Perdamaian sangat dibutuhkan pada jaman ini, bagaimana kita bisa berdamai dengan sesama, dengan Tuhan dan diri sendiri.Semua ini hanya dapat kita peroleh dari Dia dan FirmanNya sebagai Madu Surgawi.
Selasa, 28 Januari 2014
Khotbah Minggu 02 02 2014 "Yang Allah Tuntut…? Hidup Adil, Setia dan Rendah Hati" Mikha 6:1-8
Pengantar:
“Nabi Mikha melayani dalam salah satu masa paling kelam dari sejarah Israel. Negeri itu sudah lama terpecah menjadi dua kerajaan. Akhirnya, Asyur menamatkan kerajaan utara, dan Mikha dapat melihat kejahatan serta kekejaman yang menjalar ke dalam kerajaan Yehuda di selatan. Dia berkhotbah terhadap dosa-dosa yang fatal seperti ketidakjujuran, ketidakadilan, penyuapan, dan hal-hal yang mencurigakan” [alinea pertama: empat kalimat pertama].
Menurut catatan sejarah, pada tahun 734 SM kerajaan Asyur telah menaklukkan Israel dan Yehuda lalu menjadikannya sebagai wilayah jajahan. Tahun 722 SM raja Salmaneser dari Asyur kembali menginvasi Samaria lalu memenjarakan raja Hosea dan penduduknya ditawan dalam pembuangan (2Raj. 17:3-6; 18:9-11). Delapan tahun kemudian Sanherib, raja Asyur yang lain, melakukan pengepungan ketat terhadap kota Yerusalem, dan hanya atas pernyataan kesanggupan raja Hizkia dari Yehuda untuk membayar upeti yang besar maka pengepungan itu diperlonggar (2Raj. 18:13-14).
Renungan:
Amat mencengangkan kemiripan keadaan masyarakat pada masa nabi Mikha yang membuat Allah murka, dengan situasi saat ini: korupsi yang terjadi di kalangan pemimpin politik, penegak hukum, bahkan pemuka agama (Mi. 3:11); penyelewengan di bidang hukum, di mana segala sesuatu dapat diatur seturut kepentingan (Mi. 7:3); kesewenang-wenangan, ketidakadilan dan kekejaman pemimpin yang menindas orang kecil (Mi. 2:1-2); praktik keagamaan yang palsu dan kosong karena di baliknya praktik-praktik di atas berlangsung tanpa gangguan (Mi. 6:6-7), bahkan penyembahan berhala marak (Mi. 5:11-13).
Allah melalui nabi Mikha (Mi. 6:1-8) menyatakan dengan tegas kekecewaan-Nya atas keadaan umat-Nya. Untuk itu Ia mengingatkan umat-Nya akan karya penyelamatan-Nya, serta menuntut pertanggungjawaban mereka (Mi.6:3). Inti dari pesan Allah melalui nabi Mikha dalam situasi yang bobrok seperti itu adalah: “Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah yang dituntut TUHAN dari padamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu?” (Mi. 6:8)
Hidup ini adalah hidup yang keras, dan yang terus berubah, walau lebih kerap ke arah yang lebih tidak baik, bahkan mungkin lebih parah dan kompleks ketimbang situasi di zaman nabi Mikha. Sebagai orang percaya, kita dipanggil bukan untuk “mengingkari” kehidupan nyata ini (dengan bersembunyi di balik kesalehan atau kerohanian yang sempit, atau di balik mimpi tentang hidup yang indah dan sejati di sorga sana), tetapi untuk menerangi dan menggaraminya, dengan hidup adil, setia dan rendah hati.
Penutup:
Hidup, "Berlaku adil, mencintai kesetiaan dan hidup dengan rendah hati." Adalah tuntutan hidup sebagai warga Kristen yang percaya kepada Sang sumber Keadilan itu.
Dalam ayat-ayat sebelumnya, sang nabi mengutuk formalitas yang hampa (ayat 6,7). Ia mengatakan bahwa kegiatan beragama harus disertai cara hidup yang ditandai dengan integritas, kebaikan dan kerendahan hati di hadapan Tuhan.
Mikha 6:8 masih berlaku bagi umat Allah saat ini, walaupun kematian Kristus di kayu salib telah menghapus kewajiban mempersembahkan korban sembelihan. Mungkin kita telah beriman kepada Yesus sebagai Juruselamat, dan mungkin kita menghadiri kebaktian di gereja dengan setia, memberi persembahan, membaca Alkitab, dan berdoa. Tetapi kita harus waspada agar kegiatan yang baik ini tidak merosot menjadi formalitas yang hampa. Iman kita harus menunjukkan sesuatu yang berbeda dalam cara kita hidup dan memperlakukan orang lain. Kita harus menjadi orang yang hidup dengan rendah hati di hadapan Allah, yang rindu menunjukkan kesetiaan, dan menegakkan keadilan demi Allah.
Sebagian orang mencoba menjadi baik tanpa mengenal Allah. Tetapi juga tidak benar bila kita berkata bahwa kita mengenal Allah padahal kita tidak peduli untuk berbuat baik. Amin
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar