Coba kita Bayangkanlah diri kita sebagai seorang pekerja sukses yang berkarya di
sebuah kantor akuntansi besar. Usia baru lima puluh tahun dan masih mempunyai
banyak hal yang ingin dilakukan dan kerjakan disepanjang sisa hidup kita itu,
paling tidak, rencana pensiun yang menarik. Tetapi suatu hari dokter mengatakan
kepada Anda bahwa Anda mengidap kanker otak yang tidak bisa dioperasi dan di
vonis hidup hanya tinggal 100 hari.
Bagi seorang bernama Eugene O’Kelly, apa yang bapak dan ibu bayangkan tadi adalah kenyataan dalam hidupnya. Kisah hidupnya itu dituangkan dalam bukunya yang berjudul “Chasing Daylight” (Mengejar Mentari Pagi). Pada 24 Mei 2005, Eugene menerima berita yang menghancurkan rencana hidupnya itu.
Saat dia mengetahui keseriusan penyakitnya, dia melakukan apa yang sudah terlatih dilakukannya sebagai seorang akuntan – dia menyusun daftar:
Bagi seorang bernama Eugene O’Kelly, apa yang bapak dan ibu bayangkan tadi adalah kenyataan dalam hidupnya. Kisah hidupnya itu dituangkan dalam bukunya yang berjudul “Chasing Daylight” (Mengejar Mentari Pagi). Pada 24 Mei 2005, Eugene menerima berita yang menghancurkan rencana hidupnya itu.
Saat dia mengetahui keseriusan penyakitnya, dia melakukan apa yang sudah terlatih dilakukannya sebagai seorang akuntan – dia menyusun daftar:
1. Keluar dari pekerjaan saya.
2. Memilih pengobatan medis yang
memperbolehkan saya untuk ... 3. Memanfaatkan waktu yang tersisa dengan
sebaik-baiknya dan sebaik mungkin bagi mereka yang paling berpengaruh dengan
kondisi saya. Bahkan Eugen menyusun daftar pekerjaan untuk hari-hari terakhirnya:
Menyelesaikan urusan hukum dan keuangan, membuka
hubungan, mempermudah, hidup untuk hari ini, menciptakan momen-momen bahagia,
memulai masa peralihan ke keadaan berikutnya, merencanakan pemakaman dan tetap
bersemangat sampai akhir. Kita pasti tahu bahwa di dalam Alkitab, ada
seorang Raja Israel yang juga mengalami pengalaman yang sama. Dia tahu berapa
lama lagi dia hidup di dunia ini.
Hizkia sakit keras (ayat 1), tetapi ketika Hizkia berdoa kepada Allah untuk memohon belas kasih-Nya, maka Allah memperpanjang 15 tahun lagi usia Hizkia (ayat 6).
Hizkia sakit keras (ayat 1), tetapi ketika Hizkia berdoa kepada Allah untuk memohon belas kasih-Nya, maka Allah memperpanjang 15 tahun lagi usia Hizkia (ayat 6).
Yang menarik
adalah data yang bisa kita temukan dari perikop paralelnya di II Tawarikh 32:24-33. Di sana kita mendapat
keterangan yang cukup mengejutkan. Dikatakan dalam teks II Tawarikh itu bahwa
pasca usia Hizkia diperpanjang 15 tahun, pada awalnya Hizkia sempat terjatuh dalam dosa keangkuhan (ayat 25). Bersyukur karena Hizkia
segera berbalik dari keangkuhannya itu dan memulai sebuah hal yang baik bagi
Israel di sisa waktu hidupnya itu. Mulai dari membangun tempat-tempat
perbekalan (ayat 27-28), mendirikan kota-kota yang baru (ayat 29), dan membuat
bendungan air bagi tanah Israel (ayat 30). Hari ini, betul memang kita
tidak akan pernah tahu kapan akhir ajal kita itu datang. (Sampai grup band
Ungu menulis lagu yang liriknya kira-kira begini, “Andai ku tahu, kapan
tiba ajalku ...”). Tetapi satu hal yang seharusnya kita tahu adalah bahwa kita
tak akan selamanya ada di dunia ini. Hidup
kita ini terbatas. Bahkan ada banyak orang yang bila sudah memiliki koleksi
umur yang “sudah banyak” menjadi agak enggan menyanyikan lirik lagu “Panjang
Umurnya” bukan? Kenapa? Karena sebetulnya bukan jadi malah bertambah, melainkan
justru makin berkurang dengan bertambahnya usia kita hari ini.
Satu hal yang
menjadi renungan kita pada Minggu
Exaudi ini adalah ketika hari kita di dunia ini
semakin berkurang, sudahkah kita
melakukan sesuatu yang berarti bagi orang-orang yang ada di sekitar kita
dan terlebih bagi Tuhan? Baik Eugene
O’Kelly maupun Hizkia pada akhirnya menyadari bahwa hidup mereka itu sesingkat itu di dunia ini.
Dan mereka memutuskan untuk mengisi sisa waktu
di dunia ini dengan hal-hal yang baik dan berguna.
Bagaimana dengan bapak dan ibu hari ini? Bolehkah saya mengajak kita
semua hari ini untuk membayangkan apabila pengalaman Eugene yang memiliki sisa
waktu hidup hanya 100 hari itu adalah, katakanlah, akhir hidup kita di dunia
ini yang tinggal 100 hari lagi. Hanya membayangkan saja, apa yang akan bapak
dan ibu lakukan dengan waktu yang tersisa 100 hari itu dalam kehidupan
keseharian bapak dan ibu hari ini?
Belas kasihan
Tuhan. Tuhan menjawab doa Hizkia karena belas kasihan-Nya. Di dalam 2 Tawarikh 32:24-26 dikatakan: Hizkia jatuh sakit, sehingga
hampir mati dan ia berdoa kemudian Tuhan memberikan tanda ajaib tetapi Hizkia
tidak berterimah kasih, malah menjadi angkuh. Tetapi akhirnya ia sadar dan
merendahkan diri, sehingga murka Tuhan tidak menimpanya dan ia beroleh
belaskasihan Tuhan. Sepanjang hidup kita adalah anugerah dan belas kasihan
Tuhan. Hanya belas kasihan Tuhan dalam kehidupan kita, maka Ia menjawab
permohonan kita dan memberikan kita yang terbaik.
Kiranya firman
Tuhan hari ini mendorong kita semakin dekat kepada Tuhan dan mau berkomunikasi
dengan Tuhan. Setiap hari dalam segala keadaan kita harus menyapa Tuhan
melalui doa. Kalau kita mau disapa oleh Tuhan maka terlebih dahulu kita harus
menyapa Tuhan. Tuhan memberkati.
Kitab 2 Raja-Raja menunjukkan dengan jelas bahwa dosa dan ketidaksetiaan para raja
Yehuda (yaitu keturunan Daud) mengakibatkan pembinasaan Jerusalem dan kerajaan
Daud. Akan tetapi, perjanjian baru juga menunjukkan dengan jelas, bahwa Allah di dalam kesetiaanNya menggenapi
janji perjanjiannya kepada Daud melalui Yesus Kristus, “Anak Daud”, (Mat
1:1; Mat 9:27-31: Mat 21:9), yang masa pemerintahan dan kerajaanNya takkan
pernah berakhir (Luk 1:32-33; bd. Yes 9:7).
Siapakah Raja Hizkia ? Dia merupakan raja ke-13 dalam sejarah kerajaan
Yehuda (Israel selatan). Dia seorang dari beberapa raja Yehuda yang memiliki
nilai baik. Menurut 2Raja 18:3, “la melakukan apa yang benar di mata Tuhan,
tepat seperti yang dilakukan Daud, bapa leluhurnya.” Dia dilukiskan Alkitab
sebagai raja yang punya hubungan akrab dengan Allahnya. Hizkia adalah seorang reformis (pembaharu).
Reformasi yang dilakukannya bukan pembaharuan dalam arti “di luar”
melainkan “di dalam” kerangka Alkitab. Sama
seperti Martin Luther yang melakukan reformasi dengan “back to the Bible”
(kembali kepada Alkitab), demikianlah juga Hizkia justru melakukan pembaharuan
dengan kembali kepada firman Tuhan.
Reformasinya dilakukan dengan mengimplementasikan
ketaatan
hidup pada masa kini juga. Seluruh negeri dibersihkannya. Mezbah, berhala /
dewa asing dan tempat pemujaannya dihancurkan. Bahkan ular tembaga Musa yang
dibuat saat di padang pasir dahulu kala tidak luput dari penghancuran karena
ular buatan itu tidak lagi mengarahkan mata orang kepada Allah melainkan sudah
menjadi berhala. (2 Raja 18:4: “Dialah yang menjauhkan bukit-bukit pengorbanan
dan yang meremukkan tugu-tugu berhala
dan yang menebang tiang-tiang berhala dan yang menghancurkan ular tembaga yang
dibuat Musa, sebab sampai pada masa itu orang Israel memang masih membakar
korban bagi ular yang nama disebut “Nehustan”. Bait Allah di Yerusalem, yang
pintu-pintunya dikunci oleh ayahanda sang raja (yakni Raja Ahas), kini dibuka dan dibersihkan. Kelemahan Hizkia
adalah bahwa dia egois dalam arti mementingkan
masa pemerintahannya saja (hanya fokus untuk menjawab permasalahan
sekarang) sehingga dia gagal (tidak mau) mengantisipasi masa
depan.Keberhasilannya melakukan pembaharuan justru membuatnya menjadi bangga
bahkan sombong. Tindakannya yang tidak bijaksana dengan memperlihatkan segala
kekayaannya kepada utusan Kerajaan Babel membuat Yehuda masuk dalam daftar
bangsa bangsa yang akan ditaklukkan Babel. Ketika Nabi Yesaya memberitahukan
kebodohannya itu, jawabannya mencerminkan betapa sang raja memang sungguh tidak
peduli dengan masa depan kerajaannya. Jawabnya adalah( 2 Raja 20:19) “Sungguh
baik firman Tuhan yang engkau ucapkan itu!” Tetapi pikirnya’ “Asal-ada,damai
dan keamanan seumur hidupku!” Jelas sekali, dia bersyukur karena seluruh
malapetaka yang akan menimpa Yehuda tidak terjadi pada masa hidupnya, melainkan
sesudah kematiannya. Kehidupan tiga raja sesudahnya Manasye, Amon, dan Yosia
sangat dipengaruhi oleh prestasi dan kelemahan Hizkia ini.
Pokok-pokok
Khotbah
1.Saat menderita sakit adalah saat untuk
berdoa secara khusus. Selama 100 tahun lebih dalam sejarah Yehuda (732-640
sebelum Kristus), Hizkia adalah satu satunya raja yang setia beriman kepada
Tuhan. Sesudah Nabi Yesaya memperingatkan bahwa kematiannya sudah dekat, Raja Hizkia segera berdoa kepada Tuhan.
“Ah Tuhan, ingatlah kiranya, bahwa aku telah hidup di hadapanMu dengan setia
dan dengan tulus hati dan bahwa aku telah melakukan apa yang baik di mataMu”
(ayat 3). Karena iman dan doanya,
Allah menyembuhkan penyakitnya dan menyelamatkan kotanya dari serangan kerajaan
Asyur. Di samping itu, Tuhan juga memperpanjang (menambah) umur sang raja 15
tahun lagi. Lman dan doa, jika keduanya dilakukan dengan sungguh-sungguh dan
langsung ditujukan kepada Allah yang hidup, dapat mengubah setiap keadaan.
2.Kematian pasti datang dan itu mestinya
membuat kita semakin dekat kepada Allah. Itulah sebabnya, setiap orang
Kristen diwajibkan mengingat saat kematiannya [yang pasti akan datang].
Dalam hal kematian, semua orang pasti akan menjalani tahapan akhir kehidupan
didunia ini. Baik pengemis maupun seorang raja semua sama dalam hal ini. Semua
menuju akhir hidup. Apabila dipikir-pikir, saat kematian terasa menjadi berat
karena kita akan berpisah dengan semua yang kita miliki: keluarga, pekerjaan,
jabatan, sahabat, harta kekayaan bahkan kita akan meninggalkandunia ini.
Pada hal banyak urusan yang belum terselesaikan. Namun kematian memberi orang
beriman suatu sukacita, karena kita akan bertemu dengan Allah kita.
3.Hidup dan mati adalah mutlak di tangan
Allah. Penyembuhantanpa berkat Allah adalah sia-sia. Dalam 20:7 dikatakan
oleh Yesaya: “Ambillah sebuah kue ara!” Lalu orang mengambilnya dan ditaruh
pada barah itu, naka sembuhlah ia”. Bukan kue ara itu yang sesungguhnya
menyembuhkan penyakit baginda tapi berkat Tuhan semata. Apabila kita sakit,
kita harus yakin bahwa sumber segala kesembuhan adalah Tuhan. Dokter, obat,
dll, hanyalah alatNyauntuk menunjukkan kebaikanNya kepada orang yang
dikasihani’ Nya.
4.Kesehatan yang dipulihkan harus digunakan
dalam memperbaiki perenungan kepada Allah.Dalam tiga hari sesudah
disembuhkan, (20:5: pada hari yang ketiga engkau akan pergi ke rumah TUHAN),
baginda harus pergi menyampaikan kurban sebagai tanda syukurnya atas berkat
Allah. Apabila sekarang ini kita masih diberi hari yang baru, itu adalah berkat
Tuhan yang sudah sepatutnya kita syukuri. Dia masih memberi kita kesempatan
untuk beribadah kepadaNya.
Apakah Allah masih bekerja hari ini, masih mendengar doa
kita, masih menyembuhkan penyakit kita, masih memperpanjang umur kita? Ya,
tentu saja, Dia tidak saja bekerja pada zaman Alkitab, tetapi juga sepanjang
zaman sampai hari ini, bahkan hingga selama-lamanya. Amen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar