Kita
telah membicarakan bagaimana implikasi kehidupan Kristen yang dinyatakan dalam
Efesus 5:17-19: “Janganlah kamu bodoh tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak
Tuhan.” Hidup mengerti kehendak Tuhan bukanlah hal yang sederhana
melainkan harus diubah dan dibangun dengan fondasi yang tepat dari iman yang
dimengerti secara tepat yang akan membangun seluruh implikasi kehidupan kita.
Dan kita telah melihat bagian pertama dari tiga point, bagaimana prinsip
tersebut diturunkan dalam kehidupan kita. Dikatakan dalam ay. 19: “Berkata-katalah
seorang kepada yang lain dalam mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian rohani.”
Suatu hal yang mungkin tidak biasa kita lakukan sehari-hari namun itu
merupakan prinsip yang disebut sebagai the worship life (hidup yang
beribadah). Kehidupan kita seringkali mengalami dualistik sehingga menaikkan
mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian rohani kita anggap hanya sebagai
urusan vertikal dan tidak pernah kita lakukan dalam hubungan kita dengan
sesama. Dengan demikian kita tidak dapat mengerti dan tidak mampu ketika
diminta untuk berkomunikasi secara surgawi, sama seperti ketika kita
berkomunikasi kepada Allah. Dan itu bukanlah masalah praktis biasa tetapi
dibelakangnya terdapat satu masalah teologis yang sangat besar, yang sulit kita
terima sehingga tidak terimplikasi dalam hidup kita.
Selanjutnya kita masuk
dalam bagian kedua: “Ucaplah syukur senantiasa atas segala sesuatu dalam nama Tuhan kita Yesus Kristus
kepada Allah dan Bapa kita.” (Yunani: di dalam segala sesuatu bersyukurlah
selalu dalam nama Tuhan Yesus Kristus kepada Allah dan Bapa kita). Kata segala
sesuatu merupakan kata pertama, bersyukurlah (eukharisteō), dan senantiasa
(menggunakan bentuk tenses present active participle = present continous
active-Inggris) yaitu satu format terus-menerus yang dijalankan dalam
hidup kita (habit/kebiasaan). Disini kita tahu bahwa sebenarnya hidup
ini harus penuh dengan ucapan syukur namun secara fakta hidup kita tidak
demikian. Banyak orang tidak dapat hidup seperti apa yang Alkitab katakan,
mereka hidup penuh dengan stress akibat tekanan kesulitan dan penderitaan
yang sangat berat dan semakin hari semakin bertambah, demikian juga orang
Kristen tanpa kecuali.
Tujuh puluh persen orang Kristen dan mayoritas orang
non Kristen beranggapan bahwa
manusia terdiri dari tiga unsur yaitu
tubuh, jiwa dan roh (Trikotomi). Tetapi kalau kita mempelajari secara
tepat maka sebenarnya Alkitab tegas menyatakan bahwa manusia hanya terdiri
dari dua unsur saja yaitu tubuh dan roh/
jiwa (Dikotomi). Seringkali akibat kesalahan fatal ini maka kita melihat
stress sebagai problem psikologis – aspek jiwa, tetapi itu sebenarnya adalah
ajaran filsafat Yunani. Alkitab tidak pernah mengatakan bahwa jiwa
menjadi eksistensi yang lepas, beda dengan roh, tetapi sebenarnya jiwa dan
roh itu dipakai secara bergantian di dalam Alkitab. Ketika secara seratus
persen saudara mampu menjalankan “bersyukur di dalam segala sesuatu senantiasa
kepada Allah Bapa kita di dalam Tuhan Yesus Kristus,” maka kita tidak akan mungkin stress. Tetapi secara realita hal
itu tidak mungkin dijalankan secara penuh dalam hidup kita karena kita lebih
banyak bersunggut-sunggut di dalam melewati hidup. Jikalau kita anggap hal
diatas sebagai aspek psikologis maka seolah-olah masalah tersebut dapat
diselesaikan tanpa Tuhan perlu ada (humanistik: konseling, therapi, dsb) dan
itu hanyalah penyelesaian sejenak, yang nantinya akan menimbulkan efek yang
lebih parah. Seperti cara-cara baru di Jepang yang menyediakan suatu kamar
khusus bagi orang yang stress supaya mereka dapat melampiaskan emosi mereka
dengan berteriak sekuat-kuatnya. Alkitab hanya mengatakan satu hal: “Ucaplah
syukur senantiasa di dalam segala sesuatu kepada Allah Bapa di sorga di
dalam Tuhan Yesus Kristus.” Mengapa kita tidak mampu mengerti apa yang
dilakukan Paulus yang walaupun di dalam penjara yang paling dalam, gelap dan
terbelenggu, ia masih dapat memuji Tuhan. Demikian juga Stefanus, ketika
dirajam batu, ia justru menengadahkan tangannya, menatap kedepan dan bersyukur
kepada Tuhan. Mengapa kita sebagai anak Tuhan sulit mengerti dan melakukan
hal ini?
Disini kita akan
melihat tiga aspek yang perlu kita evaluasi total dalam diri kita sehubungan
dengan kesulitan kita untuk mengucap syukur:
Pertama,
Kita tidak mampu bersyukur karena kita gagal mengerti cinta Tuhan yang
sesungguhnya baik dalam pikiran maupun prinsip hidup kita. Kita sudah terlalu
banyak dicemari oleh format cinta dunia, cinta yang egoistik, manipulatif,
yang membuat kita akhirnya gagal mengerti bahwa Allah kita mencintai dengan
sungguh-sungguh. Mungkin kita mampu bersyukur ketika Tuhan memberikan segala
sesuatu yang menguntungkan kita, tetapi akan sulit melakukannya ketika kita
mendapatkan kesulitan dan berbagai pergumulan hidup. Dan akhirnya
seringkali kita mencurigai cinta kasih dalam hidup kita. Sikap mencurigai
kasih sangat mungkin terjadi di dalam kehidupan manusia berdosa, tetapi
jikalau hal seperti ini kita implikasikan kepada Tuhan dan mulai mencurigai
Dia tidak mengasihi dan berbuat jahat pada kita, maka itu akan membuat kita
kehilangan seluruh sukacita, ucapan syukur dan membuat kita hidup di dalam
kerusakan dan tekanan yang berkepanjangan. Siapa Allah kita dan bagaimana Dia
di dalam pengertian kita, akan sangat mempengaruhi sikap kita. Jikalau kita
tahu bahwa di dalam segala hal Tuhan begitu mencintai kita maka tidak ada
alasan bagi kita untuk tidak bersyukur kepadaNya, sekalipun suatu hal yang
sulit kita terima karena kita tahu itu demi kebaikan kita.
Kedua, Karena kita tidak pernah mengerti
dengan tepat karya Tuhan Yesus di dalam hidup kita masing-masing. Yesus rela
naik ke kayu salib bukan karena kita berjasa tetapi karena kita berdosa. Pada
saat kita begitu jahat, berontak pada Tuhan, Ia mau menyelamatkan dan mati bagi
saudara dan saya. Seberapa dalam kita mengerti Tuhan menebus dan menyelamatkan
kita dari dosa kita. Ketika kita mengerti anugerah ini maka kita tahu bagaimana
dapat bersyukur setiap hari. Tidak ada satu manusiapun yang sempurna dalam
dunia ini, setiap hari kita masih berbuat dosa, mungkin kita tidak pernah
membunuh atau mencuri tetapi kita seringkali melawan dan tidak taat padaNya.
Di dalam budaya, terutama budaya Tionghoa, ini merupakan satu hal yang sangat
ditekankan. Bagi orang Tionghoa, yang dinamakan “u-hauw” (hormat/ berbakti)
itu adalah mentaati secara mutlak apa yang dikatakan oleh orang tua. Terkadang
ketika ayah-ibu kita salah, mereka tetap meminta yang salah itupun harus
diturut. Disini kita harus sadar bahwa ketika kita sebagai orang tua, taat
mutlak pada Allah sehingga anak kita taat kepada kita. Kalau orang tua tidak taat
kepada Allah maka anak kita berhak melawan kita. Karena anak kita harus taat
kepada Allah lebih daripada kepada siapapun. Kalau kita taat kepada orang tua
itu adalah karena kita taat kepada Allah yang memerintahkan kita untuk hormat
kepada orang tua. Itu prinsip yang harus ditegaskan tanpa kompromi di dalam
aspek ini. Tetapi seringkali kita berjalan keluar dari jalur yang Tuhan
inginkan dan tidak taat mutlak kepada Allah sehingga mengakibatkan hidup kita
mengalami tekanan dan berbagai pergumulan hidup yang tidak seharusnya kita
alami. Hanya melalui darah Tuhan Yesus yang dicurahkan, itulah yang membuat
kita kembali kepadaNya. Banyak orang Kristen bertahun-tahun datang ke gereja
tetapi begitu kering dan tidak mengerti dalamnya arti penebusan Kristus bagi hidupnya
dan itu mengakibatkan ia tidak pernah dapat bersyukur pada Tuhan. Sewaktu kita
mengerti karya anugerah Tuhan Yesus, itu menjadikan hidup kita penuh dengan
ucapan syukur dan hidup kita diubah menjadi baru, hidup yang mengerti
kebenaran.
Ketiga, Kita tahu bagaimana Allah
memelihara kita. Doktrin yang penting dan ditegakkan begitu tegas dalam
teologi Reformed ialah The Providence of God (pemeliharaan Allah atas umatNya).
Ini didasarkan pada konsep bahwa Allah adalah Allah yang berdaulat. Hidup manusia
harus taat pada Allah karena Allah adalah Allah yang berdaulat atas sejarah.
Karena ia berdaulat atas sejarah maka ia berdaulat juga atas kita yang hidup
dalam sejarah kerajaanNya. Kalau kita mengerti ini maka kita tahu bahwa
langkah hidup kita itu merupakan langkah yang berada dalam anugerah dan
membuat kita mampu bersyukur, apapun yang terjadi. Kita seringkali tidak sadar
kalau kita berada di dalam pemeliharaan Allah dan di dalam jalur benang merah
keselamatan Tuhan dimana kita sedang berjalan di dalam figur sejarah utama
keselamatan Allah.
Di
dalam sebuah film, kadangkala providensia sutradara terlalu terlihat
berlebihan. Seorang sutradara sedang berperan seperti “Allah kecil” ketika ia
sedang mempermainkan sejarahnya (film) dan ia akan menjaga supaya pemeran
utamanya tetap bermain di sepanjang sejarah filmnya, dan itu demi
mempertahankan benang merah sejarahnya. Tetapi ketika itu kita tidak sadar
bahwa itu adalah cara sang sutradara mengatur. Namun Allah kita jauh lebih
besar daripada sekedar pengaturan sejarah seorang sutradara karena Ia tidak
hanya bermain di dalam kurun waktu yang terbatas. Satu hal yang perlu
dipikirkan adalah apakah saudara saat ini berada di dalam garis benang merah
utama sejarah ataukah hanya sebagai figuran saja. Kalau kita tahu bahwa kita
adalah umat Allah yang sedang berada di dalam jalur keselamatan Allah berarti
kita berada di dalam garis merah sejarah keselamatan Allah, dan Allah ingin
bekerja di dalam diri saudara dan saya untuk menuntaskan sejarah keselamatan.
Dan Allah akan memelihara hidup kita, apapun yang terjadi dalam diri kita
tidak akan lepas dari providensia Allah. Allah yang mengatur, memelihara dan
menuntun setiap langkah kita dan sejauh kita taat padaNya maka Ia akan membuka
jalan bagi kita sebagai jalan yang terbaik dalam hidup kita.
Seberapa
jauh kita sadar akan hal ini? Kita sulit menyadari providensia Allah karena
kita hanya memikirkan apa yang sedang kita rancang, atur dan mainkan sehingga
kita tidak melihat Tuhan memelihara langkah demi langkah kita. Seringkali
kita melewatkan anugerah Tuhan yang seharusnya dapat dinikmati di sepanjang
sejarah hidup kita. Kita tidak melihat bagaimana Tuhan memperkenankan kita
melewati tempat-tempat, kesempatan-kesempatan, pertemuan, dan berkat yang indah
yang Tuhan berikan pada kita. Dan semuanya itu mengakibatkan kita tidak mampu
bersyukur pada Tuhan. Kita lebih mudah melihat kejelekan dan keburukan dari
setiap hal yang kita alami dan hidup kita dipenuhi segala gerutuan sepanjang
hari. Sangat disayangkan jikalau kita gagal mengerti providensia Allah.
Seberapa saudara dapat mengucap syukur di dalam segala sesuatu senantiasa,
sedemikian juga saudara akan menikmati kebahagiaan yang Tuhan sediakan bagi
kita.
Terdapat
beberapa manfaat dari hidup yang penuh dengan ucapan syukur: 1). Syukur
mematahkan pride (kesombongan); 2). Syukur memberikan kesadaran limitasi dan
dependensi; 3). Syukur membawa pengharapan; 4). Syukur membawa sukacita; 5).
Syukur memberikan apresiasi; 6). Syukur mendorong kesaksian; dan 7). Syukur
memberikan semangat dan kelegaan.
Haruskah
kita membelenggu diri kita di dalam tekanan-tekanan yang tidak ada pahalanya
yang kita buat sendiri untuk menghancurkan hidup kita ataukah kita akan
bertobat saat ini, kembali pada Tuhan, mau belajar mengerti siapa Allah yang
kita percayai. Biarlah pengenalan kita akan Allah mengubah seluruh hidup kita
sehingga setiap hari kita boleh belajar bersyukur kepada Dia di dalam segala
hal, bahkan dalam hal yang paling kecil, seperti misalnya bersyukur atas
makanan yang boleh kita terima setiap harinya. Di tengah dunia yang penuh
stress biarlah Tuhan memakai kita untuk menghibur supaya mereka melihat ada
secercah harapan yang sungguh indah dalam hidup kita. Kiranya ini boleh
menjadi kekuatan bagi hidup kita untuk kembali bersyukur di hadapan Tuhan,
mengubah hidup kita di dalam satu hidup yang penuh ucapan syukur. Amin.?
1 komentar:
Terima kasih atas siraman rohani ini. Tuhan Memberkati bpk Pdt. dalam tugas dan pelayanan hari lepas hari. Amin.
Posting Komentar