Senin, 12 Agustus 2013

Khotbah Minggu 01 September 2013 Daniel 3: 13-18. Thema: “Hanya Kepada Allah saja kami Menyembah”

KETEGUHAN IMAN DIBUKTIKAN DALAM KESETIAAN KEPADA ALLAH Bacaan: Daniel 3:12, Roma 13:1-7, 1 Timotius 2:1-2, 1 Petrus 2:13-17 Bayangkan jika kita dihadapkan pada situasi seperti apa yang dialami Sadrakh, Mesakh dan Abednego. Mereka bertiga dihadapkan pada raja Nebukadnezar karena mereka tidak mau menyembah patung yang didirikan raja Nebukadnezar. Dalam marah dan geramnya, Nebukadnezar memerintahkan ketiga orang tersebut untuk menghadap dirinya (ay. 13). Perlu diketahui bahwa pada saat itu posisi Sadrakh, Mesakh, dan Abednego sudah tinggi, yaitu sebagai penguasa pemerintahan wilayah Babel (Dan 2:49). Akan tetapi mereka tetap takut kepada Allah dan tidak mau menyembah patung tersebut. Nebukadnear bertanya kepada mereka bertiga, mengapa mereka tidak mau sujud menyembah kepada patung emas yang didirikan raja Nebukadnezar (ay. 14). Dalam pembicaraan itu pun raja Nebukadnezar menawarkan kesempatan sekali lagi bagi Sadrakh, Mesakh, dan Abednego. Dalam bahasa sehari-hari mungkin raja berkata, “Ayolah Sadrakh, Mesakh, dan Abednego, kalian cukup sujud saja kok, tidak perlu macam-macam, yang penting orang banyak bisa melihat kalian tunduk terhadap perintahku. Setelah itu kamu pasti akan kuberi harta dan posisi yang bagus bagimu” (ay. 15a). Raja Nebukadnezar pun mungkin sudah membujuk ketiga orang tersebut agar mau menyembah patung itu, dan ketika mereka tetap bersikukuh tidak mau menyembah, maka raja pun mengancam akan menghukum mereka dengan mencampakkan ke perapian yang menyala-nyala (ay. 15b). Nebukadnezar merupakan raja Babel, dimana pada saat itu bangsa Babel menyembah banyak dewa, terlebih karena bangsa Babel saat itu merupakan bangsa yang besar, yang telah mengalahkan banyak bangsa-bangsa lain, sehingga bangsa Babel mungkin saja mengenal banyak dewa-dewa, baik dari kebudayaan asli mereka sendiri, maupun dari bangsa-bangsa yang mereka jajah. Itulah mengapa Nebukadnezar sampai berkata, “Dewa manakah yang dapat melepaskan umatNya dari perapian yang menyala-nyala tersebut?” (ay. 15c). Itu adalah pikiran logis seorang manusia, apalagi seorang raja yang berkuasa. Akan tetapi Sadrakh, Mesakh dan Abednego punya pandangan yang berbeda. Mereka bertiga tahu bahwa mereka tidak akan mungkin menang berdebat kepada raja (ay. 16). Akan tetapi di balik itu semua mereka bertiga pun tahu bahwa Allah mereka yang mereka sembah adalah Allah yang berbeda dengan dewa-dewa lain. Mereka tahu bahwa Allah mereka adalah Allah yang berkuasa, yang tidak ada bandingannya dengan allah manapun di dunia ini. Perhatikan jawaban Sadrakh, Mesakh dan Abednego: “Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja” (ay. 17). Mereka percaya Allah sanggup melepaskan mereka dari perapian yang menyala itu, tetapi semuanya kembali lagi kepada kehendak Allah. Jika Allah mau, maka apa yang diinginkan Allah pasti terlaksana. Bagi Tuhan tidak ada yang mustahil (Yer 32:17 & 27). Namun perhatikan kembali ayat selanjutnya: “Tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu” (ay. 17). Ini adalah sikap yang luar biasa dari Sadrakh, Mesakh, dan Abednego. Mereka tidak memaksakan kehendak mereka akan tetapi berserah kepada kehendak Allah. Jika Allah mau melepaskan, mereka pasti akan selamat. Jika tidak pun, mereka akan tetap beribadah kepada Allah dan menjaga kekudusan mereka dengan tidak menyembah patung yang ada. Inilah tingkatan doa atau permintaan yang tertinggi, yaitu membiarkan kehendak Allah yang terjadi dan tidak memaksakan kehendak kita. Pada intinya, apa yang dilakukan Sadrakh, Mesakh, dan Abednego hampir mirip dengan doa Yesus di taman Getsemani (Mat 26:39). Jika kita mau jujur, berapa kali kita berdoa dengan memaksakan kehendak kita? Berapa kali kita memaksa: “Tuhan, jawab doa kami”. Bagaimana jika ternyata Tuhan tidak menjawab doa kita? Ingat bahwa Sadrakh, Mesakh dan Abednego pastilah ingin agar Allah mereka melepaskan mereka. Mereka adalah orang-orang yang luar biasa, yang sangat taat kepada Tuhan walaupun risikonya adalah kehilangan nyawa mereka. Apakah ketika mereka tidak ditolong Tuhan maka Tuhan itu tidak berkuasa? Tidak, Tuhan tetap adalah Tuhan yang berkuasa apapun nanti jawaban Tuhan atas permintaan mereka. Sadrakh, Mesakh, dan Abednego tahu akan hal itu, dan mereka percaya sepenuhnya kedalam tangan Tuhan, sekalipun doa mereka tidak dijawab Tuhan pun. Sudahkah kita juga memiliki pola pikir seperti ini? Biarlah kehendakMu yang jadi Tuhan, dan jangan kehendak kami. Penutup: Posisi kesetiaan iman (pistis) dalam keselamatan. Ternyata melalui kesetiaan iman kepada Tuhan Yesus kristus, orang-orang yang percaya mendapat perlindungan dan penjagaan oleh kekuatan Allah kepada keselamatan yang disediakan dann dinyatakan pada akhir zaman. Jadi warga negara Surgawi adalah orang-orang yang senantiasa setia pada imannya dan yang tidak akan meninggalkan imannya walau apapun yang terjadi. Banyak orang yang tidak setia dengan Tuhan hanya gara-gara harta dunia yang tidak kekal. Bahkan ada yang rela meninggalkan Tuhan karena sesuap nasi. Tetapi orang yang menjadi warga negara Surga tidak pernah meninggalkan Imannya dan terus setia, walau resiko yang dihadapi adalah persoalan yang sangat berat. Orang-orang yang seperti inilah yang akan menerima perlindungan dari Tuhan. Sadrakh, Mesakh dan Abednego dalam kitab Daniel 3:13-18 adalah salah satu contoh kisah yang luar biasa tentang kesetiaan iman. Mereka adalah orang biasa yang memiliki kesetiaan yang luar biasa. Bentuk dari kesetiaan mereka yang luar biasa adalah mereka adalah orang yang tetap tidak akan menyembah pada apapun juga selain pada Allah yang mereka sembah, walaupun saat itu mendapat ancaman yang berakibat kematian. Bahkan sekalipun mereka tidak mendapat pertolongan dari Tuhan, mereka tetap mempertahankan kesetiaan mereka. Ini adalah kesetiaan iman yang luar biasa! Amin

Tidak ada komentar: