Rabu, 05 Maret 2014

"TRI TUGAS PANGGILAN GEREJA"



I. PENDAHULUAN
Gereja sebagai institusi adalah perwujudnyataan dari Tubuh Kristus di tengah-tengah dunia yang terpanggil sebagai pengemban misi Kerajaan Allah. Esensi dari keterpanggilan tersebut adalah untuk menyampaikan kabar keselamatan ke tengah-tengah dunia agar semua dunia (dalam semua aspek kehidupannya) diselamatkan. Untuk itu gereja terpanggildalam tri tugas panggilannya, yaitu: persekutuan (koinonia), kesaksian (marturia) dan pelayanan (diakonia). Di dalam tritugas pokok tersebut, dipahami bahwa pelayanan gereja yang diinginkan adalah pelayanan yang holistik (aspek rohani dan aspek jasmani). Oleh sebab itu ketiganya tidak terpisahkan satu sama lain.
II. PENJELASAN 
1. KOINONIA 
Pengertian
Secara sederhana koinonia berarti persekutuan (fellowship, communion). Defenisi ini menunjuk pada hubungan kemitraan orang-orang percaya dalam berbagi, apa yang diterima dari Tuhan (anugerah-grace), berpartisipasi dalam misi Tuhan serta memberikan kontribusi dalam kehidupan jemaat.

Dasar alkitabiah dari koinonia adalah doa Tuhan Yesus seperti tertulis dalam Kitab Yohanes 17:21 yang mengatakan: "supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau ya Bapa, di dalam Aku, dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam kita, supaya dunia percaya bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku". Demikian juga gaya hidup berbagi yang ditunjukkan oleh orang Kristen mula-mula, mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan (koinonia), dan mereka selalu berkumpul untuk memecah roti dan berdoa.

Dasar Teologia
Dasar pertama dan utama koinonia adalah keesaan Tuhan. Menurut Kitab Perjanjian Lama dan sesuai dengan iman orang Yahudi, hanya satu Tuhan. Orang beriman dan yang taat kepada Tuhan dikalangan orang Yahudi mengucapkan apa yang dikatakan"shema" dua kali sehari (pagi dan sore/malam). Shema ini dimulai dengan kata-kata, "Dengarlah hai orang Israel, Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu Esa" (Ulangan 6:4-6). Demikian juga dengan perintah dalam kesepuluh titah, menekankan kepatuhan kepada Tuhan Yang Esa.
Kalau KEKRISTENAN menekankan konsep trinitas, di mana Yesus Kristus dan Roh Kudus juga adalah TUHAN, sesungguhnya tidaklah bertentangan dengan konsep monoteistik Yahudi, karena sesungguhnya Allah Bapa, Allah Anak dan Allah Roh Kudus adalah satu (band. Doa Tuhan Yesus untuk kesatuan umat percaya dalam Yohanes 17 dan Kejadian 18). Dalam istilah Yunani ada istilah perichoresis yang mengungkapkan pemahaman akan ketritunggalan Allah. Ini menunjukkan kesatuan yang sangat intim di antara tiga Allah yang tunggal (TRINITATIS). Dengan istilah ini kita bisa memahami lebih baik hubungan antara Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus. Dengan demikian juga kita akan memahami lebih dalam akan arti persekutuan dengan Allah dan dengan sesama.
Semua umat di dunia ini terpanggil untuk berpartisipasi dan ambil bagian dalam kepenuhan hidup dan memberikan kontribusi yang terbaik di dunia. Dengan pemahaman ini, maka kita juga terpanggil ke dalam satu persekutuan (koinonia). Hubungan kita dengan Tuhan, dan hubungan dengan sesama manusia dan ciptaan lainnya menjadi dasar berfikir dari koinonia sendiri.
Pemahaman akan kosmos juga penting dalam hal ini. Dunia (kosmos)-ciptaan adalah suatu bentuk komunikasi diri Allah dalam anugerah. Dalam rencana penyelamatan Allah, alam juga ikut diselamatkan. Dan Tuhan memanggil kita semua untuk terlibat dalam proses penyelamatan itu dan memainkan peranan mewujudkan rencana Tuhan melalui pekerjaan yang diberikan kepada kita masing-masing.
Dalam 1Yohanes 1:3 dikatakan "persekutuan kami adalah persekutuan dengan Bapa dan dengan AnakNya Yesus Kristus". Persekutuan ini adalah secara khusus istilah KEKRISTENAN yang menunjuk pada partisipasi bersama dalam anugerah Allah, keselamatan dari Yesus Kristus dan persekutuan Roh Kudus. Kepemilikan Allah Bapa, Anak dan Roh Kuduslah yang menjadikan mereka satu. Pernyataan rasuli ini menunjukkan bahwa koinonia umat manusia muncul secara spontan dari persekutuan/kesatuan/koinonia Tuhan. Jadi tugas gereja yang sesungguhnya juga adalah membawa orng lebih dekat pada persekutuan dengan Allah.

Hubungan Kemitraan
Ada banyak ayat-ayat dalam Alkitab yang mendasari kita untuk memiliki hubungan kemitraan baik untuk hidup di dunia ini, maupun untuk secara khusus menunaikan atau merealisasikan kehadiran kerajaan Allah ditengah-tengah dunia ini. Tidak ada satu orang pun yang bisa hidup sendirian di dunia ini, dengan kemitraanlah orang Kristen dapat merealisasikan kehadiran Kerajaan Allah di dunia ini. Dalam hubungan kemitraan semua pihak dituntut untuk berpartisipasi. Ide berpartisipasi dalam hal ini sangat penting. Dalam arti yang sangat nyata, sifat kemurahan hati harus nampak. Kemurahan hati yang menunjukkan dirinya dalam ungkapan realistis seperti suka memberi. Jadi seseorang yang masuk dalam koinonia (persekutuan Kristen) tidak boleh menyembunyikan (manghomolhomol) apa yang dimiliki untuk dirinya sendiri (band. Kisah 2:41-47)
Semangat Hidup Berbagi
Koinonia pada dasarnya adalah semangat berbagi dengan kemurahan hati. Kemauan untuk berbagi sangat berbeda, bahkan kontradiktif dengan gaya hidup egoisme, individualisme dan mementingkan diri sendiri. Sama halnya dalam pernikahan. Dua orang sepakat untuk memasuki satu dunia baru, yakni dunia rumah tangga. Hal ini berarti apa saja yang mereka miliki adalah milik bersama dan untuk dinikmati, dijaga dan dirawat bersama. Gaya hidup demikianlah yang ditunjukkan oleh jemaat mula-mula. Mereka berbagi dengan kemurahan dan semua harta milik mereka dianggap sebagai milik bersama. Jadi dalam hal ini semua yang masuk dalam koinonia berbagi dalam segala hal, termasuk talenta, pengalaman, harta milik dan kekhususan-kekhususan dalam diri seseorang. Jadi koinonia atau persekutuan adalah konsep Perjanjian Baru yang sangat kaya. Orang Kristen dituntut untuk mampu berbagi satu dengan yang lain, sehati, sejiwa dan segala milik mereka dipahami sebagai milik bersama.

Solidaritas Orang Percaya
Satu dasar berfikir yang sangat penting dalam koinonia orang Kristen adalah solidaritas. Konsep koinonia bukanlah konsesp yang superficial (dangkal), tetapi sesungguhnya nyata dalam hidup yang bisa dengan mudah diidentifikasikan. Koinonia itu haruslah sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Rasul Paulus, "bersukacitalah dengan orang-orang yang bersukacita dan menangislah dengan orng yang menangis" (Roma 12:15). Rasa solidaritas adalah karakteristik yang tidak terpisahkan dari kehidupan berkoinonia. Tanpa solidaritas, maka koinonia itu akan mati dan sebaliknya dengan solidaritas apa dan bagaimanapun tantangan jaman, persekutuan orang percaya tidak akan terusik.


"MENDIRIKAN MEZBAH KELUARGA"

Bahan untuk Perenungan pada Retreat Pasutri Gereja Kristus Cibinong. Siapakah Yosua? Yosua bin Nun lahir di Mesir. Ia berasal dari keturunan Yusuf. Keluarga Efraim, ia dikenal sebagai pengganti Musa untuk memimpin bangsa Israel merebut tanah Kanaan. Arti Nama Yosua adalah "Tuhan adalah keselamatanku". Yosua mengawali pelayanannya sebagai abdi Musa pada usia 20 tahun (Bil 11:28) sebagai pemimpin/kepala suku pada usia 30 tahun (dewasa awal Bil 13:1-3,16), dan sebagai pengganti Musa pada usia 50 tahun atau sekitar usia 60 tahun. Sesungguhnya ia telah mengabdikan tiga perempat dari masa hidupnya untuk pekerjaan Tuhan. Ia mengakhiri masa hidupnya dalam usia 110 tahun. Pemimpin Rangkap Pelayanan Yosua membuktikan bahwa ia termasuk seorang pemimpin bangsa Israel. Ia juga disegani kalangan tua-tua Israel sejak bangsa itu keluar dari tanah Mesir dan menetap Timnat-Serah. Yosua sangat cakap menangani masalah kemiliteran, sehingga mampu untuk mengalahkan orang-orang Amalek dan musuh-musuh di tanah Kanaan. Sebagai pengganti Musa, ia juga menjadi pengurus kemah Suci untuk menyelenggarakan ibadah, jadi fungsi Yosua sebagai pemimpin bukan hanya meliputi hal-hal rohani, melainkan juga hal-hal jasmani. Yosua dan seisi keluarganya berkomitmen untuk menyembah Allah yang hidup Yosua 24: 15 Kita memerlukan keluarga-keluarga yang berkomitment mencetak masyarakat Jenius Cara Alkitab Keluarga adalah satuan terkecil yang sangat diperhitungkan oleh Tuhan Keluarga yang menyembah Tuhan, melakukan latihan beribadah….akan menjadi keluarga Jenius Cara Alkitab. 1.Tuhanlah yang Membentuk Keluarga Tuhanlah yang membentuk sebuah lembaga keluarga dimana ada Suami, Istri, dan suami istri ini diperintahkan untuk beranak cucu dan bertambah banyak. Walaupun bangsa Israel memandang rendah perempuan dan anak-anak, namun demikian Tuhan tetap menghargai perempuan dan anak-anak sebagai bagian dari keluarga yang sangat berharga di mata-Nya untuk menggenapkan maksud dan rencana-Nya, Ulangan 31: 11-13, Yosua 8:35, Doa pertobatan Ezra diikuti oleh pertobatan keluarga demi keluarga (Ez 10:1), perayaan pentahbisan tembok Yerusalem dirayakan dengan penuh sukacita oleh keluarga-keluarga Neh 12:43. 2. Tuhan Menyelamatkan Manusia dengan Satuan Keluarga Ketika di Kejadian pasal 6 Tuhan akan mengakhiri hidup segala mahluk, satuan terkecil yang Tuhan selamatkan dari umat manusia bukanlah perorangan, Nuh saja , melainkan satuan keluarga. Kejadian 6:18 Tetapi dengan engkau Aku akan mengadakan perjanjian-Ku, dan engkau akan masuk ke dalam bahtera itu: engkau bersama-sama dengan anak-anakmu dan isterimu dan isteri anak-anakmu. Kerinduan Tuhan adalah tiap orang diselamatkan, dan tiap orang yang diselamatkan itu dapat membawa keluarganya datang kepada Tuhan. • Seorang Pegawai istana di Kapernaum percaya pada Yesus, bahkan seluruh keluarganya ikut menjadi percaya . Yohanes 4: 53 • Kepala Penjara Filipi percaya dan ia beserta keluarganya dibabtiskan Kisah Para Rasul 16:33 Pada jam itu juga kepala penjara itu membawa mereka dan membasuh bilur mereka. Seketika itu juga ia dan keluarganya memberi diri dibaptis. • Rahab dan seisi keluarganya diselamatkan, bahkan kaum keluarganya Yosua 6:23 • Lot dan seisi keluarganya diselamatkan dari hukuman Tuhan atas Sodom dan Gomora , karna Tuhan mengingat pertalian keluarga antara Lot dan Abraham Kej 19:29 3. Hukuman Tuhan atas keluarga • Akhan berdosa, ia dan seisi keluarganya mendapatkan hukuman Yosua 7:24 • Imam Eli dan anak-anaknya dihukum Tuhan I Samuel 2:27-36 • Ananias dan Safira dihukum Tuhan. Kis 5:1-11 4. Tuhan ingin keluarga kita jadi saksi/ jadi berkat Syarat seorang Diaken adalah keluarganya hidup menyenangkan hati Tuhan; • I Timotius 3:4-5, 12 seorang kepala keluarga yang baik, disegani dan dihormati oleh anak-anaknya. 5. Apa itu Mezbah Keluarga? Matius 18 18:20 Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka.” Mendirikan Mezbah keluarga sama saja dengan menghadirkan Tuhan sebagai Tuan atas rumah tangga kita Sebuah keluarga yang berkumpul bersama untuk • Memuji Tuhan bersama, dalam puji-pujian ada kuasa merobohkan tembok kemustahilan (Yerikho), melepaskan belenggu-belenggu ( Paulus dan Silas di penjara), mendatangkan hadirat Tuhan (Maz 22:4), mengusir hadirat Iblis ( Saulus dan Kecapi Daud) , dll • Membaca Alkitab bersama. Kegunaan membaca Alkitab bersama adalah: II Tim 3: 16, pentingnya membaca Alkitab secara lengkap dari Kejadian hingga Wahyu. • Berdoa bersama. Dalam mezbah keluarga ada kesepakatan/ doa sepakat Mat 18:19, inilah kelebihan Mezbah keluarga dibandingkan dengan doa pribadi. • Memperkatakan Firman Tuhan, Yos 1: 8 mencetak keluarga JCA 6. Mengapa kita mengajak Pria/ Ayah/ Suami dalam Mezbah Keluarga? • Maz 128 karena laki-laki yang takut akan Tuhan akan menjadi sumber yang menyaluran berkat pada istri dan anak-anak. Suami/kepala yang takut akan Tuhan akan mendatangkan berkat bagi seisi keluarga • Maz 133 Karena Pria , menjadi kepala tempat pengurapan dan berkat/ embun mengalir kepada keluarganya • Pria jenius…..usahanya pasti berhasil, dan akan beruntung 7. Mengapa kita mengajak Perempuan/ Ibu/ Istri dalam MezbahKeluarga? • o Seorang ibu menurunkan imannya kepada anak-anak-nya II Timotius 1:5 Sebab aku teringat akan imanmu yang tulus ikhlas, yaitu iman yang pertama-tama hidup di dalam nenekmu Lois dan di dalam ibumu Eunike dan yang aku yakin hidup juga di dalam dirimu. o Seorang ibu diberi kepekaan yang lebih daripada seorang Suami.  Hakim-hakim 13:3 Istri Manoah diberi kepekaan lebih dari suaminya  Tuhan menyuruh Abraham untuk mendengarkan kepekaan Sara Kej 21:12  Ribkah mendapat kepekaan tentang janin kembar yang dikandungnya Kej 25: 23 • Mazmur 68: 12-13 Perempuan merupakan tentara yang besar dan ia sangat mahir memberitakan kabar baik/telewomen/ perempuan sangar antusias membagi jarahan/ menantikan hasil dari sebuah pergumulan doa. Ingat, Yael dan Debora, serta tarian Miriam !! Perempuan adalaah tentara yang dahsyat!! • Perempuan mempunyai daya pengaruh yang kuat Perempuan Samaria memenangkan seluruh kota setelah berjumpa dengan Yesus Perempuan sangat mudah menjalin persekutuan yang erat dengan Tuhan. Contoh: Maria Magdalena yang mengurapi kaki Yesus, dalam waktu yang sangat tepat menjelang penguburan Yesus./ kepekaan timing Tuhan/ khairos-nya Allah/ waktu-nya Tuhan • Perempuan jenius….pasti jadi perempuan bijak, jadi ibu yang luar biasa, mencetak generasi jenius 8. Mengapa kita mengajak remaja dan pemuda dalam Mezbah Keluarga? • Yoel 2:28 teruna-terunamu akan mendapat penglihatan-penglihatan. • Anak muda dipakai menjadi teladan bagi banyak orang/ menjadi inspirasi I Tim 4: 12 • Anak muda bagaikan anak panah Maz 127:4 • Saatnya pada masa muda mereka diasah, diluruskan, direntangkan dan pada saatnya dilesatkan • Dengan apa kita menjaga kelakuan mereka bersih? • Mazmur 119:9 Dengan menjaganya sesuai dengan firman-Mu. • Baca Amsal pasal 7, dan pasal 5 • Anak muda yang tidak berakal budi/ kekurangan hikmat Tuhan, akan jatuh dalam dosa perjinahan dan percabulan • Amsal 22:15 Kebodohan melekat pada hati orang muda, tetapi tongkat didikan akan mengusir itu dari padanya. • Bandingkan ayat ini dengan • Didikan diperoleh dari Takut Akan Tuhan • Amsal 15:33 Takut akan TUHAN adalah didikan yang mendatangkan hikmat, dan kerendahan hati mendahului kehormatan. • Didikan menjadi tabungan / investasi kebijakan di masa depan • Amsal 19:20 Dengarkanlah nasihat dan terimalah didikan, supaya engkau menjadi bijak di masa depan. • Pemuda jenius? Gereja dan Bangsa diberkati 9. Mengapa kita mengajak anak-anak dalam Mezbah Keluarga? • Ulangan 6:7 Cara inilah yang dipakai oleh Tuhan untuk mengajarkan secara turun temurun Firman Tuhan kepada orang Israel • Yoel 1:3 Ceritakanlah tentang itu kepada anak-anakmu, dan biarlah anak-anakmu menceritakannya kepada anak-anak mereka, dan anak-anak mereka kepada angkatan yang kemudian. • Karena anak-anak suka pada cerita, dan anak-anak akan merekam cerita itu, kelak ketika mereka menjadi ayah atau ibu mereka pun akan menceritakan pada anak-anak mereka • Yoel 2:28 “Kemudian dari pada itu akan terjadi, bahwa Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas semua manusia, maka anak-anakmu laki-laki dan perempuan akan bernubuat; orang-orangmu yang tua akan mendapat mimpi, teruna-terunamu akan mendapat penglihatan-penglihatan. • Karna pada akhir jaman, anak-anak akan mendapat pencurahan Roh Kudus, dan mereka akan bernubuat • Anak anak jenius? Semua orang pasti senang, jenius IQ, EQ, SQ 10. Mengapa kita mengajak bayi-bayi dalam Mezbah Keluarga? • Maz 8:3, Mat 21:16 Bayi-bayi dipakai oleh Tuhan, dengan pujian mereka, dapat membumkamkan musuh dan para pendendam. Bayi dapat dipakai oleh Tuhan untuk peperangan rohani • Dalam hal ini kita jangan meremehkan kehadiran bayi-bayi dalam Mezbah Keluarga, walaupun tampaknya mereka belum mengerti apa-apa, tetapi secara roh mereka sudah bisa ikut bergabung. • Bayi yang sehat dan jenius…? waaaau 11. Mengapa kita mengajak janin dalam Mezbah Keluarga? • Lukas 1:41 Janin sudah dapat meresponi Roh Kudus sejak rahim ibunya. Nubuatan terhadap janin ‘Yohanes Pembabtis adalah : dia akan di penuhi roh Kudus sejak dalam rahim ibunya. (luk 1:15) • Janin sudah dapat mendengar sejak usia 4 bulan dan sudah mempunyai roh sejak 1 detik pertama ia ada. • Janin yang jenius…..diberkati Tuhan 12. Mengapa kita mengajak Orang Usia Lanjut dalam mezbah keluarga? • Karena orang lanjut usia dipakai Tuhan untuk menurunkan imannya kepada cucu-cucunya II Tim 1: 5 • Karena orang lanjut usia/ seorang nenek dipakai oleh Tuhan untuk mengajarkan anak-anak perempuan dan menantu-menantunya menjadi istri dan ibu rumah tangga yang baik (Titus 2: 3-5) • Karena seorang kakek yang punya roh yang kuat akan dipakai Tuhan merebut daerah dari tangan musuh, contoh Kaleb, ( Yosua 14:10) • Karena orang-orang tua punya waktu yang lebih banyak untuk melayani Tuhan sebagai pendoa syafaat, Simeon dan Hana Luk 2 • Orang tua yang membiasakan diri beribadah tidak akan pikun • Lansia jenius? Waaaauuuu tua-tua JCA !! 13. Mengapa kita mengajak Pembantu Rumah tangga dalam Mezbah Keluarga? • Karna penggenapan Yeol 2: 28-29 bahwa para hamba-hamba dan pelayan-pelayan pun akan dipenuhi Roh Kudus. 14. Betapa senangnya jika keluarga-keluarga melayani Tuhan bersama-sama Kis 21:9 Filipus mempunyai 4 anak dara yang beroleh karunia untuk bernubuat. 15. Bagaimana Mendirikan Mezbah Keluarga? 1. Dengan memulai dari diri sendiri (kalau belum ada yang mau di ajak), mulai doakan anggota keluarga lainnya 2. Ajak suami/ anak-anak yang sudah mau bergabung 3. Buat catatan tentang pokok doa / kitab yang sedang di baca dan tanggal mulai dan tanggal selesai membaca kitab tersebut 4. Pilih waktu yang semua bisa/ pagi/ malam 5. Latih anak-anak mengiringi dengan gitar/ alat musik lain,saatnya melatih mereka musikalitas setiap hari 6. Latih anak-anak memimpin doa dengan beberapa pokok doa sederhana, bergiliran dengan orang tua 7. Latih anak-anak bergiliran dengan orang tua membaca Alkitab 8. Doakan semua anggota keluarga, gereja, kota, dan orang-orang yang belum percaya 9. Perkatakan Firman yang special hari itu. 10. Imam dalam keluarga bertindak melepaskan doa berkat.untuk seisi keluarga 11. Jangan menjadikan Mezbah Keluarga sebagai pengganti persekutan pribadi dengan Tuhan, ajari setiap anggota keluarga, karna persekutuan pribadi menempati porsi tersendiri di hadapan Tuhan, miliki komitment/ ketetapan hati bersama, kapan kita bersekutu bersama, kapan kita bersekutu secara pribadi. Amen

Selasa, 04 Maret 2014

"KELUARGA TUMPUAN TOLAK DAN LANDASAN PEMBANGUNAN"

Keluarga Kristen (The Christian Family) Tuhan adalah Oknum pembentuk sebuah keluarga. Tentu Dia memberikan pemahaman kepada kita tentang bagaimana seharusnya fungsi sebuah keluarga dan Dia sanggup mengingatkan kita akan bahaya-bahaya yang dapat menghancurkan keutuhan keluarga. Memang, Tuhan telah memberikan banyak prinsip dalam FirmanNya mengenai struktur keluarga dan peranan yang harus dipikul oleh tiap anggota. Ketika perintah-perintah dalam Alkitab ditaati, maka keluarga-keluarga akan menikmati semua berkat yang Allah mau mereka dapatkan. Ketika perintah dilanggar, muncullah kekacauan dan sakit-hati. Peranan Suami dan Istri (The Role of Husband and Wife) Allah telah merancang keluarga Kristen agar mengikuti struktur tertentu. Karena kerangka ini memberikan stabilitas bagi kehidupan keluarga, Setan bekeja keras untuk mengacaukan rancangan maksud Allah. Pertama, Allah telah menetapkan bahwa suami menjadi kepala keluarga. Hal ini tidak memberikan hak kepada suami untuk secara egois mendominasi istri dan anak-anaknya. Allah memanggil suami untuk mengasihi, melindungi, mencukupi kebutuhan, dan memimpin keluarganya sebagai kepala keluarga. Allah juga menghendaki agar istri menyerah kepada pimpinan suaminya. Hal itu jelas dinyatakan dalam Alkitab: Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh. Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah isteri kepada suami dalam segala sesuatu. (Efesus 5:22-24). Suami bukanlah kepala rohani dari istrinya —Yesus adalah Pribadi yang memenuhi peran itu. Yesus adalah kepala rohani dari gerejanya, dan istri Kristen adalah anggota gereja, sama halnya dengan suami Kristen. Tetapi, di dalam keluarga, suami Kristen adalah kepala dari istri dan anak-anaknya, dan ia harus berserah kepada otoritas yang diberikan oleh Allah. Sampai sejauh mana istri menyerah kepada suaminya? Ia harus tunduk kepada suami dalam segala sesuatu, seperti kata Paulus. Kecuali jika suaminya mengharapkannya untuk tidak menaati Firman Tuhan atau melakukan sesuatu yang melanggar kata-hatinya. Sudah tentu, tidak ada suami Kristen pernah berharap istrinya untuk melakukan sesuatu yang melanggar Firman Tuhan atau kata-hati istrinya. Suami bukanlah tuhan bagi istrinya —hanya Yesus yang memiliki tempat itu dalam kehidupan sang istri. Jika harus memilih siapa yang akan ditaati, sang istri harus memilih Yesus. Suami harus ingat bahwa Allah tidak secara langsung selalu “berpihak kepada suami.” Allah pernah berkata kepada Abraham untuk melakukan apa kata istrinya Sarah kepadanya (lihat Kejadian 21:10-12). Alkitab juga mencatat bahwa Abigail tidak menaati suaminya yang bodoh, Nabal, dan menimbulkan bencana (lihat 1 Samuel 25:2-38). Firman Tuhan kepada Para Suami (God’s Word to Husbands) Kepada setiap suami, Allah berkata: Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diriNya baginya ….. Demikian juga suami harus mengasihi isterinya sama seperti tubuhnya sendiri : Siapa yang mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri. Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat, 30 karena kita adalah anggota tubuh-Nya. ….Bagaimanapun juga, bagi kamu masing-masing berlaku: kasihilah isterimu seperti dirimu sendiri dan isteri hendaklah menghormati suaminya. (Efesus 5:25, 28-30, 33). Suami diperintahkan untuk mengasihi istrinya seperti Kristus mengasihi gereja. Itu bukanlah tanggung-jawab kecil! Dengan senang hati, setiap istri tunduk kepada orang yang mencintainya persis seperti yang Yesus lakukan —yang memberikan kehidupanNya dalam kasihNya yang penuh pengorbanan. Seperti Kristus mengasihi gerejaNya, demikian juga suami harus mengasihi istri yang olehnya ia menjadi “satu daging” (Efesus5:31). Jika suami Kristen mengasihi istrinya sebagaimana seharusnya, maka ia akan menyediakan kebutuhan, mempedulikan, menghormati, menolong, memberi dorongan, dan meluangkan waktu untuk istrinya. Jika tak sanggup bertanggung-jawab mengasihi istrinya, suami itu berada dalam bahaya karena akan menghambat jawaban atas doa-doanya: Demikian juga kamu, hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan isterimu, sebagai [kaum] yang lebih lemah! Hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doamu jangan terhalang. (1 Petrus 3:7, tambahkan penekanan). Tentu, belum pernah ada pernikahan yang tak pernah mengalami konflik dan pertengkaran. Tetapi, melalui komitmen dan perkembangan buah-buah roh dalam kehidupan, suami dan istri dapat belajar hidup secara harmoni dan mengalami keberkatan yang terus-menerus dalam pernikahan Kristen. Melalui permasalahan yang tak dapat dihindarkan yang muncul dalam tiap pernikahan, setiap pasangan dapat belajar bertumbuh makin dewasa menjadi serupa dengan Kristus. Untuk menyelidiki lebih lanjut tentang kewajiban suami dan istri, lihat Kejadian 2:15-25; Amsal 19:13;21:9, 19; 27:15-16; 31:10-31; 1 Korintus 11:3; 13:1-8; Kolose 3:18-19; 1 Timotius 3:4-5; Titus 2:3-5; 1 Petrus 3:17. Seks dalam Pernikahan (Sex in Marriage) Allah adalah oknum yang menemukan seks, dan Ia menciptakan seks demi kesenangan juga untuk menghasilkan keturunan. Tetapi, Alkitab tegas-tegas berkata bahwa hubungan seks harus dinikmati hanya oleh mereka yang telah menyatukan diri mereka dalam ikatan pernikahan seumur-hidup. Hubungan seks tanpa ikatan pernikahan digolongkan sebagai perzinahan atau perselingkuhan. Rasul Paulus menyatakan bahwa mereka yang melakukan hal-hal itu tidak akan mewarisi Kerajaan Allah (lihat 1 Korintus 6:9-11). Walaupun orang Kristen dapat dicobai dan berzinah atau berselingkuh, ia akan merasakan hukuman dalam rohnya yang akan membawanya pada pertobatan. Paulus juga memberikan beberapa petunjuk khusus tentang tanggung-jawab seks kepada suami dan istri: Tetapi mengingat bahaya percabulan, baiklah setiap laki-laki mempunyai isterinya sendiri dan setiap perempuan mempunyai suaminya sendiri. Hendaklah suami memenuhi kewajibannya terhadap isterinya, demikian pula isteri terhadap suaminya. Isteri tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri, tetapi suaminya, demikian pula suami tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri, tetapi isterinya. Janganlah kamu saling menjauhi, kecuali dengan persetujuan bersama untuk sementara waktu, supaya kamu mendapat kesempatan untuk berdoa. Sesudah itu hendaklah kamu kembali hidup bersama-sama, supaya Iblis jangan menggodai kamu, karena kamu tidak tahan bertarak. (1 Korintus 7:2-5). Ayat-ayat di atas memperjelas bahwa seks tidak boleh digunakan sebagai “hadiah” oleh suami atau istri karena baik suami atau istri tak berkuasa atas tubuhnya sendiri. Lagipula, seks adalah karunia pemberian Allah, dan seks adalah hal yang suci atau bukan dosa selama dalam batas-batas pernikahan. Paulus mendorong para pasangan nikah Kristen untuk tetap terlibat dalam hubungan seks. Lagipula, kita bisa temukan saran tersebut bagi para suami Kristen dalam kitab Amsal: Diberkatilah kiranya sendangmu, bersukacitalah dengan isteri masa mudamu: rusa yang manis, kijang yang jelita; biarlah buah dadanya selalu memuaskan engkau, dan engkau senantiasa berahi karena cintanya. (Amsal 5:18-19). [1] Bila pasangan suami-istri Kristen ingin menikmati hubungan seks yang saling memberi kepuasan, maka keduanya harus memahami bahwa ada perbedaan besar karakter seksual antara pria dan wanita. Bila diperbandingkan, kualitas seksual pria lebih bersifat fisik, sedangkan kualitas seksual wanita terkait dengan emosinya. Secara seksual, pria mudah terangsang oleh stimulasi visual (lihat Matius 5:28), sedangkan secara seksual wanita cenderung terangsang melalui sentuhan (lihat 1 Korintus 7:1). Pria tertarik kepada wanita yang menarik di matanya; sedangkan wanita cenderung tertarik kepada pria yang mereka sanjung karena berbagai alasan, dibandingkan hanya daya-tarik fisik. Jadi, istri yang bijak selalu memperhatikan hal terbaik yang bisa dilakukannya untuk menyenangkan suaminya sepanjang waktu. Suami yang bijak menunjukkan perhatiannya kepada istrinya setiap waktu dengan memberi pelukan dan perhatian penuh, bukannya mengharapkan istrinya untuk tetap “siap setiap saat” dalam sekejap di penghujung hari. Tingkat dorongan seks pria cenderung meningkat dengan bertambahnya air mani dalam tubuhnya, sedangkan dorongan seks wanita meningkat atau menurun, tergantung pada siklus menstruasinya. Pria punya kapasitas rangsangan seks dan pengalaman klimaks seks dalam hitungan detik atau menit; wanita butuh waktu lebih lama. Walaupun pria biasanya siap secara fisik untuk berhubungan seks dalam beberapa detik, tubuh wanita bisa saja tak siap secara fisik selama setengah jam. Jadi, suami yang bijak menggunakan waktu untuk melakukan permainan seks pendahuluan dengan melakukan pelukan mesra, ciuman dan rangsangan dengan tangan ke bagian-bagian tubuh istri yang akan membuat istri menjadi siap melakukan persetubuhan. Jika tak tahu bagian-bagian tubuh istri, suami perlu bertanya kepada istrinya. Juga, ia harus tahu bahwa walaupun ia mampu mencapai hanya sekali klimaks seks, istrinya mampu mencapai lebih dari sekali klimaks. Suami harus paham agar istri mendapatkan apa yang diinginkannya. Sangatlah penting agar suami dan istri Kristen saling mendiskusikan kebutuhan mereka dengan jujur dan belajar sebanyak mungkin tentang bagaimana perbedaan masing-masing. Selama berbulan-bulan dan tahunan komunikasi, penemuan dan praktek, hubungan seks antara suami dan istri dapat menghasilkan keberkatan yang semakin meningkat. Anak-anak Keluarga Kristen (Children of a Christian Family) Anak-anak harus diajarkan agar tunduk dan taat pada orang-tua Kristen mereka. Dan jika mereka tunduk dan taat, ada janji umur panjang dan berkat-berkat lain bagi mereka: Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian. “Hormatilah ayahmu dan ibumu”—(ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini), “supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi”. (Efesus 6:1-3). Sebagai kepala keluarga, bapak-bapak Kristen bertanggung-jawab utama untuk mendidik anak-anak mereka: Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan. (Efesus 6:4). Perlu dicatat bahwa ada dua tanggung-jawab bapak: mendidik anak-anaknya dalam disiplin dan pengajaranTuhan. Mulanya, perhatikanlah pendisiplinan bagi anak-anak. Pendisiplinan Anak (Child Discipline) Anak yang tak pernah didisiplinkan akan tumbuh menjadi egois dan suka memberontak terhadap perintah. Anak harus didisiplinkan kapanpun ia dengan keras kepala tidak menaati aturan yang wajar yang telah ditetapkan sebelumnya oleh orang-tua. Anak tak boleh dihukum karena kesalahan atau karena sikap tidak bertanggung-jawab. Tetapi, anak harus menghadapi konsekwensi kesalahan dan sikap tidak bertanggung-jawabnya, sehingga dapat membantunya untuk siap menghadapi realitas kehidupan dewasa kelak. Anak kecil harus didisiplinkan dengan memukul pantatnya, sesuai perintah Firman Tuhan. Tentu saja, bayi tak boleh dipukuli pantatnya. Itu tidak berarti bahwa bayi selalu diberikan sesuai kemauannya. Nyatanya, sejak lahirnya, harus jelas bahwa bayi adalah tanggung-jawab ibu dan ayahnya. Pada usia sangat muda, bayi dapat diajari tentang arti kata “tidak” dengan mencegahnya agar tak melakukan apa yang akan atau hampir saja dilakukan. Ketika bayi mulai mengerti arti kata “tidak“, pukulan ringan di pantatnya akan membantunya mengerti dengan lebih baik ketika ia tidak patuh. Jika hal ini dilakukan secara konsisten, anak-anak akan belajar taat pada usia sangat muda. Orang tua dapat juga melaksanakan kuasanya tanpa melakukan tindakan yang tak diinginkan bagi anaknya, seperti memberi apa yang anak nginkan setiap kali ia menangis. Perlakuan itu akan mengajarkan anak untuk menangis agar setiap keinginannya terkabul. Atau, jika orang tua mengabulkan permintaan anaknya tiap kali amarah atau rengekannya meledak, orang tua itu sebenarnya hanya mendukung perilakunya yang tak diinginkan. Orang tua yang bijak hanya menghargai perilaku yang disukai dalam diri anaknya. Pukulan di pantat tak boleh membahayakan fisik anak tetapi tentunya memberi cukup rasa sakit agar anak yang bandel dapat menangis sebentar. Sehingga, anak akan belajar mengaitkan ketidaktaatan dengan rasa-sakit. Alkitab menegaskan: Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya. …. Kebodohan melekat pada hati orang muda, tetapi tongkat didikan akan mengusir itu dari padanya…Jangan menolak didikan dari anakmu ia tidak akan mati kalau engkau memukulnya dengan rotan. Engkau memukulnya dengan rotan, tetapi engkau menyelamatkan nyawanya dari dunia orang mati. ….. Tongkat dan teguran mendatangkan hikmat, tetapi anak yang dibiarkan mempermalukan ibunya. (Amsal 13:24; 22:15; 23:13-14; 29:15). Ketika menerapkan aturannya, orang tua tak perlu mengancam anak untuk taat. Jika anak berkeras tidak taat, ia harus dipukuli pantatnya. Jika orang tua hanya mengancam untuk memukul pantat anak bandel itu, ia hanya membuat anak itu tetap tidak taat. Akibatnya, anak itu belajar tak taat sampai ancaman orang-tua mencapai volume tertentu. Setelah pantatnya dipukul, si anak harus dipeluk dan dijamin bahwa ia layak mendapat kasih sayang orang tuanya. Mendidik Anak (Train Up a Child) Orang tua Kristen harus sadar bahwa ia bertanggung-jawab mendidik anaknya, seperti dalam Amsal 22:6: “Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu.” (tambahkan penekanan). Didikan berwujud hukuman atas ketidaktaatan dan ganjaran untuk perilaku yang baik. Anak perlu diberi pujian yang konsisten dari orang tuanya untuk memperkuat perilakunya yang baik dan sifat-sifat yang diinginkan. Anak perlu diberikan rasa aman agar ia merasa dikasihi, diterima dan dihargai oleh orang-tuanya. Orang tua dapat menunjukkan kasihnya melalui kata-kata pujian, pelukan dan ciuman, dan meluangkan waktu bersama anaknya. “Mendidik” berarti “membuat anak taat.” Karena itu, orang tua Kristen tak boleh memberikan pilihan kepada anaknya apakah ia mau atau tidak mau ke gereja atau berdoa setiap hari dan seterusnya. Anak cukup bertanggung-jawab untuk tahu apa yang terbaik baginya —itu sebabnya Allah memberikan orang-tua kepadanya. Bagi orang tua yang menggunakan usaha dan tenaga untuk melihat agar anaknya mendapat pendidikan yang baik, Allah berjanji bahwa anaknya tak akan menyimpang dari jalan yang benar ketika mereka menjadi dewasa, seperi dalam Amsal 22:6. Anak harus terus diberikan tanggung-jawab ketika usianya bertambah. Tujuan efektif menjadi orang-tua adalah menyiapkan anak secara bertahap untuk memikul tanggung-jawab penuh menuju kedewasaan. Ketika anak bertambah usia, ia secara bertahap diberi lebih banyak kebebasan untuk membuat keputusannya. Juga, remaja harus mengerti bahwa ia akan menerima tanggung-jawab atas konsekwensi dari keputusannya dan orang tuanya tidak akan selalu ada untuk “menjaminnya keluar” dari kesulitan. Tanggung-jawab Orang Tua untuk Mendidik (Parents’ Responsibility to Instruct) Seperti kita baca Efesus 6:4, ayah bertanggung-jawab mendisiplinkan anak dan harus mengajari anak di dalam Tuhan. Gereja tak bertanggung-jawab mengajari hal moralitas yang Alkitabiah kepada anak, karakter Kristen, atau teologi —itu tugas ayahnya. Adalah keliru bila orang tua mengalihkan semua tanggung-jawabnya kepada guru Sekolah Minggu untuk mengajari anak-anak tentang Allah. Perhatikan bahwa Allah memerintahkan Israel melalui Musa: Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. (Ulangan 6:6-7, tambahkan penekanan). Anak harus diperkenalkan kepada Allah, sejak usia dini, oleh orang tua Kristen, dengan menceritakan kepada anak tentang siapa Allah dan betapa Ia mengasihinya. Anak harus diajari kisah tentang Yesus –kelahiran, kehidupan, kematian, dan kebangkitanNya. Banyak anak dapat mengerti pesan Injil sebelum usia lima atau enam tahun dan dapat memutuskan untuk melayani Tuhan. Segera setelah itu (sebelum usia enam atau tujuh tahun, terkadang sebelum usia itu), anak dapat menerima baptisan Roh Kudus dengan berbahasa lidah. Tentu, tak boleh diberikan aturan ketat karena setiap anak berbeda. Masalahnya adalah orang-orang tua Kristen membuat pendidikan rohani bagi anak-anak mereka menjadi prioritas duniawi tertinggi menurut ukuran mereka. Sepuluh Aturan untuk Mengasihi Anak (Ten Rules for Loving Your Children) 1.) Jangan buat anak anda frustrasi (lihat Efesus 6:4). Anak tak boleh diharuskan berperilaku seperti orang dewasa. Jika anda berharap terlalu banyak dari anak, ia tidak akan lagi membuat anda senang, karena ia tahu bahwa hal itu mustahil. 2.) Jangan bandingkan anak anda dengan anak lain. Biarkan ia tahu seberapa besar anda menghargai sifat-sifat unik mereka dan karunia-karunia dari Allah. 3.) Beri dia tanggung-jawab di rumah sehingga ia akan tahu bahwa ia bagian penting dalam keluarga. Penghargaan adalah bahan bangunan bagi harga diri yang sehat. 4.) Luangkan waktu bersama anak. Sehingga anak tahu bahwa ia penting bagi anda. Memberi materi kepada anak tak dapat menggantikan diri anda baginya. Juga, seorang anak banyak dipengaruhi oleh orang yang meluangkan paling banyak waktu bersamanya. 5.) Jika anda harus mengatakan sesuatu yang negatif, katakalah secara posifif. Saya tak pernah berkata kepada anak saya bahwa ia “jelek” ketika ia tak menaati saya. Malahan, saya berkata kepadanya, “Kau anak yang baik, dan anak yang baik tidak melakukan hal yang baru saja kau lakukan!” (Lalu saya pukul pantatnya). 6.) Sadarilah, kata “tidak” berarti “Saya peduli padamu.” Ketika menemukan caranya, secara intuitif anak tahu anda tak cukup peduli untuk melarangnya. 7.) Harapkan agar anak anda meniru anda. Anak belajar dari teladan orang-tuanya. Orang-tua yang bijak tak akan pernah berkata kepada anaknya, “Lakukan apa kataku, bukan apa yang kulakukan.” 8.) Jangan beri jaminan kepada anak anda atas masalahnya. Singkirkan batu sandungan; biarkan batu loncatan ada di jalurnya. 9.) Layani Allah dengan segenap hati anda. Saya perhatikan, anak, yang orang-tuanya suam-suam kuku, jarang melayani Allah saat ia dewasa kelak. Anak Kristen dari orang tua yang belum selamat dan anak dari orang-tua Kristen yang berkomit-men penuh biasanya tetap melayaniNya ketika berada di luar “tempat asalnya.” 10.) Ajarkan Firman Tuhan kepada anak. Orang tua sering memprioritaskan pendidikan anaknya tetapi gagal memberikan pendidikan terpenting yang bisa diperoleh anak itu, yakni pendidikan Alkitab. Prioritas Pelayanan, Pernikahan dan Keluarga (The Priorities of Ministry, Marriage and Family) Mungkin kesalahan yang paling sering muncul yang dilakukan oleh tiap pemimpin Kristen adalah meremehkan pernikahan dan keluarganya karena pengabdian kepada pelayanannya. Pemimpin itu membenarkan dirinya dengan berkata bahwa pengorbanannya adalah “untuk pekerjaan Tuhan.” Kesalahan itu diperbaiki ketika pelayan pemuridan menyadari bahwa ketaatan dan pengabdiannya yangsejati kepada Allah tercermin oleh hubungannya dengan pasangan hidupnya dan anak-anaknya. Seorang pendeta tak dapat berkata bahwa ia mengabdi kepada Allah jika ia tidak mengasihi istrinya seperti Kristus mengasihi gerejaNya, atau jika ia tak mau meluangkan waktu untuk bercengkerama dengan anak-anaknya demi mendidik mereka agar tunduk pada pengawasan dan peringatan dari Tuhan. Lagipula, biasanya, tanda pelayanan yang bersifat kedagingan yang dilakukan dengan kekuatan diri sendiri adalah sikap tidak mempedulikan pasangan nikah dan anak-anak demi “pelayanan”. Ada banyak pendeta gereja lembaga yang memikul beban kerja berat, karena mereka membuat diri mereka lelah demi tetap menjalankan semua program gereja. Yesus berjanji bahwa bebanNya ringan dan kukNya enak (lihat Matius 11:30). Ia tidak memanggil pelayan untuk menunjukkan pengabdiannya bagi dunia atau gereja dengan mengorbankan cintanya kepada keluarganya. Ternyata, satu syarat untuk menjadi penatua adalah ia “harus menjadi menjadi kepala keluarga yang baik” (1 Timotius 3:4). Hubungan dengan keluarganya adalah ujian bagi kelayakannya dalam pelayanan. Terkadang, orang yang terpanggil untuk melakukan pelayanan berpindah-pindah dan harus berada jauh harus menghabiskan waktu ekstra untuk fokus pada keluarganya ketika berada di rumah. Setiap rekan sesama tubuh Kristus harus melakukan hal dalam kuasanya sehingga tugas tersebut terlaksana. Pelayan pemuridan sadar bahwa anak-anaknya adalah murid-murid utamanya. Jika ia gagal memuridkan anak-anaknya, ia tak berhak untuk mencoba melakukan pemuridan di luar rumahnya.

"Ketika Cinta Kasih Cuma Basa-basi"

ADALAH Gabriel Marcell, filsuf berkebangsaan Perancis (1889-1997), yang meng-gambarkan berbagai tingkatan relasi antarmanusia. Pertama, kita menganggap orang itu sebagai “seseorang”. Entah siapa dia, kita tidak tahu. Dia asing bagi kita. Demikian juga sebaliknya, kita asing bagi dia, sehingga ada semacam perasaan untuk saling menjaga jarak. Kita melihatnya tetapi tidak berkomunikasi. Bertemu selintas, tidak meninggalkan kesan apa pun bagi masing-masing. Yang kedua, Marcell mencoba menggambarkan apa yang disebut sebagai “mereka”. Mereka adalah orang-orang yang saya butuhkan karena sesuatu. Mereka merupakan pusat infor-masi bagi saya, menjadi obyek untuk bertanya, untuk menda-patkan hal-hal yang saya butuhkan. Mereka menjadi obyek dan saya menjadi subjek. Saya berkomunikasi dengan mereka tetapi tidak memberikan kesan. Saya kontak dengan mereka dalam bahasa tetapi tetap merasa asing karena tidak punya kesan yang panjang, tidak punya relasi yang jelas. Ada kontak dalam bahasa, tetapi tidak dalam rasa. Mereka lebih dari sekadar apa yang kita sebut “seseorang” tadi. Namun kelebihan itu hanya dalam bidang komunikasi bahasa, bukan dalam kesan dan rasa. Mereka hanya objek, dan saya subjek. Yang ketiga: engkau. Ini lebih tinggi, ada keterbukaan antara aku dan dia. Artinya, saya siap untuk dikenal oleh dia, dan saya siap mengenal dia dengan segala risiko apa pun. Keterbukaan itu mem-buat kami bisa saling memahami. Dalam tingkatan ini ada komunikasi dua arah. Dia menjadikan hubungan saya dan dia menjadi hubungan yang disebut “kita”. Engkau dan aku sama-sama menikmati, sama-sama merasakan, sama-sama masuk di dalam pembicaraan di mana kita berdua terlibat dan di sanalah tercipta relasi sebagai sesama subjek. Jadi, saya subjek engkau subjek. Oleh karena itu, engkau akan menjadi pribadi yang dapat menjadi bagian hidupku. Dalam hidup kita menemukan relasi-relasi seperti ini. Kita berpapasan setiap hari dengan orang, tapi tidak mengenal dan tidak tahu aktivitasnya. Duduk sama-sama, tetapi asing, bahkan mungkin saling mencurigai. Itu relasi tahap pertama yang paling dasar dari relasi hidup manusia. Hanya basa-basi, tidak perduli apa yang dialami dan dirasakan dia. Betapa tragisnya suasana seperti ini. Patut kita renungkan, seperti apa kita berelasi. Jangan-jangan itu yang terjadi dalam kehidupan kita berjemaat. Orang di sekitar kita adalah orang yang tidak kita pedulikan. Hanya karena pola yang diciptakan dalam gereja maka orang bersalaman, say hello, sehingga pecahlah memang kekakuan. Gereja jadi kaku karena orang-orang yang berbakti asing satu sama lain. Waktu gereja memecah suasana kaku dan menciptakan suasana untuk ada satu relasi, maka ada jabat tangan. Orang-orang itu saya butuhkan untuk mengung-kapkan rasa kasih saya: selamat siang, selamat pagi. Saya puas waktu bisa mengucapkan selamat siang, karena saya bisa mengekspre-sikan kasih saya. Saya puas karena saya orang kaya, punya jabatan, mau mengucapkan selamat pagi kepada orang miskin untuk mengekspresikan kasih saya. Bodoh amat orang itu merasakan-nya apa tidak. Di sana terjadi komunikasi dalam bahasa tetapi tidak dalam rasa. Batin tidak ada kontak. Mudah mengatakan Oleh karena itu pertanyaan, si ahli Taurat tentang siapakah sesamaku (Lukas 10: 25-37), sangat penting kita pikirkan, jangan-jangan kita tidak mengerti siapa sesama kita. Kita berpikir dia sudah menjadi sesama kita, padahal belum. Siapakah sesamaku? Sesamaku adalah orang yang bisa terbuka dengan aku, mau mengenalku dan aku mau mengenalnya. Sesamaku adalah orang yang bisa berkomunikasi dengan aku di dalam dua arah, sehingga kami menjadi kita, menjadi satu. Sesamaku adalah mereka yang kuperlakukan sebagai subjek dan memperlakukan aku sebagai subjek sehingga tidak ada yang memperalat dan diperalat. Tidak mudah untuk bisa menempatkan orang di sekitar kita menjadi sesama. Perlu suatu kematangan, kejujuran, supaya kita bisa menghargai orang di sekitar kita. Ketika Tuhan mengatakan: “Cintailah sesamamu seperti dirimu sendiri”, maknanya amat dalam, mengagumkan, terlebih jika kita lihat dari apa yang kita pahami tentang relasi tadi. Gereja bisa dengan mudah mengatakannya. Pendeta mudah mengkhotbahkannya, tetapi sulit melakukannya. Kita sering memperlakukan orang lain sebagai orang yang kita tidak kenal. Kita sering menjadikan mereka sebagi objek untuk mencari informasi memuaskan perasan kita. Tetapi mampukah kita menghargai orang-orang di sekitar kita, yang kita berikan derajat yang sama dengan diri kita: subjek dan subjek, sehingga kita bisa menghargai dia sebagai orang yang sama dengan kita? Siapakah sesama kita? Ijinkan saya memberikan tiga hal: Pertama, sesamaku adalah dia yang sama-sama denganku sebagai subjek. Posisi saya dan dia sama. Meski dia kaya dan saya miskin tidak jadi masalah. Pendeta dan jemaat, sama. Tidak berarti karena perbedaan jabatan atau posisi membuat relasi menjadi atas-bawah. Kedua, sesamaku adalah dia yang kuyakini sesuai dengan gambar dan rupa Allah (imagodei). Allah menciptakan saya menurut gambar dan rupa-Nya, maka orang di sekitarku pasti juga diciptakan Allah menurut gambar dan rupa-Nya. Kalau memang kita menganggap seluruh manusia adalah gambar dan rupa Allah, maka kita harus memperlakukan mereka sebagai sesama subjek. Yang ketiga, sesamaku itu adalah dia yang kukasihi, seperti aku mengasihi diriku sendiri. Karena saya sudah memperlakukan diri saya sebagai subjek dan dia subjek, maka saya akan coba merasakan di dalam hidup saya kalau saya melakukan sesuatu bagi dia. Berapa banyak orang merugikan orang lain, menindas orang lain untuk posisi-nya. Berapa orang berkompetisi dengan cara yang tidak etis. Kita menjadi egois, tidak lagi sempat memikirkan orang lain apalagi menyamakan dirinya seperti diri kita sendiri. Dunia ini akan tenteram aman nyaman lepas dari segala pergolakan dan pertikaian yang menghancurkan persatuan manusia kalau manusia bisa menghargai manusia yang lain sebagai sesamanya, dan kekristenan telah memberikan sumbangsih. Kiranya setiap orang Kristen yang punya anugerah, berkat, warisan firman Allah yang menyatakan: “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”, bisa mewujudnyatakannya di dunia ini, khususnya kita di Indonesia ini. Di tengah kerusuhan dan kekacauan kita bisa menunjukkan hal itu. Amen

"Keagungan dan Kasih Setia Tuhan"

Tak dapat dipungkiri bahwa dalam kehidupannya orang beriman juga mengalami kesulitan, dan bahkan penderitaan. Kesulitan dan penderitaan itu bisa terjadi karena kesalahan diri sendiri, atau disebabkan oleh sesuatu di luar dirinya, yang kemudian juga menimbulkan banyak pertanyaan. Tidak jarang, ketika penderitaan hidup datang, apalagi bila dirasakan terlalu berat, orang beriman menjadi ragu-ragu akan kasih dan kesetiaan Tuhan. Di satu pihak, orang beriman menyakini akan kebesaran dan keagungan Tuhan, namun pada pihak lain, ia sebagai orang beriman, seperti berada pada keadaan yang tidak memungkinkannya mengakui kebesaran dan keagungan Tuhan. Dengan membaca dan merenungkan firman Allah, kita akan tahu bahwa Allah selalu memperhatikan keadaan umatNya, dan pasti akan menolong dan menyelamatkannya. Sejak semula kasih Allah tidak berubah. Sekalipun banyak orang menolak dan ingin menghalangiNya, Ia tetap dengan rencanaNya, yakni membawa manusia kembali kepadaNya. Melalui manusia Yesus, yang dapat merasakan semua pergumulan dan penderitaan manusia, Allah menyatakan kasih dan karuniaNya yang menyelamatkan. Dengan menghayati apa yang dilakukan Allah di dalam Yesus Kristus ini, umat beriman akan dikuatkan dalam menjalani kehidupannya, sekalipun tidak selalu mudah. Kitab Kolose merupakan suatu dokumen yang mengandung arti yang dalam sekali dan tidak ternilai harganya. Uraian ajaran ini bernada pembelaan karena Paulus bermaksud memerangi ajaran-ajaran mistik dan asketik yang bercorak Yahudi dengan pengertian yang salah tentang alam, penyembahan kepada malaikat-malaikat. Tema pokok Kolose ini adalah kepenuhan dan keutamaan Kristus dan kesempurnaan orang Kristen dalam Dia dibandingkan mistik dan siksaan diri yang diajarkan oleh ilmu filsafat dan hikmat manusia. Ajaran sesat yang mencampurkan teosofi, agama Yahudi dan asketisisme itu nampak bersifat rohani, tetapi pada hakekatnya menjauhkan Kristus dari jabatan-Nya sebagai Tuhan. Beberapa hal yang dibentangkan dalam Kol 1:15-20 ini yang melukiskan Kristus sejati sebagai Allah adalah: pertama, Dia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan. Kedua, sulung dari segala yang diciptakan. Ketiga, di dalam Dialah diciptakan segala sesuatu. Keempat, Dia adalah terlebih dahulu dari segala sesuatu. Kelima, segala sesuatu ada di dalam Dia. Keenam, seluruh kepenuhan Allah berkenan diam di dalam Dia. TIADA TANDING, TIADA BANDING! (Kolose 1:15-20) Pengantar Bagi orang Kristen, Allah dikenal bukan saja sebagai Pencipta, tetapi juga Pembebas. Cara pembebasan itu ialah melalui karya penebusan yang dikerjakan oleh Anak-Nya yang tunggal. Penebusan itu berisikan penebusan dosa (1:13-14). Sebagai bentuk syukur atas karya penebusan Allah tersebut, meluaplah syukur rasul Paulus dalam bentuk puji-pujian yang menunjukkan betapa agung dan utamanya Kristus di atas segala sesuatu. Pasal 1:15-20 merupakan doksologi (pujian) Paulus rentang keagungan dan kemuliaan Yesus Kristus. Ia termulia atas seluruh ciptaan (ay. 15-17) dan di dalam penebusan (18-19). Paulus menunjukkan adanya sesuatu yang hilang di dalam ajaran yang menyelusup ke dalam jemaat Kolose: pandangan yang tepat akan siapa Kristus. Maka, dengan cara pandang yang terarah ini, jemaat diberi peranti untuk menangkal setiap bentuk penyelewengan. Di sini, rasul mengajak jemaat masuk ke dalam suasana penyembahan terhadap Pribadi Kristus, dan bukan sekadar dimensi doktrinal. Keutamaan Kristus ini secara langsung melucuti kepongahan kuasa-kuasa lain yang ingin berkuasa. Penjelasan Teks Kalau kita perhatikan, ada dua bait di dalam nyanyian pujian di 1:15-20 Bait pertama—Kristus, Allah, dan Ciptaan, 1:15-16 1:15 Kristus, gambar Allah 1:16 Kristus, Agen Penciptaan dan Tujuan Segala Sesuatu Bridge—Kristus, Figur Sentral, 1:17,18a 1:17a Kristus, Yang Terlebih Dahulu Ada 1:17b Kristus, Penopang Segala Sesuatu 1:18a Kristus, Kepala Gereja Bait Kedua—Kristus, Allah, dan Ciptaan Baru, 1:18b-20 1:18b Kristus, Dasar Gereja 1:19 Kristus, Kepenuhan Allah 1:20 Kristus, Sarana Pendamaian Segala Sesuatu Pertama, Kristus, Allah dan Ciptaan (1:15-16). Kristus disebut sebagai gambar Allah (eikon Theou) yang berarti representasi tepat atau perwujudan Allah sendiri. Allah adalah roh, dan Ia tidak akan pernah kelihaatan (1Tim. 6:16). Anak Allah adalah pengungkapan yang kelihatan. Ia tidak hanya mencerminkan Allah, tetapi, sebagai Allah sendiri, Ia menyatakan Allah kepada kita (Yoh. 1:18; 14:9; Ibr. 1:1-2). Kemuliaan Kristus mengekspresikan kemuliaan ilahi-Nya (2Kor. 4:4). Ia bukanlah salinan, tetapi pengejawantahan hakikat Allah sendiri. Kita memperoleh “pengetahuan tentang kemuliaan Allah yang nampak pada wajah Kristus” (2Kor. 4:6). Kristus adalah “cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah” (Ibr. 1:3). Sebagai yang sulung dari segala ciptaan, Kristus memiliki keutamaan dan kuasa seperti seorang anak sulung di keluarga kerajaan (Ibr. 1:2). Ia datang dari surga, bukan dari debu tanah (1Kor. 15:47), dan Dialah Tuhan segala sesuatu (Rm. 9:5; 10:12; Why. 1:5; 17:14). Kristus benar-benar suci (Ibr. 7:26-28; 1Ptr. 1:19; 2:22; 1Yoh. 3:5), dan Ia memiliki kuasa untuk menghakimi dunia (Rm. 2:16; 2Kor. 5:10; 2Tim. 4:1). Karena itu, Kristus lebih dari segala sesuatu di atas ciptaan, termasuk dunia roh. Meskipun kata “sulung” mengandung arti anak pertama yang dilahirkan manusia, 1:16 segera menjelaskan kebenaran siapa Yesus, bahwa Ia adalah Pencipta. Kristus, tidak sama dengan ciptaan; Ia sendiri adalah Khalik alam semesta. Sebagai Agen dan Tujuan Segala Sesuatu, di sini Paulus memakai kata sambung di dalam, melalui dan untuk Kristus. Jadi, Paulus hendak membungkam pernyataan bahwa Kristus bukan setara dengan Allah. Kata sambung “untuk” menunjukkan bahwa tujuan dari segala ciptaan yakni untuk “memuliakan Kristus.” (Bdk. Yoh. 1:3; Ibr. 1:2-3). Sebagaimana seluruh kepenuhan Allah berada di dalam Dia (1:19), maka di dalam Dia pula seluruh kuasa penciptaan menyatakan Dia adalah Tuhan yang terutama. Oleh sebab para pengajar sesat percaya bahwa dunia fisik ini jahat, mereka berpikir bahwa Allah yang adalah roh tak mungkin menciptakannya. Tetapi Paulus menerangkan bahwa segala singgasana, maupun kerajaan, pemerintah, maupun penguasa, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, tunduk di bawah kuasa Kristus sendiri. Pada zaman Paulus diyakini bahwa umat manusia sedang menghadapi kuasa yang bekerja untuk menjatuhkannya. Tetapi segala macam kuasa ini tunduk tak berkutik di bawah Kristus. Kristus, tiada tanding dan tiada banding. Karena Kristus adalah Pencipta semesta, maka segala kuasa baik yang tak kelihatan maupun yang kelihatan berada di bawah kekuasaan mutlak Kristus. Maka, tidak benar pula jika dikatakan bahwa di samping Kristus, ada perantara lain seperti malaikat yang patut dipuja. Semua kuasa malaikat dan kuasa langit dan bumi takluk di bawah kuasa Kristus. Dialah Tuhan segala sesuatu. Kedua, Kristus adalah Figur Sentral (1:17, 18a). Bahwa Kristus yang lebih dahulu ada. Kristus sudah ada baik secara waktu maupun posisi. Ia adalah Allah yang agung. Kristus Penopang segala sesuatu. Ia bukan hanya Pencipta; Ia juga Penjaga segala hal. Oleh Dia, segala sesuatu ada, dan oleh Dia segala sesuatu terus menjadi. Di dalam Dia, segala sesuatu terjalin, terpelihara dan terjaga dari kekacauan. Sebab Kristus adalah Penopang kehidupan, tidak ada satu pun di dalam dunia yang dapat bebas dari Dia. “Segala sesuatu ada di dalam Dia” dapat dipahami “segala sesuatu terjalin satu sama lain” (sunestaken), yaitu dalam satu keterikatan yang koheren dan logis, tertopang dan tegak, terjaga dari segala keterpurukan dan kekacauan. Di dalam Dia saja dan oleh sabda-Nya, kita menjumpai prinsip pemersatu kehidupan. Umat di Kolose, dan semua kaum beriman, adalah hamba-hamba-Nya yang tiap hari harus mempercayai penjagaan dan pemeliharaan-Nya. Serta, Kristus adalah Kepala Gereja. Gereja ada oleh sebab Kristus adalah awal dan sumber keberadaan-Nya. Kristus adalah Sang Kepala. Orang-orang Kristen harus bekerja bersama-sama di bawah perintah dan otoritas Yesus Kristus. Gereja terdiri dari banyak tipe manusia dari segala jenis latar belakang, dengan pelbagai karunia dan kemampuan. Kendati berbeda-beda, semua orang percaya memiliki prinsip pemersatu—iman di dalam Kristus. Di dalam kebenaran hakiki ini, semua orang percaya bersepakat. Semua orang percaya tidak kehilangan identitasnya, tetapi semuanya bersatu di dalam Kristus, kepala tubuh. Tiap anggotanya bekerja untuk menuntaskan pekerjaan Kristus di atas dunia (Ef. 4:15). Ketiga, Allah, Kristus, dan Ciptaan Baru (1:18b-20). Kristus disebut sebagai dasar gereja, sebab Dialah “yang sulung . . . yang pertama bangkit dari antara orang mati.” Dialah yang pertama mati serta bangkit. Orang yang percaya pun akan mengalami kebangkitan (1Kor. 15:20; 1Tes. 4:14). Tetapi Ia tetap menduduki tempat yang terutama. Kebangkitan Kristus adalah batu penjuru keyakinan Gereja—alasan keberadaan gereja. Hanya Kekristenan yang memiliki Allah yang menjadi manusia, wafat dengan cara hina bagi umat-Nya, dan dibangkitkan kembali dalam kuasa dan kemuliaan untuk memerintah ciptaan lama dan ciptaan baru (yang dimulai oleh gereja) selama-lamanya. Kebangkitan meyakinkan kaum beriman bahwa Kristus bukan legenda; Ia hidup dan memerintah kerajaan-Nya. Kristus juga Kepenuhan Allah. Allah berkenan agar “kepenuhan-Nya” (“totalitas” atau “kesempurnaan”) tinggal (artinya “hidup secara permanen”) di dalam Kristus. Paulus ingin memberikan pemahaman kepada orang Kolose bahwa Kristus adalah tempat bersemayamnya Allah; karena itu, kristus adalah ilahi, berdaulat dan agung. Kristus secara sempurna menampilkan segala atribut (sifat) dan aktivitas Allah: Roh, Firman, hikmat, kemuliaan. Dengan pernyataan ini, Paulus menolak alam pikir Yunani bahwa Yesus tidak mungkin bisa menjadi manusia sekaligus Allah sejati. Kristus benar-benar manusia; Ia pun benar-benar Allah. Rasul pun menolak ajaran sesat bahwa segala kuasa malaikat mengalir dari Allah, memenuhi ruang antara surga dan bumi, sehingga menjadi perantara Allah dan manusia. Ketika kita memiliki Kristus, kita memiliki segala sesuatu yang ada pada Allah, dalam rupa manusia. Segala ajaran yang mengecilkan salah satu aspek—kemanusiaan dan keilahian Kristus—adalah ajaran yang salah. Di dalam Dia, kita menemukan segala hal yang kita butuhkan. Akhirnya, Kristus adalah Sarana Pendamaian Segala Sesuatu. Pendamaian berarti meneguhkan kembali hubungan. Perseteruan menjadi persekutuan. Permusuhan menjadi persahabatan. Oleh sebab Kristus adalah Pencipta dan Penopang segala sesuatu, maka wafat dan salib-Nya menyediakan pendamaian bagi segala sesuatu. Kepenuhan Allah tinggal di dalam Kristus dan kepenuhan Allah ini mendamaikan segala sesuatu kepada Diri-Nya sendiri. Pendamaian ini dipenuhi di dalam Dia (Kristus) dan “oleh darah salib Kristus.” “Baik yang di bumi maupun yang di surga” berarti tidak ada satu pun di alam semesta ini yang terhindar dari jangkauan Kristus. Tidak ada wilayah netral; segala sesuatu berada di bawah kekuasaan-Nya. Tidak ada kuasa kegelapan yang dapat merendahkan karya-Nya bagi gereja-Nya. Iblis dan kuasa jahat tunduk kepada-Nya. Mereka tidak akan diperdamaikan dengan Allah. Sebaliknya, takdir akhir mereka jelas (lihat Why. 20:7-10). Pendamaian dengan cara demikian ini tidak mungkin dapat dikerjakan oleh kuasa-kuasa ataupun malaikat-malaikat. Mereka bukanlah Pencipta dan Penopang, maka tidak mungkin bagi mereka untuk mengerjakan pendamaian tersebut. Kuasa jahat yang menyamar sebagai malaikat terang malahan dilucuti kedoknya, dibongkar kepalsuannya dan menjadi tontonan kekalahan. Ia ditaklukkan di bawah kuasa kemenangan Kristus (2:15). Penerapan 1. Siapakah Yesus Kristus? Kolose 1:15-20 menerangkan bagi kita siapa Dia: a. Ia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan (1:15) b. Ia adalah yang sulung dari segala ciptaan (1:15) c. Oleh Dia segala sesuatu diciptakan (1:16) d. Ia adalah Kepala tubuh, gereja (1:18) e. Ia adalah yang pertama dari semua yang dibangkitkan (1:18) f. Kepenuhan Allah tinggal di dalam-Nya (1:19) g. Melalui Kristus, Allah berkenan mendamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya (1:20) 2. Kematian Kristus membuka jalan bagi kita untuk datang kepada Allah. Salib membuka jalan yang terhalang dosa sehingga kita tidak mendapatkan persekutuan dengan Allah. Hal ini tidak berarti bahwa setiap orang secara otomatis diselamatkan (seperti paham universalisme—Yesus mati bagi semua, maka semua selamat). Hanya yang percaya dan datang kepada Kristus akan diselamatkan. Kita dapat menerima keselamatan itu tatkala kita datang kepada Kristus yang telah wafat di tempat kita. Allah berkenan melakukan ini melalui Putra-Nya agar kita mendapatkan persekutuan yang kekal dengan Dia. Satu-satunya jalan kepada pendamaian adalah melalui salib Kristus. 3. Apa implikasi bagi kehidupan kita ketika kita mengenal siapa Kristus? a. Kita harus menyembah Dia dengan pujian dan ucapan syukur, b. Kita harus belajar mengenal Dia lebih sungguh, sebab Dia adalah Allah, c. Kita harus menaati Dia, sebab Dia adalah otoritas yang ultimat, dan tidak boleh menduakan kasih Kristus dengan tawaran-tawaran yang lain, d. Kita harus mengasihi Dia atas segala karya-Nya bagi kita.

SEMUA KARENA CINTA : "KASIH LEBIH PENTING DARI SEGALA SESUATU" 1 Kor 13: 1-12

Rasul Paulus menulis: “Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing. Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna. Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikit pun tidak ada faedahnya bagiku.”(1 Kor 13:1-3) Catatan kita atas ayat-ayat ini ialah: Kasih itu melebihi kemampuan berbahasa. Kasih itu melebihi karunia bernubuat. Kasih itu melebihi karunia pengetahuan. Kasih itu melebihi karunia iman. Kasih itu melebihi perbuatan baik. Kasih itu melebihi pengorbanan Mengapakah kasih itu begitu penting dan begitu hebat? Karena kasih itu adalah karakter dasar Allah. Allah tidak mungkin dipisahkan dari sifat utama-Nya ini. Oleh karena kasih-Nya itulah segala sesuatu diciptakan, segala sesuatu dipelihara, segala sesuatu diperintah dengan seksama, manusia diselamatkan dan dibaharui. Tidak ada Allah yang tanpa kasih dan tidak ada kasih tanpa Allah. Dan kasih Allah itu tidak terukur. Oleh karena itu Pemazmur berkata: “Pujilah TUHAN, hai segala bangsa, megahkanlah Dia, hai segala suku bangsa. Sebab kasih-Nya hebat atas kita, dan kesetiaan TUHAN untuk selama-lamanya. Haleluya!”(Maz 117:1,2) B. KARAKTERISTIK KASIH ALLAH Kasih Allah disebut kasih agape yaitu kasih pengorbanan. Kasih yang hanya untuk mengasihi dan tidak menuntut balas. Secara asali kasih agape itu hanya dimiliki oleh Allah sendiri. Tetapi kepada orang percaya kasih itu dikaruniakan, sehingga dengan pertolongan Roh Kudus orang percaya sanggup untuk melakukannya. Dunia memiliki keempat kasih yang terdahulu, tetapi dengan kasih agape. Orang percaya yang lahir baru akan hidup berdasarkan kasih agape. “Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menangung segala sesuatu. Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap.”(1 Kor 13:4-8) 1. KASIH ITU SABAR Kesabaran ditandai dengan sikap penuh pengertian, tidak mudah marah, tidak mudah patah hati, tidak mudah menyerang, tidak mudah tersinggung, tidak mudah putus asa, tidak mudah menjadi sakit hati, bersikap tenang, tabah menghadapi segala perkara, tahan terhadap pencobaan, tidak terburu nafsu. Kasih memampukan kita untuk bersabar terlebih saat disalahi, dikritik, atau diabaikan. Kasih sabar menunggu untuk melihat efek baik dari kesabaran itu sendiri. “Orang yang sabar besar pengertiannya, tetapi siapa cepat marah membesarkan kebodohan.”(Ams 14:29) “Si pemarah membangkitkan pertengkaran, tetapi orang yang sabar memadamkan perbantahan.”(Ams 15:29) “Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota.”(Ams 16:32) 2. KASIH ITU MURAH HATI Murah hati adalah cara untuk melakukan perbuatan baik. Kemurahan hati ditandai dengan suka/mudah memberi, tidak pelit, penyayang dan pengasih, suka menolong, baik hati, tidak jual mahal, suka memberi penghargaan disertai dengan penampilan yang simpatik. Perhatikanlah pernyataan Tuhan Yesus ini: “Berilah kepada orang yang meminta kepadamu dan janganlah menolak orang yang mau meminjam dari padamu. Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar.”(Mat 5:2-5) 3. KASIH ITU TIDAK CEMBURU Ada dua istilah untuk cemburu, yaitu “jealous” dan “envious”. Jealous adalah cemburu yang beralasan, yaitu cemburu karena yang bersangkutan memiliki hak untuk cemburu. Misalnya cemburu kepada suami atau kepada isterinya sendiri. Envious adalah cemburu yang tidak beralasan, karena tidak punya hak untuk cemburu. Misalnya mencemburui suami/isteri orang atau orang lain sama sekali. Jealous adalah tindakan wajar dan layak, tetapi envious tidak boleh dilakukan. Secara luas envy bisa berkembang kepada masalah-masalah sosial. Misalnya cemburu kepada keberuntungan dan keberhasilan sesama. Bisa berkembang juga ke masalah-masalah moral. Misalnya cemburu ketika sesamanya lebih baik, lebih disukai orang, dsb. Perhatikan pengajaran Tuhan Yesus dalam Mat 20 Perumpamaan tentang orang-orang upahan di kebun anggur. Pekerja yang datang lebih dahulu cemburu kepada pekerja yang datang kemudian karena upah yang mereka terima sama. Kecemburuan itu meluas kepada pemilik kebun anggur karena kemurahan hatinya dengan memberi upah yang sama kepada pekerja-pekerjanya itu. Kasih agape tidak pernah merasa tersaingi. Tidak merasa iri terhadap kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh orang lain, bahkan turut bangga dengan kelebihan-kelebihan yang dimiliki mereka demi kemuliaan Allah. “Sesungguhnya, orang bodoh dibunuh oleh sakit hati, dan orang bebal dimatikan oleh iri hati.”(Ayb 5:2) “Hati yang tenang menyegarkan tubuh, tetapi iri hati membusukkan tulang.”(Ams 14:30) 4. KASIH ITU RENDAH HATI Kasih agape tidak membanggakan diri sendiri, tidak berusaha untuk menonjolkan dan menyombongkan diri dan kelebihan-kelebihan yang dimiliki. Tidak juga menganggap diri lebih tinggi/lebih berharga daripada orang lain. Tidak mengandalkan kekuatan sendiri dan membesar-besarkan kelemahan orang lain. Perhatikan doa orang Farisi ini: “Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku.”(Luk 18:11,12) “Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini.”(Luk 18:13) Tuhan Yesus bersabda: “Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan."(Luk 18:14) 5. KASIH ITU TIDAK SOMBONG Kasih agape tidak menghargai diri sendiri secara berlebihan, tidak congkak, tidak pongah, tapi penuh kerendahan hati. Kasih agape mau mengakui kelemahan diri sendiri dan mau mengakui bahwa dirinya membutuhkan orang lain, mau dan mampu menerima/memuji kelebihan orang lain. Sikap keliru telah dilakukan oleh Rehabeam. Pada saat Salomo, ayahnya, mangkat, rakyat mohon kepadanya agar beban mereka diringankan. Tetapi dengan keangkuhannya dia menjawab:“Kelingkingku lebih besar dari pada pinggang ayahku! Maka sekarang, ayahku telah membebankan kepada kamu tanggungan yang berat, tetapi aku akan menambah tanggungan kamu; ayahku telah menghajar kamu dengan cambuk, tetapi aku akan menghajar kamu dengan cambuk yang berduri besi."(1 Raja 12:10,11) “Manusia yang sombong akan direndahkan, dan orang yang angkuh akan ditundukkan; dan hanya TUHAN sajalah yang maha tinggi pada hari itu.”(Yes 2:11,17) 6. KASIH ITU SOPAN Kasih agape mau menghormati dan menghargai orang lain. Kasih agape dapat menempatkan diri pada posisi yang seharusnya. Kasih tidak melakukan hal-hal yang melanggar etika maupun perbuatan-perbuatan amoral (biadab), tahu adat dan berkelakuan baik. Kasih agape penuh dengan kelemah-lembutan dan menjaga kehormatan orang lain. Perhatikan kelakuan Amnon terhadap Tamar. Sebagai kakak semestinya Amnon melindungi dan menjaga kehormatan Tamar, adiknya. Tetapi tidak demikian kenyataannya. Amnon merusak kesucian Tamar dengan memperkosanya.(2 Sam 13) Firman TUHAN menasihatkan: “Marilah kita hidup dengan sopan, seperti pada siang hari, jangan dalam pesta pora dan kemabukan, jangan dalam percabulan dan hawa nafsu, jangan dalam perselisihan dan iri hati.”(Roma 13:13) “Tetapi segala sesuatu harus berlangsung dengan sopan dan teratur.”(1 Kor 14:40) 7. KASIH ITU TIDAK MENCARI KEUNTUNGAN SENDIRI Kasih agape tidak mengekploitasi orang lain untuk kepentingan diri sendiri, tidak mengejar kepentingan dan kepuasan diri sendiri, tidak mengorbankan orang lain,, tidak berharap akan imbalan, tidak menjual nama baik untuk mencari keuntungan pribadi. Kasih agape berusaha senantiasa menjadi sahabat yang menyenangkan untuk semua orang bagi kemuliaan-Nya. Ingatkah Saudara tentang Yudas, si Bendahara korup itu? (Yoh 12:6) Atau kebohongan Ananias dan Safira? (Kis 5) Janganlah kita berbuat seperti mereka. Perhatikan ayat ini: “Jangan seorang pun yang mencari keuntungannya sendiri, tetapi hendaklah tiap-tiap orang mencari keuntungan orang lain.”(1 Kor 10:24) 8. KASIH ITU TIDAK PEMARAH Kasih agape sangggup mengendalikan diri dan menanggung segala sesuatu yang menyakitkan dengan kepala dingin dan lapang dada. Tidak mudah bereaksi negatip terhadap kesalahan, dapat mengerti dan menerima kekecewaan tanpa harus sakit hati. Jika terpaksa harus marah maka tidak sampai mengumpat, mengutuk, menyumpahi dan tidak terus-menerus marah sampai matahari tenggelam. Marah memang tidak dilarang oleh TUHAN, tetapi disarankan untuk marah dengan kasih. Perhatikan pernyataan firman ini: “Biarlah kamu marah, tetapi jangan berbuat dosa; berkata-katalah dalam hatimu di tempat tidurmu, tetapi tetaplah diam.”(Maz 4:5) Atau “Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu.”(Ef 4:26) Tetapi belakangan firman TUHAN katakan: “Tetapi sekarang, buanglah semuanya ini, yaitu marah, geram, kejahatan, fitnah dan kata-kata kotor yang keluar dari mulutmu.”(Kol 3:8) 9. KASIH TIDAK MENYIMPAN KESALAHAN Kasih agape tidak mudah mendendam dan menjadi kepahitan. Mudah mengam-puni dan melupakan kesalahan. Ia lebih suka menyampaikan segala sesuatu dengan jujur dan benar sekalipun menyakitkan daripada sesuatu yang menyenangkan tetapi meracuni. Ia mudah berbaikan dan tidak mengungkit-ungkit kesalahan di masa lalu. TUHAN tidak membenarkan kita menyimpan kesalahan orang lain, sekalipun mungkin kita benar. Sebab dengan menyimpan kesalahan orang lain, persoalan bisa berkembang menjadi lebih serius. Suatu contoh buruk kita dapati pada kisah pembantaian penduduk Sikhem oleh anak-anak Yakub. Pembantaian itu berakar pada persoalan pemerkosaan Dina oleh Sikhem, anak Hemor, raja negeri itu di mana Yakub dan anak-anaknya tinggal. Sebenarnya Sikhem dan ayahnya sudah berdamai, tetapi oleh karena dendam yang membara, maka hal itu berakhir dengan pembantaian habis-habisan.(Kej 34) “Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu.”(Mat 5:23,24) 10. KASIH ITU ADIL Kasih agape penuh empati terhadap kemalangan orang lain. Kasih agape tidak menekan atau menyetujui perbuatan yang melanggar firman TUHAN dan hukum, sehingga membuat orang lain menderita. Sungguh merupakan perbuatan yang memprihatinkan apa yang telah diperbuat oleh Izebel terhadap Nabot (1 Raja 21). Orang benar itu harus meninggal karena ketidakadilannya. Demikian juga dengan penyaliban Tuhan Yesus. Betapa sukacitanya orang-orang Farisi dapat menyalibkan Tuhan Yesus, sekalipun mereka tidak mempunyai alasan untuk berbuat demikian. Untuk itu firman Allah memperingatkan: “Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka.Tetapi engkau hai manusia Allah, jauhilah semuanya itu, kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan.”(1 Tim 6:11) 11. KASIH MENUTUPI SEGALA SESUATU Kasih agape tidak menjatuhkan dan mencemooh kelemahan atau kegagalan orang lain, tetapi menjaga kehormatan sesama dengan penuh pengertian. Kasih agape tidak akan pernah membuka aib siapapun, sekalipun harus menanggung rugi semuanya bagi puji hormat kemuliaan-Nya. Suatu lukisan indah telah digambarkan oleh Bapa yang baik (Luk 15). Ketika si Anak bungsu bertobat dari dosa-dosanya dan memohon pengampunan, si Ayah tidak pernah mengungkit-ungkit kesalahan anaknya. Tidak menanggapi sama sekali segala ucapan permohonan maaf yang disampaikan oleh anaknya, tetapi dengan segera dia memerintahkan kepada hamba-hambanya untuk mengadakan pesta menyambut kedatangan anaknya. Perhatikanlah pernyataannya ini: “Kata anak itu kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa. Tetapi ayah itu berkata kepada hamba-hambanya: Lekaslah bawa ke mari jubah yang terbaik, pakaikanlah itu kepadanya dan kenakanlah cincin pada jarinya dan sepatu pada kakinya.”(Luk 15:21,22) 12. KASIH ITU PERCAYA SEGALA SESUATU Kasih agape mengatasi segala kecurigaan, kebimbangan atau ketidakpercayaan. Kasih agape memilih percaya segala yang baik dari orang lain dan menerima mereka apa adanya. Perhatikan firman ini: “Janganlah merencanakan kejahatan terhadap sesamamu, sedangkan tanpa curiga ia tinggal bersama-sama dengan engkau. Jangan-lah bertengkar tidak semena-mena dengan seseorang, jikalau ia tidak berbuat jahat kepadamu.”(Ams 3:29,30) 13. KASIH ITU MENGHARAPKAN SEGALA SESUATU Kasih agape selalu optimis bahwa hari depan akan lebih baik daripada hari ini. Kasih agape tidak pernah menyerah dan putus asa. Kasih agape akan selalu berjuang untuk meraih yang terbaik, untuk kebahagiaan bersama dengan TUHAN dan sesamanya. Mereka tidak dihantui ketakutan dan kecemasan. Kata-kata iman mewarnai suasana kehidupan sehari-hari. Halangan dan rintangan, susah payah dan sakit-penyakit tidak pernah menyurutkan cita-cita yang luhur dan mulia. Pengharapan senantiasa berbicara tentang sesuatu yang baik di masa yang akan datang. Seorang percaya tidak bisa hidup sendiri, tetapi selalu memerlukan sesamanya. Apakah yang kita harapkan dari sesama kita? Yang baik, bukan? Sebagaimana kita menghadapkan segala sesuatu yang baik dari sesama kita, hendaklah kita melakukannya terlebih dahulu untuk mereka. Apabila kita sudah melakukan apa yang baik bagi sesama kita, maka percayalah bahwa sesuatu yang baik pun akan datang kepada kita. “Sebab itu kamu harus bertekun dalam iman, tetap teguh dan tidak bergoncang, dan jangan mau digeser dari pengharapan Injil, yang telah kamu dengar dan yang telah dikabarkan di seluruh alam di bawah langit, dan yang aku ini, Paulus, telah menjadi pelayannya.”(Kol 1:23) “Pengharapan itu adalah sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita, yang telah dilabuhkan sampai ke belakang tabir, di mana Yesus telah masuk sebagai Perintis bagi kita, ketika Ia, menurut peraturan Melkisedek, menjadi Imam Besar sampai selama-lamanya.”(Ibr 6:20) 14. KASIH ITU SABAR MENANGGUNG SEGALA SESUATU Kasih agape berpegang teguh pada komitmen. Kasih mula-mula tak akan pernah surut dengan banyaknya persoalan. Kasih tetap menjaga sukacita dalam badai penderitaan dan kesukaran. Kasih menjaga kemurnian dalam pencobaan dan tetap tegar bertahan dalam ujian. Kasih semakin berakar kuat di dalam TUHAN di tengah tantangan kehidupan. Perhatikanlah betapa banyak beban yang ditanggung oleh Daud karena kasihnya kepada Saul. Sebelum menjadi raja Saul pernah duakali melempar lembing kepadanya, memburunya di padang belantara, menjebaknya dengan meminta mas kawin 100 kulit khatan orang Filistin, dsb, tetapi Daud tidak mengenal putus asa dan tetap mengasihi Saul. Hal itu terbukti dengan bagaimana Daud meratapi kematian Saul dan menghukum orang yang mengaku membunuhnya (1 Sam 18-26;2 Sam 1) “Dan bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita.”(Roma 5:3-5) “Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan.Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apa pun.”(Yak 1:2-4) 15. KASIH ITU TIDAK BERKESUDAHAN Kasih agape tidak pernah menjadi pudar karena waktu, usia, sakit-penyakit, kesukaran maupun tantangan. Kasih tidak pernah berhenti berharap, tidak pernah memilih yang buruk sebagai penyelesaian masalah. Kasih agape selalu menjaga eratnya dan indahnya persahabatan. Kasih adalah bagian dari iman dan pengharapan, namun kasih berbeda dari keduanya. Sebab iman dan pengharapan akan berakhir setelah kita berjumpa muka dengan muka dengan TUHAN di sorga, tetapi di dalam sorga kita tetap hidup di dalam kasih. Seperti firman-Nya katakan: “Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih.”(1 Kor 13:13). Amen

"BERJALAN DI DALAM KEBENARAN TUHAN" Kej. 9:8-17; Mzm. 25:1-10; I Petr. 3:18-22; Mark. 1:9-15

Pengantar Keselamatan yang dialami oleh Nuh dan anak-anaknya dari air bah menandai suatu era atau babak kehidupan yang baru. Bumi telah dibersihkan dari dosa. Umat yang berdosa telah menolak untuk bertobat dan berjalan di dalam kebenaran Tuhan, sehingga Allah memutuskan untuk membinasakan mereka dengan air bah. Saat Nuh dan anak-anaknya keluar dari air bah dan menginjak tanah, sesungguhnya mereka berada di bumi yang baru. Nuh dan anak-anaknya kini memiliki peran dan kemungkinan yang baru dalam episode sejarah keselamatan yang disediakan oleh Allah. Dengan respon iman yang tepat, Nuh mengawali episode baru tersebut dengan mempersembahkan persembahan syukur kepada Allah. Ketika Tuhan mencium persembahan yang harum itu, Dia berfirman: “Aku takkan mengutuk bumi ini lagi karena manusia, sekalipun yang ditimbulkan hatinya adalah jahat dari sejak kecilnya, dan Aku takkan membinasakan lagi segala yang hidup seperti yang telah Kulakukan” (Kej. 8:21). Nuh dan anak-anaknya memilih untuk mengawali suatu babak kehidupan yang baru dengan sikap yang merendahkan diri dan mengucap syukur atas kasih-karunia Allah agar mereka dimampukan untuk berjalan di dalam kebenaran Tuhan. Mereka tidak menganggap keselamatan dari bencana air bah atau hukuman Allah tersebut sekedar dari suatu peristiwa kebetulan, tetapi dengan sadar dihayati sebagai wujud rencana Allah yang memanggil mereka untuk menjadi berkat dan keselamatan bagi umat manusia selanjutnya. Tidaklah mengherankan jikalau Allah mengawali babak kehidupan yang baru tersebut dengan mengadakan perjanjian keselamatan dengan Nuh. Yang mana perjanjian keselamatan Allah dengan Nuh tersebut didasarkan pada janji firman Tuhan, yaitu bahwa Allah tidak akan membinasakan lagi segala yang hidup walaupun yang ditimbulkan hatinya adalah jahat dari sejak kecilnya. Perjanjan keselamatan Allah dengan Nuh sama sekali didasarkan pada anugerah pengampunanNya. Dalam konteks ini Allah lebih tampil sebagai seorang Penyelamat (redeemer) dari pada menjadi Pembinasa (destroyer) umat manusia. Tujuannya adalah agar seluruh umat manusia yang lahir dari keturunan Nuh dapat berjalan di dalam kebenaran Tuhan. Namun juga perlu diingat bahwa pemilihan Allah atas diri Nuh, karena selama ini Nuh terbukti mampu hidup benar di tengah-tengah masyarakat dan umat yang begitu jahat. Itu sebabnya di Kej. 6:9 menyaksikan: “Nuh adalah seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang sezamannya; dan Nuh itu hidup bergaul dengan Allah”. Pola kehidupan Nuh sangatlah kontras dengan pola atau cara hidup umat manusia sezamannya yang amoral dan melakukan berbagai kekerasan atau kejahatan. Nuh mampu bertahan dengan hidup suci dan tetap konsisten untuk berjalan di dalam kebenaran Tuhan. Pengaruh dan tekanan zaman berhasil dia hadapi dengan sikap penyerahan hidup yang selalu taat kepada firman Tuhan. Karena itu ciri yang menonjol dalam kepribadian Nuh adalah integritas dirinya, sehingga dia adalah satu-satunya orang yang “tamim” (Ibr.) yang artinya: hidup benar dan tidak bercela di hadapan Allah atau sesamanya. Nuh senantiasa hidup dalam prinsip-prinsip iman yang menempatkan kehendak Allah sebagai yang paling utama dan paling mulia. Pada sisi lain pola keteladanan hidup Nuh tersebut dalam kehidupan sehari-hari justru sering kita abaikan. Kehendak Allah dan firmanNya justru sering kita anggap hanya menjadi salah satu bagian yang melengkapi (sekedar suplementer) berbagai kebutuhan religius dan psikologi kita. Bukankah dalam kehidupan sehari-hari kita sering tidak menempatkan kehendak Allah dan firmanNya sebagai satu-satunya pondasi yang paling utama dan paling mulia? Kita sering terlalu cepat dan mudah untuk menyerap atau mengadaptasi setiap trend yang berkembang tanpa sikap yang kritis dan selektif. Apalagi bila trend tersebut didukung oleh banyak orang atau teman-teman di sekitar kita, maka umumnya kita juga cenderung untuk mengikuti perilaku mereka seperti: tindakan korupsi, penikmat gambar porno, sikap yang konsumtif, berfoya-foya dan seks bebas. Kecenderungan perilaku kita tersebut bukan hanya karena semua jenis dosa mampu memberikan berbagai “kenikmatan” atau “kepuasan daging”, tetapi juga karena kita juga tidak mau kehilangan “pengakuan” dan “pujian” dari orang-orang di sekitar kita. Sehingga tepatlah nasihat rasu Paulus yang berkata: “Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik” (I Kor. 15:33). Godaan terbesar bagi kita untuk berjalan di dalam kebenaran Tuhan adalah terbelenggu oleh lingkungan atau komunitas pergaulan yang buruk. Relasi Khusus Yang Diikat oleh Perjanjian Sendi-sendi kehidupan kita sesungguhnya dijalin, dipintal dan bertumbuh karena relasi yang eksistensial. Relasi eksistensial yang dimaksud meliputi: relasi dengan Allah, sesama atau orang lain, lingkungan atau alam dan dengan diri kita sendiri. Sehingga putusnya relasi kita dengan salah satu aspek dari keempat faktor tersebut akan menghambat atau merusak proses pertumbuhan dan sendi-sendi kepribadian kita. Akibatnya pertahanan diri kita akan rapuh dan mudah terbelenggu oleh pergaulan yang makin menyeret diri kita ke arah yang negatif dan destruktif. Hakikat relasi dengan Allah, sesama, lingkungan dan diri sendiri bukan sekedar suatu kebutuhan sosial dengan “pihak lain”, tetapi juga suatu fundamen untuk menciptakan pemaknaan terhadap hidup ini. Pemaknaan tersebut akan mendorong diri kita untuk menciptakan arah dan tujuan hidup tertentu. Itu sebabnya apabila relasi kita putus/retak khususnya dengan Allah,sesama dan diri sendiri maka kita akan kehilangan makna dan tujuan hidup ini. Pada saat itulah kita akan mengalami suatu kehidupan yang tanpa arti dan tanpa tujuan. Hidup terasa gelap dan kelam. Di posisi yang demikian setiap orang yang mengalami umumnya akan sangat mudah untuk ditarik ke dalam pusaran atau kawasan duniawi yang sebelumnya sangat dia tolak. Sekali dia memasuki kawasan duniawi, maka sangatlah sulit bagi dia untuk keluar dengan selamat. Dia merasa telah kepalang basah. Dengan pemahaman demikian, kita dapat mengerti mengapa seseorang yang telah terjebak dalam suatu perbuatan dosa sangatlah sulit untuk dinasihati atau dikritik. Jadi sangatlah keliru apabila kita berlaku kasar dan menyudutkan sesama atau saudara yang sedang jatuh dalam dosa agar dia bertobat dan menyesal. Karena dia akan makin mengeraskan hati dan membenamkan diri lebih dalam ke berbagai perbuatan dosa. Karena yang sangat dia butuhkan adalah relasi yang penuh kasih dan penuh pengertian sehingga dia sedikit demi sedikit dapat memulihkan relasi eksistensial yang terputus. Dalam konteks demikian, Allah berkenan menyatakan anugerah kasihNya sehingga relasi Allah dengan manusia diikat oleh perjanjian keselamatan. Di era baru setelah penghukuman air bah, Allah tidak lagi mengambil solusi hukuman yang membinasakan umat manusia tetapi mengikutsertakan manusia sebagai mitraNya dalam perjanjian keselamatan. Di Kej. 9:12-13, Allah berfirman: "Inilah tanda perjanjian yang Kuadakan antara Aku dan kamu serta segala makhluk yang hidup, yang bersama-sama dengan kamu, turun-temurun, untuk selama-lamanya: Busur-Ku Kutaruh di awan, supaya itu menjadi tanda perjanjian antara Aku dan bumi”. Tanda perjanjian keselamatan Allah yang penuh anugerah dinyatakan melalui simbol busur (qeset). Semula dengan busur yang dilengkapi dengan anak panah dipakai oleh Allah untuk memanah setiap umat yang berdosa, sehingga mereka binasa. Tetapi setelah bumi dibersihkan dari perbuatan dosa, Allah mengambil keputusan untuk menempatkan kasih-karuniaNya yang membaharui kehidupan umat yang berdosa. Karena itu simbol busur (qeset) yang dilambangkan dalam wujud pelangi bermakna tumbuhnya pengharapan dan keselamatan yang baru. Busur Allah yang pernah membinasakan kehidupan umat kini berubah fungsi menjadi busur senjata Penebus dan Penyelamat bagi umat yang berdosa. Sebagai Penebus dan Penyelamat, Allah menggunakan busur dan senjataNya untuk menjaga dan melindungi umat agar mereka terjaga dari serangan kuasa maut. Itu sebabnya dosa umat yang begitu besar tidak lagi menghalangi kasih-karunia Allah terus bekerja dalam kehidupan ini, sehingga umat dikaruniai pengharapan dan kesempatan untuk bertobat. Sekaligus busur Allah yang ditampilkan dalam bentuk pelangi untuk mengingatkan umat agar mereka selalu ingat akan kasih karunia Allah yang menjaga dan melindungi mereka. Sehingga umat dapat menjaga diri dari dorongan dan daya tarik dunia seperti yang pernah dilakukan oleh orang-orang pada zaman Nuh. Namun dalam praktek hidup betapa sering kita melupakan dan mengabaikan perjanjian keselamatan Allah yang telah dianugerahkan dalam kehidupan kita. Itu sebabnya perjalanan hidup tidak lagi kita hayati sebagai suatu ziarah iman, tetapi sebagai rangkaian panjang petualangan akan dosa. Padahal relasi khusus yang diikat oleh Allah dalam perjanjianNya bertujuan agar kehidupan kita dapat menjadi suatu ziarah iman di mana kita selalu haus akan kebenaranNya. Tetapi ketika rasa haus kita tidak lagi terarah kepada kebenaran Allah, maka rasa haus kita akan berubah menjadi rasa haus akan kenikmatan dunia ini. Dalam situasi yang demikian, kita perlu bersikap seperti pemazmur yang berkata: “Beritahukanlah jalan-jalan-Mu kepadaku, ya TUHAN, tunjukkanlah itu kepadaku. Bawalah aku berjalan dalam kebenaran-Mu dan ajarlah aku, sebab Engkaulah Allah yang menyelamatkan aku, Engkau kunanti-nantikan sepanjang hari” (Mzm. 25:4-5). Jalan Tuhan Yang Transformatif Bagi kita umat yang hidup di era global, saat ini kita telah memiliki akses informasi yang tak terbatas. Sehingga sangat mudah bagi kita untuk memperoleh pengetahuan iman dan firman Tuhan seluas-luasnya. Karena itu kita dapat membuka situs dan “search engine” dari berbagai versi terjemahan Alkitab termasuk isi Alkitab dalam bahasa asli. Kalau perlu kita juga dapat membuka situs yang menyediakan ribuan film atau video yang menayangkan pemberitaan firman dalam berbagai bahasa atau bahasa yang paling kita kuasai. Tetapi apakah semua upaya dan fasilitas akses tersebut menjamin langkah kehidupan kita untuk terus berjalan dalam kebenaran Tuhan? Jadi apakah masih relevan jikalau pemazmur berkata kepada Tuhan, “Beritahukanlah jalan-jalan-Mu kepadaku, ya TUHAN, tunjukkanlah itu kepadaku. Bawalah aku berjalan dalam kebenaran-Mu dan ajarlah aku”. Jalan kebenaran Tuhan tidaklah identik dengan tumpukan informasi dan luasnya pengetahuan kognitif kita. Sebab jalan kebenaran Tuhan pada hakikatnya menyangkut relasi personal yang telah diubahkan atau relasi yang ditransformasikan. Seseorang yang hidup dalam kebenaran Tuhan seharusnya akan terlebih dahulu mengakui bahwa: “TUHAN itu baik dan benar; sebab itu Ia menunjukkan jalan kepada orang yang sesat. Ia membimbing orang-orang yang rendah hati menurut hukum, dan Ia mengajarkan jalan-Nya kepada orang-orang yang rendah hati” (Mzm. 25:8). Karena itu relasi umat dengan Allah sangatlah menentukan. Apa artinya kita mengetahui banyak hal tentang Allah tetapi menjadi orang yang asing dan terbuang dari hadapan Allah. Apa artinya kita mampu mengakses atau begitu fasih membuka ribuan akses informasi tentang Allah dan karyaNya, tetapi Allah berpaling dari diri kita karena segala dosa yang terus menumpuk dan terpupuk? Jalan kebenaran Tuhan hanya dinyatakan kepada orang-orang yang rendah hati. Spiritualitas kerendahan hati itulah yang menjadi pintu atau akses utama bagi karya keselamatan Allah. Melalui karya penebusan Kristus, Allah mendamaikan diri kita yang berdosa agar dapat menjadi orang-orang yang dibenarkan. Surat I Petr. 3:18 berkata: “Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah; Ia, yang telah dibunuh dalam keadaan-Nya sebagai manusia, tetapi yang telah dibangkitkan menurut Roh”. Karya penebusan Kristus bagi umat yang berdosa tidak dilakukan dengan cara menghukum atau membinasakan umat dengan air bah sebagaimana yang dilakukan Allah pada zaman Nuh. Tetapi dilakukan Kristus dengan cara menyerahkan diriNya untuk menjadi tebusan bagi umat manusia melalui kematian dan kebangkitanNya. Akar dosa tidak dipotong dengan mematikan kehidupan umat manusia, tetapi dengan cara mengorbankan diriNya. Tepatnya Kristus datang untuk memberi kehidupan agar umat yang berdosa dapat memperoleh hidup dalam kelimpahan rahmat Allah (Yoh. 10:10). Bahkan lebih jauh lagi surat I Petrus menyaksikan bahwa karya keselamatan Kristus juga menjangkau roh-roh manusia yang dahulu dibinasakan oleh Allah pada zaman Nuh. Surat I Petr. 3:19-20 berkata: “Dan di dalam Roh itu juga Ia pergi memberitakan Injil kepada roh-roh yang di dalam penjara, yaitu kepada roh-roh mereka yang dahulu pada waktu Nuh tidak taat kepada Allah, ketika Allah tetap menanti dengan sabar waktu Nuh sedang mempersiapkan bahteranya, di mana hanya sedikit, yaitu delapan orang, yang diselamatkan oleh air bah itu”. Karya keselamatan Kristus yang memberi hidup pada hakikatnya merupakan perwujudan dari busur (qeset) Allah, sehingga melalui kematian dan kebangkitanNya Dia telah mematahkan kuasa maut/kuasa dosa. Selain itu Kristus juga dengan kematian dan kebangkitanNya telah memanahkan ribuan “anak panah” kasih Allah yang menghancurkan setiap hati yang keras dan mereka yang terbelenggu oleh kuasa dosa. Dengan demikian melalui dan di dalam Kristus, kini terbukalah jalan Tuhan yang transformatif. Apabila umat manusia sejak semula selalu gagal untuk berjalan dalam kebenaran Tuhan karena dicengkeram oleh kuasa dosa, maka kini di dalam Kristus kita dimampukan oleh kuasa anugerahNya sehingga kita dapat hidup sebagai anak-anak Allah. Dipimpin oleh Roh Ciri hidup sebagai anak-anak Allah ditandai oleh kesediaan diri untuk dipimpin oleh Roh. Sebab karya penebusan Kristus pada hakikatnya bertujuan untuk membuka akses jalan kehidupan yang transformatif yaitu jalan kehidupan yang diperbaharui oleh anugerah dan kasih Allah. Ada 3 jalan kehidupan yang telah diteladankan Kristus bagi kita, yaitu: baptisanNya di sungai Yordan, pencobaanNya di padang gurun dan proklamasi pemberitaanNya yang pertama di Galilea (Mark. 1:9-15). Ketiga jalan kehidupan yang ditempuh oleh Tuhan Yesus tersebut pada hakikatnya merupakan jalan kehidupan yang dipimpin oleh Roh. Baptisan Kristus ditandai dengan penyataan Allah dari sorga dan hadirnya Roh Kudus dalam bentuk burung merpati. Setelah dibaptis, Yesus dibawa oleh Roh untuk dicobai oleh Iblis di padang gurun selama 40 hari. Kemudian dari padang gurun Tuhan Yesus kembali ke Galilea memberitakan Injil yaitu: "Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!" (Mark. 1:15). Umumnya kita mampu menghayati peristiwa baptisan sebagai sikap penyerahan diri kita sebagai anak-anak Allah. Tetapi apakah setelah dibaptis, kita bersedia menanggung berbagai pencobaan yang begitu berat? Kita sering membayangkan bahwa berjalan di dalam kebenaran Tuhan senantiasa akan membawa jalan hidup yang lebih lancar, mulus tanpa hambatan dan segala harapan kita menjadi kenyataan. Bagi beberapa orang, hal tersebut mungkin dapat terwujud dalam suatu kenyataan. Tetapi bagi sebagian orang ternyata tidaklah selalu demikian. Bahkan beberapa orang setelah dia dibaptis dan menjadi umat Allah, dia justru mengalami pencobaan dan permasalahan yang bertubi-tubi. Setelah dia dibaptis, justru dia menghadapi vonis dokter bahwa penyakitnya telah sangat kronis, sebagian orang kehilangan pekerjaan, sebagian lagi kehilangan orang-orang yang sangat dikasihinya; atau sebagian yang lain mengalami kegagalan dalam usaha atau rencana besarnya. Semua peristiwa pahit tersebut membutuhkan daya tahan dan kekuatan iman yang dianugerahkan oleh Roh. Kita tidak mungkin mampu menghadapi dengan kekuatan moril dan akal-budi kita semua peristiwa yang begitu pahit. Tetapi ketika kita dipimpin oleh Roh, maka kita dimampukan untuk berjalan dalam kebenaran Tuhan dengan melewati semua hal yang pahit dan menyakitkan itu. Semua peristiwa yang pahit dan sangat sulit tersebut sesungguhnya merupakan materi riel (“materi eksistensial”) yang memproses dan memurnikan diri kita sebagai anak-anak Allah. Karena itu dasar pemberitaan Kristus yang pertama di Galilea sungguh-sungguh lahir dari proses pergumulanNya sebagai manusia. Dia bukan sekedar seorang guru (rabbi) dan nabi Yahudi yang fasih memberitakan tentang pertobatan. Sebaliknya Kristus telah menggumuli secara eksistensial realitas kehidupan umat manusia yang terbelenggu oleh kuasa dosa, tetapi sebagaimana yang dikatakan oleh kitab Ibrani, yaitu: “Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa” (Ibr. 4:15). Betapa sempurnanya sang Juru-selamat kita, Yesus Kristus. Dia telah dicobai hanya tidak berbuat dosa. Realitas ini makin meneguhkan, bahwa Kristus bukan hanya memiliki kekuatan moril yang sangat sempurna, tetapi juga seluruh hidupNya merupakan pengejawantahan dari kehadiran Roh Allah. Sehingga makna berjalan dalam kebenaran Tuhan tidaklah mungkin dapat dilepaskan dari relasi personal dan imaniah dengan diriNya. Lebih tepat lagi makna berjalan dalam kebenaran Tuhan sesungguhnya identik berjalan di dalam Dia. Sebab Dialah sang jalan dan kebenaran Allah itu sendiri (Yoh. 14:6). Jika demikian, perjanjian keselamatan Allah yang dinyatakan kepada Nuh telah terwujud secara sempurna di dalam diri Kristus. Melalui Kristus, Allah mengadakan perjanjian yang mendamaikan dengan seluruh umat dan seluruh mahluk. Bandingkan dengan kesaksian Injil Markus di bagian pasal terakhir dia menyaksikan: "Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk” (Mark. 16:15). Panggilan Makna berjalan dalam kebenaran Tuhan tidaklah cukup diperoleh melalui ritus, ritual atau pengajaran keagamaan. Kita semua sebenarnya telah tahu apa yang baik dan jahat. Apalagi kini kita telah mampu mengakses berbagai informasi dan pengetahuan yang tanpa batas melalui berbagai fasilitas multi-media dan alat komunikasi. Tetapi seluruh pengetahuan kita tersebut sama sekali tidak menyelamatkan dan menolong kita untuk berjalan dalam kebenaran Tuhan. Mereka sekedar alat penunjuk jalan, tetapi bukan jalan. Padahal kita membutuhkan jalan kebenaran yang sesungguhnya. Jalan kebenaran Tuhan yang sesungguhnya adalah sang Kristus. Sebab Dialah sang busur Allah di mana Allah telah mengungkapkan seluruh kasih karunia dan keselamatan di dalam namaNya. Dengan karya penebusanNya Kristus telah membinasakan dan menghancurkan seluruh kuasa dosa, sekaligus Dia menjaga umatNya sebagai gembala yang baik. Jika demikian, apakah kehidupan kita telah berpola kepada kehidupan Kristus yang mau merendahkan diri saat Dia dibaptiskan, mau diuji dan dicobai saat Dia berada di padang gurun dan mau memberitakan Injil keselamatan agar tercipta keselamatan yang utuh? Untuk itu kita perlu merespon panggilan Kristus untuk terus bertobat dan memberlakukan Injil dalam kehidupan kita sehari-hari. Amin.

"SALING MEMBASUH KAKI" YOHANES 13: 1-17 “CARA MERAIH KEBAHAGIAAN”

Membasuh kaki bukanlah kebiasaan kita, oleh karena itu yang perlu diperhatikan adalah makna dari pembasuhan kaki oleh Yesus kepada murid-muridnya. Yesus berkata :”jadi jikalau aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu. Wajib saling membasuh, adalah kata kuncinya. Berbahagialah kamu yang melakukannya”. Semua orang ingin memperoleh kebahagiaan, namun belum tentu semua orang dapat memperolehnya. Dalam ayat di bawah ini YESUS mengajarkan kita cara meraih kebahagiaan. YOHANES 13 : 17 17 Jikalau kamu tahu semua ini, maka berbahagialah kamu, jika kamu melakukannya. YESUS mengatakan bahwa jika ingin berbahagia, seseorang harus mengetahui semua ini, maksudnya mengetahui Firman TUHAN dan mau melakukannya. Itu sebabnya apabila kita belum memperoleh kebahagiaan, langkah awal yang harus dilakukan adalah cari tahu lebih banyak tentang Firman TUHAN. Kemudian langkah kedua, lakukan semua Firman yang kita pelajari. Sebagian besar anak TUHAN yang datang ke gereja pasti ingin mengetahui lebih banyak tentang Firman TUHAN. Tetapi, dari sebagian besar di antaranya, hanya sebagian kecil yang mau melakukan Firman. Padahal, YESUS sendiri memberikan kepastian bahwa jika kita mau melakukan Firman maka berkat atau kebahagiaan itu akan diberikan kepada kita. Ketika YESUS mengatakan: "Jikalau kamu tahu semuanya ini...", sesungguhnya IA tidak hanya mengajarkan Firman saja, tetapi IA juga telah memberikan teladan. YOHANES 13 : 4 - 5 4 Lalu bangunlah YESUS dan menanggalkan jubah-NYA. IA mengambil sehelai kain lenan dan mengikatkannya pada pinggang-NYA, 5 kemudian Ia menuangkan air ke dalam sebuah basi, dan mulai membasuh kaki murid-murid-NYA lalu menyekanya dengan kain yang terikat pada pinggang-NYA itu. Teladan yang diberikan YESUS adalah tindakan pembasuhan kaki. Pada perkembangan selanjutnya, apa yang dilakukan YESUS itu menjadi sebuah tradisi yang biasa dilakukan oleh beberapa gereja. Padahal, apa yang dilakukan YESUS ini bukan hanya sekedar tradisi yang harus dilakukan, melainkan ada makna yang sangat dalam yang terkandung di dalamnya. Makna inilah yang seharusnya benar-benar kita lakukan dalam hidup kita, bukan hanya sekedar membasuh kaki secara lahiriah. Untuk itu kita akan mempelajari satu persatu tentang makna dari pembasuhan kaki yang YESUS lakukan terhadap murid-murid. Sebelum membasuh kaki murid-murid, YESUS menanggalkan jubah-NYA. Apa arti menanggalkan jubah? Jubah merupakan atribut atau tingkat sosial seseorang. Contohnya, seorang pengemis memiliki atributnya sendiri, yakni jubah khas pengemis yang digunakannya. Orang buta pun memiliki jubah tersendiri; kalau zaman sekarang atribut orang yang buta adalah tongkat khusus untuk orang buta. Itu sebabnya ketika YESUS hendak membasuh kaki murid-murid, IA menanggalkan jubah-NYA. Artinya, YESUS menanggalkan atribut ke-Illahian-NYA. IA merendahkan Diri, dengan mengambil rupa seorang hamba. Mengapa banyak orang Kristen yang hidupnya tidak diberkati? Karena ia kurang atau bahkan tidak mau merendahkan hati. Buktinya, banyak orang yang mengalami banyak kesusahan, bahkan kematian, karena gengsinya atau kesombongannya sendiri. Setelah itu YESUS menuangkan air ke dalam sebuah basi (baskom) dan mulai melakukan pekerjaan utamanya yakni membasuh kaki yang bermakna penyucian atau pengampunan dosa yang diberikan kepada kita. Penyucian (pembasuhan kaki) yang dilakukan YESUS berbeda dengan penyaliban yang dialami oleh YESUS. Penyaliban YESUS berkaitan dengan pengampunan dosa manusia secara keseluruhan, yaitu ketika seseorang mengakui YESUS sebagai TUHAN dan Juruselamat di dalam hidupnya. Sedangkan penyucian yang digambarkan melalui pembasuhan kaki berbicara tentang penyucian yang dilakukan YESUS bagi orang yang telah beriman. Sekalipun seseorang telah menjadi orang percaya dan telah menerima pengampunan dosa melalui salib KRISTUS, pada kenyataannya dia masih dapat berbuat dosa karena memang tidak ada manusia yang sempurna; suatu saat dia masih dapat berbuat dosa. Atas dasar kesadaran seperti ini, kita harus selalu meminta kepada TUHAN agar IA membasuh seluruh jalan kehidupan kita. Setelah YESUS membasuh kaki murid-murid, IA menyeka kaki mereka dengan kain lenan yang terikat di pinggang-NYA. Yang menjadi pertanyaan adalah, setelah kaki dibasuh, mengapa harus diseka untuk dikeringkan? Tindakan YESUS ini bermakna agar keadaan kita kembali seperti semula. Kaki yang semula kering -namun kotor- dicuci hingga bersih, lalu diseka sehingga kering kembali. Seolah-olah kaki mereka tidak pernah kotor, dan juga seolah-olah tidak pernah dicuci. Makna rohaninya, IA tidak mengingat kesalahan yang pernah kita perbuat. Ada hal penting dari tindakan YESUS dalam hal membasuh kaki murid-murid: YESUS yang mengambil inisiatif untuk melakukannya. Padahal seharusnya manusia yang berbuat dosa yang berinisiatif memohon pengampunan. YESUS justru mengambil inisiatif untuk menyucikan murid-murid di tengah-tengah ketiadaan kesadaran dari murid-murid tentang "kaki" mereka yang kotor. Berarti YESUS sudah menyiapkan pengampunan bagi kita, sehingga kapan pun kita memintanya, IA akan memberikannya. Itu sebabnya setiap awal bulan kita melakukan Perjamuan Kudus, tujuannya adalah untuk mengingatkan kita bahwa pengampunan itu telah IA berikan bagi kita. Selain itu juga mengingatkan kita bahwa sepanjang perjalanan hidup kita, ketika "kaki" kita menginjak sesuatu yang kotor, IA juga tetap memberikan pengampunan tersebut. Tujuannya adalah agar kita menerima kembali kebahagiaan dari DIA. YOHANES 13 : 6 - 7 6 Maka sampailah IA kepada Simon Petrus. Kata Petrus kepada-NYA: "TUHAN, ENGKAU hendak membasuh kakiku?"7 Jawab YESUS kepadanya: "Apa yang KU-perbuat, engkau tidak tahu sekarang, tetapi engkau akan mengertinya kelak." Ketika YESUS sampai kepada Petrus, ia memunculkan suatu pertanyaan kepada YESUS. Dari hal ini ada pelajaran positif yang dapat kita ambil yakni Petrus memiliki sifat selalu ingin belajar. Bahkan ia juga ingin mengetahui arti tindakan yang dilakukan YESUS itu. Seharusnya sebagai orang yang percaya, kita memiliki sikap seperti Petrus yang selalu ingin belajar Firman TUHAN. Sikap kurang mau belajar lebih dalam tentang Firman terkadang menjadi kendala sehingga kita tidak menerima kebahagiaan. Tidak seorang pun dari kedua belas murid itu yang mengerti tindakan YESUS membasuh kaki mereka. Tetapi, hanya Petrus yang mau bertanya. Aplikasinya dalam hidup kita adalah jika ada Firman TUHAN yang tidak kita mengerti, tanyakan kepada TUHAN tentang maksud dari Firman itu. Dengan demikian kita mengetahui artinya dan setelah itu melakukannya. Jawaban yang diberikan YESUS: "Apa yang KU-perbuat, engkau tidak tahu sekarang, tetapi engkau akan mengertinya kelak." Mengapa Petrus belum mengerti? Sebab saat itu ia belum menyangkal YESUS; ia belum mengerti bahwa ia membutuhkan penyucian dari dosanya itu. YOHANES 13 : 8 - 10 8 Kata Petrus kepada-NYA: "ENGKAU tidak akan membasuh kakiku sampai selama-lamanya." Jawab YESUS: "Jikalau AKU tidak membasuh engkau, engkau tidak mendapat bagian dalam AKU." 9 Kata Simon Petrus kepada-NYA: "TUHAN, jangan hanya kakiku saja, tetapi juga tangan dan kepalaku!" 10 Kata YESUS kepadanya: "Barangsiapa telah mandi, ia tidak usah membasuh diri lagi selain membasuh kakinya, karena ia sudah bersih seluruhnya. Juga kamu sudah bersih, hanya tidak semua." Dalam ayat di atas, YESUS menekankan bahwa pengampunan atau penyucian dosa benar-benar mutlak diperlukan oleh semua orang percaya. Sebab jika tidak menerima pengampunan dosa, kita tidak akan mendapat bagian di dalam YESUS. Kehidupan kekristenan kita akan sia-sia. Jadi sepanjang jalan kehidupan ini, ketika kita melakukan dosa, kita harus mau datang dan minta pengampunan dosa dari TUHAN. YESUS memang sudah menyediakan pengampunan bagi setiap orang percaya, namun jika kita tidak mau datang kepada-NYA dan minta pengampunan dari YESUS, pengampunan yang telah disediakan itu tidak akan kita terima. Jadi kunci untuk memperoleh kebahagiaan dan agar kebahagiaan itu tidak hilang, mohonlah pengampunan dosa dari TUHAN. Dari reaksi yang diberikan Petrus agar YESUS membasuh tubuhnya, ada pelajaran lain yang dapat kita ambil, yakni YESUS menjelaskan perbedaan antara baptisan dengan pengampunan dosa. Sebab itu YESUS berkata: "Barangsiapa telah mandi, ia tidak usah membasuh diri lagi selain membasuh kakinya..." Hal ini harus kita mengerti dengan sungguh-sungguh. Sebab banyak anak TUHAN yang konseling, mengatakan bahwa dahulu ia telah dibaptis selam, namun beberapa waktu selanjutnya ia mulai meninggalkan TUHAN. Sekarang ia kembali kepada jalan TUHAN. Ia menemui saya dan bertanya, apakah perlu dilakukan baptis ulang. Untuk menjawab pertanyaannya ini saya bacakan perkataan YESUS dalam Yohanes 13:10 ini. Yang diperlukan olehnya adalah pembasuhan kaki (penyucian dari dosa) dan bukan mandi (baptisan). Caranya adalah melakukan pemberesan dosa di hadapan ALLAH dan mohon pengampunannya, bukan dengan cara baptis ulang. Sebab baptisan cukup satu kali seumur hidup, tetapi pembasuhan harus dilakukan terus menerus selama kita masih menjalani hidup di dalam dunia ini. YOHANES 13 : 11 11 Sebab IA tahu, siapa yang akan menyerahkan DIA. Karena itu IA berkata: "Tidak semua kamu bersih." Kaki kedua belas murid dibasuh oleh YESUS, termasuk kaki Yudas Iskariot yang pada akhirnya menghianati YESUS dengan jalan menjual DIA. Selain Yudas Iskariot, Petrus juga menyangkal YESUS. Ketika Petrus meminta pengampunan, ia mendapatkan pengampunan. Bagaimana dengan Yudas Iskariot? Apakah ia juga memiliki hak yang sama dengan Petrus, hak untuk diampuni? Sudah tentu Yudas Iskariot juga memiliki hak yang sama dengan Petrus. Namun, ketika Yudas sadar bahwa ia telah berdosa, Yudas tidak mau datang kepada TUHAN untuk memohon pengampunan. Yudas tidak memperoleh pengampunan bukan karena TUHAN tidak menyediakan pengampunan baginya, tetapi karena Yudas sendiri yang tidak mau datang kepada-NYA. Dari sikap yang diambil Yudas Iskariot, kita belajar bahwa jika hingga saat ini kita masih belum mengalami kebahagiaan, itu bukan karena TUHAN tidak menyediakannya bagi kita. Itu karena kita sendiri yang belum mau datang kepada-NYA untuk merendahkan diri dan meminta pengampunan dari TUHAN. Karena Petrus mau mengambil kesempatan untuk menerima pengampunan yang disediakan oleh YESUS, rasul yang pertama kali dijumpai pasca kebangkitan-NYA adalah Petrus. Sebab itu, baiklah kita menjadi seperti Petrus yang selalu ingin belajar Firman dan mau mengambil kesempatan untuk menerima pengampunan yang disediakan oleh TUHAN. KOLOSE 3 : 13 – 14 13 Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti TUHAN telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian. 14 Dan di atas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan. Terhadap sesama, kita harus sabar satu dengan yang lain. Sekalipun pada kenyataannya kesabaran itu telah mencapai ambang batas, yang harus tetap kita perbuat adalah memberikan maaf terhadap orang yang telah menyakiti kita sekalipun orang itu belum mengakui kesalahannya dan belum meminta maaf kepada kita. Nasehat yang diutarakan rasul Paulus adalah agar kita mengampuni orang yang menaruh dendam terhadap kita. Orang yang mendendam terhadap kita adalah orang yang belum mengakui kesalahannya kepada kita apalagi meminta maaf. Perintah ini merupakan perintah yang wajib kita lakukan sebagai anak-anak ALLAH. Memang hal ini cukup sulit. Tetapi sebagai sebuah kewajiban, kita harus mau melakukannya. Ketika saya belum menjadi seorang Pendeta (baru berstatus sebagai anak Pendeta), saya terheran-heran melihat apa yang dilakukan oleh Papa (Pdt. Dr. Benny Santoso) terhadap hamba-hamba TUHAN. Beberapa hamba TUHAN yang datang kepada Papa dengan tujuan untuk meminta sumbangan guna membangun gereja. Tetapi di belakang Papa, hamba TUHAN yang sama telah menyebarkan berita yang kurang baik tentang Papa. Bahkan Papa pun mengetahui hal tersebut. Tetapi ketika hamba TUHAN itu kembali mendatangi Papa, kembali meminta bantuan, beliau tetap memberikan bantuan dana bagi mereka. Padahal, Papa sendiri belum memiliki gedung Gereja. Pada saat itu saya merasa aneh dengan apa yang telah Papa perbuat. Tetapi sekarang saya mengerti bahwa apa yang dilakukan oleh Papa adalah untuk melakukan apa yang menjadi kewajibannya sebagai hamba ALLAH dalam hal melaksanakan Firman TUHAN. Keteladanan yang Papa berikan itu mendorong saya untuk melakukan hal yang sama. Sehingga berkat-berkat yang telah TUHAN sediakan dapat saya raih secara sempurna. YOHANES 13 : 15 – 16 15 sebab AKU telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah KU-perbuat kepadamu. 16 AKU berkata kepadamu: Sesungguhnya seorang hamba tidaklah lebih tinggi dari pada tuannya, ataupun seorang utusan dari pada dia yang mengutusnya. Perkataan YESUS memang terlihat sederhana, tetapi jika kita perhatikan lebih teliti, ada suatu pengertian yang sangat dalam. YESUS telah memberikan teladan kepada kita, murid-murid-NYA. Kemudian IA berkata: "Sesungguhnya seorang hamba tidaklah lebih tinggi dari pada tuannya..." Jadi, jika kita tidak mau melakukan seperti apa yang dilakukan oleh YESUS, berarti kita telah merasa lebih tinggi dari YESUS. Alkitab mencatat, pribadi yang ingin melebihi ALLAH adalah setan. Oleh karena ia mau melebihi TUHAN, ia tidak mau melakukan perintah TUHAN. Jadi jika kita tidak mau melakukan seperti apa yang dilakukan oleh YESUS berarti kita adalah anak setan. Dan ingat, setan binasa oleh karena kesombongannya. YAKOBUS 5 : 16 16 Karena itu hendaklah kamu saling mengaku dosamu dan saling mendoakan, supaya kamu sembuh. Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya. Saling mengaku dosa di sini bukanlah pengakuan dosa yang berkaitan dengan perbuatan yang berdosa terhadap TUHAN, tetapi berbuat kesalahan kepada sesama. Perlu dibedakan antara dosa terhadap sesama dengan dosa terhadap TUHAN. Contohnya, seorang suami yang berbuat salah terhadap istrinya, ia harus mengaku dosa kepada ALLAH juga kepada istrinya. Dengan melakukan hal ini, Firman TUHAN mengatakan bahwa kita akan sembuh (persoalan kita akan terselesaikan). Jika hingga hari ini kita belum melakukan hal ini, yakni saling mengakui dosa, lakukanlah seperti apa yang TUHAN perintahkan bagi kita. Dengan berlaku demikian, yakni mau mendengar Firman dan melakukannya dengan penuh kerendahan hati, maka seluruh hidup kita akan dipulihkan dan diberkati oleh TUHAN. Amin.