Ilustrasi: Bill Borden anak seaoarng
Hartawan Kristen: (Band Ketika kita melihat awan gelap=hujan dsb)
Khotbah ini Hub dgn ISIS/Mesir yg
membunuh isteri
Krn membaca Alkitab.
Yesus membawa pemisahan
Ay. 51 Bukan damai, melainkan
pertentangan. Yudaisme merupakan agama keluarga di mana para penganutnya
beribadah menurut kesatuan rumah tangga dan bukan perseorangan. Yesus sudah
melihat sebelumnya bahwa pernyataan-pernyataan-Nya akan memisahkan keluarga dan
akan mengharuskan dibuatnya keputusan pribadi.(Mengikut Yesus Keputusanku)
SEMUA orang senang
hidup rukun, damai dan tentram. Sedapat mungkin menghindari ketegangan atau
pertentangan. Kalau ada soal cepat-cepat harus diselesaikan atau dicarikan
solusi. Suasana damai dan tentram harus dijaga.
Tetapi bagaimana Sabda
Yesus hari ini: “Kamu sangka Aku datang membawa damai ke bumi? Bukan. Bukan
damai, melainkan pertentangan. Karena mulai sekarang ada pertentangan antara
lima orang dalam satu rumah, tiga melawan dua dan dua melawan tiga. Mereka akan
saling bertentangan: bapa melawan putranya, dan putra melawan bapanya, ibu
melawan putrinya, dan putri melawan ibunya, ibu mertua melawan menantu, dan
menantu melawan ibu mertua-nya.”
Bahkan Tuhan Yesus
masih menambahkan: “Aku datang melem-parkan api ke bumi dan betapa kudambakan
agar api itu selalu menyala.”
Apakah makudnya ini? Apakah Yesus mau mengacaukan keluarga?
Apakah Yesus mau mengacaukan masyarakat? Tentu tidak. Sebelum Yesus datang ke
dunia masyarakat sudah kacau. Sebelum Yesus datang ke keluarga kita, keluarga
kita juga sudah mengalami kekacauan, sebab kekacauan itu sudah melekat dalam
hidup manusia.
Kekacauan dalam
keluarga biasanya soal warisan, soal menantu, soal pengeluaran uang, soal
menyekolahkan anak, soal biaya pengobatan dsb. Tanpa Tuhan Yesus suasana kacau
sudah ada. Jadi kekacauan bukan karena Tuhan Yesus. Tuhan Yesus datang ke dunia
ini membawa ajaran baru tentang Kerajaan
Allah, tentang cintakasih dan tentang persaudaraan.
Dan api yang
dilemparkan ke bumi adalah Roh Kudus.
Dan Tuhan Yesus sudah sadar bahwa ajaran-Nya akan membawa pertentangan. Dengan
lain kata Tuhan Yesus memang mengizinkan adanya pertentangan dimana-mana,
tetapi bukan pertentangan siapa menang siapa kalah, bukan pertentangan soal
kuasa, bukan pertentangan soal kekayaan, tetapi pertentangan untuk mencari
kebenaran.
Sabda
Tuhan Yesus adalah kebenaran dan hidup.
Dan Roh Kudus yang dibawa oleh Tuhan akan membawa terang bagi orang yang
menerimanya. Maka pertentangan itu terjadi karena ada orang yang sudah mau
menerima penerangan dari Roh Kudus serta menerima kebenaran dari ajaran Yesus,
berhadapan dengan orang yang menutup diri dari kebenaran.
Dalam masyarakat pun belum tentu hal yang baik di terima. Karena ada orang yang menolak hal yang baik, agar kejahatannya tidak kelihatan.
Dalam masyarakat pun belum tentu hal yang baik di terima. Karena ada orang yang menolak hal yang baik, agar kejahatannya tidak kelihatan.
Ada orang menolak
usulan yang baik, soal demokrasi, karena yang menolak itu dapat mempertahankan
status mereka dan menggunakan kuasa untuk korupsi. Demikian pula dengan ajaran
Yesus. Kalau dalam keluarga yang dicari adalah kehendak sendiri, bukan apa yang
jadi kehendak Tuhan, maka pertentangan akan terjadi.
Percaya
atau tidak!
Ketika
kita melihat awan gelap mulai berarak,
maka dengan mudah kita menyimpulkan bahwa hujan akan segera tiba. Menurut
Yesus, mengambil kesimpulan bahwa Yesus adalah Mesias juga merupakan hal mudah,
bila orang mau melihat berbagai perbuatan kemesiasan-Nya. Sama mudahnya seperti
ketika orang melihat tanda-tanda cuaca dan kemudian menyimpulkan bahwa hari
akan terang atau malah akan turun hujan (54-56).
Tetapi tetap saja
banyak orang yang tidak mau atau tidak berani mengakui bahwa Yesus adalah
Mesias. Padahal sebagai orang-orang yang hidup pada zaman Yesus, mereka telah
menyaksikan dengan mata kepala sendiri tanda-tanda ajaib yang Dia lakukan, yang
membuktikan kemesiasan-Nya. Ini bisa terjadi karena mereka ikut-ikutan pendapat
pemimpin agama mereka tentang Yesus. Padahal seharusnya mereka bisa mengambil
kesimpulan sendiri tentang Yesus dan memutuskan bagaimana sikap mereka
sebenarnya terhadap Dia yang mereka kenal secara pribadi (57). Karena
bagaimanapun tiap orang akan dimintai pertanggungjawaban tentang hal itu. Berdasarkan
hal itulah akan terjadi pemisahan yang membuat manusia terbagi ke dalam
kelompok orang percaya dan yang tidak percaya. Bahkan dalam satu keluarga pun
bisa saja terjadi pemisahan. Dan dampak lanjut dari pemisahan ini adalah
kemarahan Allah yang akan menimpa mereka yang tidak percaya pada Kristus!
Kita yang hidup pada
masa kini tidak lagi secara langsung melihat karya Yesus. Tetapi semua kisah
itu dapat kita "lihat" melalui kesaksian Alkitab. Melalui Alkitab
pula kita melihat bagaimana Tuhan menyatakan diri dan kebenaran-Nya. Maka
setiap kita bertanggung jawab untuk memutuskan sikap kita pada Dia. Karena itu,
belajarlah firman Tuhan dengan seksama. Niscaya Roh Kudus akan mengajar kita
hingga sampai pada kesimpulan dan keputusan yang benar.
Pembicaraan
lebih lanjut tentang penderitaan-penderitaan-Nya
sendiri, yang sudah disadari-Nya, dan tentang penderitaan-penderitaan para
pengikut-Nya, yang Ia ingin agar mereka pun terus menyadarinya dalam kehidupan
mereka. Secara umum (ay. 49),
"Aku datang untuk melemparkan api ke bumi." Sebagian orang
mengartikan perkataan ini dengan pemberitaan Injil dan pencurahan Roh Kudus,
api suci. Api ini dikirim Kristus dengan tugas untuk memurnikan dunia, untuk
mengangkat sisa-sisa kotoran di dalamnya, dan untuk membakar sekamnya, dan api
itu telah menyala. Injil sudah mulai diberitakan, dan sudah ada persiapan bagi
pencurahan Roh Kudus. Kristus membaptis dengan Roh Kudus dan dengan api. Roh
ini turun dalam lidah-lidah api. Namun demikian, dari perkataan selanjutnya,
tampak bahwa api ini harus lebih dimengerti sebagai api penganiayaan. Kristus
bukanlah penyebab dari penganiayaan ini, sebab penganiayaan terjadi karena dosa
para pengacau, para penganiaya. Namun, Ia mengizinkannya, bahkan menugaskannya,
sebagai api yang memurnikan untuk menguji mereka yang dianiaya. Api itu telah
menyala dalam bentuk permusuhan orang-orang Yahudi yang tidak saleh terhadap
Kristus dan para pengikut-Nya. "Betapakah Aku harapkan api itu telah
menyala! Apa yang hendak kauperbuat, perbuatlah dengan segera. Jika api itu
telah menyala, apakah yang hendak Kuperbuat? Haruskah Aku menunggu sampai api
itu dipadamkan? Tidak, sebab api itu harus melekat kepada-Ku dan kepada semua
orang, dan dengannya Allah akan semakin dipermuliakan."
Ia sendiri harus menderita banyak hal, Ia harus melewati api yang telah
menyala ini (ay. 50),
"Aku harus menerima baptisan." Penderitaan-penderitaan biasanya
dibandingkan dengan api atau air (Mzm.
66:12; 69:2-3). Penderitaan-penderitaan Kristus adalah keduanya, api dan
air. Ia menyebut penderitaan-penderitaan-Nya ini sebuah baptisan (Mat.
20:22), sebab Ia dibenamkan di dalam air atau diperciki dengan air, seperti
Israel yang dibaptis dalam awan dan dibenamkan ke dalamnya, seperti Israel yang
dibaptis dalam laut (1Kor.
10:2). Ia harus diperciki dengan darah-Nya sendiri, dan dengan darah
musuh-musuh-Nya (Yes.
63:3).
Perhatikanlah di sini:
(1) Kristus sudah
melihat sebelumnya penderitaan-penderitaan-Nya. Penderitaan itu adalah
baptisan, bukan luapan air. Aku harus dibenamkan, bukan ditenggelamkan, di
dalamnya. Ia menyebutnya dengan suatu istilah yang menguduskan segala
penderitaan-Nya itu, sebab baptisan adalah nama yang menguduskan penderitaan
itu, sebab baptisan adalah upacara yang kudus. Kristus dalam penderitaan-Nya
mempersembahkan diri-Nya bagi kehormatan Bapa-Nya, dan menahbiskan diri-Nya
sebagai imam untuk selama-lamanya (Ibr.
7:27-28).
(2) Keberanian Kristus dalam menghadapi penderitaan-Nya:
"Betapakah Aku harapkan api itu telah menyala!" Ia rindu akan saat Ia
harus menderita dan wafat, mata-Nya tertuju pada kemuliaan yang akan diperoleh
dari penderitaan-penderitaan-Nya. Penderitaan-penderitaan Kristus adalah
kesengsaraan jiwa-Nya, yang dengan senang hati dijalani-Nya, dengan harapan
bahwa melalui penderitaan itu Ia akan melihat keturunan-Nya (Yes.
53:10-11). Betapa hati-Nya terpatri pada penebusan dan keselamatan umat
manusia.
. Ia memberi tahu
mereka yang ada di sekeliling-Nya bahwa mereka juga harus menanggung berbagai
kesusahan dan kesulitan (ay. 51):
"Kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi, untuk
memberimu ketenangan dalam memiliki bumi, dan hidup berkelimpahan secara
lahiriah di dalamnya?" Di sini tersirat bahwa mereka cenderung berpikiran
seperti ini, malah bahwa mereka terus beranggapan demikian, bahwa Injil akan
diterima di mana-mana, bahwa semua orang akan memeluknya dengan suara bulat dan
bahwa oleh sebab itu mereka akan berusaha membuat para pengabarnya merasa
tenang dan hebat, bahwa Kristus, kalaupun Ia tidak memberi mereka kemegahan dan
kekuasaan, setidaknya akan memberi mereka kedamaian. Dalam hal ini mereka
didorong oleh bacaan-bacaan dari Perjanjian Lama yang berbicara tentang
kedamaian dalam kerajaan Mesias, yang hanya ingin mereka mengerti sebagai
kedamaian lahiriah. "Tetapi," kata Kristus, "kamu keliru, sebab
apa yang akan terjadi justru bertentangan dengan itu, dan karena itu janganlah
kamu menghibur dirimu dengan gambaran Firdaus orang-orang bodoh. Kamu akan
melihat":
(1) "Bahwa pemberitaan Injil akan
mengakibatkan pertentangan." Rancangan Injil dan kuasanya yang benar
memang untuk menyatukan anak-anak manusia satu dengan yang lain, untuk
mengumpulkan mereka bersama-sama dalam jalinan kasih yang kudus, dan jika
mereka semua mau menerimanya, maka itulah yang akan dihasilkan. Akan tetapi,
nyatanya, ada orang banyak yang bukan hanya tidak mau menerima Injil, tetapi
juga menentangnya, yang marah karena kejahatan-kejahatan mereka diusik olehnya,
dan berang terhadap orang-orang yang menerimanya. Semuanya ini memberikan kesempatan,
meskipun bukan penyebab, bagi adanya pertentangan itu. Ketika orang kuat dan
bersenjata menjaga rumahnya, di dunia orang-orang bukan-Yahudi, maka amanlah
segala miliknya. Segalanya serba tenang, karena semua orang menuju ke arah yang
sama, para filsuf dengan berbagai aliran mereka dapat hidup rukun satu sama
lain, begitu pula dengan para penyembah ilah-ilah yang beraneka ragam. Tetapi
ketika Injil diberitakan, dan banyak orang diterangi olehnya, dan berbalik dari
kuasa Iblis kepada Allah, maka timbullah suatu gejolak, suatu suara
berderak-derak (Yeh.
37:7). Sebagian orang memisahkan diri mereka dengan memeluk Injil, dan ini
membuat yang lain marah. Ya, bahkan di antara orang-orang yang menerima Injil
akan ada berbagai pendapat dan perasaan yang berbeda dalam menanggapi
perkara-perkara kecil, dan ini akan mengakibatkan pertentangan, yang
diperbolehkan Kristus demi tujuan-tujuan yang kudus (1Kor.
11:18), yaitu agar orang-orang Kristen dapat belajar dan berlaku sabar satu
sama lain (Rm.
14:1-2).
(2) "Bahwa
pertentangan ini akan dialami juga oleh keluarga-keluarga, dan pemberitaan
Injil akan menimbulkan perpecahan di antara kerabat-kerabat terdekat" (ay.
53):
ayah melawan anaknya laki-laki dan anak laki-laki melawan ayahnya. Ini terjadi
apabila yang satu menjadi Kristen dan yang lain tidak, sebab yang menjadi
Kristen akan bersemangat untuk mempertobatkan yang lain dengan perkataan dan
tindakan kasih (1Kor.
7:16). Paulus, segera setelah ia bertobat, bersoal jawab (Kis.
9:29). Orang yang terus tidak percaya akan merasa berang dan akan membenci
serta menganiaya orang yang melalui iman dan ketaatannya bersaksi melawan dan
mencela ketidakpercayaan serta ketidaktaatan mereka. Semangat fanatisme dan
penganiayaan akan memutuskan tali persaudaraan dan kasih sayang yang paling
kuat (lih. Mat.
10:35 dan Mat.
24:7. Amen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar