Selasa, 28 Januari 2014

Khotbah Minggu 02 02 2014 "Yang Allah Tuntut…? Hidup Adil, Setia dan Rendah Hati" Mikha 6:1-8

Pengantar: “Nabi Mikha melayani dalam salah satu masa paling kelam dari sejarah Israel. Negeri itu sudah lama terpecah menjadi dua kerajaan. Akhirnya, Asyur menamatkan kerajaan utara, dan Mikha dapat melihat kejahatan serta kekejaman yang menjalar ke dalam kerajaan Yehuda di selatan. Dia berkhotbah terhadap dosa-dosa yang fatal seperti ketidakjujuran, ketidakadilan, penyuapan, dan hal-hal yang mencurigakan” [alinea pertama: empat kalimat pertama]. Menurut catatan sejarah, pada tahun 734 SM kerajaan Asyur telah menaklukkan Israel dan Yehuda lalu menjadikannya sebagai wilayah jajahan. Tahun 722 SM raja Salmaneser dari Asyur kembali menginvasi Samaria lalu memenjarakan raja Hosea dan penduduknya ditawan dalam pembuangan (2Raj. 17:3-6; 18:9-11). Delapan tahun kemudian Sanherib, raja Asyur yang lain, melakukan pengepungan ketat terhadap kota Yerusalem, dan hanya atas pernyataan kesanggupan raja Hizkia dari Yehuda untuk membayar upeti yang besar maka pengepungan itu diperlonggar (2Raj. 18:13-14). Renungan: Amat mencengangkan kemiripan keadaan masyarakat pada masa nabi Mikha yang membuat Allah murka, dengan situasi saat ini: korupsi yang terjadi di kalangan pemimpin politik, penegak hukum, bahkan pemuka agama (Mi. 3:11); penyelewengan di bidang hukum, di mana segala sesuatu dapat diatur seturut kepentingan (Mi. 7:3); kesewenang-wenangan, ketidakadilan dan kekejaman pemimpin yang menindas orang kecil (Mi. 2:1-2); praktik keagamaan yang palsu dan kosong karena di baliknya praktik-praktik di atas berlangsung tanpa gangguan (Mi. 6:6-7), bahkan penyembahan berhala marak (Mi. 5:11-13). Allah melalui nabi Mikha (Mi. 6:1-8) menyatakan dengan tegas kekecewaan-Nya atas keadaan umat-Nya. Untuk itu Ia mengingatkan umat-Nya akan karya penyelamatan-Nya, serta menuntut pertanggungjawaban mereka (Mi.6:3). Inti dari pesan Allah melalui nabi Mikha dalam situasi yang bobrok seperti itu adalah: “Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah yang dituntut TUHAN dari padamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu?” (Mi. 6:8) Hidup ini adalah hidup yang keras, dan yang terus berubah, walau lebih kerap ke arah yang lebih tidak baik, bahkan mungkin lebih parah dan kompleks ketimbang situasi di zaman nabi Mikha. Sebagai orang percaya, kita dipanggil bukan untuk “mengingkari” kehidupan nyata ini (dengan bersembunyi di balik kesalehan atau kerohanian yang sempit, atau di balik mimpi tentang hidup yang indah dan sejati di sorga sana), tetapi untuk menerangi dan menggaraminya, dengan hidup adil, setia dan rendah hati. Penutup: Hidup, "Berlaku adil, mencintai kesetiaan dan hidup dengan rendah hati." Adalah tuntutan hidup sebagai warga Kristen yang percaya kepada Sang sumber Keadilan itu. Dalam ayat-ayat sebelumnya, sang nabi mengutuk formalitas yang hampa (ayat 6,7). Ia mengatakan bahwa kegiatan beragama harus disertai cara hidup yang ditandai dengan integritas, kebaikan dan kerendahan hati di hadapan Tuhan. Mikha 6:8 masih berlaku bagi umat Allah saat ini, walaupun kematian Kristus di kayu salib telah menghapus kewajiban mempersembahkan korban sembelihan. Mungkin kita telah beriman kepada Yesus sebagai Juruselamat, dan mungkin kita menghadiri kebaktian di gereja dengan setia, memberi persembahan, membaca Alkitab, dan berdoa. Tetapi kita harus waspada agar kegiatan yang baik ini tidak merosot menjadi formalitas yang hampa. Iman kita harus menunjukkan sesuatu yang berbeda dalam cara kita hidup dan memperlakukan orang lain. Kita harus menjadi orang yang hidup dengan rendah hati di hadapan Allah, yang rindu menunjukkan kesetiaan, dan menegakkan keadilan demi Allah. Sebagian orang mencoba menjadi baik tanpa mengenal Allah. Tetapi juga tidak benar bila kita berkata bahwa kita mengenal Allah padahal kita tidak peduli untuk berbuat baik. Amin

Kamis, 23 Januari 2014

"PERPECAHAN DALAM JEMAAT KORINTUS" I Korintus 1: 10-17

Pembahasan: Jemaat Korintus adalah jemaat yang melimpah dengan karunia Roh. Jika kita melihat surat-surat Paulus, hanya jemaat Roma yang dapat menyamai karunia Roh yang Tuhan berikan kepada jemaat Korintus. Hampir semua karunia Roh dimiliki oleh jemaat ini. Ini mungkin disebabkan perkenan Tuhan saat Paulus menginjili kota ini. Dalam Kisah 17-18, diceritakan bagaimana pembentukan jemaat Korintus dilakukan. Oleh Lukas, penulis kitab Kisah Rasul, penginjilan Paulus di Korintus diperbandingkan dengan penginjilan Paulus di Efesus. Mengenai ini, akan kita bahas pada subyek I Korintus 3. Namun yang perlu diketahui, penginjilan Paulus di Korintus dilakukan dengan hikmat Tuhan, bukan hikmat manusia. Karenanya Tuhan memberkati jemaat ini (Kisah 17:9-10). Namun, jemaat ini juga menjadi lambang gereja yang penuh dengan perpecahan. Seperti banyak buku sejarah mengomentari mengenai kota Korintus, demikianlah jemaatnya hidup dalam eskalasi sosial budaya kota pelabuhan yang kental dengan kemaksiatan. Korintus selain sebagai kota pelabuhan, juga adalah kota industri di Akhaya. Begitu pesatnya perkembangan kota yang kini menjadi bagian negara Yunani, penduduk kota Korintus juga hidup dalam kerentanan filtrasi pengaruh luar. Karena itu, dalam jemaat berkembang berbagai doktrin. Pengaruh paling kuat adalah pengetahuan filsafat yang dikenal dengan istilah Gnosis. Pengetahuan ini didasarkan atas filsafat Plato yang mengajarkan dunia idea. Dalam dunia fana yang kita tempati ini, terdapat pula sebuah dunia maya yang sama posisinya dengan dunia ini. Jadi, jika di dunia ini hidup Yesus, maka dalam dunia maya ada pribadi yang sama yang dikenal dengan nama Kristus. Jika orang Kristen telah menjadi percaya, maka di dunia maya mereka sudah selamat. Tubuh di dunia ini tidak penting lagi. Apa yang terjadi dan apa yang dilakukan manusia Kristen sudah tidak penting lagi, karena mereka telah selamat. Inilah dasar pengajaran Gnosis Korintus kala itu. Maka, tidak heran kalau Paulus menulis banyak tentang tata cara kehidupan etis Kristen. Paulus harus menggambarkan konsep Allah tentang tubuh manusia (pasal 3, 5), pandangan Kristen terhadap perselisihan (pasal 4, 6), tentang percabulan (pasal 6), tentang perkawinan (pasal 7), tentang makanan (pasal 8), tentang cara pandang terhadap pimpinan (pasal 9), tentang Israel (pasal 10), tentang wanita (pasal 11), tentang karunia Roh (12-14), tentang kebangkitan tubuh (pasal 15) dan tentang hidup dalam jemaat universal (pasal 16). Sementara surat Paulus kepada jemaat Korintus yang kedua lebih menekankan doktrin daripada kehidupan jemaat di dunia ini. Jadi, betapa miskin dan tak terkendalinya jemaat Korintus dalam kehidupan kerohanian mereka, sementara karunia Roh begitu melimpahnya. Parahnya lagi, jemaat Korintus ini justru menampakkan pribadi yang kerdil rohani, di tengah-tengah kelimpahan kasih karunia. Betapa tidak menjadi kerdil rohani, jika mereka meng-kotak-kan diri mereka dalam berbagai golongan. Mereka menyebut diri sebagai golongan Paulus, Apolos, Kefas dan Kristus. Perselisihan ini nampaknya sangat tajam sampai harus dilaporkan oleh keluarga Kloe kepada Paulus yang langsung menjadwal untuk datang lagi ke Korintus. Ini adalah sikap kanak-kanak rohani, bahkan penyesatan jemaat. Pengajaran sesat, berasal dari kata CULT dalam bahasa Inggris yang sering kita terjemahkan sebagai kultur atau kultus atau budaya. Kultus hanya boleh diberikan kepada Tuhan, bukan yang lain. Ketika kita mulai mengkultuskan seseorang, maka itu sudah menjadi penyesatan. Jemaat Korintus ini menggambarkan kehidupan pribadi kita saat ini. Bagaimana kalau kita melihat ke dalam jemaat itu sendiri? Antar majelis saling tuding. Banyak jemaat muncul bukan karena penginjilan melainkan perselisihan. GKPI Gang Sado...GKPI Marindal...GKPI Ciliwung Bandung dan masih banyak lagi yang saling serang memperebutkan mimbar ibadah. Belum lagi perselisihan terselubung di dalam organisasi yang terkesan harmonis. Banyak hal-hal yang menunjukkan bahwa sesungguhnya surat Korintus ini ditujukan kepada kita semua termasuk GKPI. Mari kita melihat dengan cara pandang Tuhan. Kalau kita memang ingin mempermuliakan nama Tuhan, hentikan membangun kerajaan sendiri. Jangan hidup dalam tempurung gedung ibadah, karena gereja telah mendunia. Bersatu dan nyatakan perbedaan denominasi sebagai kekayaan khasanah yang Tuhan berikan. Dukung satu dengan lainnya. Jangan meng-kotak-kan gereja dengan organisasi, termasuk kartu anggota. Mari kita muliakan Tuhan dengan kekayaan kasih karuniaNya dan sesuai talenta yang Dia berikan kepada kita. Amen

Selasa, 21 Januari 2014

Khotbah Minggu 26 Januari 2014 1 Korintus 1:10-18 "KESATUAN DALAM KRISTUS"

Pendahuluan Surat Paulus kepada jemaat Korintus yang disampaikan sekitar tahun 50-52 masih kena-mengena dengan kondisi kita di tahun 2013 ini. Korintus yang masuk wilayah Yunani ini, menjadi pusat pertemuan berbagai budaya, kota teater, kota ilmu pengetahuan, kota olah raga, kota pelabuhan, dan terkenal kuil penyembahan kepada dewa cinta Afrodite. Kota yang sangat duniawi, yang terkenal dengan kejahatannya. Dalam bahasa Yunani ada istilah “mengkorintuskan” yang berarti menjalankan kehidupan yang ditandai kemabukan dan percabulan. Jemaat ini dilanda perpecahan secara internal dengan penampilan 4 kelompok (Partai Paulus, Apolos, Kefas dan Kristus). Bahkan orang Yahudi punya komunitas ahli Taurat, orang Farisi dan orang Saduki. Selama abad pertama muncul golongan Stoa, Epikuros, bahkan nabi-nabi palsu. Pada dasarnya penyebab perpecahan ini karena jemaat tidak dewasa secara rohani. Saudara-saudara, saya yakin bahwa kita tahu semboyan yang satu ini: “Bhinneka Tunggal Ika.” Tentu semua masih ingat artinya: Berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Para bapak bangsa, ketika menelurkan semboyan ini, tentu tahu betul bahwa bangsa Indonesia memiliki keragaman suku, bahasa, budaya, agama, dll. Meskipun demikian, ada cita-cita dalam diri mereka agar bangsa ini menjadi bangsa Indonesia yang bersatu. Namun kalau kita melihat keadaan saat ini, bisakah dikatakan bahwa bangsa Indonesia sudah bersatu? Dahulu para pejuang kemerdekaan bahu-membahu mengusir penjajah, tetapi generasi sekarang ini justru sering bahu-membahu untuk menyerang kelompok lain yang tidak sepaham, meskipun sama-sama saudara sebangsa. Jika demikian, di manakah semangat untuk bersatu? Semangat untuk bersatu seolah-olah hanya menjadi kata-kata yang tercetak dalam dokumen yang telah usang dan lapuk dimakan usia; terasa kuno dan tidak relevan. Ketika saudara mendengar ini, mungkin ada yang berpikir, “Ah, itu bukan urusan saya. Urusan saya adalah jemaat-jemaat yang saya layani. Persatuan dan kesatuan bangsa adalah urusan pemerintah.” Tetapi jika kita renungkan lebih dalam, sesungguhnya keadaan gereja seringkali tidak berbeda dengan keadaan bangsa ini. Kita sering menjumpai jemaat Tuhan yang terpecah belah akibat berbagai macam perselisihan, padahal semua orang percaya sudah dipersatukan dalam satu tubuh Kristus. Jika demikian, di manakah kesatuan itu? Mengapa perpecahan itu sampai terjadi? Saudara-saudara, Firman Tuhan yang kita baca mengajarkan bahwa bahwa sebagai orang percaya yang merupakan satu tubuh Kristus, hendaknya kita memelihara kesatuan tersebut. Firman Tuhan mengajarkan bagaimana orang percaya dapat memelihara kesatuan tersebut. I. Kesatuan tubuh Kristus dapat dipelihara jika orang percaya seia sekata dan sehati sepikir (ay. 10-11) Penjelasan Dalam perikop sebelumnya (ay. 5-6) dikatakan bahwa jemaat Korintus adalah jemaat yang kaya dalam segala hal, baik dalam perkataan maupun pengetahuan (ay. 5). Di ayat 7 dikatakan: “Demikianlah kamu tidak kekurangan satu karuniapun...” dan Paulus sangat mengucap syukur akan semua ini (ay. 4). Sayangnya, di dalam segala kelebihan yang dimiliki oleh jemaat Korintus, ada borok yang jika dibiarkan dapat menjadi infeksi yang menyebar dan membahayakan kesatuan tubuh Kristus, yakni perpecahan. Saudara-saudara, di ayat 7 Paulus memberikan nasihat kepada jemaat Korintus dengan memakai bentukparalelisme antitesis. Paulus memakai frasa-frasa “seia sekata” (a)—“jangan ada perpecahan” (b)—“erat bersatu” (b’)—“sehati sepikir” (a’). Dengan bentuk demikian, kita tahu bahwa Paulus menghendaki supaya jemaat Korintus dapat bersatu dan tidak terpecah dengan cara seia sekata dan sehati sepikir. Untuk memelihara kesatuan tubuh Kristus, rasul Paulus di dalam nama Yesus Kristus menasihatkan dengantegas agar jemaat seia sekata dan sehati sepikir (Baca ayat 10). Perhatikanlah bahwa nasihat ini disampaikan dengan sungguh-sungguh! Paulus tidak meminta jemaat seia sekata hanya untuk menghormati dia, melainkan karena Kristus. “Seia sekata” yang dimaksudkan Paulus adalah kesatuan jemaat dalam pemberitaan dan pengajaran Injil yang murni, yaitu Injil yang tidak terkontaminasi oleh hikmat manusia (2:1-5). Selanjutnya, Paulus menggunakan frasa“sehati sepikir” dengan maksud agar jemaat Korintus memiliki kesatuan dalam mind-set mereka bahwa karunia-karunia berbeda yang dimiliki harus dipakai untuk saling melengkapi sebagai sesama anggota tubuh Kristus. Namun saudara, bukan hanya perbedaan karunia saja yang mengancam kesatuan tubuh Kristus di Korintus, tetapi juga perselisihan tajam di antara kelompok-kelompok yang ada. Hal ini dilaporkan oleh anggota keluarga Kloe, yang dikenal oleh jemaat Korintus. Berdasarkan laporan tersebut, tampaknya perselisihan antar kelompok sudah tidak wajar lagi. Pemicu utamanya adalah tidak adanya sikap yang “seia sekata” dan “sehati sepikir.” Akibatnyaterjadi perselisihan di dalam pengajaran (ps. 1-4), percabulan (ps. 5-6), masalah dalam pernikahan (ps. 7), perdebatan tentang makan persembahan berhala (ps. 8), penyimpangan dalam Perjamuan Kasih dan Perjamuan Kudus (ps. 11),kekurangan kasih (ps. 13), ketidaktertiban dalam ibadah (ps. 14), bahkan keraguan akan kebangkitan Kristus (ps. 15). Bagian pembuka yang sederhana ini Paulus tuliskan untuk meneropong panorama kitab 1 Korintus secara utuh danmenunjukkan bahwa jemaat ini sedang dalam masa kritis dan harus segera diobati. Karena itu, dengan yakin Paulus menasihatkan bahwa kalau saja setiap orang percaya dapat seia sekata dan sehati sepikir, maka kesatuan tubuh Kristus sudah pasti akan tetap terpelihara. Ilustrasi Saudara-saudara, gambaran setiap orang percaya yang seia sekata dan sehati sepikir dapat dibandingkan dengan penampilan sebuah orkestra. Gesekan dawai biola dipadukan dengan tiupan saxophone, petikan harpa, pukulan drum, dan ditambah dengan choir nan merdu, yang semuanya dipadukan menjadi sebuah harmoni yang begitu indah di bawah komando sang conductor. Hasilnya adalah alunan musik dan lirik yang sangat mengagumkan. That’s amazing. Inilah kesatuan itu, yaitu harmoni. Dari perbedaan peran masing-masing pihak, tercipta sebuah harmoni yang indah. Jika masing-masing pihak bermain semaunya sendiri, hasilnya tidak akan indah, tetapi kacau. Di sinilah ada kesatuan di dalam keragaman: unity in diversity. Aplikasi Saudara-saudara, sebuah orkestra dapat menjadi gambaran dari tubuh Kristus. Setiap bagiannya memilikiperan, karunia, dan keunikan masing-masing. Allah memang menciptakan kita berbeda dan unik satu sama lain, dengan berbagai macam latar belakang budaya, karunia, talenta, karakter, kepribadian, dan minat. Tentunya Allah tidak menghendaki perbedaan yang ada membuat kita terpecah belah, tetapi supaya kita dapat menciptakan kesatuan untuk kemuliaan-Nya. Dapat dikatakan bahwa kita adalah bagian dari orkestra agung yang Allah ciptakan sehingga dengan perbedaan itu, kita seharusnya menciptakan sebuah harmoni yang indah di bawah arahan sang ConductorAgung kita, yaitu Yesus Kristus. II. Kesatuan tubuh Kristus dapat dipelihara jika orang percaya tidak terjebak dalam semangat favoritisme (ay. 12-17) Penjelasan orang Korintus pada umumnya sangat bangga akan kemampuan intelektual yang mereka miliki. Kalau kita perhatikan 1Kor. 1:18 dan seterusnya, maka kita akan melihat bahwa semakin tinggi kemampuan intelektual seseorang, dia akan semakin dihargai oleh masyarakat. Kalau saja kejadiannya di zaman sekarang, mungkin orang akan datang berbondong-bondong untuk mendengarkan orang tersebut berbicara. Bahkan, tidak sedikit di antara mereka yang mungkin rela merogoh kocek lebih dalam hanya untuk selembar tiket yang dijual para calo tiket. Pemberitaan media pun akan menambah semarak dari penyelenggaran ceramah tersebut. Akan ada banyak stasiun TV yang berlomba-lomba untuk mendapatkan hak tayang ceramah tersebut secara live. Orang-orang “pintar” tersebut tentu akan menjadi magnet yang memiliki daya tarik yang luar biasa bagi orang-orang Korintus pada masa itu karena memang itulah yang menjadi kesukaan dan hiburan mereka. Dengan latar belakang budaya masyarakat yang demikian itu, hampir dapat dipastikan bahwa jemaat Korintus adalah jemaat yang memiliki kebudayaan yang tinggi dan kritis. Dapat dipastikan juga bahwa telinga mereka tidak hanya terbiasa untuk mendengarkan khotbah-khotbah mingguan, tetapi juga ceramah-ceramah dari filsuf-filsuf tersebut. Dan sama seperti kebanyakan orang di Korintus, para jemaat pun nge-fans berat kepada pemimpin-pemimpin gereja yang memberi kesan khusus bagi mereka. Sikap itulah yang akhirnya menimbulkan penggolongan-penggolongan dalam jemaat Korintus, tetapi penggolongan seperti inilah yang dilihat Paulus sebagai benih perpecahan jemaat. Mari kita lihat sejenak penggolongan itu. Golongan pertama menyebut diri mereka Paulmania. Mereka ini adalah supporter fanatik Paulus, yakni orang yang mendirikan jemaat Korintus dan menjadi bapa rohani mereka. Sebagian besar member dari kelompok ini adalah orang-orang non-Yahudi yang terkesan dengan khotbah Paulus tentang kebebasan Kristiani dan berakhirnya hukum Taurat. Kelompok ini berusaha untuk mengubah kebebasan menjadi lisensi dan menggunakan kekristenan mereka yang baru sebagai sebuah alasan untuk bertindak sesuka hati. Mereka lupa bahwa mereka diselamatkan bukan supaya mereka merdeka untuk berbuat dosa, melainkan supaya merdeka untuk tidak berbuat dosa. Mereka mungkinadalah kelompok yang melakukan percabulan dan memakan persembahan kepada berhala. Golongan kedua menyebut diri mereka AU (Apolos United). Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang memiliki intelektual yang cukup tinggi dan menyukai hal-hal yang berbau filsafat. Mereka sangat suka kalau Injil itu dibumbui dengan pemikiran-pemikiran filsafat terkenal. Mereka kagum akan kemampuan berkhotbah dan retorika dari seorang Apolos. Mereka mengatakan bahwa Apolos-lah yang berperan penting dalam pertumbuhan jemaat Korintus karena dia yang mengajar dan membuat jemaat menjadi tumbuh berkembang sampai sebesar ini. Mereka mungkinadalah kelompok yang melakukan penyimpangan terhadap perjamuan Kudus dan melanggar ketertiban dalam ibadah. Yang ketiga adalah mereka yang tergabung dalam PC (Peter’s Community). Anggotanya kebanyakan adalah orang-orang Yahudi. Mereka suka dengan ajaran yang mengatakan bahwa orang percaya harus tetap patuh kepada hukum Taurat. Mereka adalah kaum legalis yang mengagung-agungkan hukum, namun sekaligus meremehkan karunia dan yang menganggap bahwa pemberitaan tentang salib adalah sebuah kebodohan. Dan yang terakhir adalah mereka yang menamakan diri sebagai CFC (Christ Fans Club). Dengan nama itu saja, orang bisa langsung melihat bahwa mereka adalah kumpulan orang-orang yang sombong, menganggap diri mereka lebih benar dari kelompok lain karena memiliki hubungan khusus dengan Kristus. Dengan berani mereka mengatakanbahwa “Kristus adalah milikku dan bukan milikmu.” Mungkin kelompok inilah yang meragukan kebangkitan tubuh karena memandang Kristus dari sisi manusia saja. Tokoh-tokoh yang disebut di atas bukan pemimpin atau pendiri dari kelompok-kelompok tersebut. Mereka justru tidak tahu-menahu akan kelompok-kelompok tersebut. Jemaatlah yang membentuk kelompok-kelompok itu karena kekaguman mereka kepada tokoh-tokoh tersebut. Memang semua tokoh tersebut memiliki kualifikasi yang mumpuni, kemampuan yang hebat, dan berkharisma, tetapi justru hal tersebutlah yang membuat jemaat terjebak dalam pengultusan pribadi dan merendahkan kelompok yang lain. Inilah yang dinamakan dengan semangat favoritisme. Apa yang telah dilakukan oleh para tokoh tersebut sebenarnya tidak sebanding dengan apa yang telah dilakukan Kristus bagi jemaat. Dalam bagian ini, Paulus mengungkapkan kewaspadaannya agar sebagai pemimpin ia tidak mencuri kemuliaan Tuhan. Memang Paulus punya banyak fans. Ia telah membaptis beberapa orang dan bisa saja ia menjadi pujaan di antara jemaat, namun ia mengatakan bahwa tujuannya bukan itu. Tujuannya hanyalah untuk memberitakan Injil supaya salib Kristus tidak menjadi sia-sia. Tentang hal ini, Paulus memberikan contoh dirinya sendiri. Paulus sangat sadar bahwa ia hanya alat yang dipakai Tuhan untuk memberitakan Injil. Ia tidak disalibkan seperti Kristus; Apolos dan Petrus juga tidak. Kristuslah yang telah melakukan segalanya untuk jemaat, maka sudah seharusnya jemaat hanya setia mengikut Kristus, dan bukan berpaling kepada para pemimpin rohani. Para pemimpin itu hanya alat yang dipakai Allah untuk memberitakan salib Kristus bagi penebusan dosa. Kalau begitu, maka jelaslah bahwa sebenarnya saat itu jemaat Korintus bukan mengutamakan berita firman Tuhan, tetapi justru mengutamakan pemberitanya. Mereka telah berpaling dari Tuhan kepada hamba-hamba-Nya sehingga tidak heran kalau akhirnya timbul perselisihan di antara mereka. Inilah akibat dari perangkap semangat favoritisme. Penutup Saudara-saudara, entah sekarang atau kelak, mungkin kita menjadi pemimpin di gereja atau lembaga Kristen. Mungkin akan ada jemaat atau orang Kristen yang mengagumi dan sangat terkesan dengan kita, bahkan nge-fansberat sama kita. Mereka mungkin akan memuja-muja kita. Kita mungkin bisa mengatakan bahwa hal itu wajar karena kitalah yang merintis atau membesarkan suatu pelayanan. Tetapi, waspadalah! Itu adalah godaan dari si Iblis supaya kita mencuri kemuliaan Kristus sehingga pada akhirnya dapat menimbulkan perpecahan di kalangan orang yang kita pimpin. Seberapapun hebatnya kita, siapakah sesungguhnya diri kita? Ingatlah bahwa kita hanyalah alat dan posisi kita sama dengan orang Kristen lainnya, yaitu anggota tubuh Kristus. Bukan kita kepalanya, tetapi Kristus. Dalam Kol. 1:18, “Ialah kepala tubuh, yaitu jemaat. Ialah yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati, sehingga Ia yang lebih utama dalam segala sesuatu.” Kristus harus menjadi yang terutama dalam kehidupan orang yang kita layani, bukan kita. Memandang kepada Kristus, dan bukan diri kita, adalah hal yang dapat membangun kesatuan dalam tubuh Kristus. Inilah pesan hari ini, yaitu bahwa sebagai orang percaya kita ini satu tubuh. Karena itu, kita harus saling memelihara kesatuan. Mari kita ciptakan satu harmoni yang indah di dalam Kristus! Dengan demikian, semua orang dapat menjadi saksi Kristus yang hidup dan akhirnya nama Kristuslah yang dimuliakan. Amin. Di ambil dari beberapa sumber

Kamis, 16 Januari 2014

Khotbah Minggu 19 Januari 2014 Yesaya 49:1-7 Thema : "Kesetian Hamba yang melayani".

I. Pendahuluan Yesaya berarti “Tuhan adalah keselamatanku”. Kitab Yesaya ini ditulis dalam tiga kurun waktu yaitu: tahun 740-700 s.M, Masa pembuanga (587-535 s.M). dan masa pasca pembuangan (sekitar 530 s.M). Yesaya memberitakan penghukuman Allah atas kejahatan Israel, kaena bangsa Israel tidak hidup dalam kekudusan Allah. Allah itu adalah Allah yanng Mahakudus maka Israel Israel mestilah hidup kudus, beribadah yang benar, menegakkan keadilan, kesetiaan, dan hidup dengan kekudusan sesuai hukum Taurat. Yesaya menyerukan pertobatan sebagai satu-satunya jalan untuk dapat diselamatkan. Yesaya juga menekankan tentang pengharapan baru tentang keselamatan Israel yang mengalami pembuangan. Peristiwa pembuangan menimbulkan keputusasaan Israel. Namun Yesaya meengajak umat yang terbuang supaya ber-pengharapan, Tuhan masih mengasihi dan akan menyelamatkan Israel melalui seorang “hamba” yang dipahami sebagai Mesias. Yesaya juga menekankan dan menegaskan kedatangan Mesias dari keturunan daud sesuai janji Allah. Mesias menjadi terang dunia yang menyelamatkan seluruh bangsa-bangsa yang hidup dalam kegelapan. Yesaya dipanggil Tuhan menjadi nabi pada tahun kematian Uzia. Penglihatan tentang pemanggilannya itu dilukiskan dalam Yesaya 6. Yesaya melihat Tuhan duduk di atasnya takhta-Nya dan ujung jubah-Nya memenuhi Bait Suci, dengan serafim berdiri di sebelah atas-Nya. Dua sayap dipakai serafim itu untuk menutupi mukanya dan dua sayap dipakai untuk menutupi kaki-Nya dan dua sayap dipakai untuk melayang-layang lalu berseru “Kudus, kuduslah Tuhan semesta Alam, seluruh bumi penuh kemuliaan-Nya”. II. Tafsiran Teks Hamba Tuhan, sebagaimana digambarkan dalam kitab Deutero-Yesaya, mempunyai hubungan yang sangat erat dengan Tuhan. “Lihat itu hambaKu yang kupegang.....aku telah menruh Rohku ke-atasnya (Yes. 42:1)”. Hamba Tuhan itu harus menderita, dalam pendertitaan Hamba Tuhan itu ada segi baru yang sebelumnya belum pernah muncul dalam kesaksian Perjanjian Lama yaitu hamba Tuhan harus menderita sebagai penganti orang lain dan demi Keselamatan-an orang lain. Dalam ayat 3 Allah mengatakan kepada Yesaya “engkau adalah hambaKu”. Tugas dari hamba Tuhan itu adalah untuk mengembalikan kehidupan orang-orang Israel kepada kehidupan yang takut akan Tuhan.hamba Tuhan mempunyai misi kepada Israel. Dia adalah orang yang memulihkan Israel. Di tengah-tengah situasi yang dihadapi oleh bangsa Israel itu Yesaya dipiliha Allah untuk menjadi Nabi “menyuarakan suara kenabian yaitu suara kebenaran Allah”. Yesaya menjalani tugasnya sebagai nabi yang adalah hamba Tuhan bagi Israel. Ada dua dimensi Allah memanggil nabinya : yang pertama adalah dimensi terkait dengan karakter dan kehidupan peribadinya, dimensi yang kedua: terkait pergumulan konteks dimana kemudianpribadi yang dipanggil diutus ke tempat itu. Maka penting bagi setiap pribadi yang dipanggil mengetahui dan melaksanakan tugasnyaa sebagai hamba Tuhan. Hamba dapat dikatakan sebagai pelayan, istilah pelayan dalam PL berasal dari bahasa Ibrani “ebed” yang artinya budak, hamba, pelayan, sedangkan dalam PB kata ini berasal dari bahasa Yunani “doulos” yang artinya sebagai hamba (budak). Dapat dikatakan secara sederhana kaata ini berarti orang yang bekerja untuk keperluan orang lain atau untuk melaksanakan kehendak orang lain. Dan hamba dalam kata ini tidak sama dengan pekerjaan upahan. (Bnd. Kata hamba ini sering digunakan oleh Yesus Kristus kare2na kata ini bukanlah suatu kehinaan atau pekerjaan yang hina melainkan hamba itu menunjukkan kesetiaan diri di hadapan Allah. Teladan hamba orang Kristen terdapat dalam Yesus Kristus yang datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani “Mar 10:45”). Yesaya dipanggil dan diutus sebagai hamba Tuhan di tengah-tenagah pergumulan bangsanya. Secara spritual , Israel adalah umat yang tidak lagi setia pada Tuhan. Menjelang pembuangan mereka terbukti lebih mengandalkan bangsa lain dibanding Tuhan. Itu sebabnya, Tuhan mengizinkan Israel ditawan dan dibuang di Babel (pergumulan sosial-politik). Ada 3 tugas hamba yang diberikan kepada Yesaya pada Yesaya 49:1-7 “Pertama. Menyatakan keagungan Allah (ayat 3) tugas ini menuntut Yesaya untuk menceritakankebesaran, keagungan dan kuasa Allah yang sepatutnya diandalkan bangsa Israel. Kedua. Mengembalikan Yakub kepada-Nya (ayat 5) melalui Yesaya Israel dipanggil untuk mengutamakan Tuhan sehingga restorasi rohani akan berdampak pada tegaknya “suku-suku Yakub” (ayat. 6) yang terserak dalam pembuagan. Ketiga, menjadi terang bagi bangsa-bangsa (ayat 6), Ketika israel dapat dipulihkan maka seluruh Israel akan heran dan turut serta dalam mengakui keagungang dan kuasa Allah dalam kehidupan mereka. Dan dengan demikian bangsa Israel mampu menjadi teladan dan terang bagi bangsa-bangsa lain yang ada disekelilingnya. Ketiga hal inilah tugas dari Yesaya di tengah-tengah bangsa Israel yang hidup dalam pembuangan Babel. III. Kesimpulan Sebagaimana Yesaya diutus di tengah-tengah bangsa Israel ketika bangsa itu hidup dalam pembuangan, demikianlah kita sebagai orang –orang yang percaya kepada Allah yang menyatakaan dirinya melalui Yesus Kristus harus mampu menjadi Yesaya-yesaya baru untuk memberitakan suara kenabian di dalam konteks kehidupan yang penuh dengan kegelapan ini. Harga mati seorang hamba Tuhan adalah rela menderita demi kemuliaan Tuhan. Orang yang percaya adalah orang yang menerima Anugerah Tuhan. Maka setiap orang yang telah menerima keselamatan dari Allah, maka ia adalah hamba Tuhan yang dipanggil untuk memberitakan pekerjaan Allah di tengah-tengah duni. Pelayanan apapun dan dimanapun tidak pernah lepas dari persoalan . Namun tantangan dan pelayanan dan kehidupan yang dihadapi di masa sekarang ini tidak menyurutkan semnagatnya dalam melaksanakan tugas yang dipercayakan Allah. Sebagai hamba Tuhan kita bertugas untuk mengumpulkan kembali orang-orang Kristen yang hidup dalam kegelapanan yang terpecah berai. Selamat menjadi hamba, jadilah sebagai hamba yang melayani bukan untuk dilayani.

Khotbah Matius 3:13-17 Thema : "Melakukan Kehendak Bapa"

I. Pendahuluan Kitab Matius mempunyai amanat tentang "Kabar Baik" (injil; bahasa Inggris: gospel) bahwa Yesus adalah Raja Penyelamat yang dijanjikan oleh Tuhan, ini dapat terlihat melalui contoh Doa Bapa Kami. Melalui Kerajaan Allah inilah Yesus Kristus akan memulihkan kondisi Bumi dan kehidupan umat manusia. Oleh karena itu, hal inilah yang akan menjadi kesaksian bagi semua bangsa, barulah akhir sistem dunia ini berakhir. Melalui Yesus itulah Tuhan menepati apa yang telah dijanjikan-Nya di dalam Perjanjian Lama kepada umat-Nya. Sekalipun Yesus lahir dari orang Yahudi dan hidup sebagai orang Yahudi, namun Kabar Baik itu bukanlah hanya untuk bangsa Yahudi saja melainkan untuk seluruh dunia. II. Konteks Teks dan Tafsiran Dengan membandingkan-banding kisah pemberitaan Yohanes yang terpelihara dalam injil Matius dan Lukas dapat diketahui apa yang sesungguhnya dikatakan oleh Yohanes. Ia berkotbah dan membaptis. Ia memberitakan datangnya seorang hakim yang akan bertindak terhadap pendosa dengan murka. Maka, Yohanes menyerukan perlunya pertobatan yang disusul degan tindakan nyata berupa baptisan dalam air sungai Yordan. Baptisam itu dipandangnnya sebagai bukti kesiapsediaan manusia akan kedatangan sorang pembaptis baru. Yohanes menggunakan sarana pembersihan biasa berupa air. Dari dia yang kedatangan-Nya dinantikan itu diharapkan pembersihan melalui Roh Kudus, yaitu melalui kuasa Allah sendiri yang melampaui keampuhan segala sarana fisik. Allah tahu hati manusia, sehingga terhadap pendosa yang tidak mau bertobat ia akan bertindak seperti api. Yesus menemui Yohanes, pemberitaan Yohanes menarik perhatian banyak orang Yahudi. Mereka datang kepadanya untuk dibaptis. Yesus memandang Yohanes sebagai pemberita zaman eskatologis, maka Ia pun pergi kepadanya untuk dibaptis. Dalam cerita ini injil selanjutnya malah ditegaskan bahwa dalam arti tertentu Yesus ingin meneruskan karya Yohanes. Allah menyatakan diri-Nya kepada Yesus, bagian kedua ini umumnya diberi nama: Epifani (penampakan) atau Teofani (penampakan Allah) dan disusun dalam gaya tulisan-tulisan apokaliptik. Langit terbuka, Roh turun, Yesus melihat-Nya, terdengar suara Ilahi. Semua unsur ini bisa dipakai dalam kisah-kisah yang mengambarkan terjadinya kamunikasi Allah dan manusia. Kisah epifani/teofani ini selalu bertujuan memperkenalkan secara meriah rencana misterius Allah sehubungan dengan pelaksanaan penyelamatan manusia pada akhir zaman. Jenis kisah ini dengan sendirinya bernada misterius dan besuasana ajaib, sebab melalui ungkapan-ungkapan manusiawi hendak dinyatakan suatu ungkapan adikoadrati/illahi, yang sesungguh tidak dapat diungkapkan dalam bahasa manusia secara memuaskan. Roh turun, bagi bangsa Yahudi yang mengenal gaya dan bahasa kitab suci, roh selalu searti dengan kehadiran Allah yang merasuki orang pilihan-Nya dan memenuhinya dengan kekuatan, kebijaksanaan, kepenuhan karunia adikoadrati demi pelaksanaan suatu misi penting, Bapa menyapa putranya: menurut Injil Markus dan Lukas, suara dari langit menyapa Yesus, engkaulah.....dst, tetapi menurut injil Matius, suara itu menyapa para saksi, termasuk Yohanes pembaptis. Kisah pembaptisan Yesus ini dipahami sebagai kisah tentang pelantikan Yesus sebagai Mesias. Namun selain itu juga, dalam kita ini sangat ditekankan kehadiran intim dan sekaligus penuh kuasa Allah demi Yesus Kristus menjelang pelaksanaan misi-Nya. Yesus dipenuhi roh kudus. Ia putra Allah secara khusus. Untuk menjalankan karya penyelamatan, Yesus diikat secara erat dengan Allah. Ayat 13: Sungai Yordan adalah adalah sungai palestina yang debit airnya terbesar dan mengalir sepanjang tahun. Jarak lurus sungai ini kira-kira 120 km dari danau Hule hingga laut mati. Tetapi jarak ini menjadi jauh lebih dua kali lipat karena banyaknya belokan sungai ini. Disana Yohanes dijumpai oleh Yesus, dan sungai itu merupakan tempat berkaryanya Yohanes Pembaptis. Tujuan dari Yesus datang kepada Yohanes adalah untuk dibaptis. Yesus tidak datang dengan kereta berapi atau kereta rajawi, bukan sebagai penonton atau kritikus dan tidak pula untuk menyuruh Yohanes membuka kasut-Nya, melinkan sebagai orang biasa, bahkan pendosa. Ia mau tunduk kepada Yohanes yang sedang mengadakan upacara suci. Justru karena sikap-Nya demikian, surga akan beraksi samabil menyatakan bahwa Yesus adalah Putra Allah. Ayat 14-15: Kita menggenapi seluruh kehendak Allah, kata menggenapi dalam injil Matius ini merupakan “memelihara” dan sekaligus “menyempurnakan” dalam arti membawa kepada kesempurnaan baru. Dalam bahasa Aslinya dikatakan “diakosye” yang artinya “kebenaran” dalam arti luasnya diakosyne dapat diartikan sebagai kesetiaan baru dan radikal kepada kehendak Allah dan pada dasarnya mengacu kepada kesesuaian dengan norma kesempurnaan moral sebagai ungkapan kehendak Allah. Dengan melaksanakan kehendak Allah maka manusia menjadi benar “dikaios”. Dalam konteks baptisan yang diselenggarakan oleh Yohanes pembaptis, kata diakosyne mengacu pada rencana atau kehendak Allah yang khusus yang harus digenapkan oleh Yesus. Dengan menerima baptisan, Yesus membuat langkah pertama kearah penggenapan kebenaran itu. Baik Yohanes maupun Yesus menundukkan diri kepada suatu rencana allah yang maknanya akan dinyatakan dalam seluruh kitab Injil; Yesus menjadi orang yang solider dengan para pendosa untuk menyelamatkan mereka dari dosa. Ayat 16-17: “langit terbuka” adalah suatu ungkapan teologis simbolis yang dipakai lebih dari satu kali dalam Alkitab (Yehezkiel 1:1; Wahyu 19:11) untuk menyatakan bahwa Allah sedang membuka komunikasi dengan dunia, menyampaikan wahyu, firman dan kehendak-Nya kepada manusia di bumi, dan hadir kembali di dunia sehingga surga dan bumi dipersatukan kembali. Burung merpati adalah suatu simbol kehadiran Roh Allah; dalam sebuah teks Rabinik dinyatakan, “Dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air (Kejadian 1:2) seperti seekor burung merpati yang terbang berputar-putar di atas anak-anaknya tanpa menyentuh mereka”. Dengan Roh Allah hinggap dan berdiam pada Yesus, Allah, seperti pada permulaan penciptaan dunia, sedang mencipta kembali, kali ini sedang mencipta suatu umat yang di dalamnya Allah senantiasa hadir sebagai Imanuel. “Burung merpati terbang berputar di atas kepala sang Mesias.” Ketika Roh Allah hinggap pada Yesus, suara Allah, “suara dari surga” (lihat juga Yohanes 12:28), menyatakan dan mengukuhkan bahwa Yesus adalah Anak Allah, Anak yang diurapi oleh Roh Allah, sang Mesias. Anak Allah adalah sebuah gelar untuk Yesus sebagai sang Mesias, orang yang diurapi oleh Roh Allah Turunnya Roh Kudus ke atas Yesus bukan saja menandakan bahwa dia diurapi oleh Roh Allah, menjadi sang Mesias, tetapi juga suatu peristiwa pelantikan Yesus sebagai Anak Allah, sebagai sang Mesias pilihan Allah yang Allah kasihi dan yang kepadanya Allah berkenan, yang ditugaskan untuk “menyatakan hukum kepada bangsa-bangsa” (Yesaya 42:1; bdk. Mazmur 2:1), yakni Taurat yang baru, yaitu seluruh ajaran dan amanat Yesus yang ditulis dalam Injil Matius, yang disarikan sebagai Hukum Kasih (Matius 22:37-39) Ada tiga hal yang dapat disimpulkan Alasan Yesus Dibaptis: 1. "menggenapkan seluruh kehendak Allah" (ayat Mat 3:15; bd. Im 16:4; Gal 4:4-5). Melalui baptisan, di depan umum Kristus menyerahkan diri kepada Allah dan kerajaan-Nya sehingga dengan demikian menggenapi tuntutan Allah yang benar. 2. Menempatkan diri-Nya setara dengan orang berdosa sekalipun Ia sendiri tidak perlu bertobat dari dosa (2Kor 5:21; 1Pet 2:24). 3. Menghubungkan diri-Nya dengan gerakan baru dari Allah yang memanggil setiap orang kepada pertobatan; perhatikan pesan Yohanes Pembaptis sebagai pendahulu Mesias (Yoh 1:23,32-33). III. Kesimpulan Sebagaimana Yesus dalam ksiah ini mau merendahkan diri dihadapan orang banyak, dan seorang Mesias mau mengaku dosa demi manusia berdosa. Yesus yang tidak berdosa menjadi manusia yang berdosa oleh karena manusia. Untuk itu marilah kita didalam kehidupan in, mau mengaku segal dosa dan kesalah kita di hadapan Allah dan melakukan pertobatan. Melakukan pertobatan adalah salah satu hal yang mengarahkan kehidupan kita untuk melakukan kehendak Bapa yang di sorga. Tahun 2014 ini akan menjadi tahun yang kita tahu mau kemana kita melangkah, manusia tidak dapat menyelami bagaimana rencana Tuhan yang indah dan mulia, namu kita manusia haru yakin bahwa Allah senantiasa bersama-sama dengan kita manusia di dalam kehidupan ini. Lagu Puji katakan tiap langkahku diatur oleh Tuhan. Hanya Allah lah yang tetap setia memimpin langkah kehidupan kita. Tetaplah berserah akan Tuhan...Amen....