Senin, 22 Agustus 2016

Khotbah Minggu 14 Agustus 2016 Luk 12: 49-56 “Memilih dan Memutuskan Yang Benar Dalam Tuhan”



Ilustrasi: Bill Borden anak seaoarng Hartawan Kristen: (Band Ketika kita melihat awan gelap=hujan dsb)
Khotbah ini Hub dgn ISIS/Mesir yg membunuh isteri
Krn membaca Alkitab.

Yesus membawa pemisahan
Ay. 51 Bukan damai, melainkan pertentangan. Yudaisme merupakan agama keluarga di mana para penganutnya beribadah menurut kesatuan rumah tangga dan bukan perseorangan. Yesus sudah melihat sebelumnya bahwa pernyataan-pernyataan-Nya akan memisahkan keluarga dan akan mengharuskan dibuatnya keputusan pribadi.(Mengikut Yesus Keputusanku)
SEMUA orang senang hidup rukun, damai dan tentram. Sedapat mungkin menghindari ketegangan atau pertentangan. Kalau ada soal cepat-cepat harus diselesaikan atau dicarikan solusi. Suasana damai dan tentram harus dijaga.
Tetapi bagaimana Sabda Yesus hari ini: “Kamu sangka Aku datang membawa damai ke bumi? Bukan. Bukan damai, melainkan pertentangan. Karena mulai sekarang ada pertentangan antara lima orang dalam satu rumah, tiga melawan dua dan dua melawan tiga. Mereka akan saling bertentangan: bapa melawan putranya, dan putra melawan bapanya, ibu melawan putrinya, dan putri melawan ibunya, ibu mertua melawan menantu, dan menantu melawan ibu mertua-nya.”
Bahkan Tuhan Yesus masih menambahkan: “Aku datang melem-parkan api ke bumi dan betapa kudambakan agar api itu selalu menyala.”
Apakah makudnya ini? Apakah Yesus mau mengacaukan keluarga? Apakah Yesus mau mengacaukan masyarakat? Tentu tidak. Sebelum Yesus datang ke dunia masyarakat sudah kacau. Sebelum Yesus datang ke keluarga kita, keluarga kita juga sudah mengalami kekacauan, sebab kekacauan itu sudah melekat dalam hidup manusia.
Kekacauan dalam keluarga biasanya soal warisan, soal menantu, soal pengeluaran uang, soal menyekolahkan anak, soal biaya pengobatan dsb. Tanpa Tuhan Yesus suasana kacau sudah ada. Jadi kekacauan bukan karena Tuhan Yesus. Tuhan Yesus datang ke dunia ini membawa ajaran baru tentang Kerajaan Allah, tentang cintakasih dan tentang persaudaraan.
Dan api yang dilemparkan ke bumi adalah Roh Kudus. Dan Tuhan Yesus sudah sadar bahwa ajaran-Nya akan membawa pertentangan. Dengan lain kata Tuhan Yesus memang mengizinkan adanya pertentangan dimana-mana, tetapi bukan pertentangan siapa menang siapa kalah, bukan pertentangan soal kuasa, bukan pertentangan soal kekayaan, tetapi pertentangan untuk mencari kebenaran.
Sabda Tuhan Yesus adalah kebenaran dan hidup. Dan Roh Kudus yang dibawa oleh Tuhan akan membawa terang bagi orang yang menerimanya. Maka pertentangan itu terjadi karena ada orang yang sudah mau menerima penerangan dari Roh Kudus serta menerima kebenaran dari ajaran Yesus, berhadapan dengan orang yang menutup diri dari kebenaran.
Dalam masyarakat pun belum tentu hal yang baik di terima. Karena ada orang yang menolak hal yang baik, agar kejahatannya tidak kelihatan.
Ada orang menolak usulan yang baik, soal demokrasi, karena yang menolak itu dapat mempertahankan status mereka dan menggunakan kuasa untuk korupsi. Demikian pula dengan ajaran Yesus. Kalau dalam keluarga yang dicari adalah kehendak sendiri, bukan apa yang jadi kehendak Tuhan, maka pertentangan akan terjadi.

Percaya atau tidak!
Ketika kita melihat awan gelap mulai berarak, maka dengan mudah kita menyimpulkan bahwa hujan akan segera tiba. Menurut Yesus, mengambil kesimpulan bahwa Yesus adalah Mesias juga merupakan hal mudah, bila orang mau melihat berbagai perbuatan kemesiasan-Nya. Sama mudahnya seperti ketika orang melihat tanda-tanda cuaca dan kemudian menyimpulkan bahwa hari akan terang atau malah akan turun hujan (54-56).
Tetapi tetap saja banyak orang yang tidak mau atau tidak berani mengakui bahwa Yesus adalah Mesias. Padahal sebagai orang-orang yang hidup pada zaman Yesus, mereka telah menyaksikan dengan mata kepala sendiri tanda-tanda ajaib yang Dia lakukan, yang membuktikan kemesiasan-Nya. Ini bisa terjadi karena mereka ikut-ikutan pendapat pemimpin agama mereka tentang Yesus. Padahal seharusnya mereka bisa mengambil kesimpulan sendiri tentang Yesus dan memutuskan bagaimana sikap mereka sebenarnya terhadap Dia yang mereka kenal secara pribadi (57). Karena bagaimanapun tiap orang akan dimintai pertanggungjawaban tentang hal itu. Berdasarkan hal itulah akan terjadi pemisahan yang membuat manusia terbagi ke dalam kelompok orang percaya dan yang tidak percaya. Bahkan dalam satu keluarga pun bisa saja terjadi pemisahan. Dan dampak lanjut dari pemisahan ini adalah kemarahan Allah yang akan menimpa mereka yang tidak percaya pada Kristus!
Kita yang hidup pada masa kini tidak lagi secara langsung melihat karya Yesus. Tetapi semua kisah itu dapat kita "lihat" melalui kesaksian Alkitab. Melalui Alkitab pula kita melihat bagaimana Tuhan menyatakan diri dan kebenaran-Nya. Maka setiap kita bertanggung jawab untuk memutuskan sikap kita pada Dia. Karena itu, belajarlah firman Tuhan dengan seksama. Niscaya Roh Kudus akan mengajar kita hingga sampai pada kesimpulan dan keputusan yang benar.
Pembicaraan lebih lanjut tentang penderitaan-penderitaan-Nya sendiri, yang sudah disadari-Nya, dan tentang penderitaan-penderitaan para pengikut-Nya, yang Ia ingin agar mereka pun terus menyadarinya dalam kehidupan mereka. Secara umum (ay. 49), "Aku datang untuk melemparkan api ke bumi." Sebagian orang mengartikan perkataan ini dengan pemberitaan Injil dan pencurahan Roh Kudus, api suci. Api ini dikirim Kristus dengan tugas untuk memurnikan dunia, untuk mengangkat sisa-sisa kotoran di dalamnya, dan untuk membakar sekamnya, dan api itu telah menyala. Injil sudah mulai diberitakan, dan sudah ada persiapan bagi pencurahan Roh Kudus. Kristus membaptis dengan Roh Kudus dan dengan api. Roh ini turun dalam lidah-lidah api. Namun demikian, dari perkataan selanjutnya, tampak bahwa api ini harus lebih dimengerti sebagai api penganiayaan. Kristus bukanlah penyebab dari penganiayaan ini, sebab penganiayaan terjadi karena dosa para pengacau, para penganiaya. Namun, Ia mengizinkannya, bahkan menugaskannya, sebagai api yang memurnikan untuk menguji mereka yang dianiaya. Api itu telah menyala dalam bentuk permusuhan orang-orang Yahudi yang tidak saleh terhadap Kristus dan para pengikut-Nya. "Betapakah Aku harapkan api itu telah menyala! Apa yang hendak kauperbuat, perbuatlah dengan segera. Jika api itu telah menyala, apakah yang hendak Kuperbuat? Haruskah Aku menunggu sampai api itu dipadamkan? Tidak, sebab api itu harus melekat kepada-Ku dan kepada semua orang, dan dengannya Allah akan semakin dipermuliakan."
 Ia sendiri harus menderita banyak hal, Ia harus melewati api yang telah menyala ini (ay. 50), "Aku harus menerima baptisan." Penderitaan-penderitaan biasanya dibandingkan dengan api atau air (Mzm. 66:12; 69:2-3). Penderitaan-penderitaan Kristus adalah keduanya, api dan air. Ia menyebut penderitaan-penderitaan-Nya ini sebuah baptisan (Mat. 20:22), sebab Ia dibenamkan di dalam air atau diperciki dengan air, seperti Israel yang dibaptis dalam awan dan dibenamkan ke dalamnya, seperti Israel yang dibaptis dalam laut (1Kor. 10:2). Ia harus diperciki dengan darah-Nya sendiri, dan dengan darah musuh-musuh-Nya (Yes. 63:3).
Perhatikanlah di sini:
(1) Kristus sudah melihat sebelumnya penderitaan-penderitaan-Nya. Penderitaan itu adalah baptisan, bukan luapan air. Aku harus dibenamkan, bukan ditenggelamkan, di dalamnya. Ia menyebutnya dengan suatu istilah yang menguduskan segala penderitaan-Nya itu, sebab baptisan adalah nama yang menguduskan penderitaan itu, sebab baptisan adalah upacara yang kudus. Kristus dalam penderitaan-Nya mempersembahkan diri-Nya bagi kehormatan Bapa-Nya, dan menahbiskan diri-Nya sebagai imam untuk selama-lamanya (Ibr. 7:27-28).
(2) Keberanian Kristus dalam menghadapi penderitaan-Nya: "Betapakah Aku harapkan api itu telah menyala!" Ia rindu akan saat Ia harus menderita dan wafat, mata-Nya tertuju pada kemuliaan yang akan diperoleh dari penderitaan-penderitaan-Nya. Penderitaan-penderitaan Kristus adalah kesengsaraan jiwa-Nya, yang dengan senang hati dijalani-Nya, dengan harapan bahwa melalui penderitaan itu Ia akan melihat keturunan-Nya (Yes. 53:10-11). Betapa hati-Nya terpatri pada penebusan dan keselamatan umat manusia.
. Ia memberi tahu mereka yang ada di sekeliling-Nya bahwa mereka juga harus menanggung berbagai kesusahan dan kesulitan (ay. 51): "Kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi, untuk memberimu ketenangan dalam memiliki bumi, dan hidup berkelimpahan secara lahiriah di dalamnya?" Di sini tersirat bahwa mereka cenderung berpikiran seperti ini, malah bahwa mereka terus beranggapan demikian, bahwa Injil akan diterima di mana-mana, bahwa semua orang akan memeluknya dengan suara bulat dan bahwa oleh sebab itu mereka akan berusaha membuat para pengabarnya merasa tenang dan hebat, bahwa Kristus, kalaupun Ia tidak memberi mereka kemegahan dan kekuasaan, setidaknya akan memberi mereka kedamaian. Dalam hal ini mereka didorong oleh bacaan-bacaan dari Perjanjian Lama yang berbicara tentang kedamaian dalam kerajaan Mesias, yang hanya ingin mereka mengerti sebagai kedamaian lahiriah. "Tetapi," kata Kristus, "kamu keliru, sebab apa yang akan terjadi justru bertentangan dengan itu, dan karena itu janganlah kamu menghibur dirimu dengan gambaran Firdaus orang-orang bodoh. Kamu akan melihat":
(1) "Bahwa pemberitaan Injil akan mengakibatkan pertentangan." Rancangan Injil dan kuasanya yang benar memang untuk menyatukan anak-anak manusia satu dengan yang lain, untuk mengumpulkan mereka bersama-sama dalam jalinan kasih yang kudus, dan jika mereka semua mau menerimanya, maka itulah yang akan dihasilkan. Akan tetapi, nyatanya, ada orang banyak yang bukan hanya tidak mau menerima Injil, tetapi juga menentangnya, yang marah karena kejahatan-kejahatan mereka diusik olehnya, dan berang terhadap orang-orang yang menerimanya. Semuanya ini memberikan kesempatan, meskipun bukan penyebab, bagi adanya pertentangan itu. Ketika orang kuat dan bersenjata menjaga rumahnya, di dunia orang-orang bukan-Yahudi, maka amanlah segala miliknya. Segalanya serba tenang, karena semua orang menuju ke arah yang sama, para filsuf dengan berbagai aliran mereka dapat hidup rukun satu sama lain, begitu pula dengan para penyembah ilah-ilah yang beraneka ragam. Tetapi ketika Injil diberitakan, dan banyak orang diterangi olehnya, dan berbalik dari kuasa Iblis kepada Allah, maka timbullah suatu gejolak, suatu suara berderak-derak (Yeh. 37:7). Sebagian orang memisahkan diri mereka dengan memeluk Injil, dan ini membuat yang lain marah. Ya, bahkan di antara orang-orang yang menerima Injil akan ada berbagai pendapat dan perasaan yang berbeda dalam menanggapi perkara-perkara kecil, dan ini akan mengakibatkan pertentangan, yang diperbolehkan Kristus demi tujuan-tujuan yang kudus (1Kor. 11:18), yaitu agar orang-orang Kristen dapat belajar dan berlaku sabar satu sama lain (Rm. 14:1-2).
(2) "Bahwa pertentangan ini akan dialami juga oleh keluarga-keluarga, dan pemberitaan Injil akan menimbulkan perpecahan di antara kerabat-kerabat terdekat" (ay. 53): ayah melawan anaknya laki-laki dan anak laki-laki melawan ayahnya. Ini terjadi apabila yang satu menjadi Kristen dan yang lain tidak, sebab yang menjadi Kristen akan bersemangat untuk mempertobatkan yang lain dengan perkataan dan tindakan kasih (1Kor. 7:16). Paulus, segera setelah ia bertobat, bersoal jawab (Kis. 9:29). Orang yang terus tidak percaya akan merasa berang dan akan membenci serta menganiaya orang yang melalui iman dan ketaatannya bersaksi melawan dan mencela ketidakpercayaan serta ketidaktaatan mereka. Semangat fanatisme dan penganiayaan akan memutuskan tali persaudaraan dan kasih sayang yang paling kuat (lih. Mat. 10:35 dan Mat. 24:7. Amen

Tidak ada komentar: