"Inilah tubuh-Ku, yang diserahkan bagi
kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku!" "Cawan ini adalah
perjanjian baru yang dimeteraikan oleh darah-Ku; perbuatlah ini, setiap kali
kamu meminumnya, menjadi peringatan akan Aku!" PENDAHULUAN Apa makna
Perjamuan Kudus? Perjamuan kudus adalah sebuah peristiwa di mana kita mengingat
kembali peristiwa pengurbanan Yesus yang mencurahkan tubuh dan darahNya untuk
penebusan dosa manusia. Namun pada masa kini, perjamuan kudus seringkali
hanya dijadikan sebuah ritual semata. Ada yang menjadikannya hanya
sebagai rutinitas dalam tahun liturgi, beberapa gereja bahkan menjadikannya
sebagai ritual untuk mendatangkan mukjizat kesembuhan. Pemahaman ini
sudah bergeser dari makna sesungguhnya sebuah perjamuan kudus diadakan. Untuk
itu kita perlu memahami makna perjamuan dalam budaya Israel dan bangsa
sekitarnya pada saat itu PERJAMUAN SAMA DENGAN MAKAN Salah satu isu teologis
yang seringkali dimunculkan di dalam surat- surat Paulus adalah mengenai
makanan. Makanan bukan hanya masalah pangan saja, namun juga mencakup
permasalahan agama, budaya, dan status sosial seseorang. Paulus membahas
permasalahan makanan di dalam surat-suratnya karena seringkali permasalahan ini
menjadi pertikaian ataupun perselisihan antar-anggota jemaat. Ini dapat
kita lihat di jemaat Korintus antara kaum kaya dengan kaum miskin. Di
sinilah Paulus hendak memberikan makna baru dalam masalah perjamuan makan ini.
Tradisi Makanan dalam Bangsa Israel Di dalam Yudaisme, ada dua sumber utama
yang menjadi acuan peraturan tentang makanan Hukum Deuteronomi (Imamat 11; Ul
14:3-21) Tradisi Lisan Hukum makanan dalam Yudaisme mengatur apa yang boleh
dimakan dan dengan siapa kita boleh memakannya. Orang Farisi adalah salah
satu contoh kaum yang begitu ketat dalam melakukan peraturan ini. Oleh
karena itu, sangat wajar mereka mengritik Yesus yang makan bersama pemungut cukai
dan orang berdosa. Selain itu, orang Yahudi yang saleh menghindari
hubungan atau kontak sosial dengan orang-orang non-Yahudi dengan beranggapan
bahwa orang-orang non-yahudi itu tidak bersih. Kita dapat ambil contoh
cerita dari Daniel, Tobit, dan Yudit. Orang Yahudi menyambut orang-orang
non-Yahudi yang tertarik untuk mengikuti agama mereka, namun mereka tetap
menghindari untuk makan dengan orang-orang non-Yahudi. Sikap-sikap
negatif tentang perjamuan makan dalam bangsa Yahudi bukan masalah rasa nasionalisme
yang berlebihan melainkan ungkapan religius dan keyakinan sosial akan kesadaran
mereka sebgai bangsa pilihan Allah. Tradisi Makanan dalam Bangsa Yunani-Romawi
Ada dua jenis acara makan keagamaan yang dikenal Acara makan khusus yang
diselenggarakan di rumah, pada acara makan ini ritus keagamaan
diikutsertakan. Secangkir anggur khusus dipersembahkan kepada dewa Zeus.
Acara makan umum. Motivasi utama dalam ritus keagamaan ini adalah
gagasan pesta. Acara makan ini tidak diwarnai dalam keheningan tapi
kegembiraan. Kultus makanan dalam agama Yunani bermakna sosial. Makanan
bukan bermakna sakramental dan komunal dengan dewa-dewa. Makanan dianggap
sebagai kesempatan bagi para umat untuk menikmati persahabatan, makanan, dan
hiburan. Titik berat dari acara makan umum ini adalah persahabatan dan
kegembiraan. Oleh karena itu tidak heran jemaat Korintus pun sering
mengadakan acara makan umum untuk menjalin persahabatan di tengah masyarakat
Perjamuan Makan di Korintus Di dalam I Korintus 11:26-30 “Sebab setiap
kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan
sampai Ia datang. Jadi barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau
minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan. Karena itu
hendaklah tiap-tiap orang menguji dirinya sendiri dan baru sesudah itu ia makan
roti dan minum dari cawan itu. Karena barangsiapa makan dan minum tanpa
mengakui tubuh Tuhan, ia mendatangkan hukuman atas dirinya. Sebab itu banyak di
antara kamu yang lemah dan sakit, dan tidak sedikit yang meninggal.” Ayat
ini menggambarkan sebuah perjamuan kudus yang tampaknya mengerikan.
Ketidaklayakan kita dapat mengakibatkan sebuah hukuman pada kita. Jika memang
semua manusia yang berdosa tidak boleh mengikuti Perjamuan Kudus, maka tidak
ada satu manusiapun yang dapat mengikutinya. Perjamuan Kudus adalah sebuah
ritual anugerah yang luar biasa, saat Allah berkenan untuk mengundang kita
hadiri dalam meja perjamuannya untuk menerima keselamatan. Ayat 26-30 bukanlah
berhubungan dengan aspek vertikal antara Allah dengan manusia, melainkan lebih
ditekankan ke arah horizontal. Di sini terjadi pertikaian antara si
“kaya” dan si “miskin” di mana pihak si kaya datang terlebih dahulu dan
menghabiskan makanan dalam sebuah meja perjamuan. Inilah yang dipertanyakan
oleh Paulus kepada mereka “apakah kamu tidak mempunyai rumah untuk makan dan
minum?” ini memberikan kita pengertian bahwa si kaya datang membawa
makanannya sendiri dan memakannya sendiri tanpa berbagi kepada si miskin.
Mengapa jemaat Korintus melakukan hal tersebut? Ini dikarenakan mereka masih
terpengaruh dengan kebudayaan lama mereka. Rumah di Romawi mempunyai dua
ruangan yaitu triclinium (ruangan makan) dan atrium (beranda). Mereka
yang mempunyai status sosial tinggi, kalangan atas menempati ruangan triclinium
yang telah dihidangkan berbagai makanan sedangkan kalangan bawah menempati
atrium yang kurang menyenangkan dan hanya dapat memperhatikan kalangan atas
menyantap makanan. Inilah yang dikritik oleh Paulus dalam suratnya kepada
jemaat di Korintus. Bagi Paulus, Perjamuan Kudus harus memiliki ungkapan
persamaan dan kesatuan yang khusus dalam tubuh Kristus. Paulus di sini
hendak meningkatkan rasa solidaritas anggota jemaat dengan menasihati mereka
agar memulai dan mengakhiri bersama. Mereka harus menunggu satu sama lain
(1 Kor 11:33). Ini berarti kalangan atas harus menyambut tamu yang miskin dan
memberlakukan mereka dengan penuh keramahan, kemurahan, dan kebaikan sehingga
tidak ada satu pihak pun yang merasa tersinggung atau terluka
perasaannya. Di dalam meja Perjamuan Tuhan, semua manusia diundang untuk
mendapatkan anugerah keselamatan. Oleh karena itu, makna perjamuan kudus
mempunyai aspek diakonat (pelayanan terhadap sesama) dan mengingatkan kita bahwa
masih ada orang yang menderita yang berada di bawah tekanan kemiskinan,
mengalami ketidakadilan, dan tersingkirkan. Perjamuan Kudus bukan hanya sekedar mengingat pengurbanan Kristus,
namun memiliki aspek sosialnya yaitu mau berbagi kepada sesamanya tanpa
memandang status dan golongan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar