Perdamaian sangat dibutuhkan pada jaman ini, bagaimana kita bisa berdamai dengan sesama, dengan Tuhan dan diri sendiri.Semua ini hanya dapat kita peroleh dari Dia dan FirmanNya sebagai Madu Surgawi.
Senin, 29 Juli 2013
Khotbah Minggu 11 Agustus 2013 "Amos 8: 4-7"
Pengantar:
Standard etis-moral iman Kristen mengacu kepada Sepuluh Firman Allah. Standard etis-moral tersebut sangat tepat. Karena melalui Sepuluh Firman tersebut kita dapat bercermin bagaimanakah kita harus mengasihi Allah dan sesama. Itulah hukum kasih yang utama. Namun ternyata melaksanakan Sepuluh Firman Allah tidak menjamin kita untuk melaksanakan kasih secara utuh.
Sebab Sepuluh Firman merupakan hukum-hukum Allah yang hanya melarang kita untuk melakukan dosa-dosa yang kelihatan. Namun dosa-dosa yang tidak kelihatan namun potensial untuk kita lakukan tidak terakomodasikan kecuali hukum ke sepuluh, yaitu: “Jangan mengingini rumah sesamamu; jangan mengingini isterinya, atau hambanya laki-laki, atau hambanya perempuan, atau lembunya atau keledainya, atau apapun yang dipunyai sesamamu" (Kel. 20:17). Jenis dosa-dosa yang tidak kelihatan namun potensial untuk kita lakukan merupakan 7 dosa maut (“Seven deadly sin”), yaitu: kesombongan, iri-hati, amarah, serakah, nafsu-birahi, rakus, dan malas. Karena itu bisa terjadi umat tidak pernah melanggar Sepuluh Firman Allah secara formal dan ritual, tetapi mereka justru secara intensif melakukan 7 dosa maut tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Keterangan/Khotbah:
Allah Pemilik Kehidupan
Kitab Amos bukan sekedar suatu berita tentang gerakan sosial yang membela keadilan bagi orang-orang yang tertindas. Walaupun berita kitab Amos menyampaikan perlawanan kepada ketidakadilan dan penindasan kepada sesama yang lemah. Namun kitab Amos tetap menempatkan Allah sebagai pemilik kehidupan dan pencipta seluruh umat manusia. Karena itu kitab Amos menyebut nama Allah sebagai Allah semesta alam (Am. 5:27). Prinsip keadilan dan kebenaran yang seharusnya terjadi dalam kehidupan ini ditempatkan dalam kerangka Allah semesta alam, sehingga seluruh umat manusia tanpa terkecuali adalah milik Allah. Apabila Allah adalah pemilik kehidupan, maka Allah menentang setiap umat yang menindas sesamanya. Di Am. 8:4 diawali dengan perkataan “Dengarlah ini”. Pernyataan ini mengingatkan kita ketika Allah berfirman di Ul. 6:4-5, yaitu: “Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa! Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu”. Dengan ungkapan “dengarlah” (syema) di Ul. 6:4-5 menegaskan 2 prinsip utama, yaitu: prinsip pertama tentang pengakuan iman (kredo) bahwa Tuhan itu esa. Allah itu satu-satunya, dan tidak ada yang lain. Dan juga prinsip kedua adalah implementasi dari pengakuan iman, yaitu panggilan dan kewajiban etis-moral setiap umat untuk mengasihi Allah dengan segenap kedirian mereka. Sedang di Am. 8:4, kata “dengarlah” ditempatkan sebagai suatu teguran Allah kepada umat yang mengaku percaya dan beriman kepada Allah yang esa, namun mereka menginjak-injak orang miskin dan membinasakan orang sengsara. Jelas sikap ambigu atau mendua bukanlah sikap yang berkenan kepada Allah. Kita tidak mungin mempermuliakan Allah dengan menyengsarakan orang lain baik secara batin maupun secara fisik.
Sikap umat Israel khususnya para pedagang dan orang-orang kaya yang berbisnis pada zaman Amos sedemikian loba untuk memperoleh keuntungan, sehingga mereka kurang mendukung umat Tuhan secara keseluruhan melaksanakan ibadah di bulan baru dan hari Sabat. Mereka berharap ibadah di bulan baru dan Sabat dapat cepat berlalu agar mereka dapat segera menjual gandum dan terigu. Mereka merasa waktu yang tersedia selama 6 hari tidaklah cukup untuk memperoleh keuntungan. Karena itumereka berharap dapat memperoleh keuntungan juga pada hari ketujuh, yakni hari Sabat. Selain itu mereka berharap dapat menggunakan bulan baru yang mengawali setiap bulan sebagai kesempatan untuk memperoleh “keuntungan tambahan”. Karena setiap bulan baru umat Israel ke Bait Allah untuk mempersembahkan kurban ucapan syukur atau perayaan ibadah. Selama ibadah hari Sabat atau perayaan bulan baru mereka manfaatkan untuk mengkorup hari-hari yang dikuduskan bagi Tuhan. Dengan demikian para pedagang atau orang-orang yang kaya yang berbisnis itu telah bersikap serakah, loba atau tamak terhadap kekayaan. Walaupun mereka telah memperoleh kekayaan yang berlimpah, mereka masih menganggap belum mampu memenuhi keinginan yang diharapkan. Mereka kemudian memperlakukan orang-orang miskin dengan cara menindas, menginjak-injak dan membinasakan mereka. Hawa-nafsu serakah telah menutup hati-nurani, sehingga mereka berlaku kejam dan sewenang-wenang kepada sesamanya. Tepatnya sikap serakah akan membuat seseorang melihat sesama yang lebih lemah sebagai pihak yang dapat dijadikan korban sebagai pemuas hawa-nafsunya.
Penutup:
Menegaskan kepada kita, bahwa Tuhan semesta alam adalah satu-satunya pemilik kehidupan ini, maka Tuhan menentang setiap ketidakadilan. Perilaku umat Israel yang tidak adil terhadap sesamanya yang dinyatakan dalam bentuk keserakahan, kelicikan, kecurangan, pemerasan dan kekejaman mengeksploitasi sesama yang miskin dan lemah itu mendatangkan murka Tuhan. Tuhan menentang dan murka kepada setiap umat yang berperilaku tidak adil dan tidak jujur terhadap sesamanya. "Dengarlah ini, kamu yang menginjak-injak orang miskin, dan yang membinasakan orang sengsara di negeri ini dan berpikir: "Bilakah bulan baru berlalu, supaya kita boleh menjual gandum dan bilakah hari Sabat berlalu, supaya kita boleh menawarkan terigu dengan mengecilkan efa, membesarkan syikal, berbuat curang dengan neraca palsu, supaya kita membeli orang lemah karena uang dan orang yang miskin karena sepasang kasut; dan menjual terigu rosokan?" TUHAN telah bersumpah demi kebanggaan Yakub: "Bahwasanya Aku tidak akan melupakan untuk seterusnya segala perbuatan mereka!" (Amos 8: 4-7).
Para pedagang demikian materialistis sehingga mereka menginginkan hari Sabat cepat berlalu supaya mereka dapat melanjutkan perdagangan mereka. Kita harus bertanya pada diri sendiri: Apakah saya demikian terlibat dalam mencari uang sehingga hampir tidak memperhatikan firman Allah dan kemajuan kerajaan-Nya? Menurut Tuhan Yesus sendiri, kita tidak dapat melayani Allah dan Mamon sekaligus.
Amen. RHL
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar