Nas
Firman Tuhan ini
adalah kelanjutan dari pembicaraan Tuhan Yesus dengan murid-muridNya sebelumnya
di Markus 9: 30-37 yaitu
perkataan Yesus yang tidak dimengerti para muridNya dan juga pembicaraan
murid-muridNya tentang siapa yang terbesar diantara mereka. Dalam nas khotbah
kali ini ini memperlihatkan pada kita bahwa ternyata murid Yesus juga belum
mengerti sepenuhnya akan apa yang telah diajarkan oleh Tuhan Yesus.
Pikiran tentang siapa yang terbesar diantara mereka masih
jelas terlihat ketika Yohanes mengungkapkan bahwa mereka telah mencegah orang
yang diluar murid Yesus yang selalu bersamaNya untuk mengusir setan dalam nama
Yesus. Anggapan murid-murid Yesus bahwa mereka tidak memiliki hak untuk berbuat
sesuatu atas nama Yesus sementara mereka bukanlah bagian dari murid-murid yang
selalu bersama Yesus.
Yesus menjawab: “Tidak
seorangpun yang telah mengadakan mujizat demi nama-Ku, dapat seketika itu juga
mengumpat Aku” Jawaban Yesus sebenarnya memiliki makna yang sama dengan
apa yang diungkapkanNya sebelumnya. Bahwa akan tiba waktunya Yesus akan
menderita, disiksa dan akan dibunuh, dan orang-orang yang berbuat atas nama Yesus
saat itu bisa saja kembali berbalik untuk mengumpat Yesus.
Perikop ini terdiri dari dua bagian: pertama ayat 38-42 membicarakan
tugas untuk saling bermurah hati dan bersabar; kedua: 43-50 membicarakan hal
perlunya penertiban diri. Bagian pertama mengatur sikap para murid terhadap
orang lain; sedang bagian kedua, mengartur sikap mereka terhadap diri mereka
sendiri. Terhadap orang lain mereka harus bermurah hati, terhadap diri sendiri
mereka harus keras.
Jika
hidup menjadi diberkati
serta dibebaskan dari kuasa kejahatan, pekerjaan semacam itu tidak boleh
dirintangi, jika motif pekerjaan itu benar. Panggilan untuk hidup bertoleransi
ditegaskan di sini.
Yesus berkehendak supaya kehidupan
kita tidak menjadikan anak-anak kecil (dapat diartikan orang-orang yang
sederhana) tersandung.
Dalam arti kiasan Yesus menegaskan
bahwa perlu dilakukan operasi/ pembedahan rohani guna menyelamatkan jiwa orang.
Ayat 49: api mengandung pengertian
pemurnian/penyucian; (ayat 50) garam di sini bisa berarti karunia tabiat
Kristen.
Kehadiran
sesorang atau sesuatu selalu membawa dampak tertentu terhadap lingkungannya
baik dalam arti poristif maupun negatif. Kehadiran yang membawa dampak negatif,
kehadiran yang membawa tanda-tanda kematian. Sebaliknya kehadiran yang membawa
dampak positif, hampir dapat dipastikan kehadiran yang membawa tanda-tanda
kehidupan (bandingkan dengan bacaan1).
Dunia di
mana kita berada dan hidup sekarang ini hampir bisa dikatakan sedang berada
dalam situasi dan kondisi yang menunjukkan tanda-tanda kematian. Bahkan mungkin
dapat dikatakan berada dalam kematian secara menyeluruh, lahir, batin, mental,
spiritual, jiwa, rasa/ perasaannya, pikirannya, kesadarannya, dst.. mati
sajroning urip.
Di
tengah-tengah sikon yang demikian itu, gereja/ orang Kristen
dipanggil untuk hadir membawa tanda-tanda kehidupan, sehingga hidup dan
kehidupan menjadi hidup secara menyeluruh.
Kehadiran
yang membawa tanda kehidupan, diwujudkan dengan:
Mengembangkan sikap toleransi:
a. Menghormati hak dan pemikiran orang lain. Setiap orang punya hak untuk memikirkan sesuatu dan memikirkannya benar-benar sampai ia sendiri tiba pada kesimpulan dan keyakinannya sendiri. Jangan terlalu cepat memberikan penilaian terhadap sesuatu yang sebetulnya tidak kita mengerti. Jangan memandang enteng dan jangan menentang apa yang tidak kita mengerti.
b. Menyadari bahwa setiap orang bukan hanya memiliki hak untuk berpikir, melainkan juga hak untuk berbicara. Dari semua hak demokratis, yang paling berharga adalah kebebasan berbicara. Tentu saja ada batas-batasnya, yaitu sepanjang orang tersebut tidak menanamkan ajaran-ajaran yang bermuara pada kehancuran moralitas dan runtuhnya dasar-dasar dari semua masyarakat yang berbudaya dan yang Kristiani.
c. Selalu harus ingat bahwa setiap ajaran atau kepercayaan pada akhirnya harus dinilai dari hasilnya: orang macam apakah yang dihasilkannya? Yang perlu selalu kita pertanyakan, bukanlah “bagaimana gereja ditata?” melainkan “0rang macam apakah yang dihasilkan oleh gereja?”
a. Menghormati hak dan pemikiran orang lain. Setiap orang punya hak untuk memikirkan sesuatu dan memikirkannya benar-benar sampai ia sendiri tiba pada kesimpulan dan keyakinannya sendiri. Jangan terlalu cepat memberikan penilaian terhadap sesuatu yang sebetulnya tidak kita mengerti. Jangan memandang enteng dan jangan menentang apa yang tidak kita mengerti.
b. Menyadari bahwa setiap orang bukan hanya memiliki hak untuk berpikir, melainkan juga hak untuk berbicara. Dari semua hak demokratis, yang paling berharga adalah kebebasan berbicara. Tentu saja ada batas-batasnya, yaitu sepanjang orang tersebut tidak menanamkan ajaran-ajaran yang bermuara pada kehancuran moralitas dan runtuhnya dasar-dasar dari semua masyarakat yang berbudaya dan yang Kristiani.
c. Selalu harus ingat bahwa setiap ajaran atau kepercayaan pada akhirnya harus dinilai dari hasilnya: orang macam apakah yang dihasilkannya? Yang perlu selalu kita pertanyakan, bukanlah “bagaimana gereja ditata?” melainkan “0rang macam apakah yang dihasilkan oleh gereja?”
Memberi
pertolongan kepada yang membutuhkan. Perlu diperhatikan betapa sederhana pertolongan itu, yaitu hanya secangkir air. Kita
tidak diminta untuk melakukan
hal-hal di
luar kekuatan kita. Kita diminta untuk memberikan hal-hal sederhana, hal-hal
yang dapat diberikan oleh siapapun
Tidak menyebabkan yang lemah
tersandung. Sebab
siapapun yang melakukannya pasti mendapat hukuman yang berat, dikalungi batu
kilangan yang besar dan dimasukkan ke dalam laut, artinya sama sekali tidak
mempunyai harapan untuk selamat.
Tidak mengajari orang lain untuk
berbuat dosa.
Berdosa adalah sesuatu yang mengerikan. Akan tetapi, lebih mengerikan lagi
apabila seseorang mengajar orang lain untuk berbuat dosa. Allah bersikap keras
terhadap orang bedosa, tetapi Ia akan bersikap tegas dan keras terhadap orang
yang mempermudah orang menuju pada jalan dosa dan yang kelakuannya, entah
sengaja atau tidak, menaruh batu sandungan di jalan orang yang lebih lemah.
Menyadari bahwa dalam hidup ini ada satu tujuan yang untuknya
seseorang pantas berkurban. Dalam hal-hal fisik, seseorang mungkin harus
memotong/ melakukan amputasi anggota tubuhnya, demi keselamatan tubuh secara
keseluruhan dan kadang-kadang merupakan jalan satu-satunya untuk mempertahankan
kehidupan tubuh secara keseluruhan. Dalam kehidupan rohani, hal yang serupa
dapat terjadi. Artinya, jika ada sesuatu dalam hidup kita yang menjadi
penghalang bagi kita untuk mematuhi kehendak Allah sepenuhnya, sekalipun itu
adalah perilaku yang sudah menjadi kebiasaan dan bagian hidup kita selama ini,
maka penghalang itu harus dibasmi. Pembasmian itu bisa jadi sama sakitnya
dengan mengalami operasi salah satu bagian dari tubuh kita. Akan tetapi, jika
kita benar-benar mau mengenal kehidupan yang sebenarnya, kebahagiaan dan
kedamaian yang sesungguhnya, hal itu mau tidak mau, suka tidak suka, harus
dijalani.
Memberikan cita rasa baru dan gairah
baru sama seperti
yang dilakukan oleh garam terhadap makanan, kepada dunia yang telah dipenuhi
oleh berbagai macam kelelahan dan kebosanan.
Membawa antiseptik terhadap racun
kehidupan,
memberikan pengaruh yang membersihkan ke dalam dunia yang penuh dengan berbagai
kebusukan. Sama seperti garam mengalahkan kebusukan yang akan menyerang daging
mati, demikian juga kekristenan menyerang
kebusukan dunia.
Selalu mempunyai garam dalam diri kita dan selalu hidup berdamai seorang dengan yang lain.
Garam dalam ayat ini berarti “kemurnian”.
Orang-orang zaman itu mengatakan, tidak ada yang murni selain garam, sebab
garam terbuat dari dua hal termurni, yakni matahari dan laut. Hendaklah kita
selalu memiliki pangaruh yang memurnikan dari Roh Kudus. Kita murnikan diri
kita dari sifat mementingkan diri sendiri, dari kepahitan, dari amarah dan
dendam kesumat. Kita bersihkan diri kita dari rasa jengkel, muram, egois. Hanya
dengan demikian kita mampu hidup berdamai dengan sesama.
Penutup
Pasti tidak kita inginkan bersama dan
jauh dari harapan kita, dunia di mana kita tinggal semakin hari semakin
menghembuskan tanda-tanda kematian dalam berbagai bidang dan segi kehidupan.
Tetapi, inilah keinginan, kerinduan dan harapan kita, dunia ini selalu dipenuhi
oleh tanda-tanda kehidupan secara menyeluruh dan merata dalam berbagai bidang
dan berbagai segi kehidupan. Dan pasti ini sebuah keinginan dan harapan yang
sangat indah, baik dan benar. Tetapi keinginan dan harapan yang baik, indah dan
benar itu, harus diwujud nyatakan dalam
sikap, tindakan, perilaku, tutur kata
nyata.! Amin.