Perdamaian sangat dibutuhkan pada jaman ini, bagaimana kita bisa berdamai dengan sesama, dengan Tuhan dan diri sendiri.Semua ini hanya dapat kita peroleh dari Dia dan FirmanNya sebagai Madu Surgawi.
Jumat, 18 Mei 2012
Khotbah Minggu 20 Mei 2012 Rahasia Hidup Bahagia Mazmur 1:1-6
HARI ULANG TAHUN GKPI BEKASI KE:28
Pertama-tama ijinkanlah kami atas nama seluruh gereja GKPI Wil. Jabodetabek mengucapkan Selamat HUT, kepada warga jemaat GKPI Bekasi, Pdt. BPH dan Majelis Jemaat.
Setiap kali kita memperingati HUT Gereja, kita patut bersyukur sambil mengenang pemimpin dan pelayan Tuhan dan tokoh2 pendiri yang dengan visi yang jelas telah berjuang tanpa pamrih dan meletakkan landasan yang kokoh bagi keberlangsungan pelayanan ini sehingga berdiri gereja GKPI Perumnas II Bks..
Mereka telah mengorbankan: waktu, tenaga, uang dan masa depan mereka, bahkan nyawa mereka bagi pelayanan ini dan hasilnya kita bisa lihat hari ini, yaitu berdiri dengan kokohnya Gereja Kristen Protestan Indonesia Res. Bekasi.
Tentu kita semua percaya sesuai dengan janji Tuhan bahwa jerih payah mereka dalam Tuhan tidak sia-sia (1 Kor 15:58). Kiranya perjuangan mereka dalam Tuhan akan terus memotivasi kita yang sedang hidup dan melayani di Gereja ini.
Memang kita patut mengucapkan syukur atas pertolongan Tuhan bagi Gereja kita sejak berdirinya 28 Thn yang lalu hingga kini. Tidak sedikit masalah dan hambatan yang telah kita alami sebagai Gereja, namun hingga kini kita masih ada dan tetap melayani di negeri ini.
Siapa yang tak mau hidup bahagia? Setiap orang pasti ingin hidup berbahagia. Tapi pertanyaannya, seperti apakah hidup yang disebut berbahagia itu? Ada yang berpendapat bahwa hidup bahagia itu jika memiliki kekayaan yang berlimpah. Ada juga yang mengatakan bahwa hidup berbahagia itu hidup selalu sehat dan aman. Yang lainnya menunjukkan keluarga yang harmonis sebagai pertanda hidup bahagia. Orang lain mengatakan bahwa orang yang berbahagia adalah orang yang selalu tertawa.
Apakah semua itu menjamin kebahagiaan? Kenyataannya, ada orang kaya yang jika ditanya apakah mereka berbahagia, mereka menggelengkan kepala. Orang sehat pun belum tentu merasa sudah bebhagia. Mengapa begitu? Karena selama ini kita memiliki pandangan yang keliru terhadap arti kebahagian.
Pertama, kita sering keliru dengan menganggap bahwa kebahagiaan itu berarti bersenang-senang. Hatinya selalu bergembira. Itu sebabnya banyak orang kemudian berusaha menciptakan acara pesta-pesta atau lari ke obat penenang untuk menciptakan kegembiraan.
Kedua, kita sering berpikiran keliru dengan menganggap bahwa kita dapat mengejar kebahagiaan. Kita harus melakukan sesuatu untuk mendapatkan kebahagiaan itu. Padahal kebahagiaan sebenarnya merupakan akibat atau hasil dari sesuatu yang kita lakukan.
Ketiga, ada anggapan keliru bahwa kebahagiaan itu selalu ditemukan di luar diri kita atau ada pada orang lain. Kita sering berkata pada diri sendiri, “Dengan berganti pekerjaan, mungkin saya akan menjadi bahagia”, “Saya tidak betah hidup di sini. Kalau saya pindah rumah ke kompleks yang lebih elit mungin saya akan lebih bahagia.” Atau berpikir begini, “Kalau saya menikahi orang ini, hidup saya pasti akan berbahagia.”
Ada seorang pria yang selalu memohon segala sesuatu pada Tuhan. Suatu hari, Tuhan berkata kepadanya: “Aku sudah bosan. Ajukanlah tiga permohonan. Aku akan mengabulkannya, tapi setelah itu jangan minta lagi.”
Pria itu tercengan tak percaya. “Tuhan meskipun aku malu mengatakannya, tapi aku ingin Tuhan mengambil istriku. Aku sudah tidak tahan lagi. Aku tidak bisa hidup lagi bersamanya.”
“Baik, tidak masalah” jawab Tuhan, “Terjadilan seperti yang kau minta.” Maka matilah isterinya.
Pria ini sebenarnya merasa bersalah, tapi sesaat kemudian dia merasa bahagia dan lega. Pikirnya, “Aku akan menikahi wanita yang lebih muda dan cantik.”
Pada saat upacara penguburan, tiba pria ini berubah pikiran. Tuhan, dulu istriku ini adalah wanita yang baik. Selama dia hidup, aku tidak pernah menghargainya. Tuhan tolong hidupkan dia lagi.”
Tuhan menjawab, “Baik, permohonanmu yang kedua sudah terkabul.”
Sekarang tinggal satu permohonan lagi. Apa yang dia minta lagi. Dia bingung, lalu minta pertimbangan teman-temannya.
“Minta uang saja. Kalau kamu punya uang, kamu dapat memiliki apa saja.”
“Apa untungnya punya uang alau kamu tidak sehat? Minta kesehatan saja”
“Apa gunanya kesehatan jika suatu saat nanti kamu akan mati? Minta keabadiaan saja?
“Apa gunanya keabadian jika kamu tidak seorang pun untuk dicintai? Mintalah cinta”
Pria ini malah tambah bingung. Lima tahun, sepuluh tahun, limabelas tahun berlalu.
Suatu hari Tuha bertanya, “Kapan kami akan menggunakan permohonan ketigamu?”
Pria ini tertawa kecit, “Tuhan saya ini bingung. Saya tidak tahu apa yang harus kuminta! Dapatkah Engkau katakan apa yang harus kuminta?”
Tuhan tertawa keras mendengar dia mengatakan hal itu, “Baik Aku akan memberitahukan apa yang harus kau minta. Mintalah untuk menjadi bahagia tanpa peduli seperti apa pun keadaanmu. Itulah rahasianya.”
Kebahagiaan tidak ada kaitannya dengan hal-hal di luar kita. Uang dan kekuasaan memang menjanjikan kebahagiaan. Namun kenyataannya, orang miskin pun bisa bahagia.
Ada seorang mahasiswa yang berjalan-jalan di pantai pada siang hari. Dia mendapati seorang bapak sedang tidur-tiduran santai di bawah pohon kelapa. “Maaf, mengapa Bapak tidak melaut?” tanya mahasiswa.
“Memangnya kenapa, dik?” tanya Bapak itu enggan.
“Kalau Bapak bisa menangkap banyak ikan, Bapak ‘kan punya uang banyak?” jawab Mahasiswa.
“Kalau saya sudah punya uang banyak, memangnya kenapa?” tanya Bapa itu lagi.
Mahasiswa mulai jengkel, “Lho, dengan uang itu Bapak bisa membeli dan memiliki banyak kapal?”
“Kalau saya punya banyak kapal, memangnya kenapa?”
“Bapak ‘kan bisa memperkerjakan banyak orang sebagai anak buah kapal?”
“Kalau saya punya banyak anak buah kapal, memangnya kenapa?”
“Bapak ‘kan tidak perlu kerja lagi. Bapak tinggal terima setoran. Bapak bisa hidup dengan santai,” jawab mahasiswa dengan nada tinggi.
“Lho memangnya apa yang sedang saya lakukan ini? Saya sedang bersantai ‘kan?”
Kekayaan tidak menjamin datangnya kebahagiaan. Kebahagiaan itu tidak terdapat di luar. Hilangkan pemikiran keliru itu. Kalau tidak, Anda tidak pernah mendapatkan kebahagiaan.
Sikap keliru yang lain adalah kelekatan ita terhadap sesuatu, terutama pada emosi negatif. Jika Anda terikat pada emosi negatif, maka Anda tidak akan pernah merasakan bahagia. Itu tidak berarti bahwa kita tidak boleh memiliki emosi negatif. Sepanjang kita menjadi manusia normal maka kita pasti memiliki emosi negatif: seperti kesedihan, kekhawatiran, stress, depresi, kemarahan, kebencian. Yang terpenting kita tidak larut dan terikat dalam emosi negatif ini.
Lalu bagaimana cara mencari kebahagiaan? Pemazmur mengatakan, orang yang berbahagia adalah orang yang “kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam.” Dengan kata lain, orang itu suka melakukan Perintah TUHAN dan merenungkannya siang malam.”
Ciri-ciri orang yang sudah melakukan perintah Tuhan dan merenungkannya siang malam adalah seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya. Orang itu berhasil dalam segala usahanya.
Pertama, tidak egois. Buah yang dihasilkan oleh sebatang pohon, selalu diberikan pada pihak lain. Pohon tidak pernah memakai buahnya untuk kepentingan diri sendiri. Dengan kata lain, orang yang berbahagia adalah orang yang tidak egois. Orang yang egois itu seperti anak kecil, “Kalau kamu tidak mau meminjamkan mainanmu, aku pulang lho.”
Coba kita ingat-ingat, apakah kita pernah mengatakan hal seperti itu: “Kalau mereka memberiku ini atau itu, aku akan berbahagia” atau begini, “Kalau aku tidak memperoleh ini atau itu, maka aku tidak akan berbahagia.”
Banyak orang yang tidak merasa berbahagia karena mereka memaksakan kondisi-kondisi kebahagiaan untuk diri mereka sendiri. “Aku akan merasa bahagia jika aku punya mobil”; “Aku tidak akan berbahagia jika gagal membangun usaha ini.”
Banyak orang yang merasa berbahagia ketika dia mau berbagi berkat dengan orang lain.
Kedua, Bersyukur dan menghitung berkat. Coba kataan “Betapa beruntungnya aku. Aku bersyukur sekali!” Sungguh tidak mungkin merasa bersyukur, tetapi tidak berbahagia.
“Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan mengapa engkau gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah! Sebab aku bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku!” (Mazmur 42:11 TB)
Pembahasan Nats Mazmur 1:1-6
Pertama, Nats khobah membandingkan perjalanan hidup orang yang benar dan perjalanan hidup orang yang fasik (ay.1). Hanya ada dua jenis orang yang diakui Allah yaitu orang benar dan orang Fasik. Orang benar atau orang saleh adalah orang yang jalan hidupnya bercirikan (tanda-tandanya) adalah : kebenaran, kasih, ketaaatan kepada Firman Allah, dan terpisah dari persekutuan orang yang kesukaanya berbuat dosa. Tetapi kesukaannya adalah Taurat Tuhan (ay.2) Orang Fasik adalah orang yang tidak tinggal dalam Firman Allah, yang kesukaannya berbuat dosa (dosa adalah melakukan apa yang dilarang Tuhan dan tidak melakukan apa yang diperintahkan Tuhan). Perjalanan hidup orang yang benar dapat diketahui dari apa yang tidak dia lakukan yaitu: tidak menuruti nasehat orang Fasik (jalan orang Fasik), tempat yang tidak mereka kunjungi (orang pencemooh) dan kesukaannya adalah ialah Taurat Tuhan (hidup dekat dengan Tuhan/sekitar Firman Tuhan) dan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menaatinya (ay. 2).
Kedua, hasil perjalanan hidup orang yang benar. Ia seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya dan tidak layu daunya daan apa yang diperbuatnya berhasil (ay. 3). Orang yang benar menerima sumber hidup yang tidak habis-habisnya (Joh. 15: 1-8, khusus ay. 8 : jikalau kamu tinggal di dalam Aku, dan hukumku tinggal di dalam kamu, mintalah saja apa yang kamu kehendaki, dan kamju akan menerimanya). Apa yang diperbuatnya berhasil bukan berarti tidak pernah akan mempunyai masalah atau kegagalan, tetapi orang benar akan mengetahui kehendak Allah dan berkat Allah (Rm. 8:28).
Ketiga, hasil perjalanan hidup orang Fasik digambarkan dengan tiga gambaran yang mengerikan:
1. Mereka seperti sekam yang ditiupkan angin (ay3). Ini suatu gambaran berbagai kekuatan yang tidak mereka lihat yang akan menghancurkan perjalanan hidup mereka. Mereka terlepas dari kasih karunia Allah dan berada di bawah penghukuman Allah (bd. Efesus 2:2 kamu hidup di dalamnya (dosa-dosa), karena kamu mengikuti jalan dunia ini, karena kamu mentaati penguasa kerajaan angkasa, yaitu roh yang sedang bekerja diantara orang-orang yang durhaka.
2. Tidak tahan dalam penghakiman dan dan tidak tahan dalam perkumpulan orang benar. Tidak ada orang fasik yang dapat bertahan saat Allah murka (Mazmur 76:8), dan penghakiman terakhir Mat. 25:31-46, khusus ay. 46 dan mereka ini akan masuk ke tempat siksaan yang kekal, tetapi orang yang benar ke dalam hidup yang kekal).
3. Menuju kebinasaan. Alkitab mengajarkan bahwa ada hukuman atas orang yang berbuat kejahatan adalah pasti. Hukuman itu berupa kutukan, penderitaan, dan pemisahan dari Allah tanpa jangka waktu tidak terbatas.
Aplikasi:
1. Jalan Tuhan adalah jalan yang menuju kebahagiaan dan jalan yang menawarkan sampai ke tujuan. Ibarat orang yang mengadakan perjalanan jauh yang mengikuti route yang benar, walaupun banyak tantangan akan sampai ke tujuan dengan dengan selamat atau pengemudi yang patuh dalam berlalu lintas; mengiikuti rambu-rambu lalu lintas maka kemungkinan untuk sampai ke tujuan lebih besar daripada pengemudi yang ugal-ugalan.
2. Mungkin saja kita melihat jalan orang fasik lebih (jalan yang lebar) mudah daripada jalan orang benar (korupsi, tidak adil, penjinah, penipu, tidak punya kasih, egois, mau menang sendiri) tidak perlu iri, sebab mereka tidak mencapai kebahagian seperti jalan orang benar. Mereka seperti sekam, mereka tidak dapat bettahan di pengadilan dan mereka akan dihukum Allah, Tetaplah di jalan yang sempit karena itu adalah jalan keselamatan. Umat Tuhan tidak mencari jalan yang gampang, tetapi bertentangan dengan Firman Tuhan.
3. Agar tetap kita memmilih jalan Tuhan, kita harus dekat dengan Firman Tuhan itu sendiri (dekat dengan Allah=sahabat Allah=menyenangkan Allah). Apa yang kita rasakan, pikirkan dan lakukan harus sesuai (sejajar) dengan Firman Allah, untuk itu Roh kuduslah yang berkuasa dalam hati kita (bd. Ibr, 3:15, suara Tuhan memanggil untuk bertobat …Amin.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar