Sdr/i yang dikasihi Tuhan Yesus
Dewasa ini orang buta seperti
Bartimeus banyak yang sudah memperlengkapi diri dengan keterampilan sehingga
mereka dapat hidup lebih layak. Tetapi pada zaman Yesus, tidak ada pekerjaan
lain yang dapat dilakukan oleh orang yang buta selain mengemis. Hal ini
menempatkan mereka pada posisi yang sangat rendah dalam jenjang sosial. Davis
O.Dykes mengatakan, “Pengemis saat itu hanya sedikit lebih berharga
daripada anjing.” Ini artinya bahwa mereka nyaris dipandang sama seperti
anjing. Tidak ada perlindungan atau jaminan social bagi para pengemis seperti
Bartimeus. Jika tidak ada keluarga atau orang yang mau menanggung hidupnya,
maka ia harus mengemis dan mengharapkan belas kasihan orang. Inilah situasi
menyedihkan yang dialami Bartimeus.
Bartimeus memang buta, tetapi
seperti kebanyakan orang buta lainnya, ia memiliki pendengaran yang tajam. Kemungkinan besar ia sudah lama mendengar
tentang Yesus, Sang Pembuat Mujizat itu; ia
mendengar bagaimana Yesus telah membuat orang lumpuh berjalan dan orang
buta melihat serta berbagai tanda ajaib yang sudah dilakukan-Nya. Bartimeus
memang tidak pernah melihat Yesus dan bagaimana Ia melakukan tanda-tanda ajaib
itu, namun ia percaya bahwa Yesus berkuasa. Ketika Yesus lewat, ia berteriak, “Yesus,
Anak Daud, kasihanilah aku!” Ia percaya bahwa Yesus juga berkuasa
mencelikkan matanya. Istilah “Anak Daud” yang dipakainya, menunjukkan
pengharapannya tentang Mesias yang akan datang sebagai Raja.
Satu pelajaran penting yang
dapat kita lihat di sini bahwa Bartimeus memang buta secara jasmani, tetapi tidak secara rohani. Mata rohaninya jelas terbuka, ia dapat
melihat Yesus sebagai Mesias yang berkuasa. Bandingkan dengan orang banyak yang
masih meminta tanda kepada Yesus sekalipun mereka sudah berkali-kali
menyaksikan Yesus melakukan mujizat (Yohanes 6:30). Di sisi lain, para imam dan
ahli-ahli Taurat yang adalah pengajar firman Allah justru masih mempertanyakan
kuasa Yesus (Markus11:27-33)
Sungguh kenyataan yang
memprihatinkan bagi orang-orang yang celik secara jasmani, namun tidak pernah
mempercayai Yesus dan kuasa-Nya. Ada-ada saja dalih yang dikemukakan untuk
menolak-Nya. Berkali-kali mereka menyaksikan bahkan mengalami mujizat, namun
tetap saja mereka tidak mau menerima dan percaya kepada Yesus sepenuhnya.
Mintalah agar Tuhan memberikan iman percaya dan mata rohani yang terbuka kepada
Anda.
Iman
kepada Tuhan
memampukan seseorang melihat segala sesuatu dengan mata batin yang jernih,
pemikiran yang terang. Di balik penderitaan yang dialaminya, ia mampu melihat
celah kekuatan batin untuk mengalami, menyelami serta memaknai penderitaan itu
sebagai sebuah perjalanan hidup penuh arti. Sekalipun perjalanan hidup menjadi
misteri, tetapi bersama pertolongan Tuhan Allah, ia mampu berharap ada
keindahan di balik perjalanan yang penuh liku itu.
Setiap orang pasti mempunyai harapan
dalam hidupnya. Bisa berupa kehidupan yang layak, kedudukan atau karier yang
mantap, relasi yang baik, dan sebagainya. Kalau boleh memilih kita “ingin masa
muda bisa berfoya-foya, masa tua bahagia, matipun masih masuk surga, enak to!
Mantep to!” (kata almarhum Mbah Surip). Jika disuruh memilih: kita cenderung
memilih mahkota daripada salib. Kita memilih yang enak dan mapan ketimbang
memilih perjuangan, apalagi penderitaan. Tetapi apa yang dialami Ayub dan
Bartimeus tidaklah demikian. Mereka berdua hidup dalam penderitaan –bergumul
dalam penderitaan– bergumul dalam pengharapan– dan bergumul dalam keimanannya
kepada Tuhan. Seandainya kita yang mengalami hal seperti Ayub atau Bartimeus,
mungkin kita akan mudah berkata: ‘di saat saya sudah berusaha untuk saleh dan
taat, ternyata saya masih menderita. Di situ terkadang saya merasa sedih’
Lalu apa yang menjadi harapan orang
menderita seperti Bartimeus yang buta, Bagi Bartimeus tentu yang diharapkan adalah
pemulihan. Bagi Bartimeus tentu keinginannya agar dia dapat melihat sebab
selama itu ia hidup dalam kegelapan. Ia hanya bisa mendengar cerita orang
tentang cerahnya sinar matahari, tanpa bisa melihatnya.
Bartimeus
Bergumul Dalam Penderitaan.
Kisah penderitaan Bartimeus yang
mengharukan ini menunjukkan bahwa pada akhirnya Bartimeus puas. Yang menarik
adalah, Bartimeus puas bukan karena telah mendapatkan jawaban, tetapi
karena wawasan yang baru bahwa hak-hak manusia bukanlah yang terpenting di
dalam desain Allah. Kehendak dan kedaulatan Allah, itulah yang terpenting.
Bartimeus seorang buta, miskin, sendiri, hidup dari belas kasihan orang lain.
Ada apa dengan Bartimeus? Apakah ia seorang pemalas yang harus mengalami dampak
dari “kristalisasi kemalasannya?” Ternyata Bartimeus bukanlah tipe orang yang
malas, yang tidak mau bangkit dari keadaan seperti anggapan orang saat itu.
Justru Bartimeus adalah tipe orang yang berkemauan keras dan berkeyakinan bahwa
suatu saat ia akan terbebas dari penderitaan. Apakah keyakinan Bartimeus
berlebihan? Secara kasat mata mustahil bagi Bartimeus untuk terpenuhi harapannya.
Tetapi, semua keraguan kebanyakan orang saat itu pupus ketika Yesus melintasi
kota Yerikho, dalam perjalanan menuju Yerusalem.
Berita bahwa Yesus akan lewat,
membuat hati Bartimeus tergerak untuk meminta perhatian Yesus. Cemoohan dan
hardikan orang banyak bukan penghalang bagi Bartimeus untuk terus berseru
kepada Yesus. Bartimeus yakin bahwa inilah saat yang tepat baginya untuk
bangkit dari ketidakberdayaan, untuk hidup normal seperti kebanyakan orang.
Usaha kerasnya tidak sia-sia. Sapaan “Anak Daud, kasihanilah aku” menunjukkan
bahwa siapa Yesus telah sampai ke telinga Bartimeus, dan itu menggerakkan hati
Yesus.
Bartimeus
Bergumul Dalam Pengharapan.
Bartimeus mengakhiri pergumulan
hidupnya dengan merefleksikan hidupnya dalam terang jawaban Allah. Kita juga
melihat bahwa harapan Bartimeus yang dilandasi iman, yaitu agar ia dapat
melihat, digenapi. Harapan itu menuntun dia memasuki masa pemuridan dan
pengenalannya akan Yesus, yang saat itu dalam perjalanan menuju salib. Peristiwa
ini juga memperlihatkan sikap Bartimeus sebagai seorang murid. Responsnya untuk
meninggalkan segala sesuatu demi mengikut Yesus, yang dilambangkan dengan
‘melemparkan jubahnya’ (ayat 50), bertolak belakang dengan orang kaya yang
tidak rela meninggalkan harta miliknya (ayat 17 dst). Keinginannya ‘hanya untuk
dapat melihat’ juga bertolak belakang dengan Yakobus dan Yohanes yang minta
kedudukan. Belajar dari Bartimeus, sesungguhnya kita dapat menghayati, meskipun
ia buta secara fisik, tetapi dapat melihat Tuhan dengan imannya.
Bartimeus
Bergumul Dalam Iman.
Dari Bartimeus kita belajar tentang
iman yang benar, yaitu iman yang diarahkan kepada Allah sendiri. Keyakinan yang
didasari iman yang hidup itu tidak hanya membuatnya mampu bertahan tetapi lebih
lagi membuatnya mengalami perkara besar dalam hidupnya.
Masing-masing kita, baik tua maupun
muda, dapat terhisab dalam perkara besar Allah sejauh dasarnya adalah iman yang
benar dan hidup. Di balik mahkota, mesti ada salibnya. Mahkota tanpa salib
adalah hampa. Kenikmatan tanpa sebuah perjuangan menjadi kosong, kurang
memiliki nilai. Mari beriman di balik perjuangan bahkan penderitaan, di balik
itu ada makna dan pengharapan. Hidup memang berjalan terus, namun segala
sesuatu ada waktunya. Badai datangpun akan berlalu. Lihatlah cakrawala baru
dari Allah dan temukan keindahan dalam misteri Ilahi.