Senin, 18 Juni 2018

Khotbah Minggu 13 Mei 2018 Tuhan mendengar doa, menyembuhkan penyakit, dan memperpanjang umur kita Khotbah: 2 Raja-raja 20:1-7 Matius 9:27-31



Coba kita Bayangkanlah diri kita sebagai seorang pekerja sukses yang berkarya di sebuah kantor akuntansi besar. Usia baru lima puluh tahun dan masih mempunyai banyak hal yang ingin dilakukan dan kerjakan disepanjang sisa hidup kita itu, paling tidak, rencana pensiun yang menarik. Tetapi suatu hari dokter mengatakan kepada Anda bahwa Anda mengidap kanker otak yang tidak bisa dioperasi dan di vonis hidup hanya tinggal 100 hari.
Bagi seorang bernama Eugene O’Kelly, apa yang bapak dan ibu bayangkan tadi adalah kenyataan dalam hidupnya. Kisah hidupnya itu dituangkan dalam bukunya yang berjudul “Chasing Daylight” (Mengejar Mentari Pagi). Pada 24 Mei 2005, Eugene menerima berita yang menghancurkan rencana hidupnya itu.
Saat dia mengetahui keseriusan penyakitnya, dia melakukan apa yang sudah terlatih dilakukannya sebagai seorang akuntan – dia menyusun daftar: 
1. Keluar dari pekerjaan saya
2. Memilih pengobatan medis yang memperbolehkan saya untuk ... 3. Memanfaatkan waktu yang tersisa dengan sebaik-baiknya dan sebaik mungkin bagi mereka yang paling berpengaruh dengan kondisi saya. Bahkan Eugen menyusun daftar pekerjaan untuk hari-hari terakhirnya: 
Menyelesaikan urusan hukum dan keuangan, membuka hubungan, mempermudah, hidup untuk hari ini, menciptakan momen-momen bahagia, memulai masa peralihan ke keadaan berikutnya, merencanakan pemakaman dan tetap bersemangat sampai akhir. Kita pasti tahu bahwa di dalam Alkitab, ada seorang Raja Israel yang juga mengalami pengalaman yang sama. Dia tahu berapa lama lagi dia hidup di dunia ini.
Hizkia sakit keras (ayat 1), tetapi ketika Hizkia berdoa kepada Allah untuk memohon belas kasih-Nya, maka Allah memperpanjang 15 tahun lagi usia Hizkia (ayat 6). 
Yang menarik adalah data yang bisa kita temukan dari perikop paralelnya di II Tawarikh 32:24-33. Di sana kita mendapat keterangan yang cukup mengejutkan. Dikatakan dalam teks II Tawarikh itu bahwa pasca usia Hizkia diperpanjang 15 tahun, pada awalnya Hizkia sempat terjatuh dalam dosa keangkuhan (ayat 25). Bersyukur karena Hizkia segera berbalik dari keangkuhannya itu dan memulai sebuah hal yang baik bagi Israel di sisa waktu hidupnya itu. Mulai dari membangun tempat-tempat perbekalan (ayat 27-28), mendirikan kota-kota yang baru (ayat 29), dan membuat bendungan air bagi tanah Israel (ayat 30). Hari ini, betul memang kita tidak akan pernah tahu kapan akhir ajal kita itu datang. (Sampai grup band Ungu menulis lagu yang liriknya kira-kira begini, “Andai ku tahu, kapan tiba ajalku ...”). Tetapi satu hal yang seharusnya kita tahu adalah bahwa kita tak akan selamanya ada di dunia ini. Hidup kita ini terbatas. Bahkan ada banyak orang yang bila sudah memiliki koleksi umur yang “sudah banyak” menjadi agak enggan menyanyikan lirik lagu “Panjang Umurnya” bukan? Kenapa? Karena sebetulnya bukan jadi malah bertambah, melainkan justru makin berkurang dengan bertambahnya usia kita hari ini. 
Satu hal yang menjadi renungan kita pada Minggu Exaudi ini adalah ketika hari kita di dunia ini semakin berkurang, sudahkah kita melakukan sesuatu yang berarti bagi orang-orang yang ada di sekitar kita dan terlebih bagi Tuhan? Baik Eugene O’Kelly maupun Hizkia pada akhirnya menyadari bahwa hidup mereka itu sesingkat itu di dunia ini.
 Dan mereka memutuskan untuk mengisi sisa waktu di dunia ini dengan hal-hal yang baik dan berguna. 

Bagaimana dengan bapak dan ibu hari ini? Bolehkah saya mengajak kita semua hari ini untuk membayangkan apabila pengalaman Eugene yang memiliki sisa waktu hidup hanya 100 hari itu adalah, katakanlah, akhir hidup kita di dunia ini yang tinggal 100 hari lagi. Hanya membayangkan saja, apa yang akan bapak dan ibu lakukan dengan waktu yang tersisa 100 hari itu dalam kehidupan keseharian bapak dan ibu hari ini? 
Belas kasihan Tuhan. Tuhan menjawab doa Hizkia karena belas kasihan-Nya. Di dalam 2 Tawarikh 32:24-26 dikatakan: Hizkia jatuh sakit, sehingga hampir mati dan ia berdoa kemudian Tuhan memberikan tanda ajaib tetapi Hizkia tidak berterimah kasih, malah menjadi angkuh. Tetapi akhirnya ia sadar dan merendahkan diri, sehingga murka Tuhan tidak menimpanya dan ia beroleh belaskasihan Tuhan. Sepanjang hidup kita adalah anugerah dan belas kasihan Tuhan. Hanya belas kasihan Tuhan dalam kehidupan kita, maka Ia menjawab permohonan kita dan memberikan kita yang terbaik.
Kiranya firman Tuhan hari ini mendorong kita semakin dekat kepada Tuhan dan mau berkomunikasi dengan Tuhan. Setiap hari  dalam segala keadaan kita harus menyapa Tuhan melalui doa. Kalau kita mau disapa oleh Tuhan maka terlebih dahulu kita harus menyapa Tuhan. Tuhan memberkati.
Kitab 2 Raja-Raja menunjukkan dengan jelas bahwa dosa dan ketidaksetiaan para raja Yehuda (yaitu keturunan Daud) mengakibatkan pembinasaan Jerusalem dan kerajaan Daud. Akan tetapi, perjanjian baru juga menunjukkan dengan jelas, bahwa Allah di dalam kesetiaanNya menggenapi janji perjanjiannya kepada Daud melalui Yesus Kristus, “Anak Daud”, (Mat 1:1; Mat 9:27-31: Mat 21:9), yang masa pemerintahan dan kerajaanNya takkan pernah berakhir (Luk 1:32-33; bd. Yes 9:7).
Siapakah Raja Hizkia ? Dia merupakan raja ke-13 dalam sejarah kerajaan Yehuda (Israel selatan). Dia seorang dari beberapa raja Yehuda yang memiliki nilai baik. Menurut 2Raja 18:3, “la melakukan apa yang benar di mata Tuhan, tepat seperti yang dilakukan Daud, bapa leluhurnya.” Dia dilukiskan Alkitab sebagai raja yang punya hubungan akrab dengan Allahnya. Hizkia adalah seorang reformis (pembaharu).
Reformasi yang dilakukannya bukan pembaharuan dalam arti “di luar” melainkan “di dalam” kerangka Alkitab. Sama seperti Martin Luther yang melakukan reformasi dengan “back to the Bible” (kembali kepada Alkitab), demikianlah juga Hizkia justru melakukan pembaharuan dengan kembali kepada firman Tuhan.

Reformasinya dilakukan dengan mengimplementasikan ketaatan hidup pada masa kini juga. Seluruh negeri dibersihkannya. Mezbah, berhala / dewa asing dan tempat pemujaannya dihancurkan. Bahkan ular tembaga Musa yang dibuat saat di padang pasir dahulu kala tidak luput dari penghancuran karena ular buatan itu tidak lagi mengarahkan mata orang kepada Allah melainkan sudah menjadi berhala. (2 Raja 18:4: “Dialah yang menjauhkan bukit-bukit pengorbanan dan yang meremukkan tugu-tugu berhala dan yang menebang tiang-tiang berhala dan yang menghancurkan ular tembaga yang dibuat Musa, sebab sampai pada masa itu orang Israel memang masih membakar korban bagi ular yang nama disebut “Nehustan”. Bait Allah di Yerusalem, yang pintu-pintunya dikunci oleh ayahanda sang raja (yakni Raja Ahas), kini dibuka dan dibersihkan. Kelemahan Hizkia adalah bahwa dia egois dalam arti mementingkan masa pemerintahannya saja (hanya fokus untuk menjawab permasalahan sekarang) sehingga dia gagal (tidak mau) mengantisipasi masa depan.Keberhasilannya melakukan pembaharuan justru membuatnya menjadi bangga bahkan sombong. Tindakannya yang tidak bijaksana dengan memperlihatkan segala kekayaannya kepada utusan Kerajaan Babel membuat Yehuda masuk dalam daftar bangsa bangsa yang akan ditaklukkan Babel. Ketika Nabi Yesaya memberitahukan kebodohannya itu, jawabannya mencerminkan betapa sang raja memang sungguh tidak peduli dengan masa depan kerajaannya. Jawabnya adalah( 2 Raja 20:19) “Sungguh baik firman Tuhan yang engkau ucapkan itu!” Tetapi pikirnya’ “Asal-ada,damai dan keamanan seumur hidupku!” Jelas sekali, dia bersyukur karena seluruh malapetaka yang akan menimpa Yehuda tidak terjadi pada masa hidupnya, melainkan sesudah kematiannya. Kehidupan tiga raja sesudahnya Manasye, Amon, dan Yosia sangat dipengaruhi oleh prestasi dan kelemahan Hizkia ini.
Pokok-pokok Khotbah

1.Saat menderita sakit adalah saat untuk berdoa secara khusus. Selama 100 tahun lebih dalam sejarah Yehuda (732-640 sebelum Kristus), Hizkia adalah satu satunya raja yang setia beriman kepada Tuhan. Sesudah Nabi Yesaya memperingatkan bahwa kematiannya sudah dekat, Raja Hizkia segera berdoa kepada Tuhan. “Ah Tuhan, ingatlah kiranya, bahwa aku telah hidup di hadapanMu dengan setia dan dengan tulus hati dan bahwa aku telah melakukan apa yang baik di mataMu” (ayat 3). Karena iman dan doanya, Allah menyembuhkan penyakitnya dan menyelamatkan kotanya dari serangan kerajaan Asyur. Di samping itu, Tuhan juga memperpanjang (menambah) umur sang raja 15 tahun lagi. Lman dan doa, jika keduanya dilakukan dengan sungguh-sungguh dan langsung ditujukan kepada Allah yang hidup, dapat mengubah setiap keadaan.

2.Kematian pasti datang dan itu mestinya membuat kita semakin dekat kepada Allah. Itulah sebabnya, setiap orang Kristen diwajibkan mengingat saat kematiannya [yang pasti akan datang].  Dalam hal kematian, semua orang pasti akan menjalani tahapan akhir kehidupan didunia ini. Baik pengemis maupun seorang raja semua sama dalam hal ini. Semua menuju akhir hidup. Apabila dipikir-pikir, saat kematian terasa menjadi berat karena kita akan berpisah dengan semua yang kita miliki: keluarga, pekerjaan, jabatan, sahabat, harta kekayaan bahkan kita akan meninggalkandunia ini.  Pada hal banyak urusan yang belum terselesaikan. Namun kematian memberi orang beriman suatu sukacita, karena kita akan bertemu dengan Allah kita.

3.Hidup dan mati adalah mutlak di tangan Allah. Penyembuhantanpa berkat Allah adalah sia-sia. Dalam 20:7 dikatakan oleh Yesaya: “Ambillah sebuah kue ara!” Lalu orang mengambilnya dan ditaruh pada barah itu, naka sembuhlah ia”. Bukan kue ara itu yang sesungguhnya menyembuhkan penyakit baginda tapi berkat Tuhan semata. Apabila kita sakit, kita harus yakin bahwa sumber segala kesembuhan adalah Tuhan. Dokter, obat, dll, hanyalah alatNyauntuk menunjukkan kebaikanNya kepada orang yang dikasihani’ Nya.
4.Kesehatan yang dipulihkan harus digunakan dalam memperbaiki perenungan kepada Allah.Dalam tiga hari sesudah disembuhkan, (20:5: pada hari yang ketiga engkau akan pergi ke rumah TUHAN), baginda harus pergi menyampaikan kurban sebagai tanda syukurnya atas berkat Allah. Apabila sekarang ini kita masih diberi hari yang baru, itu adalah berkat Tuhan yang sudah sepatutnya kita syukuri. Dia masih memberi kita kesempatan untuk beribadah kepadaNya.
Apakah Allah masih bekerja hari ini, masih mendengar doa kita, masih menyembuhkan penyakit kita, masih memperpanjang umur kita? Ya, tentu saja, Dia tidak saja bekerja pada zaman Alkitab, tetapi juga sepanjang zaman sampai hari ini, bahkan hingga selama-lamanya. Amen


Tidak ada komentar: