Perdamaian sangat dibutuhkan pada jaman ini, bagaimana kita bisa berdamai dengan sesama, dengan Tuhan dan diri sendiri.Semua ini hanya dapat kita peroleh dari Dia dan FirmanNya sebagai Madu Surgawi.
Minggu, 01 Juli 2012
"ORANG BERIMAN MEMBERI DENGAN SUKACITA" Khotbah Kebaktian R. Tangga 2 Korintus 8:7-15
Pendahuluan
Surat 2 Korintus 8 ini dituliskan oleh Paulus kepada jemaat di Korintus, dengan maksud ingin mengingatkan mereka akan janji jemaat Korintus. Jemaat Korintus pernah berjanji kepada Paulus untuk memberikan berkat yang mereka miliki berupa sumbangan dana bagi Yerusalem. Namun, dengan berjalannya hari, mereka mulai undur dari janji mereka sendiri dan Paulus melalui surat ini ingin kembali menegaskan apa yang menjadi janji jemaat Korintus.
Berlimpah Karunia, Tetapi Miskin Hati
Jemaat di Korintus merupakan umat yang sangat lengkap dianugerahi dengan berbagai karunia. Rasul Paulus menyebut jemaat Korintus sebagai umat yang kaya dalam segala sesuatu. Rasul Paulus memerinci kekayaan dan karunia dari jemaat Korintus, yaitu: “Maka sekarang, sama seperti kamu kaya dalam segala sesuatu, --dalam iman, dalam perkataan, dalam pengetahuan, dalam kesungguhan untuk membantu, dan dalam kasihmu terhadap kami--demikianlah juga hendaknya kamu kaya dalam pelayanan kasih ini” (II Kor. 8:7). Sebagai jemaat yang tinggal di kota yang begitu strategis dan terkemuka dalam perdagangan, maka para penduduknya kebanyakan adalah orang-orang yang berpendidikan tinggi dan mapan secara ekonomis. Jarak kota Korintus dengan Athena Barat hanya 65 km, sehingga mereka memiliki akses untuk memperoleh pengetahuan filsafat dan berbagai informasi termasuk pengajaran iman Kristen. Selain itu 9 karunia Roh yang diuraikan oleh rasul Paulus di I Kor. 12:1-11 ditempatkan dalam konteks jemaat Korintus. Jadi sebenarnya jemaat di Korintus merupakan model dari jemaat yang ideal sebab mereka memiliki berbagai karunia Roh, progresif dalam pertumbuhannya dan tidak kekurangan secara materi. Dari sudut komitmen, mereka juga menunjukkan kesungguhan untuk membantu jemaat yang berkekurangan. Kepada jemaat di Yerusalem yang saat itu sedang mengalami kekurangan dana, mereka berjanji untuk memberi bantuan yang diperlukan. Jadi tepatlah jikalau potret jemaat Korintus merupakan dambaan dan teladan bagi jemaat-jemaat di sekitarnya.
Namun faktualnya, jemaat Korintus yang kaya dalam segala hal tersebut dan telah berkomitmen untuk memberi bantuan ternyata hanya tinggal janji. Bantuan yang mereka janjikan kepada jemaat di Yerusalem tidak pernah terwujud. Mereka cenderung menunda-nunda dan tidak ada kejelasan kapan mereka mengirimkan dana bantuan yang diperlukan, padahal kemungkinan jemaat di Yerusalem saat itu berada dalam kondisi yang sangat kritis. Semula jemaat Korintus sangat antusias dan berjanji untuk memberi, tetapi tampaknya mereka tidak ikhlas. Itu sebabnya rasul Paulus menghimbau agar jemaat Korintus dapat memenuhi janji komitmen untuk membantu jemaat di Yerusalem, yaitu: “Aku mengatakan hal itu bukan sebagai perintah, melainkan, dengan menunjukkan usaha orang-orang lain untuk membantu, aku mau menguji keikhlasan kasih kamu” (II Kor. 8:8). Dengan mengirimkan surat pastoral kepada jemaat Korintus, rasul Paulus hendak menguji keikhlasan kasih mereka. Sebab apa artinya mereka telah memperoleh seluruh karunia Roh dan berbagai berkat Allah serta janji iman yang muluk, tetapi secara faktual mereka cenderung menutup mata terhadap penderitaan dan pergumulan sesamanya. Karena Allah mengaruniakan segala karunia dan berkat kepada umatNya adalah agar umat juga mau membagikan kepada sesama yang berkekurangan dan sedang mengalami penderitaan. Jadi tujuan karunia dan berkat Allah yang dianugerahkan adalah setiap umat mampu memberdayakan sesama yang lemah, mengangkat orang yang sedang jatuh dan memulihkan mereka yang sedang sekarat. Tetapi tampaknya jemaat Korintus beranggapan bahwa seluruh karunia dan berkat yang dianugerahkan oleh Allah hanya untuk menunjang seluruh kepentingan komunitas mereka sendiri. Spiritualitas jemaat Korintus seperti Laut Mati yang hanya mau menerima seluruh berkat Allah yang dialirkan oleh sungai Yordan, tetapi enggan untuk menyalurkan ke wilayah lain. Ciri dari spiritualitas Laut Mati adalah kecenderungan untuk terus menampung dan menyimpan segala karunia dan berkat ilahi, dan kemudian menutupnya erat-erat agar tidak diminta atau diambil oleh orang lain. Sangat menarik bahwa di Laut Mati tidak memungkinkan seluruh mahluk atau organisme dapat hidup, sebab kadar garamnya terlalu tinggi.
Banyak orang berpikir bagaimana dengan kesetaraan didalam perbedaan antara yang satu dengan yang lain dalam realitas hidup ini. Kehidupan yang kita temuai sekarang adalah indikasi kurangnya hubungan yang baik antara yang satu dengan yang lain. Homo Homini Lupus lebih jelas konsepnya kelihatan, terutama dalam bidang ekonomi, sosial dan politik. Yang satu menjadi harimau pemangsa bagi yang lain, yang satu lebih mengutamakan dirinya sendiri tanpa memperhatikan hak dan hidup orang lain. Permasalahan ini menjadi gambaran yang perlu kita pertimbangkan ketika sudah jelas-jelas masuk kedalam ranah gereja. Kapan gereja melakukan tugas sosial dan kepeduliaannya terhadap gereja lain? yang masih ada ketika gereja tersebut masuk dalam lembaga oikumenis saja tanpa sadar bahwa itu adalah tugas sebagai warga yang beriman kepada Yesus Kristus.
Penjelasan Nast
1. Pelayanan Kasih Adalah Tugas Iman
Banyak contoh-contoh pribadi yang mengaplikasikan perdamaian dengan tindakan-tindakan kasih sosial, seperti Mother Theresa yang luar biasa dalam melaksanakan misi kasih Tuhan yang nyata bagi orang-orang yang berkekurangan. Hal ini juga sama dengan yang dikatakan Rasul Yakobus yang mengatakan bahwa iman tanpa perbuatan adalah mati sama dengan tubuh tanpa roh juga mati. Seluruh orang yang menyatakan dirinya percaya kepadaNya adalah orang-orang yang pantas disebut percaya, namun belum tentu dengan mengatakan dirinya percaya sudah mengindikasikan orang tersebut adalah orang yang beriman dan melakukan tugas imannya dalam pelayanan kasih. Orang percaya dan beriman seharusnya sadar bahwa Tuhan telah mengasihi setiap pribadi, Tuhan bahkan telah rela menjadi miskin sekalipun Tuhan itu Maha kaya (band.ayt.9), namun ia melaksanakannya bagi kita dan demi kita. Dari pemahaman yang begitu saja kita telah dituntut untuk melakukan apa yang Tuhan kehendaki yakni menunjukkan bahwa kita ini telah Tuhan berikan kekayaan untuk dapat membantu orang-orang yang membutuhkan bantuan dari Tuhan, dan orang Percaya menjadi jalan Tuhan untuk membantu setiap pribadi yang membutuhkan.
2. Memberi Dengan Suka Rela adalah Ujian Iman
Iman yang benar adalah iman yang tahan uji, iman yang tidak gampang diombang-ambingkan kebenarannya. Memberi yang baik harus dilaksanakan dengan sukarela, dasarnya ialah iman yang benar. Jika selama ini kita memberi dengan mengharapkan imabalan itu bukan iklas/sukarela, Jika memberi dengan paksaaan dan menyatakan bahwa memberi adalah kewajiban yang menjadi pengikat itu juga tidak iklas, Jika memberi yang kita laksanakan selama ini untuk kemegahan diri sendiri (terindikasi pada saat praktek lelang) itu juga tidak iklas. Oleh karenanya yang memberi dengan iklas adalah mereka yang memberi dengan tidak mengharapkan imbalan, tetapi ucapan syukur atas kasih Tuhan. Memberi yang ikas juga bukan dengan keterpaksaan, sebab Tuhan memberikan diriNya sebagai persembahan dengan suka rela. Dan memberi dengan iklas juga bukan untuk membanggakan diri namun untuk memuji dan memuliakan serta berbangga bagi Kasih Tuhan yang sudah kita terima. pada saat itulah iman kita diuji dalam memberi iklas atau tidak iklas.
3. Memberi adalah Awal Keseimbangan Hidup
Banyak orang menuntut keadilan dengan berbagai konsep keadilan yang mereka pahami, namun juga banyak orang memiliki bangunan konsep keadilan dengan subyektif. Dengan konsep yang demikian akhirnya banyak kedilan yang dibangun hanya mementingkan pihak/golongan tertetu saja. Memberi yang baik dan sesuai dengan kehendak Tuhan yang kita imani ialah dengan menyadari bahwa diri kita juga tidak berlebihan dan tidak berkekurangan (Baca. ayat 14-15). Dengan demikian memberi dengan kemampuan yang tidak mempermiskin orang lain atau diri kita sendiri. Salah satu memberi dengan praktik rentenirisme adalah bentuk memberi yang bertujuan untuk memonopoli dan memiskinkan orang lain dan dirinya sendiri juga akan miskin dalam iman. Maka dengan demikian memberi yang berpihak pada keseimbangan harus menyadari bahwa semua orang memiliki kelebihan dan memiliki kekurangan. Dengan demikian aplikasi yang harus dilaksanakan ialah:
a. Kita memberi kekayaan kita yang tidak dimiliki orang yang akan kita tolong
b. Kita menerima pertolongan dari dari kekayaan yang ada pada orang lain dan tidak ada pada kita.
Kekayaan yang dimaksud bukanlah hanya harta benda, tetapi mencakup seluruh hal keperluan kehidupan manusia (fisik, psikis, ratio, dan iman).
Kesimpulan
Melalalui pemaparan pemahaman iman senderhana diatas hendaknya kita merubah mintset yang salah selama ini dalam memberi. Jadikanlah seluruh tindakan kita sesuai dengan iman yang benar, dengan iman yang benar kita juga akan dimampukan bertindak yang benar dalam segala hal termasuk memberi. Tunjukkanlah bahwa Tuhan itu adil dalam kehidupan persekutuan orang beriman sebab Tuhan mencipkan dengan amat baik dengan berbagai perbedaan, didalam perbedaan kita kaya dalam melakukan tindakan kasih Tuhan, didalam perbedaan kita melaksanakan Tugas Kasih Tuhan yang telah diberikanNya bagi kita. Jadi memberi adalah tugas iman seluruh orang yang beriman, semua kita kaya dan semua pribadi adalah miskin dengan kesadaran itu kita kaya dalam kebersamaan dan iman yang saling peduli dan bertindak dalam kasih dan iman. Termulialah Tuhan. Amin
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
2 komentar:
"Pemberian dengan Sukacita akan menumbuhkan Semangat Bersyukur akan Pemberian Tuhan"
Kita hrs memberi dgn sukacita,krn berkat yg diberi Tuhan kpd kita ad bagian org yg lain yg membutuhkannya
Posting Komentar