Rabu, 26 Oktober 2016

Khotbah Pelantikan Pengurus Punguan Sitorus Bekasi dan Sekitarnya Minggu 16 Okt 2016



Mazmur 133:1-3
Judul: Berkat atas kasih persaudaraan
Mazmur 133 ialah pernyataan iman mengenai kasih persaudaraan umat Tuhan. Bila kasih itu ada, maka berkat Tuhan pun melimpah.
Kristus merumuskan ulang hukum Allah di Perjanjian Lama menjadi: "Kasihilah Tuhan Allahmu..., dan kasihilah sesamamu manusia..." Kasih kepada Allah menjadi dasar kasih kepada sesama. Kasih kepada sesama menjadi bukti dan wujud kasih kepada Allah. Kasih kepada sesama hanya mungkin ada pada orang-orang yang sudah lebih dahulu mengalami kasih Allah.
Mazmur 133 melukiskan keindahan kasih kepada sesama saudara. Kasih Allah yang sudah dialaminya menjadi kekuatan bagi komunitas anak-anak Allah untuk dapat saling mengasihi. Mereka pun akan belajar mengasihi sesama yang belum menjadi komunitas umat Allah.
Mazmur 133 juga melukiskan bagaimana komunitas persaudaraan kasih tersebut menyenangkan Allah sehingga Dia mencurahkan berkat-Nya yang limpah. Seperti minyak urapan yang melimpah dan turun atas diri Harun, demikian berkat yang melimpah itu akan dialami anak-anak Tuhan seperti imam yang karena pengurapan atasnya, dapat melayani Tuhan di rumah-Nya. Berkat Tuhan ini pasti akan dialami dan dinikmati umat-Nya, yang mewujud dalam tindakan saling mengasihi dan saling memberkati!
Sedangkan embun yang turun dari Hermon sampai ke Sion, menggambarkan keajaiban berkat Tuhan mengingat kedua bukit itu terpisah jauh secara geografis. Maka kelimpahan berkat ini secara ajaib akan menyeberang dari komunitas umat Tuhan kepada sesama yang di luar komunitas itu.
Bila kita termasuk dalam komunitas persaudaraan karena kasih, pastilah kasih Allah akan mengalir juga melalui kita kepada sesama manusia di luar sana! Wujud kasih itu ialah kita berani berbagi berkat Allah kepada mereka, sama seperti kita berbagi berkat kepada sesama saudara!
Kalau disuruh memilih, hidup rukun dan tidak rukun (harmonis dan tidak harmonis), saya pikir jarang ada orang, bahkan mungkin tidak ada yang memilih untuk hidup tidak rukun atau tidak harmonis. Namun kenyataannya yang justru sering terjadi ialah hidup yang tidak/kurang rukun. Tidak rukun dengan mertua, dengan sesama saudara, dengan pasangan, dengan anak-anak, dengan tetangga, antar etnis, kelompok dan golongan, antar bangsa, dsb. Mengapa bisa demikian? Banyak faktor yang menyebabkannya. Diantara banyak penyebab tersebut penyebab utama karena kita kurang atau tidak mampu menghargai orang lain sebagaimana ia ada. Kita mau orang lain seperti yang kita mau/harapkan. Ketika itu tidak  terjadi, apa lagi ketika kita sudah berusaha mengubahnya dengan memberi menasehati, membimbing atau mengarahkannya, dsb, namun juga tidak berubah, kekecewaan kita akan semakin dalam yang akhirnya mempengaruhi hubungan kita menjadi tidak harmonis. Tidak demikian dengan seorang Samaria dalam cerita Yesus. Ketika ia melihat orang yang membutuhkan pertolongan segera ia bertindak menolong. “Belas kasihan” yang mengalir dalam hatinya mendorongnya ngenghargai orang yang “tersamun” tersebut sebagai sesama manusia. Tidak hanya merasa kasihan, tetapi melakukan tindakan konkrit dengan memberikan pertolongan. Jadi hati yang masih dialiri rasa belas kasihanlah yang memungkinkan kita mengharagai orang lain, mengasihi dan bertindak menjadi sesama bagi orang lain tanpa terkecuali.
Bagaimana supaya dalam hati kita senantiasa tergerak oleh belas kasihan, sehingga kita boleh hidup saling menghargai sebagai sesama ciptaan Tuhan? Jawabannya adalah jikalau kita tinggal dan hidup dalam Tuhan Yesus[2] dan mau dipimpin oleh Roh Kudus[3].
Kasih dalam 1Korintus 13:4-7
Berikut ini, kita akan mencoba mempelajari secara lebih mendalam masing-masing dari kasih itu Menurut R. Paulus dlm 1 Kor 13 itu:
 Kasih itu sabar” (1 Korintus 13:4)
Kata “sabar” dalam bahasa Yunani adalah kata kerja “makrothumeo” yang tersusun dari kata “makros” yang berarti “panjang” dan “thumos” yang berarti “kemarahan”. Dengan kata lain, “makrothumeo” berarti “perlu waktu yang panjang sebelum marah1" dan merupakan lawan dari “cepat marah”. "Makrothumeo" lebih bermakna sabar terhadap orang daripada sabar terhadap keadaan. Karena untuk sabar terhadap keadaan terdapat kata Yunani yang lain, yang akan digunakan nanti dalam bagian yang sama dalam 1 Korintus. Jadi, kasih berarti tidak cepat marah kepada orang lain, tidak mudah marah. Sebaliknya, kasih itu menanggung dengan sabar.
Kasih itu murah hati” (1 Korintus 13:4)
Ciri lain dari kasih adalah murah hati. Kata kerja bahasa Yunani untuk “murah hati” adalah “chresteuomai” yang hanya dipergunakan di sini dalam Perjanjian Baru. Namun, kata itu digunakan beberapa kali, dalam dua bentuk yang berbeda. Yang satu dalam bentuk kata sifat “chrestos” dan yang lain dalam bentuk kata benda “chrestotes”. “Chrestos” berarti “baik, lemah lembut, baik hati, ramah, menunjukkan kedermawanan yang aktif meskipun tanpa dibalas ucapan terimakasih”. Jadi, “chresteuomai” berarti menunjukkan chrestos diri yaitu kelembutan hati, kebaikan, kemurahan hati sekalipun tanpa dibalas sikap atau ucapan terima kasih
Kata nyanyian ziarah dari Daud ini menggambarkan situasi saat itu, di mana kebiasaan orang Israel yang berkumpul beramai-ramai membangun tenda untuk merayakan hari-hari perayaan tertentu. Nyanyian ziarah bukan berarti nyanyian ke kuburan tapi nyanyian arak-arakan karena bangsa Israel waktu itu merayakan hari-hari tertentu[4]. Sungguh, alangkah baiknya dan indahnya itulah kata-kata pembukaan dimana Daud mau menggambarkan suasana umat berbagai penjuru Israel berkumpul di Yerusalem di dalam kerukunan, keakuran, keharmonisan, dan keguyuban.
Pemazmur menggambarkan berkat-berkat kerukunan itu dalam dua gambaran. Yang pertama, “seperti minyak yang baik di atas kepala meleleh ke janggut, yang meleleh ke janggut Harun dan ke leher jubahnya”. Minyak mempunyai makna kesukaan[5], keharuman[6], ketentraman[7], juga penyucian[8]. Sehubungan dengan minyak pengurapan imam, kelimpahan minyak urapan menggambarkan bahwa Tuhan memberkati umatnya dengan berkelimpahan melalui persekutuan mereka. Kedua, akibat atau dampak kesatuan/kerukunan itu digambarkan juga “seperti embun gunung Hermon yang turun ke atas gunung-gunung Sion”.  Walaupun secara geografis, kedua lokasi Gunung Hermon dan Sion tersebut jauh sekali, tapi adalah sebuah mujizat jika embun dapat mengalir begitu jauhnya. Begitulah kasih dan kuasa Tuhan mengalir ke semua manusia, apalagi ke setiap anak-Nya yang hidup dalam persekutuan yang rukun. Sesungguhnya hidup dalam persekutuan yang rukun/harmonis sudah merupakan mujizat anugrah ilahi dimana berkat pribadi saling dibagikan untuk keberuntungan bersama. Persekutuan demikianlah yang menyenangkan hati Tuhan sehingga Ia mencurahkan berkat-berkatnya atas mereka.


Tidak ada komentar: