Mazmur 133:1-3
Judul: Berkat atas
kasih persaudaraan
Mazmur
133 ialah pernyataan iman mengenai kasih persaudaraan umat Tuhan.
Bila kasih itu ada, maka berkat Tuhan
pun melimpah.
Kristus merumuskan
ulang hukum Allah di Perjanjian Lama menjadi: "Kasihilah Tuhan Allahmu..., dan kasihilah sesamamu manusia..."
Kasih kepada Allah menjadi dasar kasih kepada sesama. Kasih kepada sesama
menjadi bukti dan wujud kasih kepada Allah. Kasih kepada sesama hanya mungkin
ada pada orang-orang yang sudah lebih dahulu mengalami kasih Allah.
Mazmur
133 melukiskan keindahan kasih
kepada sesama saudara. Kasih Allah yang sudah dialaminya menjadi kekuatan
bagi komunitas anak-anak Allah untuk dapat saling mengasihi. Mereka pun akan
belajar mengasihi sesama yang belum menjadi komunitas umat Allah.
Mazmur
133 juga melukiskan bagaimana komunitas persaudaraan kasih tersebut menyenangkan Allah sehingga
Dia mencurahkan berkat-Nya yang limpah. Seperti minyak urapan yang melimpah dan
turun atas diri Harun, demikian berkat yang melimpah itu akan dialami anak-anak
Tuhan seperti imam yang karena pengurapan atasnya, dapat melayani Tuhan di
rumah-Nya. Berkat Tuhan ini pasti akan
dialami dan dinikmati umat-Nya, yang mewujud dalam tindakan saling
mengasihi dan saling memberkati!
Sedangkan
embun yang turun
dari Hermon sampai ke Sion, menggambarkan keajaiban berkat Tuhan mengingat
kedua bukit itu terpisah jauh secara
geografis. Maka kelimpahan berkat ini secara ajaib akan menyeberang dari
komunitas umat Tuhan kepada sesama yang di luar komunitas itu.
Bila
kita termasuk dalam
komunitas persaudaraan karena kasih, pastilah kasih Allah akan mengalir juga
melalui kita kepada sesama manusia di luar sana! Wujud kasih itu ialah kita
berani berbagi berkat Allah kepada mereka, sama seperti kita berbagi berkat
kepada sesama saudara!
Kalau
disuruh memilih, hidup rukun dan tidak rukun (harmonis dan tidak harmonis), saya pikir jarang ada
orang, bahkan mungkin tidak ada yang memilih untuk hidup tidak rukun atau tidak
harmonis. Namun kenyataannya yang justru
sering terjadi ialah hidup yang tidak/kurang rukun. Tidak rukun dengan mertua, dengan sesama saudara, dengan
pasangan, dengan anak-anak, dengan tetangga,
antar etnis, kelompok dan golongan, antar bangsa, dsb. Mengapa bisa
demikian? Banyak faktor yang menyebabkannya. Diantara banyak penyebab tersebut
penyebab utama karena kita kurang atau tidak mampu menghargai orang lain sebagaimana ia ada. Kita mau orang lain
seperti yang kita mau/harapkan. Ketika itu tidak terjadi, apa lagi ketika kita sudah berusaha
mengubahnya dengan memberi menasehati, membimbing atau mengarahkannya, dsb,
namun juga tidak berubah, kekecewaan kita akan semakin dalam yang akhirnya
mempengaruhi hubungan kita menjadi tidak
harmonis. Tidak demikian dengan seorang
Samaria dalam cerita Yesus. Ketika ia melihat orang yang membutuhkan
pertolongan segera ia bertindak menolong. “Belas kasihan” yang mengalir dalam
hatinya mendorongnya ngenghargai orang yang “tersamun” tersebut sebagai sesama
manusia. Tidak hanya merasa kasihan, tetapi melakukan tindakan konkrit dengan
memberikan pertolongan. Jadi hati yang masih dialiri rasa belas kasihanlah yang
memungkinkan kita mengharagai orang lain, mengasihi dan bertindak menjadi
sesama bagi orang lain tanpa terkecuali.
Bagaimana
supaya dalam hati kita senantiasa tergerak oleh belas kasihan, sehingga kita boleh hidup saling
menghargai sebagai sesama ciptaan Tuhan? Jawabannya adalah jikalau kita tinggal
dan hidup dalam Tuhan Yesus[2] dan mau
dipimpin oleh Roh Kudus[3].
Kasih
dalam 1Korintus 13:4-7
Berikut ini, kita akan
mencoba mempelajari secara lebih mendalam masing-masing dari kasih itu Menurut
R. Paulus dlm 1 Kor 13 itu:
“Kasih
itu sabar” (1 Korintus 13:4)
Kata
“sabar” dalam bahasa
Yunani adalah kata kerja “makrothumeo”
yang tersusun dari kata “makros”
yang berarti “panjang” dan “thumos” yang berarti “kemarahan”. Dengan kata lain,
“makrothumeo” berarti “perlu waktu yang
panjang sebelum marah1" dan merupakan lawan dari “cepat marah”.
"Makrothumeo" lebih bermakna sabar terhadap orang daripada sabar
terhadap keadaan. Karena untuk sabar terhadap keadaan terdapat kata Yunani yang
lain, yang akan digunakan nanti dalam bagian yang sama dalam 1 Korintus. Jadi,
kasih berarti tidak cepat marah kepada orang lain, tidak mudah marah.
Sebaliknya, kasih itu menanggung dengan sabar.
Kasih
itu murah hati” (1 Korintus 13:4)
Ciri lain dari kasih adalah murah hati. Kata kerja bahasa
Yunani untuk “murah hati” adalah
“chresteuomai” yang hanya dipergunakan di sini dalam Perjanjian Baru. Namun,
kata itu digunakan beberapa kali, dalam dua bentuk yang berbeda. Yang satu
dalam bentuk kata sifat “chrestos” dan yang lain dalam bentuk kata benda
“chrestotes”. “Chrestos” berarti “baik,
lemah lembut, baik hati, ramah, menunjukkan kedermawanan yang aktif meskipun tanpa dibalas ucapan terimakasih”.
Jadi, “chresteuomai” berarti
menunjukkan chrestos diri yaitu kelembutan hati, kebaikan, kemurahan hati
sekalipun tanpa dibalas sikap atau ucapan terima kasih
Kata nyanyian ziarah
dari Daud ini menggambarkan situasi saat itu, di mana kebiasaan orang Israel
yang berkumpul beramai-ramai membangun tenda untuk merayakan hari-hari perayaan
tertentu. Nyanyian ziarah bukan berarti nyanyian ke kuburan tapi nyanyian
arak-arakan karena bangsa Israel waktu itu merayakan hari-hari tertentu[4]. Sungguh,
alangkah baiknya dan indahnya itulah kata-kata pembukaan dimana Daud mau
menggambarkan suasana umat berbagai penjuru Israel berkumpul di Yerusalem di dalam
kerukunan, keakuran, keharmonisan, dan keguyuban.
Pemazmur
menggambarkan berkat-berkat kerukunan itu dalam dua gambaran. Yang pertama, “seperti minyak yang
baik di atas kepala meleleh ke janggut, yang meleleh ke janggut Harun dan ke
leher jubahnya”. Minyak mempunyai makna
kesukaan[5], keharuman[6], ketentraman[7], juga
penyucian[8]. Sehubungan
dengan minyak pengurapan imam, kelimpahan
minyak urapan menggambarkan bahwa Tuhan
memberkati umatnya dengan berkelimpahan melalui persekutuan mereka. Kedua,
akibat atau dampak kesatuan/kerukunan itu digambarkan juga “seperti embun
gunung Hermon yang turun ke atas gunung-gunung Sion”. Walaupun secara geografis, kedua lokasi
Gunung Hermon dan Sion tersebut jauh sekali, tapi adalah sebuah mujizat jika embun dapat mengalir begitu jauhnya.
Begitulah kasih dan kuasa Tuhan mengalir ke semua manusia, apalagi ke setiap
anak-Nya yang hidup dalam persekutuan yang rukun. Sesungguhnya hidup dalam
persekutuan yang rukun/harmonis sudah merupakan mujizat anugrah ilahi dimana
berkat pribadi saling dibagikan untuk keberuntungan bersama. Persekutuan demikianlah yang menyenangkan
hati Tuhan sehingga Ia mencurahkan berkat-berkatnya atas mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar