Pendahuluan
Penulis
I Petrus yang menyampaikan gagasan-gagasannya melalui surat. I Petrus diawali
dan diakhiri dengan salam (1:1-2, 5:12-14). Surat ini ditujukan kepada jemaat
Kristen yang tersebar di wilayah Asia Kecil bagian utara (1:1). Penulis
menghendaki agar orang yang membaca surat ini sadar bahwa mereka akan
menanggung penderitaan karena iman mereka. Namun, penderitaan tidak akan
mengalahkan mereka karena Yesus telah menderita sengsara dan mati untuk
mengampuni dosa mereka, dan karena Allah telah membangkitkan Dia dari kematian.
Orang Kristen berharap akan dibangkitkan menuju hidup baru, dan harapan itu
sudah dimulai sejak pembabtisan.
(1)
Dalam penanggalan liturgi gerejawi, hari ini Minggu Quasimodo Geniti, maknanya:
Quasimodo
Geniti dalam bahasa Latin artinya sama seperti bayi-bayi yang baru lahir (1 Ptr
2:2).
Istilah ini
menggambarkan bahwa pertumbuhan bayi
yang baik, sehat dan selamat harus selalu ingin air susu ASI (Air Susu
Ibu). Selalu ingin berarti bukan
kadang-kadang ingin dan kadang-kadang tidak. Tanpa ASI tidak dapat bertumbuh
sehat dan selamat. Dengan gambaran ini sang bayi tidak dapat berbuat apa-apa,
tanpa dekat dengan si Ibu. Hanya dalam pelukan si ibu, maka sang bayi merasa
tenang.
Kondisi ini
diungkapkan permasmur dalam Mzm.62:2 “Hanya dekat Allah saja aku tenang, dari
pada-Nyalah keselamatanku”.
Bayi-bayi yang baru
lahir sangat mengandalkan orangtuanya. Tidak ada sedikitpun rasa kuatir tentang
kasih sayang dan kemampuan orangtuanya untuk memeliharanya.
Jadi bagi bayi yang
terpenting adalah orangtuanya, demikian tentunya bagi orang beriman yang
terpenting Allah memelihara dan menyelamatkan walau apapun yang dialami.
1 Petrus 1: 3-9
Pujian di bagian awal
surat menjadi tema pokok surat 1 Petrus ini. Pujian tema pokok ini didasarkan
pada: 1) Allah memberikan kita kelahiran baru melalui iman kepada Injil, 2)
kelahiran baru ini membawa pengharapan, 3) kelahiran baru ini berdasar pada
kebangkitan Yesus dari kematian, dan 4) orang-orang Kristen mendapatkan
warisan ilahi yang tidak dapat hilang. Pengharapan masa depan dan warisan yang
akan disingkapkan pada zaman akhir menuntut ketekunan orang percaya dalam
pertobatan. Ketekunan ini sangat dibutuhkan dalam menghadapi berbagai pencobaan
untuk memurnikan iman yang baru ini.
Khotbah:
Dalam
minggu gerejawi hari ini
kita memasuki Minggu setelah kita merayakan Paskah. Sebuah ‘passion’ yaitu
keinginan, semangat, tekad untuk mematikan lembaran hidup lama yang dikuasai
keinginan daging serta bangkit kembali membuka lembaran baru yang dikuasai Roh
Allah. Hal ini meningatkan keberadaan kita sebagai orang Kristen yang sudah
‘lahir kembali’ seperti bayi-bayi.
1
Petrus 1:3-9 yang menjadi
perenungan kita hari ini tampaknya dipengaruhi pujian kuno dalam gereja yang
bisa diungkap dalam 3 (tiga) pujian:
Pertama, ayat 3-5 Pujian kepada Allah, Bapa
sebagai pemrakarsa ciptaan baru. Allah membangkitkan Yesus Kristus dari antara
orang mati. Allah mengubah serta memberikan kehidupan yang baru.
Kedua, ayat 6-9 Pujian kepada AnakNya, yang
mengungkapkan kasihNya, sehingga dapat bertahan menderita sengsara sampai mati.
Allah menerima kematian Yesus sebagai tebusan bagi dosa manusia. Yesuslah
menjadi yang pertama dari keluarga baru Allah. Semua yang percaya kepadaNya
akan bangkit dari kematian. Karya kasih inilah yang membuat bergembira,
sekalipun sekarang harus berdukacita oleh berbagai-bagai pencobaan.
Ketiga, sebenarnya ayat setelah perikop kita
hari ini dari ayat 10-12 yaitu Pujian kepada Roh Kudus yang menjadi nyata dalam
pemberitaan para nabi.
Ketiga
pujian ini sejalan dengan pujian
yang diungkapkan dalam Titus 3:4-8. Kalau kita perhatikan kelima ayat dalam
Titus ini: nyata kemurahan Allah yang telah menyelamatkan kita. Hal itu sudah
dilimpahkan-Nya kepada kita oleh Yesus Kristus Juruselamat kita sehingga kita
berhak menerima hidup yang kekal. Ini semua bukan karena perbuatan baik yang
telah kita lakukan, tetapi oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus.
Perenungan kita hari
ini hanya mengambil dua bagian dari pujian itu, yaitu pujian kepada Bapa dan
Anak-Nya yang dalam peringatan Paskah minggu lalu telah menyelesaikan karya
Agung untuk menyelamatkan umat manusia yang percaya kepadaNya.
Surat Petrus yang
pertama ini dituliskan untuk menguatkan orang Kristen yang tersebar bagian
Utara Asia Kecil yang berbudaya Yunani, demikian juga komunitas yang berbudaya
bagian Timur yang sekarang disebut Iran. Orang Yahudi juga banyak yang tinggal
disini. Pokoknya supaya semuanya sabar menanggung penderitaan karena beriman.
Yang jelas bahwa penderitaan itu tidak akan mampu mengalahkannya karena Yesus
sendiri telah lebih dahulu mengalami kesengsaraan dan derita sampai mati untuk
mengampuni dosa mereka yang beriman kepadaNya. Dan karena Allah telah
membangkitkan Yesus dari kematian, maka orang Kristen akan dibangkitkan juga
menuju hidup baru yang ditandai dengan baptisan.
Kehidupan
gereja pertama yang
diperhadapkan dengan berbagai tantangan
dan penderitaan sangatlah mengharapkan kedatangan Kristus yang mulia itu (parousia).
Pengharapan itu menggebu-gebu dan hampir tidak pernah padam. Yang menjadi
masalah ialah apakah keyakinan seperti itu harus dihubungkan dengan soal waktu:
kapan Ia akan datang? Ataukah dengan soal mutu: bagaimanakah orang beriman bisa
menyambut kedatangan Kristus dengan pantas? Dalam perenungan kita ini masalah
bagaimana orang beriman seharusnya menyambut kedatangan Kristus mendapat
tekanan yang sangat kuat. Kekayaan iman harus dibuktikan dengan perjuangan
hidup, juga kalau kehidupan ini harus disertai dengan penderitaan. Kehidupan
Kristen bahkan akan bersinar cemerlang di dalam penderitaan itu. Dalam ayat 7
dengan sangat jelas digambarkan seperti ‘emas dalam api’. Emas diuji
kemurniannya dalam api. Emas dipanaskan untuk menghilangkan hal-hal yang membuatnya
tidak murni. Setelah proses itu, didapatlah emas murni. Hanya emas murnilah
yang mampu bersinar indah di bara api. Demikian juga dengan iman. Iman
seseorang perlu diuji dan ‘dibakar’ melalui pencobaan dan penderitaan agar
menjadi murni dan kokoh.
Bahaya
yang mengancam iman
Kristen tidak hanya datang dari pengajaran, melainkan yang lebih gawat lagi
datang dari dalam diri orang beriman itu sendiri: semangat puas tanpa mau
menyelidiki, menanyakan terus menerus dan menggali lagi. Dengan demikian orang
akan terus dirongrong ketahanan imannya. Sejarah gereja juga telah membuktikan
bahwa kualitas kekristenan akan lebih baik pada saat diperhadapkan dengan
berbagai tantangan dan penderitaan. Sebaliknya kalau gereja masuk ke ‘zona
aman’ akan biasa-biasa, tidak bergairah, tidak lagi menyala, tidak lagi
berkembang dan bisa mati. Tentu kita teringat akan pengalaman Petrus, Yakobus dan Yohanes yang
terperangkap ke dalam zona aman, mau tinggal di gunung karena telah mengalami
ketenangan dan kesenangan. Bahkan mau mengabadikan diri dalam keadaan yang
sudah enak dan menyenangkan. Bahkan mau mendirikan kemah untuk berlama-lama
dalam zona aman tersebut. Ternyata saat itu juga Yesus menyuruh turun dari gunung, ke kehidupan nyata yang penuh
dengan pergumulan. Jadi kemapanan, kebekuan hidup, tidak dianggap menguntungkan
dalam kehidupan beriman. Hubungan manusia dengan Tuhan harus berubah, hari
lepas hari harus meningkat, tidak berjalan di tempat. Harus terus berkembang
sampai akhir hidup.
Kita bersyukur dengan
perkembangan zaman dan teknologi yang begitu pesat.
Perkembangan teknologi telah membuka mata dunia untuk melakukan
penelitian-penelitian yang luar biasa. Industri raksasa semakin menjamur,
penemuan berbagai obat-obatan semakin hebat. Namun kita tidak dapat menyerahkan
dan menggantungkan diri kepada perkembangan teknologi tersebut. Sebaliknya
dengan perkembangan teknologi tanpa dilandasi etika moral hubungan sesama
manusia justru memberikan dampak korban yang luar biasa pula kepada manusia.
Kita mengingat perang dunia I dan II dengan bom atom Hirosima dan Nagasaki di
Jepang. Begitu banyak korban manusia. Perkembangan industri juga berakibat
kurang air bersih, polusi udara, banjir dimana-mana. Dengan temuan obat-obat,
sering disalah gunakan sehingga menjadi pembunuh manusia yang luar biasa pula.
Karenanya
tepat sekali pembacaan kita dari Mazmur 16 tadi, berbahagialah orang yang
saleh, yang hanya memandang dan mengandalkan Allah yang ia imani dan amini
tidak akan menyerahkan ke dunia orang mati. Allah itu akan memberitahukan jalan
kehidupan, padaNya ada sukacita berlimpah-limpah dan hikmat senantiasa. Jadi
walau apapun yang Tuhan ijinkan kita alami, baik sukacita atau derita kita
jalani bersama Tuhan. Yang pasti bersama Tuhan aman, dan diluar Tuhan akan
binasa. Amen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar