Saudara,
jika kita mau jujur, bahwa pada umumnya tidak ada seorang pun yang mau
menderita. Yang dicari tentu saja yang sebaliknya, yaitu
“kebahagiaan”! Itu dapat kita maklumi. Kenapa? Karena bukankan yang
namanya “penderitaan” dianggap membawa sengsara? Karenanya, seboleh-bolehnya
orang pasti menghindarinya. Kehadirannya memang tidak diharapkan. Bukankah
dalam doa-doa kita juga sering terdengar agar Allah menjauhkan kita dari yang
namanya penderitaan? Agar terhindar dari sakit, marabahaya, kesulitan, dst...?!
Penderitaan,bukanlah sesuatu yang nyaman. Bukanlah sesuatu yang mengenakkan. Terhadapnya, komentar kita pun mungkin bernada sama: "amit-amit, jangan sampai mengenai kita, sebab mendengar namanya saja sudah tak mengundang selera!". Demikian kira-kira tanggapan kebanyakan orang bila diungkap dengan kata-kata. Karena orang selalu berusaha menghindarinya. Ketika sakit misalnya, orang pasti berusaha untuk mengatasinya berapa pun biayanya. Agaknya dalam pandangan umum, penderitaan adalah musuh kehidupan. Orang menderita dipandang tertimpa nasib sial, atau tertimpa hukuman, atau karena dosa.
Tapi alangkah terkejutnya kita, bahwa dari ayat 14 pembacaan kita ini ternyata terdapat juga jenis penderitaan dalam kehidupan orang percaya yang membawa kebahagiaan!
Penderitaan,bukanlah sesuatu yang nyaman. Bukanlah sesuatu yang mengenakkan. Terhadapnya, komentar kita pun mungkin bernada sama: "amit-amit, jangan sampai mengenai kita, sebab mendengar namanya saja sudah tak mengundang selera!". Demikian kira-kira tanggapan kebanyakan orang bila diungkap dengan kata-kata. Karena orang selalu berusaha menghindarinya. Ketika sakit misalnya, orang pasti berusaha untuk mengatasinya berapa pun biayanya. Agaknya dalam pandangan umum, penderitaan adalah musuh kehidupan. Orang menderita dipandang tertimpa nasib sial, atau tertimpa hukuman, atau karena dosa.
Tapi alangkah terkejutnya kita, bahwa dari ayat 14 pembacaan kita ini ternyata terdapat juga jenis penderitaan dalam kehidupan orang percaya yang membawa kebahagiaan!
Penderitaan
macam apa itu? Kebahagiaan yang bagaimana bentuknya? Menurut nas ini yaitu menderita karena berbuat “kebenaran”!
bukan menderita karena dosa, atau menderita karena hukuman Tuhan seperti
kebanyakan orang fahami.Menarik sekali, ini perlu kita kaji. Perlu kita
cermati! Tapi masalahnya saudara, bukankah melakukan kebenaran itu ada
resikonya Apa pun di dunia ini pasti ada resikonya. Melakukan kebenaran juga
bisa saja menjadikan orang menderita. Ituklah sebabnya, orang semakin enggan
mengatakan dan melakukan yang benar. Merasa lebih aman jika menyembunyikan
kebenaran. Namun penderitaan karena kebenaran seperti ini berujung pada kebahagiaan.
Penderitaan hanyalah sebuah proses atau sebuah jembatan yang menghantar
seseorang pada kebahagiaan, walau pun proses penderitaan itu memang tidaklah
mengenakkan.
Menderita karena
berbuat kebenaran, apa sih enaknya?
Ah, itu terang bagai siang! Karena pada umumnya orang mau hidup dalam kebenaran
dan kebahagiaan. Bukan memilih penderitaan. Karenanya orang mau berbuat apa
saja asal mendapatkan kebahagiaan. Hanya sayang, yang dicari hanyalah
kebahagiaan yang sementara sifatnya. Kebanyakan kebahagiaan secara keinginan
daging semata. Bukan kebahagiaan yang abadi dan sempurna. Tapi kenapa kepada
kita selaku orang percaya atau gereja dinasihatkan Rasul Petrus melalui nas
ini, supaya kita berbuat kebenaran walau penderitaan resikonya? Di sinilah
intinya. Ini penting dan sangat menentukan! Pasalnya? Karena di sinilah kita
menjumpai kedalaman hakikat kekristenan kita, standar kenormalan hidup
kekristenan kita (bdk.Matius 20:26-27; bdk. Markus 10:43-44).
Kerelaan menderita demi kebenaran yang dinyatakan di situlah
titik berangkat peran keterpanggilan dan pengabdian kita yang sesungguhnya.
Bahwa hakikat kekristenan kita adalah pengabdian dan pelayanan bagi
kemanusiaan. Hadir dan berjuang untuk kehi¬dupan yang lebih manusiawi. Hadir di
tengah-tengah pergumulan manusia nyata. Bagi pembebasan kemanusiaan dari
kepekatan dosa. Dari segala ma¬cam penderitaan, ketidakadilan, maupun dari
berbagai bentuk pelecehan kemanusiaan. Itu antinya, kebenaran yang dinyatakan
adalah bobot, nilai dan isi dari kekristenan kita. Di situlah dijumpai
kebahagiaan kita yang sesungguhnya. Dengan kata lain, bahwa segala bentuk
kehormatan dan kemuliaan itu baru me¬miliki nilai apabila kita tempatkan pada
aras yang setara dengan pengabdian, dalam pelayanan, kerja dan karsa yang
dilandasi kerendahan hati, ketulusan dan ketaatan. Toh pun resiko harus
menderita. Bukan penderitaan karena kekonyolan tentu saja. Atau penderitaan
yang tak bersangkut-paut dengan iman
Menderita karena
berbuat kebenaran,
apa sih nikmatnya? disinilah masalahnya. Di sinilah kesulitannya! Pasalnya?
Apabila orang mau sungguh-sungguh beriman dan mengabdi kepada Tuhan, maka
sekaligus ia harus berani berjalan pada jalan salib! Berjalan pada sebuah
keberprilakuan solidaritas kemanusiaan secara utuh dan menyeluruh. Kenapa mesti
jalan salib? Karena hanya jalan saliblah jalan satu-satunya yang telah teruji
kualitas kemafanannya untuk sebuah solidaritas. Tak ada jalan lain. Toh pun ada
jalan lain, pastilah jalan pintas namanya! Itulah gaya hidup berteladankan
Yesus sendiri. Dengan komitmen penuh bersedia merendahkan diri, mengabdi. Turun
dari ketinggiannya yang mengawan-awan. Hadir dan berada di tengah-tengah-tengah
pergumulan manusia nyata. Berjuang untuk kehidupan manusia yang lebih
manusiawi. Bukan sebaliknya, semakin meninggi mangawang-awang membangun
kebahagiaan kelompok alit rohani bagi pemuliaan diri sendiri!
Tapi
di sinilah titik masalahnya! Pasalnya ? Sebab dalam dunia nyata orang lebih
suka yang sebaliknya. Kekuasaan, kehormatan dan kemuliaan adalah sarana
pemasyuran diri pribadi. Sedangkan materi dan kelimpahan adalah tujuan
pemasyhuran untuk di¬ri sendiri. Dalam keadaan demikian, nilai-nilai pengabdian
dan pelayanan sering menjadi persoal¬an. Sebab itu dapat kita mengerti jika
untuk sebuah kebahagiaan, orang bersedia mengorbankan apa saja untuk meraihnya.
Bahkan mengorbankan orang lain kalau perlu. Demi meraup sejumput kebahagiaan,
tidak jarang orang tak segan-segan melepaskan seberapa yang ada di tangan,
tetapi tidak di kantong-kantong persembahan. Karena memang, manusia lebih
cenderung sera¬kah dan mementingkan diri sendiri. Lebih cenderung
menghitung-hitung untung ruginya. Karena itu tidak heran bila orang baru
mungkin melakukan hal-hal besar dan spektakuler asal nama juga ikut besar dan
popoler! Tidak heran pula bila orang sulit berkorban, apalagi sampai mati demi
pengabdian dan pelayanan. Tetapi sebaliknya rela berkorban bahkan sampai mati
kalau perlu demi kekuasaan, kemasyhuran, ucapan selamat demi tumpukan piagam
penghargaan!
Menderita karena berbuat kebenaran, apa sih istimewanya? di sinilah tantangannya. Di sinilah batu ujiannya! Pasalnya? Apabila orang sungguh-sungguh mengaku sebagai orang beriman maka sekaligus ia harus berani menghadapi resiko yang siap menghadang di muka! Kenapa mesti resiko? Karena itulah harga pantas yang harus dibayar mahal taruhannya! Soalnya, menderita karena berbuat kebenaran memang tidak mudah. Juga tidak murah. Dacing penimbang untung rugi mana pun tak mampu menimbangnya! Karena harus disadari, bahwa banyak orang yang ingin sekuat baja, tetapi enggan ditempa. Banyak yang ingin seharum dupa, tetapi menolak untuk dibakar harumnya. Banyak orang yang ingin seperti emas murni, tetapi menolak masuk api peleburan. Banyak orang ingin berguna, tetapi enggan berbagi dari apa yang dimilikinya. Banyak orang menginginkan menjadi seorang beriman, tapi tak berani ambil resikonya. Hanya ingin berkatnya, tetapi penderitaan untuk mencapainya ditolak begitu saja. Hanya ingin mahkotanya, tapi tidak salibnya!”
Sebagai orang-orang Kristen yang mengaku percaya pada Yesus atau gereja yang mengaku-ngaku sebagai tubuh Kristus, apakah kita juga mau berbuat kebenaran seperti diteladankan Yesus sendiri? Orang-orang Kristen yang menyadari hakikatnya sebagai pengikut Kristus atau gereja sebagai tubuh Kristus adalah orang-orang Kristen atau gereja yang mampu mempersepsikan dirinya dalam pengabdian dan pelayanannya di tengah-tengah dunia di mana ia hadir di dalamnya. Karena itu, sifat-sifat "hamba" yang dimiliki selaku pengikut-pengikut Kristus mestinya menjadi norma di setiap aktivitas kita; entah kita sebagai pemimpin (abdi negara), entah kita sebagai tokoh (abdi masyarakat), entah kita sebagai pelayan-pelayan gereja atau pun kita sebagai jemaat Tuhan.
Menderita karena berbuat kebenaran, apa sih istimewanya? di sinilah tantangannya. Di sinilah batu ujiannya! Pasalnya? Apabila orang sungguh-sungguh mengaku sebagai orang beriman maka sekaligus ia harus berani menghadapi resiko yang siap menghadang di muka! Kenapa mesti resiko? Karena itulah harga pantas yang harus dibayar mahal taruhannya! Soalnya, menderita karena berbuat kebenaran memang tidak mudah. Juga tidak murah. Dacing penimbang untung rugi mana pun tak mampu menimbangnya! Karena harus disadari, bahwa banyak orang yang ingin sekuat baja, tetapi enggan ditempa. Banyak yang ingin seharum dupa, tetapi menolak untuk dibakar harumnya. Banyak orang yang ingin seperti emas murni, tetapi menolak masuk api peleburan. Banyak orang ingin berguna, tetapi enggan berbagi dari apa yang dimilikinya. Banyak orang menginginkan menjadi seorang beriman, tapi tak berani ambil resikonya. Hanya ingin berkatnya, tetapi penderitaan untuk mencapainya ditolak begitu saja. Hanya ingin mahkotanya, tapi tidak salibnya!”
Sebagai orang-orang Kristen yang mengaku percaya pada Yesus atau gereja yang mengaku-ngaku sebagai tubuh Kristus, apakah kita juga mau berbuat kebenaran seperti diteladankan Yesus sendiri? Orang-orang Kristen yang menyadari hakikatnya sebagai pengikut Kristus atau gereja sebagai tubuh Kristus adalah orang-orang Kristen atau gereja yang mampu mempersepsikan dirinya dalam pengabdian dan pelayanannya di tengah-tengah dunia di mana ia hadir di dalamnya. Karena itu, sifat-sifat "hamba" yang dimiliki selaku pengikut-pengikut Kristus mestinya menjadi norma di setiap aktivitas kita; entah kita sebagai pemimpin (abdi negara), entah kita sebagai tokoh (abdi masyarakat), entah kita sebagai pelayan-pelayan gereja atau pun kita sebagai jemaat Tuhan.
Orang-orang
Kristen atau gereja yang tidak mau berbuat kebenaran karena takut menderita
adalah orang-oramg Kristen atau gereja yang telah kehilangan hakikat dirinya dan telah kehilangan kesadaran akan
panggilannya di tengah-tengah dunia di mana ia ditempatkan. Karena itu,
maaf, mumpung tak lupa memberi tahu, bahwa tugas orang Kristen atau gereja
bukan sekedar nikmat-nikmat rohani saja. Atau penjaja doa dan mujizat pengusir
penderitaan yang sementara semata! Kalau hanya i¬tu, orang Kristen atau gereja
yang pincang namanya, Banci atau mandul istilahnya! Orang Kristen atau gereja
yang tak bereksistensi lagi bahasa elitnya. Orang Kristen atau gereja yang tak
selayaknya hadir di bumi nyata! Gereja yang hanya cari enaknya saja.
Penerapan:
Berjuang dengan iman membutuhkan ketekunan dan
ketaatan. Namun haruslah kita sadar bahwa hidup itu sarat dengan tantangan,
pergumulan da penderitaan. Mengikut Yesus berarti harus siap menerima kenyataan
ditolak, dihina, diludahi, difitnah dan dikhianati, sebagaimana yang Yesus
telah mengalaminya. Konsep menderita karena kebenaran berita injil Kristus
adalah landasan untuk menikmati kebahagiaan yang sejati. Yesus Kristus berkata,
“Akulah jalan dan kebenaran dan hidup, tidak ada seorang pun yang sampai kepada
Bapa kalau tidak melalui Aku” (Yohanes 14:6). Yesus adalah kebenaran dan hidup
tapi sungguh ironis harus mengalami penderitaan; lahir dikandang yang hina,
ditolak dalam pergaulam masyarakat Nazaret, dijual dan dikhianati oleh
muridNya, diperlakukan secra tidak adil oleh Pilatus dan klimaksnya harus
disalib diantara para penjahat. Sungguh tragis dan menyedihkan perlakuan yang
tidak pantas harus diterima dan dialami oleh Yesus. Dan tanpa sadar kadang kala
kita mulai menerima perlakuan yang tidak wajar dan tidak pantas oleh sesama
manusia; baik dalam hubungan dengan keluarga, jemaat dan masyarakat.
Demonstrasi yang sering terjadi dimana-mana adalah bentuk pengungkapan jeritan
hati yang menderita karena berbagai hal yang terjadi.
Dalam bacaan Alkitab kita saat ini diungkapkan,” Sebab lebih baik
menderita karena berbuat baik, jika hal itu dikehendaki Allah, dari pada
menderita karena berbuat jahat. Sebab juga Kristus telah mati sekali
untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar,
supaya Ia membawa kita kepada Allah” (ayat 17-18). Segala penderitaan yang
dialami oleh orang Kristen bila dipahami sebagai proses pemurnian iman akan
memberikan sukacita sorgawi. Tidak ada keberhasilan tanpa menghadapi perjuangan
yang berat. Demikian pula dalam kehidupan orang percaya pergumulan dan
penderitaan hidup akan membuat kita semakin mendekatkan diri dan berharap penuh
pada pengasihan Allah. Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah
pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah
setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui
kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar,
sehingga kamu dapat menanggungnya ( 1 Korintus 10:13).
Karena itu saudaraku, selama masih ada kesemapatan hidup, teruslah
berjuang mempertahankan iman dalam kebenaran yang sejati yaitu Yesus Kristus,
berusaha menggapai impian dan harapan, serta menjaga kekudusan persekutuan
hidup selaku orang beriman. Orang yang sabar dan tabah menderita dalam
kebenaran akan menikmati kebahagiaan yang dijanjikan. Segala air mata
penderitaan akan dihapusnya diganti sukacita dan kebahagiaan yang kekal dan
abadi. alu aku mendengar suara yang nyaring dari takhta itu berkata:
"Lihatlah, kemah Allah ada di tengah-tengah manusia dan Ia akan diam
bersama-sama dengan mereka. Mereka akan menjadi umat-Nya dan Ia akan menjadi
Allah mereka. Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut
tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau
dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu." (Wahyu
21:3-4). Amen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar