Pendahuluan
Elia adalah nabi yang
dipakai Tuhan dengan luar biasa. Banyak rencana dan karya Tuhan terjadi melalui
dirinya, seperti bernubuat supaya hujan turun dan tidak turun (1 Raj 17:1,
18:41-46), menegur penguasa tinggi, raja Ahab (1 Raj 18), mengalahkan nabi-nabi
Baal di gunung Karmel (1 Raj 18:20-40) dan lain sebagainya.
Elisa adalah tipe
orang yang setia dan patuh, Ia setia kepada seniornya, pembimbingnya,
mentornya, gurunya. Dalam hal ini, Elia merasa senang, karena dia merasa tidak
salah pilih (1 Raj 19:19-21). Kesetiaan Elisa tampak dalam peristiwa
perjalanannya dengan Elia, ada 3 kali Elia hendak meninggalkan Elisa, tetapi
Elisa tetap bersikeras harus tetap mengikuti Elia, hingga Elia pergi berangkat
ke sorga, sesuai dengan perintah Tuhan Allah.
Kabar keberangkatan
Elia ke surga dalam angin badai tampaknya sudah menjadi pengetahuan umum di
kalangan komunitas kenabian. Rupanya kenaikan Elia ke surga ini sudah diberitahukan
lebih dulu, baik kepada Elia, Elisa maupun rombongan nabi di Betel dan Yerikho
(ay 1,3,5,10).
Elia berusaha untuk
meninggalkan Elisa (ay 2,4,6). Ini dimaksudkan untuk betul-betul mendapatkan
kesendirian, atau untuk mengetest kesetiaan Elisa. Tiga kali Elia berusaha
melakukan hal ini, dan tiga kali pula Elisa menolak untuk ditinggalkan (ay
2,4,6). Dalam keadaan normal seorang pelayan harus menuruti majikannya, tetapi
dalam perikop ini, Elisa, yang tahu bahwa itu adalah saat-saat terakhir ia bisa
bersama tuannya (ay 3b,5b), menolak untuk ditinggalkan. Jelas Elisa lebih
memilih untuk tetap bersama Elia. Ia terus menempel ke Elia saat mereka
melakukan perjalanan, mungkin terlihat menyedihkan tetapi hal ini mengungkapkan
keintiman hubungan mereka, yang melampaui hubungan ayah-anak (ay 12).
Di dua lokasi,
rombongan nabi (para murid nabi) bertanya pada Elisa tentang keberangkatan Elia
(ay 3, 5). Jawaban Elisa atas pertanyaan ini kasar, mencerminkan
ketegangan emosionalnya akan suatu perpisahan.
Akhirnya, mereka
mencapai perjalanan akhir. Di sungai Yordan, sekarang saatnya bagi Elia
untuk menyeberang. Sekali lagi Elia mencoba untuk mencegah Elisa
mengkutinya, tetapi lagi-lagi, Elisa bersikeras bahwa ia akan tetap mengikuti
Elia. Di seberang Sungai Yordan, pada saat-saat terakhir keberadaan Elia
di bumi. Elia berkata kepada anak didiknya yang masih muda
itu, "Mintalah apa yang hendak kulakukan kepadamu, sebelum aku
terangkat dari padamu." Jawab Elisa: "Biarlah kiranya aku
mendapat dua bagian dari rohmu."
Banyak penafsir
menganggap bahwa Elisa meminta kuasa dua kali lipat dari apa yang dimiliki oleh
Elia, dan bahkan mereka lalu membuktikan bahwa Elisa melakukan mujijat dua kali
lebih banyak dari Elia. Tetapi ini merupakan penafsiran yang salah. Alasannya,
Elisa tidak pernah menjadi dua kali lebih hebat dari Elia, bahkan Elisa tidak
pernah bisa menyamai Elia. Bahwa Elia tetap lebih besar dari Elisa, juga
terlihat dari fakta bahwa yang muncul bersama Yesus pada waktu pemuliaan di
gunung adalah Musa dan Elia, bukan Elisa (Mrk 9: 4).
Lalu
apa artinya permintaan ini?
Ini dihubungkan dengan Ulangan 21:17, yang mengatakan bahwa anak sulung diberi
warisan dua bagian, atau dua kali lipat dari anak yang lain. Jadi, Elisa
rupanya menganggap bahwa Elia mempunyai banyak anak rohani (ini mencakup
nabi-nabi di Betel dan Yerikho), dan ia meminta warisan sebagai anak sulung.
suatu ‘bagian dobel’ dari roh Elia, bukan suatu kuasa yang lebih besar dari
yang dimiliki Elia, tetapi bagian yang diberikan kepada anak tertua yang menggantikan
posisi ayahnya.
Permintaan ini tidak
menunjukkan ketamakan, karena tamak atau tidaknya tergantung dari motivasi
Elisa. Kalau ia meminta hal itu demi kemuliaan Tuhan, maka tentu itu bukan
ketamakan. Bahkan kalau seseorang meminta ‘hal duniawi’ seperti mobil, asalkan
motivasinya untuk kemuliaan Tuhan, maka itu bukan suatu ketamakan.
Elia tahu bahwa
bukanlah haknya untuk memberikan apa yang Elisa minta. Jadi dia
berkata, "Yang kau minta itu adalah sukar. Tetapi jika engkau dapat
melihat aku terangkat dari padamu, akan terjadilah kepadamu seperti yang
demikian, dan jika tidak, tidak akan terjadi." Dengan kata
lain, Elisa meminta sesuatu yang Elia tidak bisa berikan sebab hal itu
adalah pemberian Allah. Elisa meminta semangat yang ada dalam diri Elia,
yang membuatnya menjadi nabi terbaik dalam sejarah Yahudi, yaitu semangat yang
berasal dari Allah. Kuasa dari Allah yang memberinya kemampuan untuk
melakukan mukjizat. Kuasa dari Allah yang memberinya suara untuk berbicara
tentang kebenaran kepada penguasa dunia. Kuasa dari Allah yang memberi
Elia kebijaksanaan untuk mengetahui apa yang dibutuhkan. Kuasa dari
Allahlah yang bekerja melalui Elia, yang membawa gairah dan kasih sayang yang
melimpah dalam pelayanannya.
Elisa meminta
semangat, bukan sebagai hadiah atau lencana kehormatan, tetapi karena ia
membutuhkannya untuk melakukan pekerjaan Tuhan. Dia membutuhkan itu dalam
rangka untuk menjadi pemimpin dalam komunitasnya. Dia membutuhkannya untuk
membawa kesembuhan dan kasih sayang bagi orang di sekitarnya. Ia membutuhkan
semangat pelayanan agar ia bisa memenuhi misinya.
Melalui perikop ini
jelas kelihatan bahwa Elisa adalah
figur yang sangat cocok dan tepat menjadi pengganti Elia, memimpin bangsa
Israel. Elisa setia, serius, sungguh-sungguh, dan gigih berjuang.
Kesungguhan Elisa menjadi pelayan itu terbukti sebab ia memenuhi syarat untuk
memiliki kuasa atau wibawa Elia melalui ‘dapat melihat Elia berangkat ke sorga’
dengan kereta berapi dan kuda berapi. Ini menjadi suatu legitimasi dari Allah
sendiri, bahwa ia benar-benar disetujui dan dipilih Allah sebagai pengganti
Elia.
Selanjutnya Elisa
memiliki kompetensi seperti Elia, sanggup melakukan apa yang telah dilakukan
oleh Elia yakni melakukan tanda mujijat (ay 14). Legimitasi berikutnya adalah
dari teman-temannya nabi yang lain (manusia), dimana teman-temanya itu melihat
semua kejadian itu dengan jelas dari jarak tertentu (ay 15).
Refleksi:
Kisah Elia dan Elisa
dalam perikop ini berbicara tentang bimbingan dan transisi kepemimpinan dari
satu generasi ke generasi berikutnya. Proses transisi, suksesi dan kelangsungan
tugas kenabian sangat menentukan sukses tidaknya sebuah pelayanan. Dari
sini kita belajar bahwa sebaiknya hubungan senior dengan junior adalah hubungan
yang saling membangun, bukan hubungan yang saling bersaing dan sikut-menyikut.
Terlebih dalam hal suksesi kepemimpinan (periodeisasi) di tengah-tengah jemaat
maupun organisasi lainnya.
Kita juga belajar dari
Elisa tentang bagaimana ia belajar dan mengikuti orang yang lebih
berpengetahuan dan lebih bijaksana. Permintaan Elisa untuk "dua bagian roh" adalah tentang
warisan rohani yaitu semangat pelayanan bukan kekuasaan. Dia ingin
melanjutkan pelayanan Elia dan bukan memulai model pelayanan yang ia ciptakan
sendiri. Ini merupakan sebuah pelayanan yang dilakukan dalam kerendahan
hati.
Dalam hidup kita ini,
kita memiliki peran sesuai dengan talenta dan pekerjaan kita
masing-masing. Baiklah kita tetap setia memberikan yang terbaik bagi Allah
melalui talenta dan pekerjaan kita tersebut. Elisa setelah terpilih untuk
menggantikan posisi Elia maka ia memberikan dirinya sepenuhnya untuk melayani
dengan tulus, sepenuh hati dan penuh kesetiaan.
Percayalah, jika Allah
memanggil kita untuk suatu tugas pelayanan, Allah akan memberikan semangat dan
kasih karunia kepada kita untuk melakukannya. Ingatkan diri Anda bahwa
semua pelayanan yang Anda lakukan bisa menjadi persembahan yang harum bagi
Allah. Amen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar