I.
Pendahuluan
Dalam
buku Injil ini si pengarang tidak menyebut namanya. Namun “Injil Matius[2]”
yang biasanya dipakai, hanya berdasarkan satu tradisi yang tua. Matius adalah
seorang pemungut cukai di Kapernaum, tetapi ia dipanggil oleh Yesus dan
dijadikan muridNya (Mat. 9:9-134). Injil ini di tuliskan untuk orang-orang
Yahudi sezamannya. Kitab ini hanya
mempunyai satu maksud yaitu: membuktikan dengan jelas, bahwa Yesus adalah
Mesias yang sekian lamanya dijanjikan oleh Allah. Di dalam Yesus segala nubuat
dalam Perjanjian Lama telah digenapi. Tidak kurang dari 47 kali Matius mengutip
nats-nats dari Perjanjian Lama, hal itu untuk membuktikan, bahwa dalam diri
Yesus telah digenapi apa yang dulu dituliskan oleh para nabi. Tujuan dari
maksud Matius ini adalah agar orang-orang Yahudi pada masa itu, membaca nubuat
lama dengan teliti, dan melihat bahwa seluruh hidup Yesus adalah penggenapan
dari apa yang telah lama dinubuatkan. Jelas, kalaupun Matius adalah seorang
pemungut cukai namun dia tetap paham tentang hal-hal yang tertulis dalam
Perjanjian Lama.
Para
Ahli Perjanjian Baru menduga, bahwa Injil Matius ini baru dikarang oleh Matius
kira-kira tahun 80, dengan dua alasan:
1. Pada tahun 70
terjadi satu peristiwa yang penting. Pada Tahun itu Bait Allah yang indah di
Yerusalem dibakar habis oleh tentara Romawi, ketika orang Romawi mengalahkan
oran Tahudi, yang telah memberontak terhadap pemerintahan Romawi. Ahli-ahli
pada umumnya menganggap hal itu sebagai suatu tanda bahwa injil Matius dikarang
setelah pembakaran Bait Allah yang terjadi pada tahun70. Justru oleh sebab
pembakaran Bait Allah sudah terjadi maka Injil Matius menekankan “pembakaran
kota” sebagai hukuman Tuhan terhadap orang yang tidak mendengar peringatan dari
Tuhan
2. Orang Yahudi
yang masih hidup, setelah Bait Allah dibakar dan setelah banyak orang Yahudi
yang dibunuh oleh tentara Romaawi, tidak dapat lagi mengejar tujuan politis
lagi. Mereka memusatkan perhatian kepada suatu reorganisasi rohani di bawa
pimpinan ahli-ahli Taurat.
II.
Pembahasan
Ayat 23-24: Dikatakan
diayat ini, bahwa Yesus masuk ke Bait Allah dan Ia hendak mengajar. Matius dan
Lukas sama-sama mengatakan bahwanya Yesus sedang mengajar ketika para pemuka
agama datang menghampiri Dia, namun Markus katakan Yesus sedang berjalan di
Bait Allah lalu para pemuka-pemuka mendatangi Dia, dapat penafsir simpulkan
bahwa kemungkinan Yesus mengajar sambil berjalan, lalu para pemuka-pemuka agama
datang menhampiri Dia serta bertanya kepada Ia: “dengan kuasa manakah Engkau melakukan-hal-hal itu? ”. “Hal-hal
itu” yang dimaksud oleh para pemuka-pemuka
agama itu dalam pertanyaannya adalah apa yang telah dilakukan Yesus dalam dunia
pelayananNya. “dan siapakah yang yang memberikan kuasa itu kepadaMu”, dalam hal
ini, apa yang di persoalkan orang-orang para pemuka agama adalah bukan mengenai
benar atau tidaknya apa yang telah dilakukan Yesus, namun yang menjadi
masalahnya adalah “otoritas kuasa” siapa yang digunakan Yesus dalam dunia
pelayanNya , yang dalam sepengetahuan mereka “pemuka-pemuka agama” bahwa Yesus
bukanlah iman dan ahli Taurat. Yang
jelas isi dari pertanyaan para pemuka agama itu adalah hanya untuk mencari
kesalahan Yesus di hadapan rakyat dan di muka pemerintah Romawi serta para
pemuka-pemuka agama ingin menghentikan pengajaran yang sedang dilakukan Yesus
di Bait Allah. Sebanarnya apa yang dilakukan oleh Yesus sudah sangat jelas
siapa yang ber-otoritas dalam pelayananNya, dalam mujizat-mujizat yang
dilakukan Yesus menunjukkan Ke-Illahian Yesus dan itulah otoritasNnya.
Setelah
para pemuka agama Yahudi menanyakan suatu pertanyaan kepada Yesus dan Yesus-pun
tidak langsung menjawab apa yang menjadi pertanyaan mereka, dan Yesus berbalik
bertanya kepada kepada para pemuka-pemuka agama itu. Sikap yang ditunjukkan
oleh Yesus adalah sikap rabi-rabi Yahudi yang sering menjawab pertanyaan dengan
mengajukan suatu pertanyaan pula. Memang jelas dalam nats ini, Yesus membuka
ruang untuk berdialog kepada para pemuka-pemuka agama Yahudi pada saat itu.
Ayat 25-27: “Megapa
Yesus menanyakan mengenai Yohanes Pembaptis?”. Pertanyaan yang diajukan Yesus
memang tepat pada tempatnya, karena ada hubungan yang erat antara Yesus dan
Yohanes. Yohanes telah menjadi perintis jalan untuk Yesus, dan Yesus sendiri
telah dibaptis oleh Yohanes (Mat.3:13). Yohanes adalah orang yang mengakui
bahwa Yesus adalah Anak Allah (Yoh. 1:32-34), hasil dari jawaban pertanyaan
Yesus ini merupakan inti dari pertanyaan yang disampaikan para Ahli-ahli Taurat
kepada Yesus mengenai “ dengan kuasa manakah Engkau melakuka hal-hal itu”. Dalam
hal ini Yesus ingin tekankan “siapa kah yang berkuasa akan baptisan Yohanes”.
Pertanyaan Yesus membuat dilema bagi seluruh ahli-ahli Taurat dan para Imam
yang mendengarkan pertanyaan itu. “Jika mereka katakan dari sorga, maka Yesus
akan bertanya lagi kepada mereka ‘mengapa kalian tidak mempercayainya?’”, dan
“jika mereka mengatakan manusia, maka orang banyak akan menganggap Yohanes
adalah nabi”. Para Imam dan ahli Taurat tidak mampu memjawab pertanyaan Yesus
dengan realita apa yang mereka saksikan, sehingga mereka menjawab “kami tidak
tahu”. Dengan jawaban para Ahli Taurat itu, Yesus-pun tidak menjawab pertanyaan
yang mereka sampaikan sewaktu Yesus mengajar di Bait Allah.
Setelah
Yesus berdialog dengan para Imam dan ahli taurat maka Yesus kembali bercerita
kepada para pemuka agama Yahudi mengenai “Perumpamaan dua orang anak”.
Ayat 28-30 ““Penyesalan
merupakan awal untuk masuk ke dalam kerajaan sorga[3]”,
ayat ini dilatarbelakangi dari ayat sebelumnya, dimana para pemimpin agama
Yahudi menanyakan kekuasaanNya, Yesus mengajukan kepada mereka dua pilihan yang
sangat sulit untuk dipilih, Apakah Yohanes pembaptis berasal dari Allah atau
manusia. Para pengecam menunjukkan betapa kurangnya iman mereka dengan
berpura-pura mengatakan bahwa mereka tidak tahu. setelah itu Yesus meneruskan
percapakan dengan anggota-anggota pemuka agama, Ia menyerang mereka dalam
sebuah perumpamaan. Dan Yesus menyampaikan kepada para pemuka Agama Yahudi itu
mengenai gambaran iman mereka, Yesus mengambarkan bagaikan anak yang pertama
yang menjawab bapanya dengan sopan namun tidak melakukan apa yang diperintahkan
kepadanya[4],
sedangkan anak yang kedua yang menolak suruhan bapanya namun melaksanakannnya
setela ia menyesali diri, ini diwakili oleh orang-orang non Yahudi yang sering
digambarkan sebagai anggota masyarakat yang berdosa yang diasingkan dari
komunitas masyarakat Yahudi. Namun Yesus dalam ini, menitikberatkan kepada
sebuah penyesalan. Sering orang-orang Yahudi mengatakan secara khusus bahwa
mereka menyebut diri mereka sebagai orang yang benar, yang patuh dan menurut,
itulah mengapa Yesus mengatakan kepada mereka bahwa mereka adalah gambaran anak
yang pertama.
Ada apa dengan istilah penyesalan, sehingga
menyesal menjadi hal yang amat penting dalam kaitannya kepada kerajaan sorga?
(ayat 31-32), Menyesal dapat disamakan dengan istilah dalam Bahasa Yunani “metanoia”
yang kemungkinan lebih tepat dikatakan sebagai “bertobat” atau mengubah jalan
pikiran yang mengarah kepada jalan yang benat dan jalannya Tuhan. Namun diakhir
ayat 31 ini, Yesus mengatakan “mendahului kamu” yang artinya adalah bahwa para
tokoh Yahudi belum tertutup harapannya untuk merasakan kerajaan Sorga, asalkan
mereka mau bertobat dan mau merendahkan diri.
Dalam
ayat 32 ini, peranan Yohanes
pembaptis disinggung, karena ia melakukan tugasnya melalui baptisan pertobatan
yang ternyata banyak orang bersama pemungut cukai yang membaptiskan diri dan
mengaku/menyesali dosa-dosanya serta betobat.
Yohanes
datang dengan “jalan kebenaran”, yang berarti hidup sebagai seorang yang adil,
dan hidup dalam kebenaran Allah. Adalah mereka pemungut cukai dan perempuan-perempuan
sundal, yang percaya kepada Yohanes; mereka mengaku dosanya dan menerima
baptisan Yohanes sebagai materai pengampunan Tuhan, dan mereka memulai suatu
kehidupan yang baru (Mat.3). Dulu mereka menentang Allah, tetapi mereka
menyesali semua dosa-dosa mereka, sama seperti anak laki-laki yang kedua itu. Namun
para pemimpin agama itu puas dengan ucapan-ucapan yang saleh saja, tetapi tidak
menghormati Yohanes pembaptis sebagai utusan Allah dan tidak mau dibaptis
olehnya. Ada dua hal yang boleh diajarkan perumpaan ini kepada kita yakni: 1.)
kata-kata yang bagus dan saleh tanpa perbuatan-perbuatan yang sesuai dengan
ucapan merupakan suatu sikap yang munafik. 2.) orang yang menentang Tuhan
dengan terus terang, kadang-kadang lebih
cepat bertobat dari pada orang-orang yang memakai kata-kata yang bagus,
III.
Renungan
Seorang
yang disebut sebagai orang Kristen adalah orang yang mengakui Yesus Kristus
Jurus’lamat (dapat dikatakan orang yang telah bertobat dan orang yang mengakui
kuasa Allah). Banyak orang yang dahulu berbuat jahat atau yang dulunya hidup
dalam kegelaan, namun sekarang telah mengenal jalannya Tuhan bahkan firman
Tuhan telah menjadi standart dalam hidupnya. Orang yang hidup di dalam Tuhan
adalah orang yang mengarahkan hati dan pikirannya hanya kepada Allah. Firman
Tuhan menjadi yang menggerakkan hati manusia untuk menyatakan kesalahannya, dan
oleh karena Roh Allah manusia saat ini dikuatkan untuk memperbaharui hidupnya
sehingga apa yang kita hidupi sekarang ini adalah kehidupan yang dianugerahkan
Allah kepada kita.
Manusia
menyakini kuasa Allah maka manusia disatukan didalam cinta kasih Tuhan, dan
oleh karena firmanNya kita dikembalikan kepada kepercayaan yang menyatakan
bahwa Allah yang berkuasa dalam kehidupan ini, bukan ada allah lain.
[1] Dibawakan dalam sermon
Wilayah Jabodetabek, pada tanggal : 08 September 2014, di GKPI Jemaat Khusus
Rawalumbu
[2] Matius Septuaginta Bahasa Yunani:
Ματθαίος, Matthaios
adalah seorang Kristen yang
hidup pada abad pertama Masehi dan termasuk dalam keduabelas murid
Yesus, yang dicatat dalam Perjanjian Baru di Alkitab Kristen.
Ayahnya bernama Alfeus, dan ia pernah bekerja
sebagai seorang pengumpul pajak di Kapernaum.
[3] Matius lebih menggunakan Kerajaan Sorga daripada
Kerajaan Allah sebab sifatnya yang lebih ke arah Yahudi. Injil ini
memberitahukan kita bahwa Kerajaan Sorga
sudah mendekat dengan kedatangan Yesus. Yesus datang bukan untuk memimpin
pasukan pemberontak melawan Roma. Yesus adalah sosok yang lemah lembut dan rendah
hari, dan Ia mengatakan bahwa orang yang demikian yang akan masuk ke dalam
Kerajaan Sorga. Jalan masuk ke dalam Kerajaan Sorga adalah kasih karunia
sebagaimana menurut perumpamaan “Tentang dua orang anak”. Maka dari
itu, di sini sangat ditekankan tentang kasih karunia dan bukan karena perbuatan
manusia yang begitu berjasa. Matius
menggambarkan bahwa Kerajaan Sorga adalah sesuatu yang sudah ada dan akan
datang. Sudah ada saat Yesus datang ke dunia untuk mati dan menebus dosa
manusia. Akan datang yaitu saatØ Anak
Manusia datang untuk kedua kalinya. Pada saat inilah akan terjadi waktu menuai
dan akhir zaman (Mat.13:30;39) di mana orang yang setia dan tidak setia akan
dipisahkan untuk memperoleh kebahagiaan kekal dan hukuman kekal. Yesus banyak
menggunakan perumpamaan-perumpamaan untuk mengajar. Namun Matius-lah yang
mencatatnya paling banyak dibanding Injil-injil Sinoptis yang lain. Frasa “hal
Kerajaan Sorga seumpama …” ditemukan 12 kali dalam Injil Matius. Menurut Penafsir, perumpamaan itu digunakan
oleh Matius sebagai jawaban atas setiap permasalahan yang sedang dihadapi oleh
Yesus pada masa pelayananNya.
[4] Dalam bahasa Yunani anak
yang pertama itu menyapa bapanya dengan “kurie”
yang diterjemahkan dalam terjemahan indonesia LAI kata “bapa”, yang menunjukkan
suatu gelar penghormatan