Pendahuluan
Yunus, yang
namanya berarti “merpati”, diperkenalkan sebagai putra Amitai (Yun 1:1). Ia
disebut dalam (2Raj 14:23-25) sebagai 1) nabi kepada kerajaan Utara Israel
semasa pemerintahan Yerobeam II (793-753 SM); 2) Ia berasal dari Gat-Hefer,
tiga sampai lima kilometer Utara Nazaret di Galilea. Pelayanan nubuatan Yunus
terjadi tidak lama sesudah masa pelayanan Elisa (2 Raj 13:14-19), bertumpang
tindih dengan masa pelayanan Amos (Am 1:1) dan diikuti oleh pelayanan Hosea
(Hos 1:1). Walaupun kitab ini tidak menunjukkan penulisnya, beberapa ahli
teolog Perjanjian Lama menyatakan bahwa kita ini ditulis oleh Yunus sendiri,
sekitar tahun +760M.
Yunus
dipanggil Allah untuk mengingatkan Niniwe tentang hukuman Allah atas kota itu
karena dosa-dosa mereka. Niniwe adalah ibukota Asyur, suatu bangsa yang amat
fasik, kejam dan dursila (Nah 1:11; 2:12; 3:1,4,16,19). Israel membenci orang Asyur dan memandang mereka sebagai
ancaman besar. Niniwe terletak sekitar 800 KM Timu laut Galilea
kitab ini
ditulis dengan tiga tujuan yaitu: 1) untuk menunjukkan kepada Israel dan
bangsa-bangsa lainnya betapa besarnya dan luasnya kasih sayang tindakan Allah
yang menyelamatkan melalui pemberitaan pertobatan, 2) untuk menunjukkan melalui
pengalaman Yunus betapa jauhnya Israel telah jatuh dri panggilan missioner yang
semula menjadi terang bagi orang-orang yang tinggal dalam kegelapan; dan 3)
untuk memperingatkan Israel yang berpaling dari Allah bahwa Allah dalam kasih
kemurahanNya telah mengutus bukan hanya satu tetapi banyak nabi untuk
menyampaikan berita pertobatannya agar menghindarkan hukuman dan dosa yang
tidak bisa dielakkan. Tetapi berbeda dengan Niniwe, Israel telah menolak nabi-nabi Allah
dan tawaranNya untuk bertobat dan menerima kemurahanNya
Penjelasan
I. Kemarahan Yunus atas tindakan
Allah yang mengampuni orang-orang Niniwe (3:10-4:5)
Ketika
Yunus pergi ke Niniwe, ia berseru: “40 hari lagi Niniwe akan
ditunggangbalikkan!” Mendengar berita itu orang-orang Niniwe begitu
terkejut dan ketakutan. Itu artinya akan ada malapetaka besar yang akan
membinasakan mereka. Setelah itu, mulai dari rakyat jelata sampai raja
Niniwe mulai bepuasa. Mereka menyatakan mau berbalik dari segala
kejahatan mereka. Para prajurit mungkin berjanji bahwa mereka tidak
akan lagi menyiksa tawanan perang dengan sangat kejam. Atau seluruh
rakyat mungkin berjanji bahwa mereka tidak akan lagi menyembah berhala. Ketika
Allah melihat respons mereka, Allah yang penuh kasih itu menunjukkan belas
kasihan-Nya. Allah membatalkan hukuman dan mengampuni dosa mereka.
Yunus tidak senang ketika ia melihat pengampunan Allah bagi orang Niniwe.
Dalam hatinya Yunus bertanya-tanya: “Mengapa Yahweh harus mengampuni
orang-orang yang jahat itu? Lalu Yunus merasa kesalsehingga ia
marah. Kemarahan Yunus ini seperti api yang menyala-nyala.
Kemudian ia berdoa: “Ya TUHAN, aku tahu bahwa Engkau adalah Allah yang pengasih
dan penyayang. Aku tahu bahwa Engkau mengasihi umat-Mu.” Yunus tahu
benar siapa Allah yang ia layani. Lalu apa masalahnya? Kemudian
Yunus berkata lagi: “Mengapa sekarang Engkau juga menunjukkan kasih-Mu kepada
orang-orang Niniwe itu? Mereka itu tidak pantas dikasihani, seharusnya
mereka dihukum karena kejahatan mereka! Aku tidak ingin melihat mereka
diperlakukan sama seperti Engkau memperlakukan umat-Mu. Kalau begini
jadinya, lebih baik aku mati daripada hidup!”
Setelah itu, Allah kemudian bertanya kepada Yunus: “Layakkah engkau marah?”
Yunus tidak menjawab pertanyaan Allah. Mungkin Yunus merasa dia
berhak marah kepada Allah karena menurutnya Allah telah salah bertindak.
Namun sebenarnya Yunus tidak mempunyai hak untuk marah. Kalau Yahweh
adalah Allah yang pengampun dan Yunus hanyalah hamba-Nya, apa haknya untuk
marah terhadap tindakan Allah?
II. Pelajaran dari Allah bagi Yunus
(ay 6-11)
Yunus tidak tahu bahwa Allah, Sang Pencipta sedang
mempersiapkan suatu pelajaran bagi dirinya. Allah akan memakai ciptaannya-Nya supaya Yunus bisa
memahami kasih Allah kepada orang Niniwe. Allah menumbuhkan
sebatang pohon jarak di dekat pondoknya. Yunus terkejut dan sangat
gembira melihat ada sebatang pohon jarak yang sangat rindang. Yunus sudah
membayangkan betapa sejuknya ketika ia berada di dalam naungan pohon itu
khususnya di siang hari yang sangat panas.
Keesokan harinya, ternyata ada dua buah kejutan bagi
Yunus. Ketika fajar menyingsing, Allah mengirimkan seekor ulat kecil
untuk merusak batang maupun akar pohon itu. Memang pohon jarak ini tampak
kokoh dan sangat rindang. Namun ternyata pohon ini mudah patah bahkan
rusak walaupun oleh kerusakan ringan pada batangnya. Pada akhirnya daun
dan pohon itu layu sebelum matahari terbit.
Belum hilang rasa terkejut dan kebingungan Yunus,
datanglah kejutan berikutnya. Allah mengirimkan angin timur dari arah
gurun. Angin timur atau sirocco ini terkenal dengan temperatur
panasnya yang menyengat. Sungguh Yunus begitu tersiksa dengan kondisi
ini. Ia menjadi sangat dehidrasi, lemas, dan lesu. Lalu
kemarahanitu berkobar kembali seperti api yang menyala-nyala dalam
hati Yunus. Yunus merasa ia tidak sanggup lagi bertahan
hidup. Ia berharap supaya ia mati saja.
Pada
saat itu, untuk yang kedua kalinya Allah bertanya “Layakkah engkau marah
karena pohon jarak itu?” Kali ini dengan sisa-sisa kekuatannya Yunus
menjawab: “Selayaknyalah aku marah sampai mati.”
Kemudian
Allah berkata kepada Yunus: “Engkau sayang kepada pohon jarak itu, yang
untuknya sedikitpun engkau tidak berjerih payah dan yang tidak engkau
tumbuhkan, yang tumbuh dalam satu malam dan binasa dalam satu malam pula.
Bagaimana tidak Aku akan sayang kepada Niniwe, kota yang besar itu, yang
berpenduduk lebih dari seratus dua puluh ribu orang, yang semuanya tak
tahu membedakan tangan kanan dari tangan kiri, dengan ternaknya yang banyak?”
Saudara, memang Alkitab tidak mencatat apa reaksi Yunus terhadap perkataan
Allah ini. Namun tidaklah berlebihan jika kita menduga bahwa perkataan
Allah ini seperti anak panah yang menancap tepat di hati Yunus. Kalau
dirinya saja begitu sayang pada pohon jarak, apalagi Allah, Sang Pencipta
tentunya lebih lagi menyayangi ciptaan-Nya. Rupanya Yahweh tidak hanya
mengasihi Israel sebagai umat pilihan-Nya, tetapi Ia juga mengasihi semua
manusia dari bangsa manapun.
Saudara, bukankah Yesus juga mengasihi semua
orang? Sesungguhnya, tidak ada seorangpun yang layak untuk dikasihi
oleh Tuhan Yesus karena semuanya adalah manusia berdosa. Namun, Ia datang
ke dunia ini untuk mencari orang-orang berdosa (Luk. 5:31-32). Karena
kasih-Nya, Yesus rela mati untuk orang-orang yang sebenarnya
tidak layak untuk dikasihi ini. Justru karena ketidaklayakkan itulah
maka Ia menganugerahkan kasih-Nya kepada manusia berdosa. Allah tidak
ingin Yunus terjebak dalam pemahamannya yang salah sehingga Allah menggunakan
cara yang tepat untuk mengajari hamba-Nya ini.
Renungan
sering sekali kita manusia membentuk Allah seperti konsep pola
pikir kita sebagai manusia. Jika manusia berbuat baik kepada orang yang baik
kepadanya, maka “harusnya” Allah juga hanya peduli kepada orang-orang yang
memperhatikan orang yang setia kepadaNya. Konsep pikiran manusia membuat
manusia gagal memahami eksistensi Allah. Kita mengenal Allah, kita bekerja
untuk Allah, kita hidup di rumah Allah tapi kita oleh pikiran kita menjadi
tidak mengenal Allah sebagai Allah yang penuh cinta kasih, di mana kasihNya
melampaui dosa manusia, sehingga memberi AnakNya yang tunggal untuk manusia,
supaya manusia berdosa bisa beroleh keselamatan, tidak binasa melainkan beroleh
hidup yang kekal (Yoh3:16-21)
Kasih Allah tidak terbatas, tidak berkesudahan dan tidak pilih
kasih. Meskipun kita ingin lebih diutamakan Tuhan dan membatasi kasihNya kalau boleh menghukum orang yang
berbuat jahat pada kita, tapi kasih Alllah tidak dapat dimonopoli. Kalau
sebelumnya Allah Israel melihat Allah, sebagai Allah mereka, dan mereka adalah
bangsa Allah, Kitab Yunus membuka tabir keuniversalan Allah, bahwa Allah
terbuka secara luas bagi semua orang, bahkan kepada orang yang tidak tahu
membedakan tangan kanan dan tangan kirinya sekalipun.
kecemburuan, egoisme, dan sombong diri membuat kita lebih hebat
dari Allah, sehingga keputusan Allahpun harus sesuai dengan keinginan kita.
Maunya, Allah menyesuaikan kehendakNya kedalam kehendak kita, buka kita yang
menyesuaikan kehendak kita kepada kehendakNya. Manusia membatasih Allah
seukuran dengan pikirannya. sudaut pandang yang berbeda inilah menjadikan kita
lebih mencintai pohon jarak dari hidup manusia. Maka sebagai umat pilihan,
marilah kita menunjukkan kepedulian kita bagi semua orang (Luk, 18-19), cinta
alam, tapi lebih cinta pada manusia. Menjadi umat yang pro-kehidupan. Amen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar