Perdamaian sangat dibutuhkan pada jaman ini, bagaimana kita bisa berdamai dengan sesama, dengan Tuhan dan diri sendiri.Semua ini hanya dapat kita peroleh dari Dia dan FirmanNya sebagai Madu Surgawi.
Selasa, 10 September 2013
Khotbah Minggu 29 September 2013 Matius 25:34-40 Thema: “Melakukan Kebajikan Bagi Orang yang Hina”
Segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku (Ayat 40)
Nats Khotbah kita ini seringkali dijadikan landasan atau dasar rujukan dalam mengingatkan dan mendorong orang kristen untuk melaksanakan perintah agung Tuhan Yesus yang kedua yakni mengasihi sesama manusia (Mat. 22:39). [Bagian ini (Mat. 25:31-46) menekankan bahwa Injil selalu berkaitan dengan berbagai implikasi sosial]. Dengan demikian, orang percaya mempunyai kewajiban untuk menunjukkan kepedulian sosialnya terhadap kaum yang kurang beruntung secara sosial dan ekonomi. Mereka yang berstatus sosial rendah karena dibelenggu oleh kemiskinan, berpendidikan minim sebab tidak ada biaya untuk membayar uang sekolah, kekurangan makanan dan minuman, yang hidup di gubuk reyot atau tuna wisma, menjadi pengangguran karena tidak ada kesempatan kerja, dan berbagai kondisi sosial mengenaskan lainnya adalah objek yang patut untuk merasakan kehangatan kasih kristiani secara konkret.
Di manakah mereka? Ada dekat di sekitar kita! Namun kerapkali terlupakan dan terlewatkan oleh lawatan kasih para pengikut Kristus.
Secara lebih spesifik, ayat yang dipakai untuk menggugah kesadaran sosial dan mengetuk pintu nurani orang kristen supaya tergerak melakukan tindakan kasih ialah ayat 40 yang berbunyi, “...sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (lihat juga ayat 45). Perkataan Kristus inilah yang menjadi titik tolak lahirnya penafsiran dari perspektif sosial.
Di sini terbaca dengan jelas bahwa Tuhan Yesus mengidentikkan diri-Nya dengan mereka yang dililit oleh kekurangan (the needy). Bahkan realita yang lebih menggetarkan hati adalah kaum miskin ini telah diterima dan diakui sebagai saudara oleh Kristus sendiri.
Pada saat sekarang ini, Tuhan Yesus adalah satu pribadi yang tidak terlihat secara lahiriah oleh mata jasmani kita. Tetapi itu tidak berarti Ia absen dalam dunia ini. Kristus tetap hadir, dan terlebih penting lagi Ia telah menampilkan kehadiran-Nya di dalam dan melalui keberadaan rakyat jelata yang hidupnya jauh berada di bawah garis kecukupan.
Dengan jiwa yang dipenuhi oleh luapan pergolakan simpati sosial, Tuhan Yesus dapat merasakan kelaparan dan kehausan tatkala orang miskin menderita kekurangan makanan dan minuman untuk mempertahankan hidup mereka. Kristus menjadi orang asing yang tidak memiliki tempat berteduh dalam diri mereka yang “homeless” (tuna wisma). Ia juga menggigil kedinginan di tengah mereka yang tidak mempunyai selembar baju untuk menutupi ketelanjangannya. Yesus mengerang kesakitan di antara pribadi-pribadi yang sedang sekarat di rumah sakit atau tempat-tempat lainnya. Ia juga mengalami kesendirian yang sepi dan kesepian yang tersendiri pada diri orang-orang yang terhukum dalam penjara pengap karena ketidakadilan. Kenyataan pahit dan memilukan hati inilah yang dirasakan oleh Kristus dalam pengalaman pengidentikkan diri-Nya dengan golongan papah. Nyatalah bahwa Ia tidak hanya berkenosis untuk tujuan soteriologis melainkan juga demi untuk misi sosial, yaitu keberpihakan pada golongan yang diremehkan oleh dunia.
Ayat-ayat dalam perikop ini, khususnya ayat 40 dan 45, nampaknya memiliki daya dorong psikologis yang kuat untuk menggedor pintu hati orang kristen agar terbuka, berkomitmen dan terlibat dalam tindakan nyata yang dapat meningkatkan harkat dan martabat kaum prasejahtera melalui perbaikan kondisi kehidupan mereka (pengentasan kemiskinan). Jika orang miskin yang hina karena berada pada posisi terendah menurut skala sosial masyarakat adalah saudara-Nya Kristus dan Ia menjadi akrab dengan pergumulan dan penderitaan mereka, apakah realita ini tidak cukup keras berbicara untuk membuat hati kita tersentuh dan mau berbuat sesuatu yang terbaik bagi-Nya?
Benarkah kita sungguh-sungguh mengasihi Kristus? Kalau kita mengasihi Dia dengan segenap hati dan sepenuh jiwa, maka, akankah Dia dibiarkan menderita kelaparan dan kehausan? Masakan kita menelantarkan-Nya sebagai orang asing yang tidak punya tempat tinggal? Tegakah kita melihat-Nya gemetar kedinginan karena tidak berpakaian? Tidakkah kita akan melawat-Nya dengan pelayanan yang sebaik-baiknya? Seorang pengikut Kristus sejati pastilah memiliki kerinduan jiwa yang kuat untuk berusaha secara maksimal melakukan hal-hal yang terbaik dalam menyenangkan hati-Nya. Bagaimana caranya? Dengan menunjukkan caring terhadap saudara-Nya, yakni orang-orang miskin. Karena, melalui kenosis sosial-Nya, maka semua tindakan, perhatian dan kepedulian kita terhadap orang miskin pada hakikatnya adalah “…kamu telah melakukannya untuk Aku,” demikian kata Kristus. Namun, apakah hal-hal terindah dan terbaik sudah dialami oleh Kristus? Ternyata tidak! Karena masalah kemiskinan tetap menjadi fakta yang menyolok dalam realita kehidupan saat ini.
Penutup:
Sekalipun Tuhan telah berjanji kepada Nuh tidak akan mendatangkan air bah lagi, tetapi hujan lebat sering membuat beberapa daerah seakan tenggelam, ini menjadi satu tanda peringatan bahwa manusia semakin serakah dan tidak pernah merasa cukup. Melalui bencana2 itu Tuhan mempunyai maksud supaya kita berbagi kasih. Perhatian dan kepedulian kita sebagai orang percaya haruslah nyata kepada siapapun yang terkena musibah dan bencana.
Dalam matius 25:34-40 "Dan Raja itu akan berkata kepada mereka yang disebelah kanan-Nya: Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang disediakan bagimu sejak dunia dijadikan. Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku. Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku". Ayat-ayat ini sedang berbicara kepada kita tentang kepedulian yang harus kita tunjukkan kepada sesama kita bahkan kepada orang-orang yang paling hina dan membutuhkan pertolongan.
Kasih yang nyata lebih kuat dari ribuan khotbah tentang kasih.
1. Kasih dan bentuk kepeduliaan seperti apa yang diinginkan oleh Yesus?
2. Sudahkah saudara mempraktekkan jenis kasih ini dalam hidupmu?
Dalam Yesaya 58:6-7 "Bukan! Berpuasa yang Kukehendaki, ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdakakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk, supaya engkau memecah-mecah rotimu bagi orang yang lapar dan membawa kerumahmu orang miskin yang tak punya rumah, dan apabila engaku melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri!". Sudahkan kita mengasihi secara horizontal yaitu sesama manusia? Tuhan mau memperingatkan kita semua, tidak peduli yang belum bertobat ataupun anak Tuhan, supaya jangan serakah. Sekrang saatnya kita diberi kesempatan mempraktekkan kasih Tuhan yang ada dalam kita secara kongkrit yang dapat dilihat dunia.
Doa: Tuhan Yesus, saya mau mengulurkan tangan saya dengan apa yang saya miliki untuk dibagi kepada mereka yang membutuhkannya. Amin
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar