Mengapa
Allah memberi kemampuan untuk melakukan mujizat kepada nabi Elisa? Pertama,
Allah memberi kemampuan melakukan mujizat kepada nabi Elisa untuk meneguhkan
posisinya sebagai pengganti nabi Elia. Perhatikan bahwa dalam sejarah umat
Tuhan, Allah sering memberikan mujizat untuk menandai dimulainya suatu era baru
atau untuk membuka hati masyarakat yang bersikap tertutup terhadap pekerjaan
Allah. Kedua, Allah memberi kemampuan melakukan mujizat kepada nabi Elisa untuk
mengatasi jalan buntu. Tanpa mujizat, tentu sulit bagi Elisa untuk menolong
keluarga janda seorang nabi (4:1-7), membalas budi keluarga perempuan Sunem
(4:8-37), menyediakan makanan bagi serombongan nabi pada masa kelaparan
(4:38-41), serta memberi makan seratus orang dengan sekantong bahan makanan
(4:42-44).
Nats
hari ini paling tidak memberikan dua pelajaran penting. Pertama, bila kita
dengan segenap hati melaksanakan pekerjaan Tuhan, Allah pasti akan melengkapi
kita dengan segala sesuatu yang kita perlukan agar kita bisa melaksanakan tugas
tersebut. Kedua, bagi seorang beriman, tidak pernah ada jalan yang benar-benar
buntu, karena Allah selalu sanggup menembus jalan buntu. Kesanggupan Allah
untuk menolong kita melampaui apa yang bisa kita pikirkan. Bila kita
mengandalkan akal saja, kita akan putus asa saat menghadapi jalan buntu. Bila
kita mengandalkan Tuhan, kita akan melihat kemungkinan-kemungkinan yang
sebelumnya nampak tidak mungkin. Jalan buntu merupakan sarana di tangan Allah
agar kita bersandar kepada-Nya.
Memberi pada masa
sukar biasanya tidak akan dilakukan oleh manusia, ia akan memilih untuk
mengamankan persediaanya daripada memberikan apa yang dia miliki pada orang
lain, bahkan cenderung akan saling memangsa. Namun kisah kita saat ini agaknya
memberi sisi yang berbeda. Sisi yang berbeda itu terlihat dari tokoh dipanggung
kisah ini dan juga tokoh dibalik layar/panggung kisah ini.
Ditengah paceklik dan
kesukaran makanan (yang menjadi latar belakang kisah ini), ia yang
tidak disebutkan namanya ini, mampu memberikan persembahan bagi Allah melalui
Abdi Allah (Elisa). Persembahan itu adalah roti hulu hasil (Bread of the first
fruit), ia digerakkan oleh imannya bahwa setiap hasil pertama dari pekerjaannya
adalah milik Allah dan harus dipersembahkan kepada Allah (bnd Imamat 23:20).
Disini kelihatanlah bahwa kekurangan dan paceklik tidak mematikan iman orang
percaya untuk tetap setia pada apa yang Tuhan ajarkan dan yang dia
imani. Penderitaan, kelaparan, kesengsaraan, tidak memunculkan kekuatiran yang
berlebihan dan tidak menghalangi orang percaya memberikan pada Allah apa yang
seharusnya milik Allah, ia tidak memilih dirinya aman dulu baru memberi, karena
ia sadar keamanan hidupnya ada pada Allah bukan pada hitung-hitungannya
sendiri. Apa yang ditunjukkan disini juga mengingatkan kita agar senantiasa
mengambil apa yang seharusnya milik kita dan melepas apa yang seharusnya bukan
milik kita, entah saat lapar atau kekurangan, kita tidak boleh menyerakahkan
diri dengan mengambil apa yang bukan hak kita, kecuali kita diberi. Kita perlu
belajar untuk bergantung pada Allah yang senantiasa menyediakan keperluan kita
dan seluruh hak-hak kita, tanpa perlu mengambil hak orang lain.
Elisa
Sesungguhnya pemberian
roti dan gandum ditengah kekurangan ini, sangatlah menolong Elisa, jika dia
simpan sendiri, ia bisa survive beberapa lama, tetapi apa yang ditunjukan dalam
kisah ini memberi nilai baru dalam menghadapi kekurangan. Biasanya ditengah paceklik
manusia akan sangat egois dan mementingkan diri sendiri bahkan tidak jarang
akan berebutan dan saling memangsa. Namun Nabi Elisa tidak menyimpan untuk
dirinya, malah menyuruh pelayannya membagikannya pada orang-orang disekitarnya
(ay 42). Kekurangan dan kesukaran tidak mematikan rasa solider Elisa tapi
justru ditengah kesukaran rasa solidaritas semakin besar. Lihatlah Elisa
menyuruh membagikan roti itu pada orang-orang, dia tidak mengatakan berikan aku
lebih dahulu kemudian berilah mereka, tetapi ia menyuruh memberi kepada orang
lain. Ini adalah karakter pemimpin yang dibutuhkan ditengah kesukaran, dia
tidak akan tenang makan jika yang dipimpinnya belum makan. Dan tidak akan
bersenang-senang pada saat umatnya susah. Susah senang hadapi bersama.
Hal ini mengingatkan
saya pada apa yang selalu ibu saya lakukan ketika saya masih kecil. Ketika
musim buah durian misalnya, Ibu tidak akan pernah mau makan durian sendirian di
Pasar/onan meski jika pun dimakan tidak akan ada yang tahu, tapi ibu selalu
berkata, dang tolap ahu mangallang durian on sahalakku hape genlengku dang
mangallang (saya tidak sanggup memakan durian ini sendirian sementara
anak-anakku tidak makan), dan justru ketika ibu membawa 3 buah durin untuk
dinikamti bersama dirumah, rasa durian ini lebih nikmat karena ditambah cita
rasa kebersamaan dan juga rasa cinta ibuku (paling tidak menurut versiku).
Tema yang sejajar
dari sikap pemberi roti itu dilanjutkkan oleh nabi Elisa, memberi pada masa
sukar, kepentingan bersama lebih urgent dari kepentingan pribadi. Pendorang
utama Elisa dalam hal ini adalah firman Allah yang didengarnya dan yang
kemudian dia sampaikan kepada pelayannya “ Orang akan makan bahkan akan ada
sisanya” (Ay 43). Iman Elisa pada Firman yang didengarnya menggerakkan dia
untuk berbagi dalam kesukaran dengan keyakinan Penuh, sehingga jelaslah tujuan
Elisa dalam hal ini bukan berbagi supaya ia disebut orang baik dan dermawan
tetapi menunjuk pada ketaatan dan keyakinnya pada Firman Tuhan yang tentu
berujung pada kemuliaanNYA.
Pelayan
Elisa
Awalnya mereka heran
bagaimana mungkin mereka menghidangkan 20 roti dan sedikit gandum pada 100
orang? Bukankah itu akan membuat keributan? Memang secara logika ini tidak
mungkin. Tapi kemudian ketika Elisa memerintahkan dia kembali utuk
menghhidangkan roti tersebut dengan tambahan janji Tuhan dalam firmanNya, maka
pelayan itupun menaati Elisa dan menyakini firman Tuhan, dengan menghidangkan
roti itu kepada orang banyak itu, dan sesaui dengan FirmaN Tuhan makanlah
mereka (termasuk Nabi dan pelayanya) dan masih ada sisa. Ketaatan dan keyakinan
pada Firman menghancurkan logika, apa yang kelihatan mustahil bagi ku itu sangat
mungkin bagiMU adalah lirik lagu rohani yang mungkin cocok menggambarkan
peristiwa ini. Ketika TUhan berfirman maka semua menjadi. Makanan itu
cukup, bahkan lebih dari cukup. Hal serupa terjadi tatkala Yesus memberi makan
5.000 orang dengan lima roti jelai dan dua ikan kecil (Yohanes 6:1-14). Contoh-contoh ini
mengajarkan prinsip: Bila Allah memberi, Dia mampu memberi lebih dari
cukup.
Allah
Meski Allah tidak
dimunculkan sebagai tokoh dalam kisah ini, namun Kisah ini menceritakan
pemeliharaan Allah yang tak terduga pada saat yang tepat. Dan dalam tindakan
pemeliharaanNya Dia tidak pernah gagal karena Dia maha kuasa dan bisa melakukan
apa saja tanpa batas, hanya saja kita sering membatasi kuasaNya dengan akal
kita. Dia memakai Elisa sebagai saluran dan perantaraa tindakan penyelamatanNya
dan direspon oleh Elisa dengan iman dan ketaatan, sehingga ia dimampukan
mengelola apa yang ada mengatasi kesukaran saat itu. Selain itu, kisah ini juga
mengingatkan kita agar saat kita merasa bahwa Allah meminta kita melayani Dia
dengan cara yang baru atau tidak lazim, tidak seharusnya kita menolak hanya
karena kita merasa tidak mampu. "Kami hanya punya beberapa kerat
roti," mungkin kita akan berkata demikian. Namun Tuhan menjawab,
"Percayalah kepada-Ku. Apa yang ada padamu sudah lebih dari cukup"-
ingatlah perkataan Yesus berikut ini “Bapamu mengetahui apa yang kamu
perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya” (Matius 6:8) oleh karena itu haruskah
kita kuatir lagi akan apa yang akan kita makan, minum dan pergunakan untuk
menjalani hidup yang ada ditangan Allah ini? Bersandarlah pada Allah maka IA
akan menyediakan apa yang kita butuhkan dan sekali lagi Bila Allah memberi, Dia
mampu memberi lebih dari cukup. Sehingga kita dimampukan memberi, berkarya,
melayani ditengah kesukaran, . AMIN
Disadur dari berbagai
sumber.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar