Sabtu, 29 Juni 2013

"PRIA SEBAGAI IMAM DALAM KELUARGA" Ayat Pokok: 1 Petrus 3:1-2 [ I Raja-Raja 2:1, 3-4 ]. (II Samuel 7:12)

Pendahuluan: Sebutan “bapa” sangatlah familiar khususnya bagi kita yang telah terbiasa dengan pola hidup yang patriakhal. Dalam budaya patriakhal, seorang pria dewasa, lebih-lebih seorang pria yang berpengaruh dan cukup lanjut usia memiliki peran yang sangat menentukan bagi anggota keluarga dan orang-orang di lingkungannya. Sehingga dalam budaya patriakhal, peran seorang “bapa” dalam arti yang seluas-luasnya berada dalam posisi yang sangat tinggi (superior). Yang mana superiotas dan peran yang serba mendominasi dari para pria sering melemahkan dan melumpuhkan para wanita. Dalam pola pandang yang demikian, wanita sering dianggap mahluk yang lemah dan tidak berdaya. Padahal kini makin terbukti para wanita ternyata memiliki kemampuan yang tidak kalah dengan para pria. Mungkin zaman dahulu peran para pria sangat menentukan karena segala pekerjaan masih mengandalkan kekuatan otot secara manual. Tetapi pada masa kini di mana segala pekerjaan yang penting hampir telah dioperasikan dengan sistem komputer dan berbagai perangkat lunak lainnya, sebenarnya sekarang kita tidak terlalu membutuhkan kekuatan otot lagi. Semua jenis pekerjaan yang profesional atau pekerjaan sehari-hari hampir telah diganti dengan sistem teknologi yang canggih. Karena peran pria sebagai seorang “bapa” dianggap superior, maka para pria justru kehilangan kemampuan utamanya untuk memerankan “bapa” dalam arti yang positif dan konstruktif. Mereka tidak dapat memerankan fungsi atau perannya sebagai seorang bapa dengan penuh kasih. Akibatnya cukup banyak para bapa yang mudah menyakiti hati istri dan anak-anak mereka. Mereka menerapkan sikap otoriter dan kadang-kadang menggunakan cara yang keras untuk mengatur kehidupan keluarga atau orang-orang di tempat pekerjaannya. Makna peran seorang “bapa” sering diidentikkan dengan sikap “maskulin” yang konotasinya menunjuk sikap kelelakian yang kasar, tangguh, kejam dan selalu mampu memaksakan kehendak. Padahal arti seorang “bapa” tidaklah demikian. Karena dalam diri seorang “bapa” tersirat suatu model dari ketokohan yang dilandasi oleh kebijaksanaan, intelektualias dan keteladanan moral. Itu sebabnya gelar “bapa” dalam Alkitab kemudian dikenakan kepada sesuatu yang ilahi, yaitu Allah. Secara khusus dalam pengajaran Tuhan Yesus, Allah dipanggil dengan “bapa” (Abba). Banyak keluarga yang hancur akibat dari tidak menempatkan diri dalam posisi yang sebenarnya sehingga terjadi mis-komunikasi dalam satu rumah tangga. Hal ini juga dialami keluarga Kristen hingga ada yang berakibat berantakan karena suami ... Model keluarga Kristen, suami adalah kepala keluarga yang mempunyai otoritas terhadap istri dan anak-anaknya (Kej 3.16; 1 Tim 3.12; 1 Kort 11.3) The Saturday Evening Post pernah menerbitkan sebuah artikel berjudul “True Love”. Demikian petikannya: “Untuk membuktikan kesungguhan cintanya, seorang suami membuktikannya dengan berenang mengarungi sungai yang terdalam, melintasi gurun pasir yang terluas, dan mendaki gunung yang tertinggi. Tetapi apa hasilnya? Istrinya menceraikannya. Karena apa? Karena sang suami tidak pernah di rumah.” Sang Istri tidak merasakan “true love” dari suaminya. Tatkala Yosua bersama umat Israel menyeberangi Laut Teberau, melintasi gurun pasir, mengintai Kanaan, menyeberangi Sungai Yordan, bahkan sampai memasuki negeri Kanaan, semuanya itu, baik peristiwa besar maupun kecil, mereka tetap melihat Tuhan selalu hadir dan menyertai mereka. Mereka sungguh melihat “true love” Tuhan secara nyata. Inilah yang membedakan “true love” manusia dengan Allah. “True love” Allah sangat tidak terbatas oleh tempat dan waktu, sedangkan manusia sangat terbatas. Sungguh patutlah kita bersyukur. Demikianlah “true love” Allah sungguh nyata dalam kehadiranNya di tengah-tengah umatNya. Karena itu jugalah di akhir hidupnya, Yosua kembali menantang bangsa Israel untuk tetap menyembah Tuhan, “…pilihlah kepada siapa kamu akan beribadah hari ini. Tetapi, aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN!” (Yosua 24:15) Petrus mengatakan pada suratnya dengan jelas memaparkan tugas dan tanggung jawab sebagai istri-suami sebagai keluarga Kristiani dimana dikatakan 1 Petr 3:1-2 Demikian juga kamu, hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, supaya jika ada di antara mereka yang tidak taat kepada Firman, mereka juga tanpa perkataan dimenangkan oleh kelakuan isterinya, jika mereka melihat, bagaimana murni dan salehnya hidup isteri mereka itu. Dan sebagai seorang suami juga dikatakan dengan jelas "Demikian juga kamu, hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan isterimu, sebagai kaum yang lebih lemah! Hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doamu jangan terhalang" (aya 7). Kebanyakan keluarga Kristen tidak lagi meletakkan firman Tuhan sebagai dasar yang kokoh bagi keutuhan keluarga mereka. A. Beberapa model keluarga pada zaman sekarang Sebelum kita melihat apa fungsi seorang pria sebagai imam di dalam kelauarganya, mari kita lihat terlebih dahulu beberapa model "kedudukan"pemerintahan yang ada di dalam keluarga Kristen dewasa ini. 1. Model garis lurus yaitu: model ini menyatakan suatu urutan otoritas dengan garis lurus; Otoritas tertinggi berada di tangan suami; otoritas kedua yang ada di bawah suami adalah istri; Istri mempunyai otoritas terhadap anak-anak, model ini biasanya terdapat pada keluarga di mana sang suami adalah orang yang super sibuk sehingga tanggungjawab pengurusan anak dilimpahkan sepenuhnya kepada istri. 2. Model persamaan hak dimana model ini menyatakan bahwa suami dan istri mempunyai kedudukan yang sama otoritasnya. Otoritas yang tertinggi berada di tangan suami dan istri. Anak-anak diurusi oleh siapa saja yang sempat dan model ini biasanya terdapat pada keluarga yang suami maupun istri sama-sama sibuk dengan urusan masing-masing. 3. Model penguasa tunggal; model ini menyatakan di mana suami mempunyai kedudukn dan otoritas tertinggi atas istri dan anak. Kedudukan istri tidak mempunyai otoritas apapun terhadap anak-anak. Ini terjadi bila seorang suami dikenal dengan sikap diktator, tidak ada yang boleh menentangnya, tidak anak tidak istri 1. 4. Model bertukar peran; di mana istri menggantikan perananan suami dengan memengang otoritas tertinggi atas suami dan anak. Suami kurang berperan tidak mempunyai otoritas apapun dan bahkan mengurusi rumah tangga, istri menjadi pencari nafkah. 5. Model Izebel, istri yang memang seluruh kendali atas suami, anak dan seisi rumah suami hanya tunduk kepada perintah istri demikian juga anak-anaknya. Ini biasa terjadi pada wanita karier yang lebih sukses dibandingkan suaminya. Model Yang Benar Model keluarga Kristen, suami adalah kepala keluarga yang mempunyai otoritas terhadap istri dan anak-anaknya (Kej 3.16; 1 Tim 3.12; 1 Kort 11.3), istri mewakili suami sebagaimana Kristus mewakili Allah dan suami mewakili Kristus. Suami juga bertanggungjawab atas anak-anaknya (Kol 3.21; Efs 6.4) istri mempunyai otoritas terhadap anak-anaknya sebagai seorang ibu ( Efs 6.1-20 dan model ini adalah model keluarga Kristen yang dikehendaki Tuhan. B. Peranan Suami Sebagai Imam dalam keluarga Ada 3 fungsi utama seorang imam, yaitu; 1. Mempersembahkan korban, korban yang dipersembahkan seorang imam adalah untuk dirinya sendiri dan seluruh jemaat, korban yang dipersembahkan untuk menguduskan dirinya dan seluruh jemaat. Di dalam lingkungan keluar, peranan seorang suami sebagai seorang imam dalam atau bagi keluarganya adalah menjaga kekudusan dirinya sendiri dan anak-anaknya 2. Menaikkan doa syafaat. Tugas seorang imam menaikkan doa syafaat kepada Tuhan untuk kepentingan umat Tuhan atau dikatakan bahwa ia menjadi penengah antara Tuhan dan umatNya dan juga penengah antara iblis dan anak-anakNya. Suami Kristen juga menjadi pendoa syafaat atau penengah bagi istri dan anak-anaknya. 3. Memberkati. Dimana suami Kristen harus memberkati umat Tuhan, demikian juga suami Kristen wajib memberkati dan menjadi berkat bagi keluarganya dengan cara melayani istri dan anak-anaknya dalam hal berkat materi dan berkat jiwani dan berkat batiniah bagi istri. Pdt. R.H.L. Tobing, S.Th.MA

Tidak ada komentar: