutaan orang di seluruh dunia, mulai dari anak kecil hingga orang dewasa.  Karena itu, tidaklah heran bila pada akhirnya ia mendapat julukan sebagai “legenda di bidang hiburan pada abad ke-20.”
Namun, siapa yang pernah menyangka bahwa semua kesuksesan yang ia raih saat ini tidak diperolehnya dengan mudah?  Ketika itu Disney lahir dalam sebuah keluarga yang miskin dan setiap hari ia harus bangun pk. 03.30 pagi untuk membantu ayahnya mengantarkan koran-koran pada pelanggan.  Setelah dewasa, Disney mencoba masuk ke dinas ketentaraan, namun usahanya gagal.  Kemudian ia pun mencoba lagi untuk melamar pekerjaan ke berbagai perusahaan, tetapi lagi-lagi ditolak.  Saat itu ia merasa sangat sedih dan bingung,
Saudara, rasanya ia tidak memiliki keahlian khusus lain yang dapat ia jadikan sebagai nilai jualnya, kecuali kecintaannya pada menggambar.  Karena itu perlahan-lahan ia mencoba mengembangkan kemampuannya ini dan memberanikan diri untuk mengirimkan gambar kartunnya ke berbagai studio.  Hasilnya?  Kembali ia ditolak oleh mereka karena karyanya dianggap kurang menarik.  Namun karena kegigihannya, ia pun berhasil mendapatkan kontrak dengan sebuah studio kecil.  Saya kira tidak ada satu orang pun yang pernah membayangkan, bahwa ketika film kartun buatannya yang berjudul Alice in The Wonderland itu diputar, cerita tersebut berhasil menduduki peringkat pertama film Amerika selama tiga tahun berturut-turut.  Rasanya tidak ada satu orangpun yang pernah membayangkan bahwa dari talenta menggambar yang ia miliki, Disney akhirnya berhasil mendirikan sebuah studio sendiri yang kemudian bisa menciptakan tokoh-tokoh kartun penting lainnya seperti Donald Duck, Mickey Mouse, Snow White, Cinderella, dan masih banyak lagi.  Dan rasanya tidak ada satu orangpun yang pernah membayangkan bahwa lewat kesungguhannya menggunakan dan mengembangkan talenta itu, ia berhasil mengumpulkan uang yang kemudian digunakannya untuk mendirikan sebuah taman bermain bagi anak-anak di seluruh dunia, yang dikenal dengan nama The Disneylands.
Saudara, mari kita bayangkan sejenak, kira-kira apa yang akan terjadi bila pada waktu itu Disney tidak sungguh-sungguh menyadari talenta yang ia miliki dan tidak berusaha untuk mengembangkannya dengan maksimal?  Tampaknya ia bukan hanya akan kehilangan seluruh kesuksesan yang telah ia raih selama ini, tetapi ia sendiripun tidak akan pernah menyadari bahwa di dalam dirinya ternyata tersimpan sebuah talenta yang begitu berharga, yang ketika ia kembangkan dapat menjadi berkat bagi orang-orang di seluruh dunia.  Saudara, bukan hanya Walt Disney, tetapi setiap kita di tempat ini pun juga telah dipercayakan mutiara talenta yang begitu berharga untuk kita kembangkan. Namun yang menjadi pertanyaan adalah apakah kita sudah menyadarinya?  Sudahkah kita menggunakannya secara maksimal?  Atau jangan-jangan mutiara talenta tersebut sama sekali belum kita sentuh dan belum kita kenali...

I.       Ada pembagian talenta-talenta dan terjadi perbedaan dalam pengelolaannya (tidak dibacakan)
Penjelasan
Saudara, persoalan mengenai talenta ini bukanlah satu persoalan yang dianggap sepele oleh Tuhan Yesus.  Ketika Yesus memberitakan kebenaran tentang kedatangan-Nya nanti yang kedua, issue mengenai talenta menjadi satu bagian penting yang disampaikan Yesus kepada murid-murid-Nya.  Waktu itu Yesus ingin, saat Ia pergi, para murid dapat setia menggunakan seluruh talenta yang telah dipercayakan pada mereka.  Yesus pun mengumpamakannya seperti seorang tuan kaya yang berencana untuk bepergian ke luar negeri dalam tempo yang cukup lama.  Sang tuan ini kemudian memanggil ketiga orang hambanya dan mempercayakan hartanya untuk dikelola oleh mereka.  Saudara, Yesus di sini sesungguhnya memberikan penggambaran yang sangat menarik.  Setiap kita mungkin tidak merasa heran ketika mendengar cerita seperti ini.  Namun, tidak demikian halnya kalau kita hidup di zaman dulu.  “Mempercayakan harta kepada hamba” adalah sebuah kejadian yang tidak biasa dan tidak akan pernah didengar oleh siapapun juga pada saat itu karena kedudukan seorang hamba dianggap sangat rendah.  Hamba di zaman dulu itu tidak punya kesempatan untuk memiliki sesuatu, bahkan atas hidupnya sendiri saja mereka tidak punya hak apa-apa.  Seumur hidup, mereka adalah milik tuannya.
Karena itulah, kesempatan untuk mengelola harta milik sang tuan sesungguhnya adalah suatu anugerah dan kepercayaan yang luar biasa.  Dan, kepercayaan yang tuannya berikan ini tidak main-main.  Hamba yang pertama diberi lima talenta, hamba yang kedua diberi dua, dan yang ketiga diberi satu talenta, masing-masing menurut kesanggupannya.  Saudara, talenta merupakan satuan mata uang yang terbesar di zaman itu.  Seorang pekerja kira-kira harus bekerja 20 tahun untuk bisa mendapatkan satu talenta saja, itupun tanpa dipotong biaya makan dan biaya hidup lainnya.  Jadi meskipun hanya mendapat satu talenta, jumlah tersebut bukanlah jumlah yang patut diremehkan dan lebih dari cukup bagi seorang hamba untuk mulai berusaha.  Dapatkah Saudara bayangkan bagaimana kira-kira perasaan ketiga hamba ini ketika diberi kepercayaan untuk mengelola harta tuannya yang begitu besar? 
Alkitab mengatakan bahwa hamba yang pertama dan kedua ini “segera pergi” untuk menjalankan uang tersebut.   Frasa “segera pergi” di sini sesungguhnya merupakan bukti bahwa mereka tahu dengan jelas tanggung jawab besar yang telah dipercayakan tuannya dan mereka pun langsung berusaha mengerjakannya tanpa ditunda.  Kedua hamba ini tidak hanya duduk berlipat tangan sambil menunggu keuntungan datang kepadanya, namun mereka sungguh-sungguh berusaha keras melangkahkan kakinya mencari keuntungan.  Dan benar saja, jerih payah mereka tidak sia-sia.  Kedua hamba ini dikatakan berhasil menggandakan uangnya serta meraih keuntungan sebanyak 100%.
Namun, hal ini kontras sekali dengan apa yang dilakukan oleh hamba ketiga.  Hamba yang memperoleh satu talenta ini lebih memilih untuk pergi dan menggali lobang di dalam tanah, lalu menyembunyikan uang tuannya di sana.  Saudara, kita memang tidak tahu apa yang menjadi alasan di balik semua tindakannya itu.  Alkitab sendiri pun tidak pernah memberikan gambaran yang jelas mengenai motif dari tindakannya.  Akan tetapi satu hal yang dapat kita ketahui bersama adalah bahwa menurut hukum rabinik pada zaman itu, tindakan menguburkan talenta merupakan tindakan yang dinilai paling aman untuk menghindari kerugian.  Jadi kalau mau dipikir secara logis, tindakan menguburkan talenta sebenarnya adalah tindakan paling tepat yang dapat ditempuh seseorang untuk membebaskannya dari kerugian yang mungkin terjadi.  Uang yang telah dipercayakan oleh tuannya ini tidak akan berkurang sedikitpun.  Tetapi yang menjadi permasalahannya adalah apakah itu yang dikehendaki oleh tuannya? Saudara, sebenarnya pembagian talenta ini dimaksudkan agar para hamba dapat bekerja bagi tuannya, dan bukannya berdiam diri seperti ini.  Pembagian talenta dimaksudkan untuk memampukan hamba ini meningkatkan keuntungan tuannya, dan bukannya dikubur tanpa memperoleh keuntungan sedikit pun. 

Ilustrasi
SS, beberapa waktu yang lalu seorang rekan saya bercerita dengan antusiasnya bahwa sekarang ia telah memiliki sebuah handphone yang baru.  Dengan wajah sumringah ia berkata, “Kamu tahu gak kalo handphone ini tuh adalah handphone yang sudah lama kuidam-idamkan!  Modelnya baru dan keren banget!”  Pada waktu itu saya benar-benar senang ketika mengetahui bahwa impiannya untuk memiliki handphone ini akhirnya terkabul juga.  Kemudian saya pun bertanya pada dia, “Memangnya di handphone-mu itu ada fasilitas apa aja seh?”  Kemudia dia menjawab, “Wahhh buaanyyaaaakkkkkk!  Semua bisa, lengkap deh pokoknya, namanya juga handphone canggih!”  “Berarti kamu uda bisa facebook-an dari handphone-mu dong?”  Dengan muka memerah dan tersenyum lebar dia berkata, “Nah itu dia masalahnya, gue kagak tau cara pakenya!!  Hehehe, ajarin dong!”  Oh Saudara, untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak, handphone yang begitu canggih, yang dilengkapi dengan fasilitas kamera, MP3, internet, face-book, e-mail, menjadi sia-sia karena hanya digunakan sebatas telepon dan sms!  Sungguh sangat disayangkan bukan?  Seluruh fitur canggih pada handphone tersebut akhirnya tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya hanya karena pemilik HP tersebut tidak berusaha untuk menggunakan dan mengoptimalkannya.

Aplikasi
Saudara-Saudara, mungkin kita saat ini bisa tersenyum-senyum geli ketika mendengar kisah “kegaptekan” rekan saya ini.  Tapi bukankah kalau mau jujur, kita pun seringkali “gaptek” di dalam mengenali talenta-talenta yang telah Tuhan percayakan pada kita?  Atau mungkin juga ada diantara kita yang sudah tahu apa talenta-talenta kita, namun belum menggunakannya secara maksimal?  Harus saya akui, saya pun pernah menjadi orang yang seperti ini.  Jangankan berusaha untuk mengembangkan talenta yang saya miliki, menggunakan pun rasanya sangat jarang.  Bahkan saya juga sempat tidak mengetahui apa yang menjadi talenta saya.  Namun saya kemudian disadarkan bahwa sesungguhnya talenta yang telah Tuhan percayakan itu bukan untuk disimpan, namun harusnya dipakai dan dikembalikan bagi kemuliaan Tuhan.  Hal ini pula yang Tuhan mau dari setiap engkau, Saudara, sadarilah bahwa sesungguhnya Tuhan telah memberikan pada kita mutiara talenta yang begitu berharga, yang sesuai dengan kapasitas dan panggilan kita di dunia ini.  Ada yang diberi talenta berbicara di depan audience, menyanyi, memimpin pujian, bermain drama, menggambar, fasih dalam berbicara, dan masih banyak lagi.  Ada pula diantara kita yang dipercaya lima, dua, atau mungkin hanya satu talenta.  Namun, apapun jenisnya dan berapapun jumlah talenta yang dipercayakan, kita tetap harus sungguh-sungguh menemukan, mengolah, dan menggunakannya bagi kemuliaan Tuhan serta menjadi berkat bagi orang-orang di sekitar kita. 
Dan ketahuilah Saudara bahwa setiap keputusan yang kita ambil, entah itu setia dalam mengelola talenta yang telah Tuhan percayakan maupun mengabaikannya begitu saja, sesungguhnya akan membawa kita pada suatu konsekuensi...

II.    Ada penghitungan atas pekerjaan mereka (tidak dibacakan)
Penjelasan
Saudara, kita kembali pada kisah Alkitab tadi. Lama setelah itu dikatakan bahwa sang tuan akhirnya pulang, lalu mengadakan perhitungan dengan ketiga orang hambanya.  Perhitungan pun dilakukan sesuai waktu dan urutannya, dimulai dari hamba pertama.  Hamba yang pertama datang bukan hanya dengan lima talenta yang dia terima, tetapi juga dengan lima talenta yang dihasilkannya.  Hamba ini dapat mendekati tuannya dengan perasaan bebas karena ia telah melakukan tanggung jawabnya dengan sungguh-sungguh dan setia.  Hamba ini mengakui dengan rasa syukur atas kesediaan tuannya memberikan sesuatu kepadanya.  Ini dapat dilihat dari pernyataan, “Tuan, lima talenta tuan percayakan kepadaku.  Kemudian dia melanjutkan, “lihat, aku telah beroleh laba lima talenta.”  “Lima talenta lainnya” ini berasal dari kata alla talanta (άλλα τάλαντα), yang memberikan suatu ekspresi penekanan; bukan hanya pada talenta-talenta yang sebelumnya telah ia miliki, namun juga pada talenta-talenta lain yang telah berhasil diperoleh.
Dan kesenangan itu menjadi semakin sempurna saat tuannya pun memberikan pujian serta hadiah kepada hamba tersebut, “Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia.  Engkau telah setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar.  Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.” 
         Hal yang sama rupanya dialami juga oleh hamba yang kedua.  Kemurahan hati tuannya ini ternyata tidak berkurang sedikit pun.  Sang tuan tetap memberikan penghargaan yang sama seperti yang telah diberikan pada hamba yang pertama.
Namun saat hamba yang ketiga datang untuk memberikan pertanggungjawaban, suasana pun berubah.  Bukannya segera mengembalikan uang tersebut, hamba ini justru mengeluarkan dulu sedikit perkataan, “Tuan, aku tahu bahwa tuan adalah manusia yang kejam yang menuai di tempat di mana tuan tidak menabur dan yang memungut di mana tuan tidak menanam.”  Saudara, coba perhatikan baik-baik.  Saat berbicara, hamba ini rupanya tetap menggunakan panggilan sopan yang sama dengan kedua hamba lainnya, yaitu “Sir” atau “tuan”, namun pada kenyataannya ia memiliki pandangan yang sangat berbeda mengenai tuannya.   Berbeda dengan kedua rekannya, hamba ini justru menganggap tuannya sebagai orang yang kejam, yang menuai di tempat di mana ia tidak menabur dan memungut di mana ia tidak menanam.  Karena alasan inilah hamba itu takut dan pergi menyembunyikan talenta tuannya di dalam tanah.
Saudara, hamba yang ketiga ini kemudian mencoba memberikan pertanggungjawaban kepada tuannya.  Dia mengandalkan dalih karena takut menanggung resiko, maka dia menggali lubang di dalam tanah dan menguburkan uangnya.  Akibatnya ia mampu berkata, “Ini, terimalah kepunyaan tuan!  Kata “ini” berasal dari kata ide (ϊδε) yang artinya look, yang seolah-olah mengatakan bahwa dia memang tidak dapat menggandakan talenta tersebut seperti yang dilakukan oleh teman-temannya, tetapi dia juga ingin menyampaikan bahwa talenta tuannya tersebut tidak berkurang sedikit pun.  Jadi kalau diterjemahkan, kurang lebih hamba itu berkata: “Look, you have what is yours.”  Terlihat sekali dari pernyataannya bahwa hamba tersebut berbicara seolah-olah yang dia lakukan itu bukanlah kesalahan besar.  Malah, tampaknya dia merasa layak memperoleh pujian atas sikapnya yang berhati-hati dengan menyimpan talenta itu di tempat yang aman dan tidak membahayakan.  Di sini ia mengira bahwa dalihnya itu akan berhasil sehingga dia akan selamat dari hukuman. 
Saudara, kalau mau dikoreksi, bukankah kita juga sering menciptakan alasan atas setiap kesalahan yang telah kita lakukan.  Pikiran kita otomatis bekerja untuk mencari alasan agar kita dapat terhindar dari hukuman yang mungkin akan kita alami.  Jika di dunia ini ada “sekolah khusus untuk membuat alasan”, maka setiap kita mungkin telah mendapatkan gelar doktor atau bahkan mungkin ada diantara kita yang sudah mendapatkan gelar profesor.  Betapa mudahnya kita menyalahkan orang-orang di sekitar kita dan bahkan pada Tuhan sendiri.  Di dunia, kita mungkin masih bisa berbuat begini. Tapi kelak, saat penghakiman-Nya tiba, kita tidak akan dapat berkelit lagi, persis seperti yang dialami hamba ketiga ini…
Secara mengejutkan, sang tuan ini justru berkata kepada hambanya (ay. 26-27), “Hai kamu, hamba yang jahat dan malas, jadi kamu sudah tahu, bahwa aku menuai di tempat di mana aku tidak menabur dan memungut dari tempat di mana aku tidak menanam?  Karena itu sudahlah seharusnya uangku itu kauberikan kepada orang yang menjalankan uang, supaya sekembalinya aku menerimanya serta dengan bunganya.”  Saudara, pada bagian ini sebenarnya sang tuan sedang mencoba untuk mengatakan bahwa jika sang hamba tahu kalau tuannya kejam, maka sudah sepatutnyalah ia melakukan kebalikan dari apa yang telah dilakukannya. Artinya, jika sang tuan adalah seorang yang kejam, bukankah hamba ini seharusnya menjadi lebih rajin dan lebih bersungguh-sungguh lagi untuk menyenangkan sang tuan? Setidaknya kalau bukan demi kasih maka rasa takut itulah yang harusnya membuat hamba ini bekerja. Atau jika sang hamba menganggap bahwa sang tuan menuai di tempat di mana ia tidak menabur, maka hal itu sesungguhnya tidak ada urusannya dengan diri sang hamba karena tuannyalah pemilik dari talenta tersebut dan ia jelas menghendaki supaya talenta itu dikembangkan.”  Saudara, dakwaan-dakwaan tersebut rupanya mampu menyadarkan dan membungkam hamba ini sehingga ia tidak dapat membela dirinya lagi.
Setelah memarahi hamba tersebut dan membuatnya jelas mengapa dia dipersalahkan, sang tuan pun mengambil tindakan yang sangat tegas. Katanya, “Sebab itu…”  Saudara, kata “sebab itu” sangatlah penting karena menunjukkan hubungan sebab akibat.  Di sini jelas sekali digambarkan bahwa tuannya itu bukan orang yang bertindak semena-mena.  Hamba yang telah diberi kepercayaan ini telah menyia-nyiakan kepercayaan yang tuannya telah berikan, “sebab itu” ia layak menerima konsekuensinya.

Ilustrasi
Saudara, suatu hari seorang sahabat saya mengirimkan sebuah sms singkat pada saya, “ntar kalo loe uda pulang cepet telepon gue yah.  Gue lagi bener-bener sedih!”  Saudara, tidak biasanya ia mengirim sms yang seperti ini.  Dengan penuh kecemasan, akhirnya saya pun segera meneleponnya dan bertanya ada masalah apa.  Dengan terisak ia pun menceritakan bahwa hari itu ia telah dipecat dari pekerjaannya di Jakarta.  Setelah ia cukup tenang, saya pun kemudian bertanya apa yang menyebabkan perusahaan tersebut memecatnya?  Sahabat saya ini kemudian bercerita kalau selama ini dia itu dianggap tidak menunjukkan kinerja yang baik selama bekerja di sana.  Sebagai karyawan, ia dinilai kurang bertanggung jawab menjalankan pekerjaannya sehingga perusahaan pun akhirnya memecatnya.  Saudara, setiap kita yang pernah bekerja tentu menyadari sekali akan aturan-aturan seperti ini.  Ada punishment yang akan perusahaan berikan kepada karyawan yang dinilai tidak bertanggung jawab menjalankan tanggung jawabnya.  Namun di balik itu, perusahaan pun akan menyediakan reward bagi karyawan yang dinilai baik dalam pekerjaannya.  Dan setiap kita bisa mengalami kejadian seperti yang teman saya alami.
Saudara,  jika perusahaan di dunia ini saja dapat memberlakukan aturan seperti ini, apalagi Tuhan yang jelas-jelas adalah pemilik seluruh hidup kita dan juga atas talenta-talenta kita.  Bukankah Ia jauh lebih berhak untuk meminta pertanggungjawaban setiap kita dalam menggunakan seluruh talenta yang telah Ia percayakan?

Aplikasi
Saudara, sadarilah bahwa menggunakan talenta itu bukan suatu pilihan, namun merupakan satu keharusan bagi setiap kita di tempat ini.  Ia memiliki tujuan-tujuan ilahi ketika mempercayakannya pada kita dan kita harus berusaha sekuat tenaga untuk mencapai tujuan tersebut.  Dan ada waktunya, di mana setiap kita harus mempertanggungjawabkan hal ini.  Pada saat penghakiman terakhir setiap kita akan dihakimi sesuai dengan kesetiaan kita menggunakan talenta yang telah Tuhan percayakan.  Saudara, kebenaran ini sesungguhnya bukan untuk menakut-nakuti setiap kita.  Tapi kita diajak untuk mengintropeksi diri kita, apakah selama ini kita telah setia dalam menggunakan apa yang telah Tuhan percayakan.  Selagi masih ada waktu, selagi masih ada kesempatan, mari pergunakan seluruh talenta itu dengan sebaik-baiknya.

Penutup
Jadi jelaslah Sdr bahwa talenta yang telah Tuhan percayakan adalah suatu anugerah yang luar biasa bagi kita.  Kita dapat dipercaya untuk melayani Allah dan juga menjadi rekan sekerja-Nya di tengah dunia ini.  Mari kita syukuri hal ini. Bertanggung jawablah untuk sungguh-sungguh menemukan, mengolah, dan menggunakannya bagi kemuliaan Tuhan serta menjadi berkat bagi orang di sekitar kita, sehingga kelak Tuhan akan bisa berkata, “Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia, engkau telah setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar.  Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.”  

Amin.