Rabu, 02 November 2016

Khotbah Minggu 30 Oktober 2016 Bertobat Lebih Baik dari Mempersembahkan Korban Yesaya 1: 10- 18 Epistel: Lukas 19: 1-10



Kita ketahui bahwa kitab Yesaya adalah kitab yang menekankan “kekudusan Allah” dengan tujuan mengingatkan umat Israel bahwa mereka harus menyembah Tuhan Allah saja, serta berbuat sesuai dengan sifat kekudusan-Nya itu. Salah satu yang disoroti oleh Yesaya adalah upacara-upacara ibadah yang dilakukan umat pada saat itu dan bagaimana sikap mereka kepada sesama manusia. Dalam pembahasan ini kita akan melihat bagaimana Yesaya melihat ibadah Israel dan sikap hidup mereka, khususnya dalam Yesaya 1:10-18.
Hubungan Yesaya 1:10-20 Dalam Keseluruhan Kitab
Dalam pemberitaannya, nabi Yesaya sangat menekankan pemahaman tentang Allah sebagai “Raja Israel” dan “Allah adalah Yang Maha Kudus”. Namun setelah Allah memilih Yesaya sebagai nabi, Yehuda mengalami krisis politik yang sangat hebat sehingga umat Allah hidup dalam ketidakadilan, kekerasan dan ketidakjujuran (Yes 1:14, 21-23). Yerusalem yang dahulu sangat dibanggakan sebagai kota hukum yang baik, yaitu di mana umat Allah hidup dalam kebenaran, kejujuran, adil dan kesetiaan kepada Allah, tapi sekarang mereka meninggalkan itu semua, umat Israel sudah melupakan Allah. Mereka tidak peduli lagi kepada Allah, nilai-nilai kemanusiaan mereka abaikan. Keadaan inilah yang mendorong Yesaya untuk menyampaikan pesan Allah bahwa umat Israel akan ditimpa malapetaka yang dahsyat. Pasal 1 merupakan pendahuluan untuk seluruh kitab Yesaya. Pasal 1 secara singkat berisi mengenai ratapan mengenai kekerasan hati Yehuda dan panggilan untuk bertobat
Ayat 10
Di dalam menghadapi krisis bahaya yang dilukiskan dalam ayat-ayat 5-9, mereka yang berada di Yerusalem memperbanyak korban-korban dan perayaan-perayaan religius untuk mendapatkan keselamatan. Mungkin TUHAN masih dapat dipengaruhi dengan segala kesibukan religius itu, lalu menolong mereka. Inilah pandangan secara agama kafir yang hanya memperhatikan soal-soal lahiriah saja, formal saja. Maka mereka kini dipanggil oleh nabi untuk mendengar “firman TUHAN” yang akan menyadarkan mereka dan membuka segala kedok kemunafikan mereka dan untuk mendengar “pengajaran Allah kita”, agar mereka menginsyafi kebodohan mereka dan bertobat dari segala praktik-praktik dan pemikiran-pemikiran yang berasal dari “Allah kita”. Mereka itu disebut di sini “para pemimpin (penghulu) manusia Sodom” dan “manusia Gomora”. Sodom adalah lambang untuk menggambarkan dunia dalam pemberontakannya terhadap Allah melalui kehidupan yang penuh kejahatan dan perbuatan asusila, serta untuk melambangkan murka Allah terhadap kejahatan tersebut.
Marilah, baiklah kita berperkara! -- firman TUHAN -- Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba.
Tuhan angkat bicara “Marilah, baiklah kita berperkara!”. “oops..! apa yang sedang terjadi?” Bahkan mereka sudah disamakan dengan manusia Sodon dan Gumora. Sepertinya Tuhan sedang marah besar. Tentu ada penyebabnya.
Selidik punya selidik, ternyata ada yang salah tentang perilaku mereka di bait Allah dengan kenyataan kehidupan mereka. Begitu tingginya kesenjangan antara praktek ibadah dengan kenyataan hidup yang mereka jalankan. Sungguh tidak ‘nyambung “jauh panggang dari api”, terjadi kesenjangan “bagai bumi dan langit”.
Perlakuan mereka datang ke bait Allah layaknya seperti membayar premi asuransi dengan perlindungan total. Selama bait Allah ada diantara kita, selama persembahan yang terbaik diberikan dan menjalankan ritual keagamaan, maka semuanya akan baik-baik saja kita akan mendapatkan keselamatan. Demikianlah anggapan mereka tentang Tuhan.
Ternyata, mereka datang ke bait Allah hanya bermodalkan “kebiasaan”, hanya sekedar memperpanjang masa asuransi. Padahal sesungguhnya yang terjadi adalah mereka datang dan pergi ke bait Allah tanpa membawa apa-apa dan tidak pergi dari bait Allah tanpa membawa sesuatu yang berguna bagi hidup mereka. Yang mereka bawa datang ke bait Allah tidak lain hanyalah tubuhnya dan persembahan yang tidak berguna itu, tetapi tidak membawa dirinya.
Yang Tuhan inginkan bukan korban persembahan yang terbaik itu, tetapi dirinya yang penuh dosa itu untuk diampuni supaya mereka pulang dari bait Allah juga dapat pulang membawa pembaharuan dalam hidupnya. Tetapi itulah yang terjadi, bagaimana mereka datang, seperti itu jugalah mereka pulang, tidak ada yang berubah.
Apakah Tuhan sebodoh yang mereka pikirkan? Sehingga mereka dapat mempermainkan Tuhan? Apakah Tuhan tidak mengetahui apa yang mereka perbuat? Kejahatan dan ketidakadilan yang mereka perbuat. Kedatangan mereka ke bait Allah tidak lain hanya mengotori bait Allah dan membuat Tuhan semakin murka atas sikap mereka.
Maka Tuhan ingin berperkara dengan mereka di depan pengadilan. Maka dapat dipastikan bahwa mereka sudah kalah telak. Sebab dikatakan dosanya sudah seperti warna Kirmizi dan kain kesumba yang tidak dapat luntur. Maka seharusnya tidak ada lagi jalan selain dari hukuman dijatuhkan atas mereka.

Namun, Tuhan ingin berperkara bukan untuk melakukan penghukuman jika mereka mau “membersihkan diri”; “Berhenti berbuat jahat”; “belajar berbuat baik” dan mau datang untuk dikuduskan Tuhan. Walaupun kelihatannya Tuhan sedang marah, tetapi yang Tuhan mau lakukan adalah supaya mereka dapat tampil dihadapan Tuhan tanpa ada sesuatu yang ditutupi dan mengakui segala dosanya.
Yang Tuhan perlihatkan adalah kasihNya, yang dapat mengubah kehidupan kita menjadi baik, mengubah kehidupan yang “merah” karena dosa menjadi “Putih” bersinar seperti salju dan hangat seperti bulu domba. 
Jika kita sudah dapat memahami nas ini, maka patutlah kita merenungkan:
1.       Jika kita datang ke gereja, maka apakah kita hanya bermodalkan “kebiasaan” dan “rutinitas”? Apakah kita datang dan pergi dari Gereja tanpa ada yang mau di ubah dan tanpa ada yang akan berubah? Yang mau kita bawa ke hadapan Tuhan adalah diri kita, yaitu diri yang terbuka dan mau untuk di ubah Tuhan.
2.      Dosa akan memisahkan kita dari Tuhan, sekalipun kita datang kehadapanNya di dalam doa dan ibadah.
3.      Sebesar apapun dosa kita, namun karena kasihNya yang besar Dia tetap memanggil kita untuk mau diubah dan disucikan.
Kita sering mendengar kata "tobat" dan "bertobat". Apa yang dimaksud dengan kata Tobat ini?
Tobat dalam kamus Bahasa Indonesia berarti: sadar dan menyesal akan dosanya dan berniat akan memperbaiki tingkah laku dan perbuatannya.
Dalam bahasa Ibrani tobat diartikan “Syub”: membalikan diri, memalingkan diri, kembali. Kata “Syub” memang tidak berarti apa-apa kalau tidak diikuti oleh kata “Nakas” yang berarti menyesal. Sedangkan dalam bahasa Yunani adalah "Metanoia", artinya berubah di dalam atau juga bisa diartikan secara bebas, berubah dari dalam.
Jadi orang yang bertobat adalah orang yang berbalik kepada Allah, berubah pikirannya dari yang jahat kepada kebaikan. Orang yang bertobat bukan takut akan hukuman, bukan juga karena pengaruh lingkungan, bukan pula takut akan akibat-akibat dosa itu, bukan pula takut akan merosotnya derajat di mata manusia. Tetapi yang menyebabkan kepedihan hatinya sedalam itu ialah bahwa ia telah memedihkan hati Allah, bahwa ia telah menyinggung hati Allah, bahwa ia telah merusak hubungannya dengan Allah. Pendek kata, orang yang bertobat adalah orang yang mau berdamai dengan Allah.
Sebagai tanda bahwa orang itu mau berdamai dengan Allah:
1. Ia menyesali dosanya dengan tulus hati (Mazmur 51:6)
2. Ia mengakui dosanya (Lukas 15)
3. Ia membenci dosa serta menjauhkan diri dari dosa.

Tidak ada komentar: