Perdamaian sangat dibutuhkan pada jaman ini, bagaimana kita bisa berdamai dengan sesama, dengan Tuhan dan diri sendiri.Semua ini hanya dapat kita peroleh dari Dia dan FirmanNya sebagai Madu Surgawi.
Kamis, 16 Agustus 2012
"Mengampuni Itu Indah" Mateus 5: 22-25; 6:12
Seorang guru membawa sekeranjang kentang ke dalam kelas. Setiap anak diminta untuk mengambil kentang. Masing-masing satu kentang untuk setiap orang yang pernah membuat mereka sakit hati. “Bawalah kentang ini kemanapun kalian pergi; ke sekolah, ke gereja, mandi,tidur. Pokoknya jangan dilepas. Sampai minggu depan,” perintah sang guru.
Para murid melakukannya. Seminggu kemudia mereka kembali ke kelas. Sang guru bertanya, “bagaimana perasaan kalian dengan kentang itu?”. Para murid komplain. Ada yang bilang tidak enak. Bikin repot. Kentangnya jadi busuk dan berbau tidak sedap. Pokoknya semua murid sangat terganggu dengan kehadiran kentang itu. Gurunya berkata, “begitulah juga kalau kita terus memendam rasa sakit hati. Kita sendiri yang tidak enak. Seperti membawa kentang-kentang itu”.
Pernah dibuat kesal sama seseorang? Pernah merasakan sakit hati? Dikecewakan? Kebencian? Amarah yang sampai ke ubun-ubun? Pada saat seperti itu, kata maaf seolah lenyap dari kamus hidup kita. Tiada maaf bagimu. Seperti diungkap oleh grup musik Chicago: “It’s hard to say I’m sorry”. Tidak jarang yang terlintas malah keinginan untuk balas dendam. Bahkan kerap menggunakan istilah yang rohani: “biar Tuhan yang membalas semua perbuatan jahatnya”. Tuhan malah diajak “berkolusi” dalam dendam.
Kekecewaan, kesedihan, kebencian, amarah, dan sakit hati adalah rasa yang paling mengobrak-abrik jiwa. Ada sebuah ungkapan bernada canda dalam sebuah lagu: lebih baik sakit gigi, daripada sakit hati. Sakit fisik seolah lebih mudah dihadapi daripada sakit batin. Konon orang lebih gampang kurus kalau makan hati.
Dalam doa Bapa Kami, ada bagian “dan ampunilah kami atas segala kesalahan kami, seperti kamu juga telah mengampuni yang bersalah kepada kami”. Mungkin saking terbiasanya orang mengucapkan doa Bapa Kami, termasuk bagian ini. Sehingga kurang terhayati. Terucap tanpa tekad untuk melaksanakan.
Tapi ada juga yang rada “sadar diri”. Karena masih punya dendam dengan sesama, masih tidak bisa memaafkan saudara, kolega, atau sahabatnya, maka ketika diajak mengucapkan doa Bapa Kami, dan sampai pada bagian tersebut, ia memilih tidak menyebutkannya. Biar tidak merasa berdosa kepada Tuhan.
Padahal megampuni adalah panggilan kita orang percaya. Mengapa? Karena Tuhan sudah lebih dulu mengampuni. Dengan kata lain, kalau saat ini kita tidak dapat mengampuni orang lain, maka pastikan dulu diri kita adalah orang yang sama sekali tidak pernah berbuat dosa.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar