Kaum
Farisi adalah suatu kelompok keagamaan. Mereka ini tidak memiliki ambisi
politik, melainkan lebih fokus dengan masalah keagamaan dan pelaksanaan
ritus-ritus liturgi sesuai hukum-hukum agama Yahudi. Kaum Saduki adalah kelompok kecil yang biasanya beranggotakan para
imam dan aristokrat. Mereka ini, biarpun kelompok kecil, biasanya merupakan kelompok berpengaruh, karena
pada umumnya mereka kaya. Mereka
juga biasanya terlibat persekongkolan dengan pemerintah yang berkuasa, termasuk
pemerintah Romawi yang menjajah daerah Palestina pada masa itu.Kaum Farisi menerima Kitab Suci
ditambah dengan semua peraturan dan hukum-hukum keagamaan yang tertulis maupun
lisan, misalnya hukum tentang Sabbat dan tentang aturan mencuci tangan. Kaum
Saduki hanya menerima hukum yang tertulis, yakni hanya Kitab Suci Perjanjian
Lama. Perjanjian lama yang mereka terima juga lebih terbatas pada hukum Musa
dan tak peduli dengan kitab para Nabi.Kaum Farisi percaya pada kebangkitan
sesudah kematian. Mereka juga percaya akan malaikat dan roh-roh. Kaum Saduki tidak percaya pada kebangkitan
dan malaikat serta roh-roh. Kaum Farisi
percaya pada nasib serta yakin bahwa hidup manusia tergantung dari rencana
Allah. Kaum Saduki percaya pada kehendak bebas yang tak terbatas. Kaum Farisi percaya dan berharap akan kedatangan Mesias. Kaum Saduki tidak percaya dan tidak mengharap kedatangan
Mesias, sebab itu bisa mengganggu posisi mereka yang makmur. Dengan latar
belakang seperti itu, kita bisa memahami
alasan kaum Saduki datang pada Yesus dan mencoba membenarkan keyakinan mereka
tentang tidak adanya kebangkitan, menggunakan logika mereka. Sebagai kaum
imam mereka tahu hukum perkawinan Yahudi, yakni kalau sesorang laki-laki yang sudah
punikah meninggal tanpa anak maka
saudaranya yang lain harus menikahi iparnya tersebut untuk melanjutkan
keturunan saudaranya yang telah meninggal (Ulangan 25: 5). Kaum Saduki yakin
sekali bahwa ini merupakan hukum yang mengikat, sebab terdapat dalam Kitab
Musa.Yesus memberi keterangan bahwa sebaiknya jangan membayangkan bahwa hidup sesudah kehidupan di dunia ini akan sama
saja. Surga dan dunia jauh berbeda.
Yesus memberi jawaban yang luar biasa benar dan sah untuk selamanya. Yesus memberi
keterangan bahwa kehidupan di surga itu (Ilustrasi: Na sarupa ma dirimpu halak batak di surgo dht portibi on; Gabe
naeng mamboan Mast u Surgo)
merupakan
kehidupan yang kekal, tak berakhir.
Di sana tidak ada kawin dan mengawinkan.
Kehidupan di sana bagaikan hidup para malaikat. Dan karena yang bertanya adalah
kaum Saduki yang begitu menghormati hukum Musa,maka Yesus juga mengutip dari Keluaran 3: 1- 6 tentang “pertemuan
Musa dengan Allah” di bukit pada sa at Musa melihat semak berapi tetapi
takterbakar. Menurut Yesus, Musa sendiri percaya pada kebangkitan, sebab ia memanggil
Allah sebagai Allah Abraham, Ishak, dan Yakub.
Ev. Lukas 20:27-38. Sokrates pernah berkata, “hidup yang tidak direfleksikan adalah hidup yang tidak layak dihidupi”. Dalam
kalimat tersebut, mengandung makna yang sangat dalam, yang mengatakan kepada
kita, bahwa setiap manusia perlu
ada waktu untuk berdiam sejenak dan berpikir tentang segala sesuatu dalam
hidupnya, baik yang pernah dialami, maupun kemungkinan-kemungkinan yang
terjadi pada masa depan dalam kehidupannya.
Refleksi yang dalam dan rutin (saat teduh) akan menghantar kita pada suatu
titik yang penting, di mana titik itu akan menjadi fokus kehidupan kita,
bahkan menjadi kekuatan, dan menuntun kita untuk melakukan sesuatu dengan
mengerti tujuannya. Istilah Rick Warren dalam hal ini, adalah, “kehidupan yang
digerakkan oleh tujuan”. Dalam pembacaan Minggu ini, Mazmur Daud dalam pasal
17:1-9; merupakan bagian-bagian ayat yang ditulis oleh orang-orang yang
memiliki hidup reflektif yang kuat, dan jelas dalam kisah-kisahnya, mereka
dalam hidup ini digerakkan oleh sebuah tujuan yang jelas dan terfokus. Yaitu
Allah sebagai “the first”. Itulah
sebabnya, ketika segala macam kondisi dan masalah yang sedang melanda (Ayub dan
Mazmur 17:1-9), dan akan melanda (2 Tesalonika 2:1-5;13-17), para tokoh Alkitab
tetap teguh pada pengajaran yang benar yang telah mereka terima dari para nabi
dan rasul . Pada bagian Injil Lukas
20:27-38, Yesus pun memakai fokus, “the
first” itu untuk menjawab pertanyaan orang Saduki yang tidak memiliki
landasan teologia yang jelas. Yesus memakai frasa pada Lukas 20:38 yang persis
sama dengan Ayub 19 : 25, yaitu, “Tuhan
itu hidup.” Inilah teologia yang jelas
dan merupakan hasil refleksi Daud, sehingga ketika masalah dalam hidupnya
datang, dia mencari Allah yang hidup, dan ketika kedurhakaan akan datang,
Paulus menasehatkan jemaat Tesalonika untuk tetap berpegang pada iman kepada
Tuhan sebagai sumber segala sesuatu yang benar, atau kebenaran itu sendiri.
Refleksi di atas mengajak kita untuk memiliki fokus hidup, di tengah-tengah
dunia yang kompleks ini. Bukan hanya bersiap –siap menghadapi pengajaran yang
sesat, tetapi juga sebagai perisai dalam menghadapi kesesakan atau pergumulan
hidup. Bersama dengan Allah, kita hidup, sebab Dia adalah Allah “orang hidup” Sdr/I Yang dikasihi Tuhan Yesus..! 1. Sikap iman kepada Allah yang hidup
menentukan keselamatan. Keselamatan merupakan anugerah dari Allah, bukan hasil
usaha dari manusia. Kita telah memperoleh anugerah iman. Melalui iman, kita
diperkenankan untuk melihat karya Allah yang berkenan menebus kita dari kuasa
dosa sehingga kita diselamatkan. Bagi kita, kematian dan kebangkitan Kristus
merupakan jawaban atas pertanyaan, bahwa apakah nanti akan ada kebangkitan
badan dan kehidupan kekal. Sebab melalui Kristus, kita ditebus oleh kuasa
darah-Nya sehingga kita dibebaskan dari kuasa dosa dan maut. Di dalam Kristus
tersedia hidup kekal yang memampukan kita untuk bersatu dengan Allah yang
hidup. 2.Dia Adalah Allah Orang
Hidup, Demikianlah Kita Hidup Di Hadapan Dia. Atau ini adalah pilihan yang
lain: bahwa Allah adalah Allah orang hidup. Itulah yang dikatakan Kitab Suci,
bahwa sesungguhnya Dia akan membangkitkan bukan hanya orang-orang percaya,
tetapi bahkan orang-orang yang tidak percaya akan dibangkitkan untuk menghadap
penghakiman. Itulah yang diajarkan Kitab Suci. Setiap orang akan mati, tetapi
setiap orang akan dibangkitkan untuk menghadapi penghakiman Allah. Tidak ada
yang dapat lolos dari penghakimanNya. Sebenarnya, Dalam Lukas 20:38, pernyataan
yang sama dibuatnya. Inilah yang kita baca di sana: "Sekarang Ia bukan
Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup; sebab di hadapan Dia semua orang
hidup." Apakah artinya, "di hadapan Dia semua orang hidup"? Pernyataan ini, dalam kasus datif bahasa
Yunani, berarti bahwa setiap orang hidup oleh kuasaNya dan hidup memberi
pertanggungan-jawab kepada Dia. Setiap orang hidup bagi Dia. Pernyataan ini,
singkatnya, menyimpulkan kenyataan bahwa segala sesuatu dari kehidupan ini
berada dalam tangan Allah. Hidup anda ada di dalam tangan Tuhan. Hidup dalam
Tujuan Allah Untuk menghargai kasih karunia Allah sebagai ciptaan baru dalam
Kristus Yesus, hidup kita harus punya tujuan yaitu untuk melakukan segala hal
yang baik. Tujuan Allah dalam hidup kita
harus JELAS dan KUAT dan JANGAN PUTUS ASA meskipun belum kita capai.. Tetap percaya rencana/tujuan Allah pasti
tergenapi dalam hidup kita (Yes 55:8-11) (Yes 55:8) Sebab rancangan-Ku bukanlah
rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. (Yes
55:9) Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari
jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu. (Yes 55:10) Sebab seperti hujan dan
salju turun dari langit dan tidak kembali ke situ, melainkan mengairi bumi,
membuatnya subur dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, memberikan benih kepada
penabur dan roti kepada orang yang mau makan, (Yes 55:11) demikianlah firman-Ku
yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia,
tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa
yang Kusuruhkan kepadanya.Amen
Illustrasi: 1. Percaya
akan Mujijat Tuhan msh sama hari ini…. 2. Vocus Kpd Pengharapan jgn masalah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar