Jumat, 04 Mei 2012

"Kotbah Minggu Kantate 06 Mei 2012" Yakobus 2:8-13

Pendahuluan 1. Kedewasaan Rohani adalah menjadi inti pengajaran dalam surat Jakobus ini, jika kita benar-benar di dalam Kristus maka harus : belajar bersabar; menang terhadap pencobaan; kita harus mempraktekkan ajaran-ajaran Alkitab; mampu mengendalikan lidah; menciptakan perdamaian bukan persoalan dan harus hidup dalam Doa. 2. Surat Yakobus (1:1) ini adalah surat yang dikirim oleh rasul Yakobus kepada jemaat yang berada di diaspora (perantauan), yang secara umum berisi petunjuk dan nasehat praktis bagaimana melakukan suatu tindakan/perbuatan kristiani. 3. Sifat praktis ini kelihatan dalam Yakobus 2:14-26 yakni bagaimana iman dan perbuatan harus seiring dan sejalan. Tidak hanya perkataan atau janji, atau pengakuan verbal yang utama (2:19) tetapi bagaimana ‘karya nyata’ kerja yang sesuai kepada pengakuan, iman tanpa perbuatan adalah mati (2:26), tidak mendua hati (1:8), standar ganda, terpisah iman dan perbuatan. 4. Yakobus 2 ini menegaskan hubungan iman secara khusus dengan cara pandang kepada sesama manusia. Perbuatan yang benar adalah orang yang mengasihi sesamanya seperti dirinya sendiri. II. Keterangan 1. Sikap kepada sesama • Dalam ayat 1, Yakobus mengkritik praktek “memandang muka” (prosopolempsia; ) yakni suatu sikap menentukan prioritas, favoritisme, penghargaan yang berbeda, yang berhubungan dengan status, jabatan dan sosial ekonomi,dsb. • Iman sangat erat berhubungan dengan sesama, sehingga segala sikap dan perbuatan kita yang berhubungan dengan sesama, khususnya dalam menghargai seseorang hendaknya di dasarkan dengan ‘iman’ . Sebutan, ‘saudaraku’ dalam surat Yakobus ini, hendak memperlihatkan bahwa semua mereka sama di hadapan Tuhan. • Dasar untuk tidak ‘memandang muka’ adalah karena hukum utama (basilikos/nomos/royal law) yakni Mengasihi sesama seperti dirimu sendiri (bnd Mat 22:39), hormat dan tidak memandang muka, itulah sikap orang yang beriman, sebab Tuhan kita adalah Tuhan yang mengasihi (1 Joh 4:7-8). • Selaku warga kerajaan Allah, aturan yang berlaku ialah kasih, dan salah satu dari kasih itu adalah tidak memandang muka. • Sehingga orang yang memandang muka berarti ia tidak memperlakukan sikap seorang yang beriman (warga kerajaan Allah), sebab memandang muka adalah bukan sikap orang yang mengasihi (ayat 8-9). • Jika ada seseorang melakukan perbuatan kasih kepada orang kaya, pejabat, atau yang lainnya dengan cara berlebihan oleh karena maksud tertentu, maka ia telah berdosa, karena seorang yang beriman seharusnya mengasihi sesamanya tanpa pilih bulu. Sama dengan hukum utama / aturan (titah) itu adalah merupakan satu kesatuan yang utuh, yang tidak dapat dipisahkan. • Semua manusia sama di hadapan Allah, tidak ada bedanya, sama-sama warga kerajaan Allah. 2. Penghakiman • Yakobus mengingatkan supaya melakukan suatu perbuatan hendaknya dilakukan dalam perspektif kepada penghakiman Allah (Ibr 4:13). Sebab kita semua akan bertanggung jawab kepada Allah pada hari yang akan datang. • Bagi mereka yang memandang muka, sesungguhnya mereka sendiri sudah bertindak sebagai hakim kepada sesamanya, padahal mereka adalah sama, yang juga akan dihakimi oleh Allah pada hari penghakiman kelak, tidak ada seorang pun yang luput dari penghakiman tersebut. Dengan demikian setiap orang hendaknya waspada (hati-hati) di dalam perkataan dan perbuatannya. Yesus mengatakan dalam Mat 12:36, “Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman” • Orang yang beriman seharusnya tetap melakukan perbuatan yang baikHa, penuh dengan kasih, sebab orang yang beriman itu telah menerima kemerdekaan dari keterikatan dosa, yang telah dianugerahkan Allah melalui kasih dan pengorbanannya yang besar itu. Kita melakukan perbutan yang baik karena Tuhan telah lebih dahulu melakukan hal yang demikian kepada kita. • Setiap orang yang melakukan perbuatan kasih (berbelas kasihan) kepada orang lain, maka ia akan menerima penghakiman yang berbelas kasihan yang sempurna pada hari penghakiman terakhir kelak (13b) Sebaliknya jika kita masih tetap bersikap keras terhadap orang lain (memandang sebelah mata, anggap enteng, memandang muka, dsb), Tuhan juga akan bersikap keras pada hari penghakiman (13a) III. Aplikasi 1. Nama minggu kita adalah “kantate” artinya bernyanyi. Bernyanyi maksudnya adalah bukan sekedar syair atau lagunya, tetapi lebih daripada itu yakni seiring, harmonis dan senada; hendaknya perkataan dan perbuatan kita selaku orang yang beriman selaras, seiring dan sejalan. Orang yang beriman akan kelihatan dalam praktek hidupnya sehari-hari dalam perkataan dan sikapanya yang mengasihi sesamanya. 2. Praktek ‘memandang muka’ sering terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari, sehingga bukan manusianya lagi yang kita butuhkan tetapi adalah status, jabatan dan kekayaannya. Sehingga jika demikian maka sulit bagi kita untuk ber kantate, sebab ada orang yang bernyanyi di atas penderitaan orang lain, dan ada yang merintih dan kesakitan dipijak oleh orang lain. 3. Marilah kita saling mengasihi, tanpa dibatasi oleh muka tetapi mengasihi karena sudah menjadi orang yang beriman kepada Yesus yang mati demi keselamatan kita bersama dan yang tidak memandang muka. 4. Kita patut bernyanyi dan bersorak-sorak sebab kita telah menerima ‘kemerdekaan” . Kemerdekaan itu hendaknya diteruskan dan dipraktekkan dalam kehidupan kita sehari-hari, melalui perbuatan yang memerdekakan sesama kita, agar mereka juga dapat menikmati kemerdekaan itu dengan saling mengasihi, saling menghargai satu dengan lain, saling perduli dan memperhatikan, dan tidak ditemukan adanya praktek yang saling menekan, dan mengecilkan satu dengan lainnya. Pdt. Jaksen Saragih, MTh

Tidak ada komentar: