Rabu, 30 November 2016

Khotbah Minggu 04 Desember 2016 Roma 15 : 4 - 13 Thema; Berpegang Teguh Pada Pengharapan



 Pendahuluan
Roma 15, merupakan kesimpulan dalam kitab Roma, bagaimana sesungguhnya cara kita hidup. Ada istilah lemah dan kuat dalam Roma 15, tetapi kata kuat dan lemah jangan disalah artikan. Manusia tidak dapat menilai siapa yang kuat siapa yang lemah, siapa yang lebih kuat. Memang dunia ini dunia persaingan, sehingga tanpa sadar, dalam watak kita ada persaingan dan keinginan untuk lebih unggul, pintar dan hebat. Konsep itu sudah tertanam dalam hati kita, walaupun kita sudah mengenal Tuhan. Sehingga kita sering secara tidak sadar membandingkan diri kita dengan orang lain dalam berbagai faktor. Inilah yang sering membuat terjadinya perselisihan satu dengan yang lain.
Sebelum kita membahas perenungan kita pada pagi hari ini saya ingin memberikan ilustrasi. Pada suatu hari ada percakapan antara mulut, otak, perut dan jantung. Kata otak  kepada mulut “ aku itu lebih berharga dari kamu, karena aku yang lebih dibutuhkan, kalau tidak ada aku kamu tidak dapat berbicara apa-apa”, kemudian mulut membalas dengan mengatakan “ sama saja, kalau tidak ada aku, kamu juga tidak berguna, karena aku yang paling di butuhkan saat berkomunikasi dengan orang lain”, kemudian datanglah si perut dan dia mengatakan “ yang paling penting itu aku, karena tanpa aku kalian tidak dapat berpikir dan berbicara, kemudian datanglah jantung “tunggu dulu, tanpa aku kalian semua mati dan tidak dapat berbuat apa-apa”. Dari ilustrasi di atas memperlihatkan bahwa kesatuan antara anggota tubuh itu sangatlah penting, Apa jadinya jika salah satu anggota tubuh itu tidak berfungsi? Tentu akan mempengaruhi anggota tubuh yang lain, oleh sebab itu anggota tubuh tidak sebaiknya untuk saling merendahkan . Anggota tubuh itu sama seperti anggota Jemaat yang dipersatukan oleh tubuh Kristus. Sebaiknya saling bekerja sama untuk menjalankan fungsi masing-masing sebagai anggota Kristus bukan saling menjatuhkan atau membanggakan dirinya
Dengan melihat Surat Roma besar kemungkinan bahwa jemaat Kristen disana terdiri dari Yahudi dan non Yahudi, dimana keberadaan kelompok Yahudi adalah minoritas pada kota itu. Karena dalam surat Roma ini, kelihatannya Paulus terkadang berbicara khusus kepada kelompok Yahudi, seperti sebutan “Abraham” “bapa kita” (4:1) dan dalam hal lain ia berbicara kepada yang non Yahudi (1:5 dsb; 11:13; 28:31).
Sama halnya dengan kekristenan di Indonesia demikian juga posisi Yahudi dalam jemaat Roma yang minoritas. Paulus mengangap penting menyapa jemaat Roma dengan keadaan yang demikian, agar jemaat Roma dapat bertahan dalam keharmonisan, walaupun dengan berbagai suku dan bangsa (Yahudi dan non Yahudi) serta keragaman kuantitas. Jemaat dengan keragaman itu, bukanlah menjadi jemaat tanpa pengharapan, justru dengan keadaan itu, jemaat perlu berpegang teguh pada sumber pengharapannya, yakni Tuhan Yesus Kristus.
Keterangan Nats
Berpegang Teguh Pada Pengharapan (4)
Hidup tanpa pengharapan, sama halnya dengan hidup tanpa masa depan. Tanpa pengharapan akan mengakibatkan sikap pesimistis akan masa depan yang lebih baik. Untuk menghadapi kehidupan ini perlu pengharapan, sebab dengan pengharapan akan menambah semangat seseorang untuk mencapai sesuatu. Rasul Paulus memberikan pengertian kepada jemaat Roma untuk hidup dalam pengharapan. Pengharapan yang dimaksud adalah pengharapan yang telah diberikan oleh Allah, yang sudah tertulis dalam Alkitab.
Pada ayat 4 dinyatakan “Sebab segala sesuatu yang ditulis dahulu, telah ditulis untuk menjadi pelajaran bagi kita, supaya kita teguh berpegang pada pengharapan oleh ketekunan dan penghiburan dari Kitab Suci”. Alkitab berisi pelajaran bagi orang Kristen, pelajaran itu diberikan supaya orang percaya teguh berpegang pada pengharapan oleh ketekunan dan penghiburan. Pengharapan harus dipegang, jangan sampai lepas, oleh karenanya setiap orang yang berpengharapan adalah orang yang memiliki ketekunan. Sebab dengan melihat serta memaknai kehidupan ini, tentunya terkadang seolah-olah tidak ada pengharapan. Untuk menghadapi masa paling sulit sekalipun, bukan berarti tidak ada jalan keluar, asalkan tetap bertekun memegang erat pengharapan.
Dalam Kerukunan Memuliakan Allah (5-6)
Rasul Paulus juga mengharapkan dan menghimbau agar jemaat di Roma hidup dalam kerukunan. Kepelbagaian suku bangsa dalam persekutuan, tidaklah menjadi penghalang adanya kesatuan untuk memuji dan memuliakan Allah serta berbuat kasih. Keragaman suku bangsa dalam satu jemaat adalah kekayaan yang patut di syukuri. Dengan keragaman dalam satu jemaat, tentunya akan memberikan nilai tambah pada jemaat itu sendiri untuk melaksanakan kehendak Allah.
Perbedaan atau keragaman adalah karya ciptaan Allah, keragaman itu juga menunjukkan bahwa Allah memiliki daya cipta yang luar biasa. Keragaman dapat juga dinyatakan sebagai bentuk dari kebesaran dan kemahakuasaan Allah, oleh sebab itu segala perbedaan bukan menjadi tembok penghalang untuk memuliakan Allah dalam kebesaran dan kemahakuasaanNya. Justru dengan keragaman itulah seharusnya manusia semakin sadar dan bersyukur bahwa Allah patut untuk di sembah, sebab Dia mahakuasa.
Kesatuan Allah adalah Ajakan Bagi Bangsa-Bangsa Memuji Tuhan
Banyak perbedaan yang pasti akan dijumpai dalam satu jemaat, seperti yang terjadi dalam jemaat Roma, ada Yahudi ada non Yahudi. Bukan hanya perbedaan suku dan bangsa, namun dalam satu jemaat biasa dan bisa saja hanya ada satu suku dan bangsa, seperti kebanyakan gereja yang ada di Indonesia. Namun hal itu tidak menjamin adanya keselarasan pemahaman dalam jemaat itu. Kenyataannya masih ada kita dengar gereja yang memisahkan diri dari sinodenya lalu membuka gereja yang baru dan membuka sinodenya yang baru juga. Ada juga jemaat yang harus menerima siasat gereja, namun tidak bisa menerimanya, akhirnya pergi ke sekte yang lain dan diterima. Hal tersebut hanyalah sebagian kecil dari perbedaan pemahaman dan kehidupan bergereja yang dapat kita temui saat ini.
Dalam ayat 7 pada perikop ini rasul Paulus mengatakan “terimalah yang satu dengan yang lain, seperti Kristus juga telah menerima kita”. Dalam nats ini kata kunci untuk membentuk kesatuan itu adalah “saling menerima”. Sikap saling menerima perbedaan tentunya perlu untuk dipahami dengan sebaik-baiknya. Apakah gereja dituntut untuk menerima kesesatan? Tentunya tidak sesederhana itu yang dimaksudkan oleh Paulus. Saling menerima dalam nats ini ialah didalam Kristus. Tuhan Yesus Kristus menerima kita dengan kepelbagaian dosa dan kehidupan serta cara pandang kita, namun perlu dipahami Tuhan Yesus tidak pernah menerima Iblis untuk diselamatkan. Tuhan Yesus Kristus menerima kita dengan kasihNya dan tentunya kita juga akan menerima yang satu dengan yang lain dengan kasih Tuhan Yesus Kristus. Didalam Tuhan Yesus Kristus akan menerima pembenaran dan kasih. Setiap yang diterima oleh Tuhan Yesus sudah memperoleh pembenaran dan kasihNya. Oleh karenanya, menerima satu dengan yang lain tidak terlepas dari pembenaran dan kasih Allah. Itulah yang menyebabkan gereja dapat menerima orang-orang yang dianggap sangat berdosa, namun harus diingat haruslah siap untuk masuk kedalam pembenaran dan kasih Tuhan Yesus Kristus.
Demikian halnya dalam kepelbagaian dalam jemaat, harus bisa saling menerima yang satu dengan yang lain, namun tetap berada dalam posisi pembenaran dan kasih dari Tuhan Yesus Kristus. Dengan saling menerima didalam pembenaran dan kasih Tuhan Yesus Kristus, maka akan terjadi saling menerima dan terjadilah harmoni kedamaian. Dengan terciptanya kedamaian dalam satu jemaat, ini akan memberikan efek yang baik dalam pekabaran Injil. Suku dan bangsa akan melihat jemaat yang hidup dalam damai itu sebagai contoh yang baik untuk ditiru, dan juga akan diikuti. Dengan demikian nama Allah akan dimuliakan oleh suku dan bangsa.
Penutup
Apa yang ditulis dalam Roma 15, tidak dapat lepas dari doa yang Yesus naikkan sebelum Dia naik ke salib, yang merupakan dasar, fondasi, isi hati Tuhan, kerinduan Tuhan, untuk kita. Yoh 17:1-26, fokus pada ayat 21-23 yang menjadi fondasi dan kebenaran dari pesan yang ada dalam Roma 15. Doa syafaat Yesus dibagi atas 3 bagian:
1.       Untuk diri sendiri. 2. Untuk murid-murid. 3. Untuk umat Kristiani pada umumnya.
Kesatuan dan persatuan antar murid Yesus dan antar anak-anak Tuhan, merupakan kerinduan hati Yesus. Kesatuan itu merupakan satu persekutuan dari hati ke hati. Dalam doa ini, kita dapat melihat betapa besar kasih Yesus. Relationship antar kita dengan Tuhan diibaratkan seperti Gembala dan domba, tidak hitung-hitungan, penuh kasih sayang dan pengertian. Kesatuan antara murid-murid akan membawa dunia menjadi percaya.
Tujuan kedatangan Yesus ke dunia adalah supaya dunia percaya Yesus sebagai Mesias dan juru selamat.
Kesatuan dan sikap saling menerima, merupakan implikasi dan aplikasi dari iman dari seseorang.
Sikap kita yang saling menerima, merangkul dan saling memperhatikan, merupakan bukti bahwa kita sungguh-sungguh mengenal hati Tuhan. Tidak sama dengan konsep saling menerima, merangkul dan memperhatikan dalam hal duniawi.
Orang dunia saling menyenagkan dan memperhatikan. Misalnya jika merasa letih dan capek, mereka pergi minum-minum. Kesannya lebih menyenangkan, tetapi berbeda dengan konsep orang Kristen. Konsep menyenangkan, menerima dan memperhatikan dunia beda dengan yang ada dalam Yesus. Orang-orang yang berkumpul karena mengkonsumsi narkoba, kadang-kadang lebih kompak dari persekutuan orang percaya. Orang-orang gang juga siap mati untuk temannya. Itu satu kebanggaan bagi mereka.
Kesatuan untuk menyenangkan satu sama lain, bukan dengan sikap duniawi, tetapi ada hakekat kekristenannya. Yesus berkali-kali mengungkapkan kesatuan, saling menerima, supaya dunia percaya.
Sikap dan tingkah laku kita terhadap dunia sangat penting. Jangan munafik.
Yoh 17:23, melalui kesatuan, saling menerima, menolong dan persekutuan yang indah merupakan bukti bahwa mereka sungguh-sungguh memiliki hati Tuhan.Amen

Tidak ada komentar: