Ch. Barth seorg Teolog dalam bukunya Teologia Perjanjian
Lama mengungkapkan bahwa tradisi
Paskah merupakan tradisi iman Israel yang paling kuna yang berkaitan
langsung dengan identitas mereka sebagai umat Allah baik secara teologis
maupun politis melalui peristiwa keluaran dari tanah perbudakan yaitu
Mesir. Mengapa tradisi Paskah bukan sekedar perayaan teologis namun juga politis?
Menurut catatan sejarah Eusibius dari Kaisarea, umat Israel ditindas Firaun
Ramses II selama 430 tahun. Oleh sebab itu jelaslah sudah bahwa peristiwa
Paskah bukan sekedar berita yang bernada rohani saja tetapi ini adalah sebuah
perayaan politik bahwa dibalik kemustahilan yang amat panjang dalam perjalanan
sebuah bangsa, masih ada secercah harapan. Dalam perkembangan selanjutnya,
tradisi Paskah berdampingan erat dengan berita politik seperti yang terjadi
lima ratus tahun kemudian (490 sM) dimana imam Ezra menyerukan kembali perayaan
Paskah sebagai ungkapan syukur karena bebasnya mereka dari pembuangan Babilonia
selama 50 tahun.
Sikap politis
Yesus sebelum dan sampai kebangkitanNya
Peristiwa Paskah di dalam Perjanjian Lama bukan hanya
bermakna teologis namun juga politis.
Lantas bagaimana dengan jaman Yesus? Jaman Yesus merupakan jaman yang secara politik carut marut dan sulit.
Lagi-lagi Palestina berada dalam penjajahan. Saat itu Romawi menjajah Palestina dan memberikan status “imperial provinces” yang artinya
propinsi yang dianggap pembangkang dan mudah memberontak kepada Kaisar Romawi.
Jaman Yesus juga menjadi jaman multipartai politik, tidak beda dengan kondisi
kita saat ini. Terlepas dari motivasi keagamaan yang kuat yang mendorong
partai-partai ini, sebenarnya mereka masing-masing memperjuangkan kemerdekaan
negaranya dari penjajahan Romawi dengan caranya sendiri-sendiri. Sayap politik
nasionalis dimotori oleh Kaum Zelot yang berupaya membebaskan kaum Yahudi
dari penjajah dengan kekuatan militer. Kelompok lain yang sangat berpengaruh
adalah Kelompok Farisi. Awalnya kelompok ini merupakan kelompok
sosial-keagamaan, namun seiring perkembangan waktu dan perkembangan dalam
kelompok ini, maka Kelompok Farisi ini berubah wujud menjadi kelompok politik bernafaskan agama. Disamping
dua kelompok di atas yang dapat dianggap sebagai kelompok oposisi terhadap
pemerintah dan penjajah Romawi, saat itu ada dua kelompok yang pro-pemerintah
dan penjajah Romawi. Yang pertama adalah Kelompok Herodian, memang
kelompok ini jarang disebutkan dalam Alkitab
(Mat. 22:16 dan Mark. 3:6, 12:13). Namun dalam kenyataannya kelompok ini
adalah kelompok yang kuat karena menjadi
penyokong utama dinasti Herodes. Kelompok lainnya adalah Kelompok Saduki.
Kelompok ini adalah penguasa Bait Allah.
Kelompok ini sangat liberal dalam pengajaran dan sangat kompromistis dalam
praktik hidup sesehari.Di tengah situasi politik yang carut marut itu,
Yesus hadir dengan sikap politiknya. Dia tidak tergiur untuk menjadi relevan,
populer dan merengkuh kekuasaan dan pengaruh dengan mengikuti salah satu
kelompok, namun Dia setia melakukan kehendak Bapa-Nya yaitu memberikan
perhatian pada mereka yang tersisih, tertolak dan terpinggirkan di
masyarakat. Walaupun pada akhirnya Dia menjadi tumbal dari kompromi politik
tingkat tinggi antara Pilatus, Herodes, dan para pemimpin parpol agama Yahudi.
Pupuskah harapan mereka? Peristiwa Paskah diawali oleh Injil Matius dengan
suatu kesaksian, “Setelah hari Sabat lewat, menjelang menyingsingnya fajar pada
hari pertama minggu itu, pergilah Maria Magdalena dan Maria lainnya , menengok
kubur itu” (Matius 28:1). Apa yang para perempuan itu pikirkan ketika
mengunjungi kuburan Yesus? Apakah mereka memiliki harapan bahwa Yesus akan bangkit dan bersama-sama dengan
mereka? Tentunya jelas terlihat bahwa mereka tidak memiliki bayangan bahwa
Yesus akan bangkit, mereka datang dengan hati pilu hanya ingin mengurapi
jenazah Yesus dengan rempah-rempah dan minyak pengharum sebagai tanda kasih dan
penghormatan mereka pada Yesus. Mereka juga tidak memiliki harapan bahwa Yesus
akan bangkit. Ketika kita menghadiri sebuah upacara pemakaman atau sekedar
mengunjungi makam saudara, kita akan menatap batu nisannya dan menyadari bahwa
kehidupannya sudah berakhir. Yang kita lakukan biasanya adalah mengenang (flash
back) kepada kehidupan masa lalu mereka yang sudah tiada. Mereka sudah tiada
dan tidak dapat hadir secara fisik menemani kita. Demikian pula sikap para
perempuan tatkala mengunjungi kubur Yesus. Mereka merasa sedih, berduka dan
sangat kehilangan dengan kematian Yesus. Apa yang tersisa? Apa lagi yang dapat
diharapkan? Semua sudah berakhir!! Sungguh mengejutkan, peristiwa Paskah
justru diawali dengan tiadanya harapan, walaupun sebelumnya mereka mendengar
sendiri dari Yesus bahwa Dia akan bangkit pada hari yang ketiga.
Namun simaklah
kisah selanjutnya. Harapan mereka yang sudah pupus itu kini bangkit. Sebab
Allah mengutus seorang Malaikat-Nya untuk memberitakan kabar kebangkitan Yesus,
“Janganlah kamu takut sebab aku tahu
kamu mencari Yesus yang disalibkan itu. Ia tidak ada disini, sebab Ia telah
bangkit sama seperti yang telah dikatakanNya. Mari,
lihatlah tempat Ia berbaring”(Matius 28:5-6). Harapan para perempuan yang
tadinya hanya ingin mengurapi jenazah Yesus dengan rempah-rempah dan minyak
wangi berubah menjadi harapan yang baru dan penuh sukacita. Di depan kubur
Yesus itulah harapan para perempuan berubah drastis, Pahlawan mereka sudah
bangkit!! Lihatlah reaksi para perempuan itu, awalnya mereka datang dengan hati dirundung pilu sekarang “mereka
segera pergi dari kubur itu dengan takut dan sukacita yang besar berlari
cepat-cepat untuk memberitahukannya pada murid-murid Yesus “ (Matius
28:8). Peristiwa Paskah bermakna transformasi pengalaman iman yang
mengubah kesedihan menjadi sukacita dan mampu mengubah kehidupan yang penuh
keputusasaan menjadi penuh pengharapan. Perkataan
pertama dari Yesus yang bangkit adalah, “Salam bagimu” (Matius 28: 9).
Ucapan salam dari Tuhan Yesus tentunya memiliki makna yang dalam. Sebab Tuhan
Yesus telah bangkit dan menyatakan realita “syaloom” dari Allah yaitu realita
Damai Sejahtera. Tuhan Yesus datang menjumpai para murid dalam keadaan damai
sehingga mereka dibebaskan dari rasa takut. Yesus melanjutkan perkataanNya,
“Jangan takut. Pergi dan katakanlah kepada saudara-saudaraKu supaya mereka
pergi ke Galilea dan disanalah mereka akan melihat Aku” (Matius 28:10). Yang
sangat menarik adalah Yesus menyuruh mereka berjumpa lagi dengannya di
Galilea. Mengapa di Galilea? Pada jaman itu orang Israel pada umumnya
tahu bahwa Galilea adalah daerah yang dianggap terbelakang, Amen
Nubuatan Kebangkitan: Maz 16:8-11;Dari mulai Kelahirannya Kej
3:15; Gal. 4:4; Dilahirkan di Betlehem Mika 5:1;Luk 2:4-6; Akan dilahirkan dari
seog perawan Yes 7: 14; Luk 1:26; Taida ttg Kematiannya. Tangan akan ditusuk Zak 12:10; Membuang Undi
atas pakaiannya Maz 22:18; Tulang2 tdk dipatahkan Kel 12:46; Matinya dgn
Penjahat2 Yes 53:9
Tidak ada komentar:
Posting Komentar