Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban
berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu." Matius 11:28
Apakah saat
ini Saudara merasa letih, lesu dan tak berdaya karena beratnya beban permasalahan
yang harus Saudara tanggung dalam hidup ini? Mulai dari bangun pagi
sampai hendak tidur malam banyak perkara yang kita pergumulkan dan keluhkan,
mulai dari masalah keuangan keluarga yang pas-pasan, usaha yang seret dan
sedang berada di ujung tanduk, beban pekerjaan, dan suasana kerja yang tidak
kondusif, kesehatan yang terganggu karena sakit-penyakit yang lama belum
kunjung sembuh, belum lagi anak-anak di rumah yang susah diatur dan studinya
yang kian terseok-seok.
Dalam hal pelayanan pun kita merasa bahwa pelayanan yang kita lakukan selama ini serasa sia-sia, tidak ada kemajuan,
jalan di tempat dan kita pun berniat untuk mundur karena tidak tahan dengan
tekanan dari berbagai pihak. Akhirnya kekuatiran dan kecemasan terus saja
membayangi langkah kaki kita yang kian gontai. Abraham L. Feinberg, seorang rohanian Amerika, menulis
tentang sepuluh kiat untuk menikmati kebahagiaan hidup. Salah satu dari
sepuluh kiat itu adalah: "Berhentilah
kuatir. Rasa kuatir akan membinasakan hidupmu." Alkitab
juga menegaskan bahwa kekuatiran itu sama sekali tidak mendatangkan kebaikan
bagi seseorang, sebab "Kekuatiran
dalam hati membungkukkan orang," (Amsal 12:25),
dan "Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat
menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?" (Matius 6:27).
Mengapa Saudara harus memikul beban itu sendirian? Rasul Petrus
menasihati, "Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab
Ia yang memelihara kamu." (1 Petrus 5:7). Tuhan
berjanji, "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku
sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau." (Ibrani 13:5b).
Karena itu kuatkan diri dan tetaplah percaya kepada Tuhan Yesus! Keadaan dunia ini boleh saja berubah,
tetapi kita punya Tuhan yang tidak pernah berubah: kuasa, kasih,
kemurahan dan kebaikan-Nya "...tetap sama, baik kemarin maupun
hari ini dan sampai selama-lamanya." (Ibrani 13:8). Tuhan
Yesus tetaplah sebagai jalan dan kebenaran dan hidup bagi orang percaya. Dia
adalah setia dan dapat diandalkan. Lalu
mengapa kita tidak dapat menikmati ketenangan yang permanen? Karena kita
hanya berhenti di “Marilah” saja.
Jika kita
introspeksi diri baik-baik, alasan utama adalah karena kita mengabaikan
ayat-ayat berikutnya, ayat 29-30 di sini selanjutnya dikatakan: “Pikullah
kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah
hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan.” Yang disebut dengan orang-orang
Kristen adalah murid-murid Kristus, orang yang harus belajar seperti Kristus
dan mengikuti Kristus. Hanya orang yang secara konsisten terus belajar dan
meneladani Yesus, barulah ia dapat terus menerus menikmati kehidupan yang penuh
ketenangan dan kedamaian yang kekal itu.
Pertama, jangan biarkan kata “kuk” ini
menakut-nakuti Anda. Karena ini adalah kuk dari Kristus, Dia akan membantu
kita memikulnya. Ia akan membuat kita menyukainya, melalui daya tarik keadilan
dan kebenaran. Ia akan membuat kita bosan dengan kesenangan semu dan membuat
kita bergembira karena melatih diri untuk kebajikan.
Pada saat itu
cara orang-orang Yahudi melatih sapi muda untuk membajak sawah adalah
membiarkan sapi muda dengan sapi yang sudah berpengalaman berdampingan untuk
memikul satu kuk. Sapi muda itu akan belajar dari sapi tua membajak di sana
dengan patuh dan perlahan-lahan sapi muda itu akan menjadi terbiasa. Tuhan kita
seperti sapi tua ini. Hari ini Tuhan tidak hanya berjalan bersama kita, Dia
juga ada di dalam kita. Ketika kita membiarkan Tuhan hidup di dalam kita, maka
kerendahan hati Tuhan akan dinyatakan di dalam diri kita. Selanjutnya dikatakan
lagi: “Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan.” (ayat 30).
Yang dimaksud dengan enak dan ringan yaitu yang sesuai, karena Tuhan tidak akan
memberikan kuk yang melampaui batas kemampuan kita.
Kedua, belajar apa? 1. Lemah-lembut dan rendah hati. Yang disebut lemah-lembut adalah
tidak panik, rendah hati lawan kata adalah sombong; semua keberhasilan kita
juga bukan karena kemampuan dan kehebatan kita, untuk apa tinggi hati dan
sombong, sesungguhnya tidak ada yang dapat dibanggakan! Kita juga tidak ada
apa-apanya. Yesus adalah Allah Tritunggal yang Mahatinggi, tapi Ia rela
merendahkan diri menjadi manusia seperti yang tercatat di dalam Flp. 2:7-8.
Jika bukan karena anugerah Allah, apalah artinya kita? 2. Pengenalan dan keyakinan terhadap Allah Bapa: “Pada waktu itu
berkatalah Yesus: “Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena
semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi
Engkau nyatakan kepada orang kecil. Ya Bapa, itulah yang berkenan kepada-Mu”
(ay. 25-26). Yakin dan jelas siapa yang dilayani; Dia adalah Bapa, Tuhan langit
dan bumi: Dia adalah Bapa kita, Dia tidak akan sesuka hati memperlakukan kita,
setiap hal harus dengan seizin-Nya baru bisa terjadi di atas diri kita. Segala
sesuatu ada di dalam kuasa-Nya. Karena itu buat apa kita menghitung-hitung
untung rugi, keberhasilan dan kegagalan kita. 3. Ayat 25-26: Jelas bahwa Allah adalah Bapa, Tuhan langit dan bumi, aku
bersyukur kepada-Mu. Mengucap syukur dalam segala hal. Waktu itu Yesus
berada dalam situasi pasang surut, pekerjaan tidak berhasil, ditolak,
diremehkan,…mengapa Ia masih bersyukur kepada Allah Bapa? Karena Yesus tahu
siapa Bapa, karena Bapa maka Ia harus taat. Yakin bahwa Allah Bapa tidak akan
salah juga tidak akan ada yang salah. 4. Ayat
27 menunjukkan betapa eratnya hubungan Dia dengan Allah Bapa. Dia
membiarkan Bapa mengenal Dia (jujur, tanpa rasa sesal)Sebaliknya Ia juga
sepenuhnya memahami Allah Bapa. Bagaimana kita di hadapan Allah, ada berapa
banyak hal yang kita tidak berani terbuka kepada-Nya, dan sejauh mana pemahaman
kita terhadap Allah Bapa? Tidak mengherankan, kita tidak dapat menikmati
ketenangan! Amen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar