Suatu saat lucifer (raja segala raja dari Iblis) mengumpulkan semua setan² baik setan muda, setan praktikum, dan setan² yg sudah tua yg mampu utk menggoda iman manusia. Dengan semangat dan suara yang kuat Lucifer mengumandangkan Pidatonya yg bertema: Mari Sama² Menjalin Kerjasama dalam Rangka Menghancurkan Kerajaan Kristen di Dunia ini"
Hari Pertama sesudah berlangsungya pidato tersebut, Lucifer langsung mengutus setan² itu untuk terjun dan berkeliaran di dunia. Malam..sudah larut dia menunggu laporan dari hamba²nya itu...satu orang datang..dan menangis... dan kemudian yang satu lagi datang...juga menangis...yg berikutnya juga demikian...MENANGIS!!! Akhirnya dia menutup pintu kamarnya dan berusaha untuk bertanya penyebabnya, mengapa kalian bertiga menangis...?....Setan (bertiga) menjawab: Iman mereka kuat!!! Nah ..kata Lucifer..sekarang pergi kalian dan bagi² kan uang ini untuk mereka...bisanya Manusia gampang di goda dengan Harta lihat saja Gayus Tambunan tegoda hanya karena uang. Dengan Hasil yang sama mereka juga kembali dengan Menagis terisak-isak!!! Melihat hal itu Lucifer menjadi berang dan sangat marah sekali.....dengan suara yang keras...dia menjerit dan bertanya siapa namanya yang berani membuat mereka menangis dan iman nya yg kuat seperti itu..lalu setan yang bertiga menjawab serentak: NAMANYA YESUS!!! Lucifer takut dan gemetar seperti di sambar petir.
Iman yang kuat akan membuat Iblis takut
mendekati kita!!!
Perdamaian sangat dibutuhkan pada jaman ini, bagaimana kita bisa berdamai dengan sesama, dengan Tuhan dan diri sendiri.Semua ini hanya dapat kita peroleh dari Dia dan FirmanNya sebagai Madu Surgawi.
Selasa, 30 Maret 2010
Rabu, 17 Maret 2010
“PILIHANMU SANGAT MENENTUKAN”
Pepatah kuno berkata: Pikir dahulu pendapatan, sesal kemudian tidak ada gunanya. Pepatah ini masih sangat relevan sampai saat ini didalam semua hal, agar tidak salah pilih, baik terhadap pasangan hidup, pasangan kerja dan lain-lain. Karena jika salah pilihan maka berbagai macam bencana akan tertuai.
Pilihan berhubungan dengan sikap dalam mengambil keputusan, jika salah mengambil keputusan juga akan menuai bencana. Jika saja rakyat salah memilih pimpinannya maka rakyat akan menderita, demikian juga gereja, salah memilih pimpinannya, salah memilih penatuanya akan berakibat buat jemaatnya.
Jabatan memang sesuatu yang patut dibanggakan, namun bagi kebanyakan orang bukan sekedar kebanggaan, tetapi bisa berubah menjadi kekuasaan atau kesombongan. Dalam situasi yang lain, jabatan dapat digunakan untuk mencari uang . Tetapi bagi mereka yang punya kesadaran, jabatan akan digunakan untuk tujuan pengabdian. Jabatan atau kekuasaan keduanya selalu berdampingan. Kekuasaan biasanya sangat ditentukan oleh jabatan, tetapi jabatan yang diperoleh dengan cara persaingan, inilah yang menjadi persoalan. Untuk situasi gereja, seharusnya jabatan dihayati sebagai tugas panggilan dan bukan hasil perjuangan.
Menurut Max Webert kekuasaan merupakan kemampuan untuk melaksanakan kemauan sendiri dalam suatu hubungan sosial, sekalipun harus mengalami perlawanan. Senada dengan pandangan ini, Van Doorn juga mengemukakan pendapatnya bahwa kekuasaan merupakan kemungkinan untuk menguasai alternatif-alternatif bertindak seseorang atau kelompok sesuai dengan tujuan. Apa yang dikemukakan Max Webert dan Van Doorn tentang kuasa dalam usaha untuk mencapai tujuan, tidak terlepas dari keinginan pribadi seseorang atau kelompok. Apakah itu dengan memanfaatkan kekuasaan dalam arti bertindak meskipun harus menggunakan kekerasan atau menggunakan uang.
Jabatan selaku Pendeta, Penatua, Majelis ataupun Guru Jemaat adalah merupakan panggilan untuk melayani. Bukan sebaliknya :”Jabatan digunakan untuk melampiaskan kekuasaan atau untuk menyampaikan rencana atau tujuan sendiri”. Dan tidak pula untuk mencari kehormatan.
Dietrich Bonhoeffer, Simartir yang dengan keras menentang Hitler mengatakan: When Christ calls a man, He bids him come and die . Ungkapan ini boleh jadi akan menakutkan . Betapa tidak ! Bila seseorang terpanggil untuk menunaikan tugas panggilannya,maka daripadanya dituntut pengorbanan sekalipun harus berhadapan dengan kekerasan bahkan kematian.
When Christ calls a man, He bids him come and die, ungkapan ini tidak hanya slogan semata, tetapi nyata. Tepatnya sembilan April Satu Sembilan Empat-empat, Dietrich Bonheeffer, harus mengahiri hidupnya ditiang gantungan, ia memilih kematian ketimbang penyangkalan terhadap Yesus, benar apa yang dikatakan Yesus dari Nazaret itu: “setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salib dan mengikut Aku”. Ungkapan ini memperhadapkan seseorang kepada pilihan. Tidak hanya menyangkal dalam arti meninggalkan perbuatan lama dan memulai perbuatan seperti yang diperbuat Yesus, tetapi juga memikul salib, yang berarti rela menanggung derita demi pelayanan, bukan sebaliknya mencari nama dan uang.
Salib memang berat, tetapi harus dijadikan sahabat. Kosuke Koyama mengatakan ‘Tak ada gagang pada salib’. Maksudnya tidak ada alat yang efisien untuk menguasai sesuatu, sesuai dengan keinginan kita. Lihat saja Yesus anak tukang kayu, Ia tidak mengusahakan alat yang lain untuk dapat membawa salib itu kemana-mana, seperti seorang pengusaha untuk menenteng tasnya. Mestinya salib harus diletakkan diatas pundak. Dalam kesempatan lain Yesus berkata: “Kuk yang kupasang itu enak dan beban Ku pun ringan”. Firman ini bernada menghibur, sekalipun merupakan pernyataan. Memilih salib disatu pihak merupakan beban dan dipihak lain merupakan sukacita.
Salib lambang kemenangan. Kemenangan yang telah lebih dahulu diperjuangkan Yesus. Kemenangan yang diperjuangkan dengan cara penyerahan. Jika demikian, bagi mereka yang memiliki lambang kemenangan, daripanya dituntut penyerahan kepada Yesus.
Ada satu ceritera dimana suatu ketika diadakan perlombaan menghabiskan sepiring bubur kacang hijau dengan menggunakan sebuah sendok yang panjangnya satu meter, setelah hitungan dimulai para peserta berusaha untuk menghabiskannya, tetapi sampai selesai tidak ada yang jadi pemenang, hanya tertawaan dari para penonton yang menjadi pemenang, sebab pemenang hanya ada jika diantara mereka ada kerja sama, seharusnya keinginan untuk jadi pemenang secara pribadi harus diurungkan. Jika ingin menjadi pemenang, maka kerja sama dengan seorang teman harus dilaksanakan. Oleh karena itu tidak perlu ngotot dan tetap bertahan pada keakuan menanggung bebanmu. Tidak perlu mancari jalan yang tidak benar untuk menjadi pemenang. Rasul Paulus berkata kepada jemaat Galatia 6:2 :”bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu, demikian kamu memenuhi hukum Kristus”. Sejalan dengan ucapan Paulus, Dietrich Bonhoeffer mengatakan: “seperti Kristus menanggung beban kita, demikian jugalah kita harus menanggung beban saudara-saudara kita”.
Memilih kerjasama berarti berusaha menghindarkan atau paling tidak mengurangi persoalan atau beban. Memilih kerjasama berarti mengutamakan kebersamaan, yang juga mengutamakan tugas panggilan. Dalam melaksanakan tugas panggilan, perlu ada kerjasama untuk mewujudkan suatu tujuan bersama.
Pilihan , ini sangat erat hubungannya dengan kepribadian seseorang. Dalam hubungan dengan jabatan di Gereja, pilihan juga melibatkan kepribadian Yang Maha Kuasa, caranya: ‘pilihan Dia percayakan kepada orang-orang pilihanNya’. Mungkin saja kita bertanya..! siapa gerangan orang-orang kepercayaanNya..? tentu mereka adalah orang-orang yang percaya kepadaNya. Karena itu:
1. Berhati-hatilah dalam mengambil keputusan untuk menentukan pilihanmu, lihat kepada diri anda..? tanyakanlah…mampukah saya..? pantaskah saya..?
2. Jika saudara telah terlibat didalam perlombaan, berhati-hati pula untuk mengambil keputusan, sebab keputusanmu bisa berakibat fatal bagi banyak orang. Amin.
Pdt. R.H.L. Tobing.
Pilihan berhubungan dengan sikap dalam mengambil keputusan, jika salah mengambil keputusan juga akan menuai bencana. Jika saja rakyat salah memilih pimpinannya maka rakyat akan menderita, demikian juga gereja, salah memilih pimpinannya, salah memilih penatuanya akan berakibat buat jemaatnya.
Jabatan memang sesuatu yang patut dibanggakan, namun bagi kebanyakan orang bukan sekedar kebanggaan, tetapi bisa berubah menjadi kekuasaan atau kesombongan. Dalam situasi yang lain, jabatan dapat digunakan untuk mencari uang . Tetapi bagi mereka yang punya kesadaran, jabatan akan digunakan untuk tujuan pengabdian. Jabatan atau kekuasaan keduanya selalu berdampingan. Kekuasaan biasanya sangat ditentukan oleh jabatan, tetapi jabatan yang diperoleh dengan cara persaingan, inilah yang menjadi persoalan. Untuk situasi gereja, seharusnya jabatan dihayati sebagai tugas panggilan dan bukan hasil perjuangan.
Menurut Max Webert kekuasaan merupakan kemampuan untuk melaksanakan kemauan sendiri dalam suatu hubungan sosial, sekalipun harus mengalami perlawanan. Senada dengan pandangan ini, Van Doorn juga mengemukakan pendapatnya bahwa kekuasaan merupakan kemungkinan untuk menguasai alternatif-alternatif bertindak seseorang atau kelompok sesuai dengan tujuan. Apa yang dikemukakan Max Webert dan Van Doorn tentang kuasa dalam usaha untuk mencapai tujuan, tidak terlepas dari keinginan pribadi seseorang atau kelompok. Apakah itu dengan memanfaatkan kekuasaan dalam arti bertindak meskipun harus menggunakan kekerasan atau menggunakan uang.
Jabatan selaku Pendeta, Penatua, Majelis ataupun Guru Jemaat adalah merupakan panggilan untuk melayani. Bukan sebaliknya :”Jabatan digunakan untuk melampiaskan kekuasaan atau untuk menyampaikan rencana atau tujuan sendiri”. Dan tidak pula untuk mencari kehormatan.
Dietrich Bonhoeffer, Simartir yang dengan keras menentang Hitler mengatakan: When Christ calls a man, He bids him come and die . Ungkapan ini boleh jadi akan menakutkan . Betapa tidak ! Bila seseorang terpanggil untuk menunaikan tugas panggilannya,maka daripadanya dituntut pengorbanan sekalipun harus berhadapan dengan kekerasan bahkan kematian.
When Christ calls a man, He bids him come and die, ungkapan ini tidak hanya slogan semata, tetapi nyata. Tepatnya sembilan April Satu Sembilan Empat-empat, Dietrich Bonheeffer, harus mengahiri hidupnya ditiang gantungan, ia memilih kematian ketimbang penyangkalan terhadap Yesus, benar apa yang dikatakan Yesus dari Nazaret itu: “setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salib dan mengikut Aku”. Ungkapan ini memperhadapkan seseorang kepada pilihan. Tidak hanya menyangkal dalam arti meninggalkan perbuatan lama dan memulai perbuatan seperti yang diperbuat Yesus, tetapi juga memikul salib, yang berarti rela menanggung derita demi pelayanan, bukan sebaliknya mencari nama dan uang.
Salib memang berat, tetapi harus dijadikan sahabat. Kosuke Koyama mengatakan ‘Tak ada gagang pada salib’. Maksudnya tidak ada alat yang efisien untuk menguasai sesuatu, sesuai dengan keinginan kita. Lihat saja Yesus anak tukang kayu, Ia tidak mengusahakan alat yang lain untuk dapat membawa salib itu kemana-mana, seperti seorang pengusaha untuk menenteng tasnya. Mestinya salib harus diletakkan diatas pundak. Dalam kesempatan lain Yesus berkata: “Kuk yang kupasang itu enak dan beban Ku pun ringan”. Firman ini bernada menghibur, sekalipun merupakan pernyataan. Memilih salib disatu pihak merupakan beban dan dipihak lain merupakan sukacita.
Salib lambang kemenangan. Kemenangan yang telah lebih dahulu diperjuangkan Yesus. Kemenangan yang diperjuangkan dengan cara penyerahan. Jika demikian, bagi mereka yang memiliki lambang kemenangan, daripanya dituntut penyerahan kepada Yesus.
Ada satu ceritera dimana suatu ketika diadakan perlombaan menghabiskan sepiring bubur kacang hijau dengan menggunakan sebuah sendok yang panjangnya satu meter, setelah hitungan dimulai para peserta berusaha untuk menghabiskannya, tetapi sampai selesai tidak ada yang jadi pemenang, hanya tertawaan dari para penonton yang menjadi pemenang, sebab pemenang hanya ada jika diantara mereka ada kerja sama, seharusnya keinginan untuk jadi pemenang secara pribadi harus diurungkan. Jika ingin menjadi pemenang, maka kerja sama dengan seorang teman harus dilaksanakan. Oleh karena itu tidak perlu ngotot dan tetap bertahan pada keakuan menanggung bebanmu. Tidak perlu mancari jalan yang tidak benar untuk menjadi pemenang. Rasul Paulus berkata kepada jemaat Galatia 6:2 :”bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu, demikian kamu memenuhi hukum Kristus”. Sejalan dengan ucapan Paulus, Dietrich Bonhoeffer mengatakan: “seperti Kristus menanggung beban kita, demikian jugalah kita harus menanggung beban saudara-saudara kita”.
Memilih kerjasama berarti berusaha menghindarkan atau paling tidak mengurangi persoalan atau beban. Memilih kerjasama berarti mengutamakan kebersamaan, yang juga mengutamakan tugas panggilan. Dalam melaksanakan tugas panggilan, perlu ada kerjasama untuk mewujudkan suatu tujuan bersama.
Pilihan , ini sangat erat hubungannya dengan kepribadian seseorang. Dalam hubungan dengan jabatan di Gereja, pilihan juga melibatkan kepribadian Yang Maha Kuasa, caranya: ‘pilihan Dia percayakan kepada orang-orang pilihanNya’. Mungkin saja kita bertanya..! siapa gerangan orang-orang kepercayaanNya..? tentu mereka adalah orang-orang yang percaya kepadaNya. Karena itu:
1. Berhati-hatilah dalam mengambil keputusan untuk menentukan pilihanmu, lihat kepada diri anda..? tanyakanlah…mampukah saya..? pantaskah saya..?
2. Jika saudara telah terlibat didalam perlombaan, berhati-hati pula untuk mengambil keputusan, sebab keputusanmu bisa berakibat fatal bagi banyak orang. Amin.
Pdt. R.H.L. Tobing.
ROH KUDUS
ROH KUDUS ( HOLY SPIRIT)
Pendahuluan:
Tuhan Allah mencurahkan RohNya dan bekerja serta berdiam dalam hidup kita. Kehadiran Roh Kudus dalam hidup kita menuntut pembaharuan, tidak hanya dalam teori tetapi dalam praktek hidup, dalam perilaku sehari-hari dan dalam kesaksian hidup.
Kehadiran Roh Kudus dalam hidup kita hendaknya memberi dampak positif bagi hidup kita dan lingkungan kita, pembawa Kasih, Sukacita, Damai Sejahtera serta menjadi saluran berkat Tuhan bagi setiap orang.
Dari hidup orang Kristen yang telah menerima berkat keselamatan/kesembuhan Ilahi (Blessing Divine Healing) dari Allah melalui pengorbanan Tuhan Yesus oleh karena Kasih-Nya yang tiada taranya, haruslah kita menjadi berkat dan pelita bagi orang lain, dan ini dapat kita lakukan hanya melalui bimbingan Roh Kudus.
Mungkin timbul dalam hati kita satu pertanyaan atau suatu kerinduan, bagaimana agar pekerjaan Roh Kudus atau agar Tuhan Yesus hidup dalam hati kita dan kita hidup di dalam Dia..? Jawabannya singkat “ Dia harus tinggal dan hidup di dalam kita”, berarti kita harus memberi tempat dalam hati kita untuk Dia berkarya dan kita harus tinggal dan hidup dalam Dia. Kristus yang berkuasa dalam hidup kita, sehingga kita dapat berkata “not I but Christ” Gal 2:20.
Peranan roh kudus mutlak diakui baik dalam Perj. Lama dan Perj. Baru. Namun banyak orang kristen melalaikan bahkan menyia-yiakan Pribadi, Kuasa dan Manifestasi Roh Kudus. Jemaat Tuhan yang tidak menghargai Roh Kudus menjadi jemaat yang mati, sebaliknya kalau jemaat Tuhan menghormati Roh Kudus akan menjadi jemaat yang hidup, karena Roh Kudus dapat membangkitkan KUASA- Kuasa untuk sukses, Kuasa untuk hidup berkemenangan.
Satu teladan yang baik dari kehidupan Daud dalam menghormati dan menghargai Roh Kudus tertulis dalam Maz. 51:13, …”janganlah mengambil RohMu yang kudus dari padaku…!” Daud sadar tanpa Roh Kudus hidupnya akan berantakan, sebab itu ia mengutamakan Roh Kudus diatas segala-galanya.
Dalam Perjanjian Baru, kita temukan penekanan yang sangat penting berkatian degan pokok Roh Kudus.
“Kamu akan beroleh Kuasa, kalau Roh Kudus turun atas kamu…” Kisah 1:8. oleh karena Roh Kudus menyertai hidup seseorang maka orang itu dapat memiliki Kuasa untuk mengalahkan yang jahat, Kuasa untuk menghancurkan musuh dan kuasa untuk memasuki hidup yang sukses dan bahagia. Roh kudus mutlak kita perlukan dalam hidup dan Pelayanan kita. Tanpa Roh Kudus kita tidak mempunyai kuasa.
Roh Kudus adalah Roh Kebenaran yang diberikan oleh Allah dan Roh itu akan bersaksi tentang Yesus dan Dia akan menolong, menyertai dan tinggal didalam setiap orang percaya. sejak pada awalnya, Alkitab memperkenalkan kepada kita Roh Allah itu. Dalam kejadian 1:1-2: “pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. Bumi belum berbentuk dan kosong (tak didiami): gelap gulita menutupi samudra raya (lautan yang mula-mula) dan ROH ALLAH melayang-layang diatas permukaan air”.
Di sini kita lihat bahwa Roh Kudus bukan sekedar suatu “Kuasa” atau “Pengaruh” yang sewaktu-waktu digunakan. Roh kudus adalah satu oknum ilahi yang mempunyai PRIBADI sama derajatnya dengan Allah Bapa dan Allah Anak. Roh kudus adalah pribadi ketiga dari Ketritunggalan Allah. Ia layak dihormati dan dihargai sama seperti menghormati Allah Bapa dan Tuhan Yesus.
Kurang pengertian mendalam mengenai Pribadi Roh Kudus, menyebabkan banyak orang kurang menghargai dan menghormati keberadaan Roh Kudus.
Pada hal “kunci utama kepada perkembangan dan pertumbuhan Gereja” adalah pada penghormatan dan penghargaan yang tinggi pada pribadi Roh Kudus ( Respect to personality of Holy Spirit)”. Memang masih banyak orang yang masih meragukan keberadaan Roh Kudus, akan tetapi sebagai anak-anak Allah, kita harus mengenal Dia dengan benar. ( Rom 8 : 9, 15 dan Johannes 14 : 16 – 17).
Peranan Roh Kudus dalam kehidupan orang Percaya:
Dalam I. Korint 3: 16; 6: 19 diterangkan bahwa tubuh kita adalah BaitNya, jika kita dipenuhi Roh Kudus, maka Dia tinggal dalam kita.
Roh Kudus menyembuhkan I. Kor 12:9, Roma 8:11.
Roh Kudus membebaskan orang percaya dari ikatan dosa. Roma 8: 2.
Mengubah kita sehingga kita memiliki karakter Yesus. Menghasilkan buah. Gal 5:22-23.
Penolong dan Mengajar segala Kebenaran. Joh 14: 16-17; 26.
Memimpin anak-anak Allah. Roma 8:16.
Menyucikan I. Pet 1: 2; II Tes 2: 13.
Menolong dan membimbing dalam doa. Roma. 8: 26-27.
Roh Kudus itu memberi dorongan bagi kita untuk bersaksi. Kisah 1: 8; 5: 32, I. Kor 12:3. Dan masih banyak lagi yang dapat diungkapkan oleh Alkitab, Karena itu hargailah dan terimalah Roh Kudus sebagai pribadi Allah dan sambut Dia dalam hidupmu.
Bagaimana kita Menghidupkan Roh Kudus itu dalam kehidupan kita…?
1. Bertobat dan taati Dia Kis 2: 38; 5: 32.
2. Serahkan dirimu menjadi persembahan yang Kudus. Roma 12: 1-3.
3. Terapkan 5 M.
4. Jangan padamkan Roh I. Tes 5: 19
5. Jangan mendukakan Roh Kudus. Efesus 4: 30.
6. Jangan menentang Roh Kudus. Kis 7: 51.
Amin. RHL. Tobing.
Pendahuluan:
Tuhan Allah mencurahkan RohNya dan bekerja serta berdiam dalam hidup kita. Kehadiran Roh Kudus dalam hidup kita menuntut pembaharuan, tidak hanya dalam teori tetapi dalam praktek hidup, dalam perilaku sehari-hari dan dalam kesaksian hidup.
Kehadiran Roh Kudus dalam hidup kita hendaknya memberi dampak positif bagi hidup kita dan lingkungan kita, pembawa Kasih, Sukacita, Damai Sejahtera serta menjadi saluran berkat Tuhan bagi setiap orang.
Dari hidup orang Kristen yang telah menerima berkat keselamatan/kesembuhan Ilahi (Blessing Divine Healing) dari Allah melalui pengorbanan Tuhan Yesus oleh karena Kasih-Nya yang tiada taranya, haruslah kita menjadi berkat dan pelita bagi orang lain, dan ini dapat kita lakukan hanya melalui bimbingan Roh Kudus.
Mungkin timbul dalam hati kita satu pertanyaan atau suatu kerinduan, bagaimana agar pekerjaan Roh Kudus atau agar Tuhan Yesus hidup dalam hati kita dan kita hidup di dalam Dia..? Jawabannya singkat “ Dia harus tinggal dan hidup di dalam kita”, berarti kita harus memberi tempat dalam hati kita untuk Dia berkarya dan kita harus tinggal dan hidup dalam Dia. Kristus yang berkuasa dalam hidup kita, sehingga kita dapat berkata “not I but Christ” Gal 2:20.
Peranan roh kudus mutlak diakui baik dalam Perj. Lama dan Perj. Baru. Namun banyak orang kristen melalaikan bahkan menyia-yiakan Pribadi, Kuasa dan Manifestasi Roh Kudus. Jemaat Tuhan yang tidak menghargai Roh Kudus menjadi jemaat yang mati, sebaliknya kalau jemaat Tuhan menghormati Roh Kudus akan menjadi jemaat yang hidup, karena Roh Kudus dapat membangkitkan KUASA- Kuasa untuk sukses, Kuasa untuk hidup berkemenangan.
Satu teladan yang baik dari kehidupan Daud dalam menghormati dan menghargai Roh Kudus tertulis dalam Maz. 51:13, …”janganlah mengambil RohMu yang kudus dari padaku…!” Daud sadar tanpa Roh Kudus hidupnya akan berantakan, sebab itu ia mengutamakan Roh Kudus diatas segala-galanya.
Dalam Perjanjian Baru, kita temukan penekanan yang sangat penting berkatian degan pokok Roh Kudus.
“Kamu akan beroleh Kuasa, kalau Roh Kudus turun atas kamu…” Kisah 1:8. oleh karena Roh Kudus menyertai hidup seseorang maka orang itu dapat memiliki Kuasa untuk mengalahkan yang jahat, Kuasa untuk menghancurkan musuh dan kuasa untuk memasuki hidup yang sukses dan bahagia. Roh kudus mutlak kita perlukan dalam hidup dan Pelayanan kita. Tanpa Roh Kudus kita tidak mempunyai kuasa.
Roh Kudus adalah Roh Kebenaran yang diberikan oleh Allah dan Roh itu akan bersaksi tentang Yesus dan Dia akan menolong, menyertai dan tinggal didalam setiap orang percaya. sejak pada awalnya, Alkitab memperkenalkan kepada kita Roh Allah itu. Dalam kejadian 1:1-2: “pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. Bumi belum berbentuk dan kosong (tak didiami): gelap gulita menutupi samudra raya (lautan yang mula-mula) dan ROH ALLAH melayang-layang diatas permukaan air”.
Di sini kita lihat bahwa Roh Kudus bukan sekedar suatu “Kuasa” atau “Pengaruh” yang sewaktu-waktu digunakan. Roh kudus adalah satu oknum ilahi yang mempunyai PRIBADI sama derajatnya dengan Allah Bapa dan Allah Anak. Roh kudus adalah pribadi ketiga dari Ketritunggalan Allah. Ia layak dihormati dan dihargai sama seperti menghormati Allah Bapa dan Tuhan Yesus.
Kurang pengertian mendalam mengenai Pribadi Roh Kudus, menyebabkan banyak orang kurang menghargai dan menghormati keberadaan Roh Kudus.
Pada hal “kunci utama kepada perkembangan dan pertumbuhan Gereja” adalah pada penghormatan dan penghargaan yang tinggi pada pribadi Roh Kudus ( Respect to personality of Holy Spirit)”. Memang masih banyak orang yang masih meragukan keberadaan Roh Kudus, akan tetapi sebagai anak-anak Allah, kita harus mengenal Dia dengan benar. ( Rom 8 : 9, 15 dan Johannes 14 : 16 – 17).
Peranan Roh Kudus dalam kehidupan orang Percaya:
Dalam I. Korint 3: 16; 6: 19 diterangkan bahwa tubuh kita adalah BaitNya, jika kita dipenuhi Roh Kudus, maka Dia tinggal dalam kita.
Roh Kudus menyembuhkan I. Kor 12:9, Roma 8:11.
Roh Kudus membebaskan orang percaya dari ikatan dosa. Roma 8: 2.
Mengubah kita sehingga kita memiliki karakter Yesus. Menghasilkan buah. Gal 5:22-23.
Penolong dan Mengajar segala Kebenaran. Joh 14: 16-17; 26.
Memimpin anak-anak Allah. Roma 8:16.
Menyucikan I. Pet 1: 2; II Tes 2: 13.
Menolong dan membimbing dalam doa. Roma. 8: 26-27.
Roh Kudus itu memberi dorongan bagi kita untuk bersaksi. Kisah 1: 8; 5: 32, I. Kor 12:3. Dan masih banyak lagi yang dapat diungkapkan oleh Alkitab, Karena itu hargailah dan terimalah Roh Kudus sebagai pribadi Allah dan sambut Dia dalam hidupmu.
Bagaimana kita Menghidupkan Roh Kudus itu dalam kehidupan kita…?
1. Bertobat dan taati Dia Kis 2: 38; 5: 32.
2. Serahkan dirimu menjadi persembahan yang Kudus. Roma 12: 1-3.
3. Terapkan 5 M.
4. Jangan padamkan Roh I. Tes 5: 19
5. Jangan mendukakan Roh Kudus. Efesus 4: 30.
6. Jangan menentang Roh Kudus. Kis 7: 51.
Amin. RHL. Tobing.
BERPIKIR POSITIF
Khotbah Pembukaan Sidang MPL PGIW Jabar
Salah satu dari fakta paling penting dan kuat mengenai diri kita diekspresikan di dalam pernyataan berikut ini oleh William James, yang merupakan salah satu dari sedikit orang bijaksana yang pernah dihasilkan oleh Amerika. William James berkata: “Penemuan terbesar dari generasi saya adalah bahwa manusia dapat mengubah hidup mereka dengan mengubah sikap pikiran mereka.” Sebagaimana Anda berpikir, begitulah Anda jadinya.
Jauh sebelum penemuan William James, mengubah hidup dapat dilakukan dengan pembaharuan budi seperti yang tertulis dalam Alkitab, Roma 12: 2; “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.” Artinya, dengan pembaharuan budi, sikap-perilaku kita akan berubah ke arah sikap-perilaku yang berkenan kepada Allah. Berkenan kepada Allah berarti sikap pikiran kita positif menerima keadaan kita dalam kondisi apapun di kehidupan ini. Sebagaimana Anda berpikir, begitulah budi Anda, begitu jugalah akhlak/watak/tabiat Anda, itulah gambaran siapa Anda sesungguhnya.
Secara teoritis, ungkapan ini memberikan pengertian bahwa budi – akal/nalar – merupakan pola pikir: alat batin yang merupakan panduan akal dan perasaan untuk menimbang baik dan buruk; yang melahirkan sikap-perilaku. Sikap-perilaku ini akan tercermin dalam perbuatan dan tindakan, yang menggambarkan siapa kita sebenarnya. Secara praktis, pola pikir merupakan cara seseorang mengeluarkan (mengungkapkan) pendapatnya dalam ucapan, perbuatan dan tindakan untuk merespons lingkungannya dan orang lain di sekitarnyasuatu cara tindak (course of action) dalam menyampaikan sesuatu dalam ucapan (kata-kata), perbuatan dan tindakan. Oleh karena itu, seseorang dapat dinilai apakah ia baik, buruk, elegan, smart, bijak, keras kepala, sombong, egois, emosional, dsb dari sikap-perilakunyadari perbuatan dan tindakannya.
Kurt Lewis, seorang psikolog terkenal dari Amerika Serikat menyatakan: “Seseorang akan berperilaku menurut apa yang menguntungkan bagi dirinya untuk merespons keadaan lingkungannya dan orang-orang di sekitarnya.” Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa pada dasarnya seseorang akan melakukan tindakan apa saja yang mendatangkan keuntungan bagi dirinya dan kelompoknya, dan ia juga akan berbuat apa saja untuk mempertahankan eksistensi dirinya maupun kelompoknya dari serangan luar (orang lain/komunitas lain di sekitarnya). Oleh karena itu, apabila ada seseorang menyatakan bahwa Si A bersalah, Si A akan berupaya berbuat dan bertindak menurut pola pikirannya sendiri untuk mengungkapkan bahwa ia tidak bersalah, walaupun sebenarnya ia bersalah. Dalam keadaan terjepit dan terpojok (mendapat kritikan atau serangan dari orang lain), Si A akan berupaya untuk mempertahan diri dengan mengemukakan kebenarannya menurut pola pikirnya. Dalam mengharapkan sesuatu atau dukungan dari orang-orang di sekitarnya, Si A akan memunculkan watak silumannya dengan menyembunikan watak aslinyamenunjukkan siapa ia dari sisi baiknya, bahkan bila perlu dengan menggunakan potensifund and forces yang ia miliki untuk menampakkan siapa dirinya bagi orang-orang di sekitarnya. Hal lain adalah, bila Si A tidak mendapatkan dari orang-orang di sekitarnya sesuai dengan apa yang diinginkannya dari mereka, Si A dapat bertindak apatis, menunjukkan tidak bersahabat, mengungkapkan sisi negatif mereka yang tidak disenangi tanpa instropeksi diri dengan bertanya pada diri sendiri: mengapa mereka tidak memberikan/mendukung/melakukan yang sesuai dengan keinginan saya? Hal inilah yang menciptakan ketidakharmonisan, saling curiga, ketidakpercayaan, kedengkian dan sebagainya di tengah pergaulan dan di kehidupan sehari-hari, juga di tengah organisasi (pekerjaan), yang pada akhirnya bermuara pada penghancuran kepentingan bersamakepentingan yang lebih besar dan utama.
Pola pikir dapat membawa kita ke arah keselamatan dan kebahagiaan di satu sisi, dan ke arah ketidaknyamanan dan kehancuran diri sendiri dan kelompok di sisi yang lain. Pola pikir yang membawa kita ke arah kedamaian dan kebahagian adalah pola pikir dengan prinsip “berpikir positif (positive thinking)”penuh kedamaian, persahabatan, care-ness, dan tidak impulsif. Sementara pola pikir ke arah kehancuran adalah berpikir negatifsarat dengan kecurigaan, tidak peduli, tidak bersahabat, dan impulsif.
Menurut Norman Vincent Peale, seorang pendeta dari Amerika Serikat, dalam bukunya “Berpikir Positif” (The Power of Positive Thinking)” – terjual lebih dari 15 juta eksemplar – menyatakan: “Pikiran yang damai menghasilkan kekuatan.” Kedamaian merupakan kekuatan (energi) yang memberikan kita suatu ketenangan batin dan kewaspadaan. Dalam keadaan batin/perasaan kita tenang, kita akan mampu mengkaji dan menganalisis suatu keputusan apa – perbuatan dan tindakan – yang sepatutnya kita lakukan. Konteksnya adalah: kita akan mampu memahami apa yang kita lakukan, bagaimana kita melakukan, dan memahami risiko apa yang mungkin muncul sebagai konsekuensi logis dari perbuatan dan tindakan kita tersebut bagi diri sendiri dan orang lain.
Sejalan dengan pemikiran Peale, Stephen R. Covey dalam bukunya “Kepemimpinan yang Berprinsip” menyatakan: “Orang-orang berprinsip menikmati hidup. Oleh karena rasa aman mereka datang dari dalam, tidak dari luar, mereka tidak perlu mengkotak-kotakkan orang dan menyamaratakan segala sesuatu dan semua orang dalam hidup ini untuk memperoleh rasa pasti. Mereka pada dasarnya tidak dapat dipengaruhi dan mampu untuk menyesuaikan diri pada hampir semua hal yang sedang terjadi. Salah satu prinsip baku mereka adalah fleksibilitas. Mereka menjalani kehidupan yang berkelimpahan.” Pernyataan ini sejalan dengan konsep berpikir positif. Artinya, banyaknya harta, kedudukan/jabatan yang tinggi, dan pekerjaan yang mapan bukan jaminan untuk mendapatkan kedamaian, rasa pasti, dan kehidupan berkelimpahan. Akan tetapi, untuk mendapatkan kesemuanya itu bersumber dari sikap pemikiran positif yang muncul dari dalambersumber dari pola pikir manusia yang positif dalam menyikapi (menerima) keadaannya.
Berpikir positif berarti memiliki sikap mental positif (SMP) dalam menanggapi dan merespons berbagai situasi/keadaan, apakah situasinya baik atau tidak, menyenangkan atau menyakitkan, bukan persoalan dan kendala yang tidak bisa diatasi bagi mereka yang berpikir positif. Seseorang yang berpikiran positif akan mampu menghargai pendapat orang lain dan tidak menganggap dirinya, pendapatnya, eksistensinya lebih berharga (lebih penting) daripada orang lain. Hal lain, orang yang berpikiran positif akan mampu menerima kritikan, dan menciptakan kritikan ini sebagai masukan (input) – sebagai stimulus – untuk memperbaiki dirinya. Oleh karena itu, seseorang dengan pikiran positif berarti ia mampu bersikap kritis-positif, kreatif-inovatif, dan logis-realistis dalam berbuat dan bertindak. Akan tetapi, persoalannya terletak pada: bagaimanakah cara tindak (course of action) agar kita mampu berpikir positif?
Banyak para psikolog terkenal di dunia seperti Sigmund Freud, Gordon Allport (1897 – 1967), Carl Rogers (1902- ), Erich Fromm (1900- ), Abraham Maslow (1909 – 1970), Carl Jung (1875 – 1961), Viktor Frankl (1905- ), Fritz Perls (1893 – 1970) menggali penemuan mereka dengan bersumber dari pemahaman keagamaan dan pengalaman hidup mereka masing-masing. Penemuan mereka di bidang “psikologi pertumbuhan” atau “psikologi kesehatan” pada dasarnya bertujuan bukan untuk merawat korban-korban neurosis dan psikosis, tetapi untuk membuka dan melepaskan potesi manusia yang sangat hebat supaya mengaktualisasikan dan memenuhi bakat-bakatnya serta menemukan dalam kehidupan ini suatu arti yang lebih dalam. Singkatnya, penemuan ini berusaha memperluas, memperbesar, dan memperkaya kepribadian manusia, benar-benar suatu perubahan dari tekanan sebelumnya. Yang menarik dari penemuan-penemuan mereka adalah suatu simpulan bahwa sikap pikiran manusia tumbuh dan berkembang bukan oleh obyek perubahan yang terjadi di tengah kehidupan manusia. Akan tetapi, pertumbuhan dan perkembangan pola pikir manusia terjadi oleh karena manusia – sebagai subyek perubahan – harus menghadapi tantangan perubahan itu sendiri untuk memenuhi kebutuhannya.
Dalam menghadapi tantangan perubahan, pola pikir – sikap pemikiran – manusia harus bertumbuh dan berkembang mengikuti sesuai dengan perkembangan dari perubahan itu sendiri. Sebab, sesuatu hal yang terjadi dahulu tidak sama dimensi persoalannya dengan hal yang terjadi pada sekarang ini. Suatu sikap pemikiran yang tidak sesuai dengan perkembangan perubahan akan memetik buah kegagalan. Contoh faktual adalah kegagalan sistem pendidikan tinggi di Indonesia yang lahir dari pemikiran lama, tidak positif menanggapi perubahan yang terjadi di tengah masyarakat Indonesia. Semakin banyak sarjana ekonomi bukan berarti perekonomian Indonesia semakin maju, malah semakin terpuruk ke dunia ketidakpastian. Semakin banyak sarjana hukum, bukan berarti sistem peradilan dan penegakan hukum di Indonesia semakin baik, bahkan hukum bisa diperjualbelikan. Semakin banyak sarjana teknik, bukan berarti semakin banyak produk-produk teknologi Indonesia yang masuk pasar global, bahkan Indonesia sangat tergantung dengan teknologi bangsa lain. Contoh ini memberi bukti kepada kita bahwa sikap pemikiran yang tidak mau berubah mengikuti perkembangan perubahan akan terbelenggu oleh pemikiran itu sendiri.
Menurut Firman Tuhan, cara tindak untuk melahirkan pikiran positif ada tertulis dalam Injil Lukas 6: 31, 38; yaitu, ayat 31: “Dan sebagaimana kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah juga demikian kepada mereka.” Dan ayat 38: “Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah keluar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.”
Merujuk pada Firman Tuhan ini, bahwa untuk mendapatkan pikiran positif, ada beberapa “langkah tindakan” yang harus kita lakukan untuk membaharui sikap-perilaku kita ke arah sikap-perilaku positif, yaitu:
1). Berupayalah untuk selalu bersahabat dengan orang-orang di sekitar Anda, lingkungan Anda dan di manapun Anda berada;
2). Berupayalah untuk memahami mereka (orang lain di sekitar Anda) terlebih dahulu sebelum mereka memahami Anda;
3). Perbuatlah kepada mereka akan apa yang ingin mereka perbuat untuk Anda;
4). Berupayalah agar Anda tetap dalam keadaan terkontrolon going track, tidak mudah terpancing dan terpengaruh oleh hal-hal yang dapat merusak keadaan atau hal-hal yang menyakitkan bagi Anda;
5). Berupayalah untuk bersikap-perilaku bahwa mereka sangat penting bagi Andamereka sangat Anda butuhkan untuk mendapatkan keberhasilan bersama;
6). Berupayahlah untuk mengkomunikasikan tindakan dan perbuatan Anda adalah dalam rangka mendatangkan kebaikan bagi sesama, dan Anda harus terbuka untuk menerima kritikan dan menganggapnya sebagai masukan berharga untuk perbaikan; dan
7). Berupayalah untuk mengaplikasikan sikap pemikiran positif Anda dalam perbuatan dan tindakan sebagai (merupakan) pengejawantahan kasih, yakni suatu proses memberikan pencerahan bagi mereka untuk mendatangkan kekuatan dan keberhasilan bersamauntuk memperoleh kesuksesan sesuai dengan kepentingan dan tujuan bersama; the spirit of diversity.
Keberhasilan terapi ini sangat tergantung pada diri kita masing-masing, bukan pada orang lain. Akan tetapi, yang menjadi question mark-nya adalah: apakah kita mau berubah atau tidak? Apakah kita mau melakukan terapi tersebut? Hidup ini ibarat kita berada di tengah hutan belantara yang penuh dengan binatang berbisa dan buas yang siap melumatkan kita sebagai santapannya. Apakah kita takut menghadapi keadaan seperti itu? Tentu, namun semuanya sangat tergantung pada kita. Jika kita ingin berhasil keluar dari dalam hutan tersebut dengan selamat, kita harus berpikir positif, karena dengan pikiran kita yang positif, kita akan mampu menyikapi keadaan lingkungan kita yang banyak dengan binatang berbisa dan buas. Berpikir positif dalam menyikapi keadaan berarti kita mampu mendatangkan kekuatan dari dalam yang membuat kita tidak takut menghadapi datangnya ancaman. Melalui kekuatan dari dalam inilah yang memampukan kita untuk mencari solusi cara tindak – perbuatan dan tindakan – yang sesuai dengan keadaan untuk keluar dari keadaan (ancaman). Sekali lagi, semuanya terpulang pada diri kita masing-masing. Dengan pikiran positiftenang menghadapi berbagai tantangan dan ancaman, akan muncul kekuatan pada diri kita yang memampukan kita untuk mencari solusi dalam menerobos hambatan sehingga terbuka peluang ke luar dari tengah hutan tersebut dengan selamat. Sekali lagi, semuanya terpulang pada diri kita masing-masing.
Akhirnya, jangan pernah mengukur tinggi sebuah gunung sebelum Anda mencapai puncaknya. Karena, Anda kemudian akan melihat betapa rendahnya gunung itu (Dag Hammarskjold).
RHL. Tobing
Salah satu dari fakta paling penting dan kuat mengenai diri kita diekspresikan di dalam pernyataan berikut ini oleh William James, yang merupakan salah satu dari sedikit orang bijaksana yang pernah dihasilkan oleh Amerika. William James berkata: “Penemuan terbesar dari generasi saya adalah bahwa manusia dapat mengubah hidup mereka dengan mengubah sikap pikiran mereka.” Sebagaimana Anda berpikir, begitulah Anda jadinya.
Jauh sebelum penemuan William James, mengubah hidup dapat dilakukan dengan pembaharuan budi seperti yang tertulis dalam Alkitab, Roma 12: 2; “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.” Artinya, dengan pembaharuan budi, sikap-perilaku kita akan berubah ke arah sikap-perilaku yang berkenan kepada Allah. Berkenan kepada Allah berarti sikap pikiran kita positif menerima keadaan kita dalam kondisi apapun di kehidupan ini. Sebagaimana Anda berpikir, begitulah budi Anda, begitu jugalah akhlak/watak/tabiat Anda, itulah gambaran siapa Anda sesungguhnya.
Secara teoritis, ungkapan ini memberikan pengertian bahwa budi – akal/nalar – merupakan pola pikir: alat batin yang merupakan panduan akal dan perasaan untuk menimbang baik dan buruk; yang melahirkan sikap-perilaku. Sikap-perilaku ini akan tercermin dalam perbuatan dan tindakan, yang menggambarkan siapa kita sebenarnya. Secara praktis, pola pikir merupakan cara seseorang mengeluarkan (mengungkapkan) pendapatnya dalam ucapan, perbuatan dan tindakan untuk merespons lingkungannya dan orang lain di sekitarnyasuatu cara tindak (course of action) dalam menyampaikan sesuatu dalam ucapan (kata-kata), perbuatan dan tindakan. Oleh karena itu, seseorang dapat dinilai apakah ia baik, buruk, elegan, smart, bijak, keras kepala, sombong, egois, emosional, dsb dari sikap-perilakunyadari perbuatan dan tindakannya.
Kurt Lewis, seorang psikolog terkenal dari Amerika Serikat menyatakan: “Seseorang akan berperilaku menurut apa yang menguntungkan bagi dirinya untuk merespons keadaan lingkungannya dan orang-orang di sekitarnya.” Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa pada dasarnya seseorang akan melakukan tindakan apa saja yang mendatangkan keuntungan bagi dirinya dan kelompoknya, dan ia juga akan berbuat apa saja untuk mempertahankan eksistensi dirinya maupun kelompoknya dari serangan luar (orang lain/komunitas lain di sekitarnya). Oleh karena itu, apabila ada seseorang menyatakan bahwa Si A bersalah, Si A akan berupaya berbuat dan bertindak menurut pola pikirannya sendiri untuk mengungkapkan bahwa ia tidak bersalah, walaupun sebenarnya ia bersalah. Dalam keadaan terjepit dan terpojok (mendapat kritikan atau serangan dari orang lain), Si A akan berupaya untuk mempertahan diri dengan mengemukakan kebenarannya menurut pola pikirnya. Dalam mengharapkan sesuatu atau dukungan dari orang-orang di sekitarnya, Si A akan memunculkan watak silumannya dengan menyembunikan watak aslinyamenunjukkan siapa ia dari sisi baiknya, bahkan bila perlu dengan menggunakan potensifund and forces yang ia miliki untuk menampakkan siapa dirinya bagi orang-orang di sekitarnya. Hal lain adalah, bila Si A tidak mendapatkan dari orang-orang di sekitarnya sesuai dengan apa yang diinginkannya dari mereka, Si A dapat bertindak apatis, menunjukkan tidak bersahabat, mengungkapkan sisi negatif mereka yang tidak disenangi tanpa instropeksi diri dengan bertanya pada diri sendiri: mengapa mereka tidak memberikan/mendukung/melakukan yang sesuai dengan keinginan saya? Hal inilah yang menciptakan ketidakharmonisan, saling curiga, ketidakpercayaan, kedengkian dan sebagainya di tengah pergaulan dan di kehidupan sehari-hari, juga di tengah organisasi (pekerjaan), yang pada akhirnya bermuara pada penghancuran kepentingan bersamakepentingan yang lebih besar dan utama.
Pola pikir dapat membawa kita ke arah keselamatan dan kebahagiaan di satu sisi, dan ke arah ketidaknyamanan dan kehancuran diri sendiri dan kelompok di sisi yang lain. Pola pikir yang membawa kita ke arah kedamaian dan kebahagian adalah pola pikir dengan prinsip “berpikir positif (positive thinking)”penuh kedamaian, persahabatan, care-ness, dan tidak impulsif. Sementara pola pikir ke arah kehancuran adalah berpikir negatifsarat dengan kecurigaan, tidak peduli, tidak bersahabat, dan impulsif.
Menurut Norman Vincent Peale, seorang pendeta dari Amerika Serikat, dalam bukunya “Berpikir Positif” (The Power of Positive Thinking)” – terjual lebih dari 15 juta eksemplar – menyatakan: “Pikiran yang damai menghasilkan kekuatan.” Kedamaian merupakan kekuatan (energi) yang memberikan kita suatu ketenangan batin dan kewaspadaan. Dalam keadaan batin/perasaan kita tenang, kita akan mampu mengkaji dan menganalisis suatu keputusan apa – perbuatan dan tindakan – yang sepatutnya kita lakukan. Konteksnya adalah: kita akan mampu memahami apa yang kita lakukan, bagaimana kita melakukan, dan memahami risiko apa yang mungkin muncul sebagai konsekuensi logis dari perbuatan dan tindakan kita tersebut bagi diri sendiri dan orang lain.
Sejalan dengan pemikiran Peale, Stephen R. Covey dalam bukunya “Kepemimpinan yang Berprinsip” menyatakan: “Orang-orang berprinsip menikmati hidup. Oleh karena rasa aman mereka datang dari dalam, tidak dari luar, mereka tidak perlu mengkotak-kotakkan orang dan menyamaratakan segala sesuatu dan semua orang dalam hidup ini untuk memperoleh rasa pasti. Mereka pada dasarnya tidak dapat dipengaruhi dan mampu untuk menyesuaikan diri pada hampir semua hal yang sedang terjadi. Salah satu prinsip baku mereka adalah fleksibilitas. Mereka menjalani kehidupan yang berkelimpahan.” Pernyataan ini sejalan dengan konsep berpikir positif. Artinya, banyaknya harta, kedudukan/jabatan yang tinggi, dan pekerjaan yang mapan bukan jaminan untuk mendapatkan kedamaian, rasa pasti, dan kehidupan berkelimpahan. Akan tetapi, untuk mendapatkan kesemuanya itu bersumber dari sikap pemikiran positif yang muncul dari dalambersumber dari pola pikir manusia yang positif dalam menyikapi (menerima) keadaannya.
Berpikir positif berarti memiliki sikap mental positif (SMP) dalam menanggapi dan merespons berbagai situasi/keadaan, apakah situasinya baik atau tidak, menyenangkan atau menyakitkan, bukan persoalan dan kendala yang tidak bisa diatasi bagi mereka yang berpikir positif. Seseorang yang berpikiran positif akan mampu menghargai pendapat orang lain dan tidak menganggap dirinya, pendapatnya, eksistensinya lebih berharga (lebih penting) daripada orang lain. Hal lain, orang yang berpikiran positif akan mampu menerima kritikan, dan menciptakan kritikan ini sebagai masukan (input) – sebagai stimulus – untuk memperbaiki dirinya. Oleh karena itu, seseorang dengan pikiran positif berarti ia mampu bersikap kritis-positif, kreatif-inovatif, dan logis-realistis dalam berbuat dan bertindak. Akan tetapi, persoalannya terletak pada: bagaimanakah cara tindak (course of action) agar kita mampu berpikir positif?
Banyak para psikolog terkenal di dunia seperti Sigmund Freud, Gordon Allport (1897 – 1967), Carl Rogers (1902- ), Erich Fromm (1900- ), Abraham Maslow (1909 – 1970), Carl Jung (1875 – 1961), Viktor Frankl (1905- ), Fritz Perls (1893 – 1970) menggali penemuan mereka dengan bersumber dari pemahaman keagamaan dan pengalaman hidup mereka masing-masing. Penemuan mereka di bidang “psikologi pertumbuhan” atau “psikologi kesehatan” pada dasarnya bertujuan bukan untuk merawat korban-korban neurosis dan psikosis, tetapi untuk membuka dan melepaskan potesi manusia yang sangat hebat supaya mengaktualisasikan dan memenuhi bakat-bakatnya serta menemukan dalam kehidupan ini suatu arti yang lebih dalam. Singkatnya, penemuan ini berusaha memperluas, memperbesar, dan memperkaya kepribadian manusia, benar-benar suatu perubahan dari tekanan sebelumnya. Yang menarik dari penemuan-penemuan mereka adalah suatu simpulan bahwa sikap pikiran manusia tumbuh dan berkembang bukan oleh obyek perubahan yang terjadi di tengah kehidupan manusia. Akan tetapi, pertumbuhan dan perkembangan pola pikir manusia terjadi oleh karena manusia – sebagai subyek perubahan – harus menghadapi tantangan perubahan itu sendiri untuk memenuhi kebutuhannya.
Dalam menghadapi tantangan perubahan, pola pikir – sikap pemikiran – manusia harus bertumbuh dan berkembang mengikuti sesuai dengan perkembangan dari perubahan itu sendiri. Sebab, sesuatu hal yang terjadi dahulu tidak sama dimensi persoalannya dengan hal yang terjadi pada sekarang ini. Suatu sikap pemikiran yang tidak sesuai dengan perkembangan perubahan akan memetik buah kegagalan. Contoh faktual adalah kegagalan sistem pendidikan tinggi di Indonesia yang lahir dari pemikiran lama, tidak positif menanggapi perubahan yang terjadi di tengah masyarakat Indonesia. Semakin banyak sarjana ekonomi bukan berarti perekonomian Indonesia semakin maju, malah semakin terpuruk ke dunia ketidakpastian. Semakin banyak sarjana hukum, bukan berarti sistem peradilan dan penegakan hukum di Indonesia semakin baik, bahkan hukum bisa diperjualbelikan. Semakin banyak sarjana teknik, bukan berarti semakin banyak produk-produk teknologi Indonesia yang masuk pasar global, bahkan Indonesia sangat tergantung dengan teknologi bangsa lain. Contoh ini memberi bukti kepada kita bahwa sikap pemikiran yang tidak mau berubah mengikuti perkembangan perubahan akan terbelenggu oleh pemikiran itu sendiri.
Menurut Firman Tuhan, cara tindak untuk melahirkan pikiran positif ada tertulis dalam Injil Lukas 6: 31, 38; yaitu, ayat 31: “Dan sebagaimana kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah juga demikian kepada mereka.” Dan ayat 38: “Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah keluar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.”
Merujuk pada Firman Tuhan ini, bahwa untuk mendapatkan pikiran positif, ada beberapa “langkah tindakan” yang harus kita lakukan untuk membaharui sikap-perilaku kita ke arah sikap-perilaku positif, yaitu:
1). Berupayalah untuk selalu bersahabat dengan orang-orang di sekitar Anda, lingkungan Anda dan di manapun Anda berada;
2). Berupayalah untuk memahami mereka (orang lain di sekitar Anda) terlebih dahulu sebelum mereka memahami Anda;
3). Perbuatlah kepada mereka akan apa yang ingin mereka perbuat untuk Anda;
4). Berupayalah agar Anda tetap dalam keadaan terkontrolon going track, tidak mudah terpancing dan terpengaruh oleh hal-hal yang dapat merusak keadaan atau hal-hal yang menyakitkan bagi Anda;
5). Berupayalah untuk bersikap-perilaku bahwa mereka sangat penting bagi Andamereka sangat Anda butuhkan untuk mendapatkan keberhasilan bersama;
6). Berupayahlah untuk mengkomunikasikan tindakan dan perbuatan Anda adalah dalam rangka mendatangkan kebaikan bagi sesama, dan Anda harus terbuka untuk menerima kritikan dan menganggapnya sebagai masukan berharga untuk perbaikan; dan
7). Berupayalah untuk mengaplikasikan sikap pemikiran positif Anda dalam perbuatan dan tindakan sebagai (merupakan) pengejawantahan kasih, yakni suatu proses memberikan pencerahan bagi mereka untuk mendatangkan kekuatan dan keberhasilan bersamauntuk memperoleh kesuksesan sesuai dengan kepentingan dan tujuan bersama; the spirit of diversity.
Keberhasilan terapi ini sangat tergantung pada diri kita masing-masing, bukan pada orang lain. Akan tetapi, yang menjadi question mark-nya adalah: apakah kita mau berubah atau tidak? Apakah kita mau melakukan terapi tersebut? Hidup ini ibarat kita berada di tengah hutan belantara yang penuh dengan binatang berbisa dan buas yang siap melumatkan kita sebagai santapannya. Apakah kita takut menghadapi keadaan seperti itu? Tentu, namun semuanya sangat tergantung pada kita. Jika kita ingin berhasil keluar dari dalam hutan tersebut dengan selamat, kita harus berpikir positif, karena dengan pikiran kita yang positif, kita akan mampu menyikapi keadaan lingkungan kita yang banyak dengan binatang berbisa dan buas. Berpikir positif dalam menyikapi keadaan berarti kita mampu mendatangkan kekuatan dari dalam yang membuat kita tidak takut menghadapi datangnya ancaman. Melalui kekuatan dari dalam inilah yang memampukan kita untuk mencari solusi cara tindak – perbuatan dan tindakan – yang sesuai dengan keadaan untuk keluar dari keadaan (ancaman). Sekali lagi, semuanya terpulang pada diri kita masing-masing. Dengan pikiran positiftenang menghadapi berbagai tantangan dan ancaman, akan muncul kekuatan pada diri kita yang memampukan kita untuk mencari solusi dalam menerobos hambatan sehingga terbuka peluang ke luar dari tengah hutan tersebut dengan selamat. Sekali lagi, semuanya terpulang pada diri kita masing-masing.
Akhirnya, jangan pernah mengukur tinggi sebuah gunung sebelum Anda mencapai puncaknya. Karena, Anda kemudian akan melihat betapa rendahnya gunung itu (Dag Hammarskjold).
RHL. Tobing
BISA DIPERCAYA
Bacaan: Lukas,12:41-48
Orang yang dapat dipercaya mendapat banyak berkat, tetapi orang yang ingin cepat menjadi kaya, tidak akan luput dari hukuman.- Amsal 28:20
Siapa yang tak ingin menjadi orang yang dipercaya? Siapa yang tak suka menjadi orang kepercayaan Sang Big Boss? Orang yang ingin meningkatkan karirnya selalu ingin menjadi orang yang dipercaya. Masalahnya menjadi orang yang dipercaya bukanlah hal yang mudah. Lamanya kita bekerja, kepandaian kita, gelar ijazah kita, atau pengalaman kerja kita belumlah cukup untuk menjadikan kita orang yang dipercaya. Lalu bagaimana caranya supaya kita bisa menjadi orang kepercayaan atasan kita?
Satu, milikilah integritas. Kepercayaan dan integritas adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Tanpa integritas jelas kita tidak akan dipercaya. Integritas berarti memiliki karakter yang baik. Di jaman ini, karakter yang baik tetap jadi modal utama agar kita bisa dipercaya.
Dua, milikilah komitmen yang kuat. Tanpa komitmen, jelas kita tidak dipercaya. Bagaimana mungkin seorang atasan akan mempercayakan hal yang lebih besar kepada orang yang bermalas-malasan dalam bekerja?
Ketiga, jadilah orang yang berkompeten. Kompetensi artinya memiliki kualitas unggul dan andal. Tingkatkan terus kinerja kita. Gali potensi diri dan munculkan ide serta gagasan-gagasan baru. Orang yang berkompetensi biasanya menjadi kontributor utama dalam sebuah perusahaan. Itu sebabnya orang yang memiliki kompetensi akan selalu diprioritaskan dan dipercaya.
Keempat, miliki tanggung jawab. Maukah Anda memberi kepercayaan kepada orang yang tak bertanggung jawab? Jelas tidak! Bertanggung jawab adalah syarat mutlak agar kita bisa dipercaya. Jika kita masih diberikan tanggung jawab yang kecil, jangan meremehkan atau malah berputus asa. Kerjakan itu dengan sebaik-baiknya. Percayalah, jika kita bisa dipercaya dengan tanggung jawab kecil, pasti kita akan diberi tanggung jawab yang lebih besar. Ini sejalan dengan prinsip Alkitab yang mengajak kita untuk setia dalam perkara kecil karena dari situlah akan lahir perkara-perkara yang lebih besar.
Salah satu ciri orang sukses adalah bisa dipercaya.
Orang yang dapat dipercaya mendapat banyak berkat, tetapi orang yang ingin cepat menjadi kaya, tidak akan luput dari hukuman.- Amsal 28:20
Siapa yang tak ingin menjadi orang yang dipercaya? Siapa yang tak suka menjadi orang kepercayaan Sang Big Boss? Orang yang ingin meningkatkan karirnya selalu ingin menjadi orang yang dipercaya. Masalahnya menjadi orang yang dipercaya bukanlah hal yang mudah. Lamanya kita bekerja, kepandaian kita, gelar ijazah kita, atau pengalaman kerja kita belumlah cukup untuk menjadikan kita orang yang dipercaya. Lalu bagaimana caranya supaya kita bisa menjadi orang kepercayaan atasan kita?
Satu, milikilah integritas. Kepercayaan dan integritas adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Tanpa integritas jelas kita tidak akan dipercaya. Integritas berarti memiliki karakter yang baik. Di jaman ini, karakter yang baik tetap jadi modal utama agar kita bisa dipercaya.
Dua, milikilah komitmen yang kuat. Tanpa komitmen, jelas kita tidak dipercaya. Bagaimana mungkin seorang atasan akan mempercayakan hal yang lebih besar kepada orang yang bermalas-malasan dalam bekerja?
Ketiga, jadilah orang yang berkompeten. Kompetensi artinya memiliki kualitas unggul dan andal. Tingkatkan terus kinerja kita. Gali potensi diri dan munculkan ide serta gagasan-gagasan baru. Orang yang berkompetensi biasanya menjadi kontributor utama dalam sebuah perusahaan. Itu sebabnya orang yang memiliki kompetensi akan selalu diprioritaskan dan dipercaya.
Keempat, miliki tanggung jawab. Maukah Anda memberi kepercayaan kepada orang yang tak bertanggung jawab? Jelas tidak! Bertanggung jawab adalah syarat mutlak agar kita bisa dipercaya. Jika kita masih diberikan tanggung jawab yang kecil, jangan meremehkan atau malah berputus asa. Kerjakan itu dengan sebaik-baiknya. Percayalah, jika kita bisa dipercaya dengan tanggung jawab kecil, pasti kita akan diberi tanggung jawab yang lebih besar. Ini sejalan dengan prinsip Alkitab yang mengajak kita untuk setia dalam perkara kecil karena dari situlah akan lahir perkara-perkara yang lebih besar.
Salah satu ciri orang sukses adalah bisa dipercaya.
Langganan:
Postingan (Atom)