Arti Sebuah Oikumene
Di dalam satu ibadah, beberapa rekan keluar dari ruangan
segera ketika acara memasuki bagian pujian penyembahan. Ternyata mereka tidak
tahan berada di dalam, ibadah itu tidak sesuai dengan aliran dogma yang mereka
pahami selama ini. Di kelompok agama mereka, mereka tidak pernah bernyanyi
dengan tepuk tangan ataupun mengangkat tangan. Menurut mereka, ibadah haruslah
khusyuk dan tenang. Mereka dulu pernah menyampaikan ke pengurus bahwa mereka
kurang bisa menerima ibadah seperti itu, tapi tetap saja begitu terus setiap
ibadah. Mereka pun berpikir, kenapa para jemaat itu melakukan ibadah yang tidak
oikumene dan tidak mempedulikan pendapat kami?
Di satu ibadah lain, beberapa orang mengeluh setelah
selesai mengikuti kegiatannya. Mereka merasa ibadahnya masih belum terlalu
mengena ke hati setiap jemaatnya. Istilahnya, soulnya belum tersentuh.
Seharusnya pujian penyembahannya lebih mengena lagi ke hati. Namun ketika tadi
pada saat ibadah mereka berusaha mengekspresikan pujian mereka, jemaat lain justru
memandangi dan melarang mereka melakukannya. Kenapa demikian? Kenapa para
jemaat itu melarang kami? Mereka tidak melakukan ibadah yang oikumene?
Pertanyaannya, apa makna sebenarnya dari Oikumene?
Pertanyaannya, apa makna sebenarnya dari Oikumene?
Menurut
Wikipedia, Oikumene adalah peningkatan
kerja sama dan saling pemahaman yang
lebih baik antara kelompok-kelompok agama atau denominasi di dalam agama
yang sama.
Oikumene
merupakan manifestasi (penampakan) persekutuan orang
Kristen dalam satu tubuh antara sesama denominasi gereja yang memiliki latar belakang
dogma dan theologia yang berbeda, baik di wilayah lokal, regional, nasional
maupun internasional. Sebenarnya kata Oikumene berasal dari Bahasa Yunani
yaitu Oikosyang berarti “rumah” dan “monos” yang
berarti “satu”. Yang dimaksud dengan “rumah” adalah dunia ini,
sehingga kata oikumene berarti dunia yang didiami oleh seluruh manusia. Karena
itu oikumene juga dalam arti manifestasi persekutuan seluruh umat manusia yang
memiliki latar belakang budaya, agama yang berbeda (majemuk).
apa kaitan antara toleransi dengan oikumene?
Menurut
saya kedua hal ini jelas sangat berkaitan erat. Oikumene merupakan sikap toleransi. Toleransi atas adanya
perbedaan dogma atau theologia di dalam satu agama yang sama. Toleransi ketika teman satu agama kita
beribadah ataupun melakukan sesuatu hal yang sesuai dengan dogma yang diajarkan
di kelompok agamanya.
Pertanyaan
selanjutnya yang keluar adalah apakah kita benar-benar sudah melakukan hal ini?
Memiliki toleransi terhadap rekan satu agama yang berbeda paham/dogma/theologia
dengan kita? Apakah kita sudah menjunjung Oikumene?
Miris
ketika di luar sana kita berkoar-koar menjunjung tinggi toleransi umat beragama
dan pluralisme, tapi di dalam persekutuan kita sendiri, di agama kita, kita
ternyata masih mengkotak-kotakkan dogma yang ada. Kita menggerutu ketika tata
cara ibadah yang kita ikuti tidak sesuai dengan tata cara aliran kita. Kita
kemudian mencap para pelaksana ibadah itu tidak oikumene, tidak mempedulikan
aliran agama lain yang juga beribadah di sana. Terkadang kita juga menertawai
sesuatu hal yang dilakukan teman kita yang berbeda aliran agama dengan kita.
Mungkin kelihatannya itu menyenangkan, tapi bagaimanakah perasaan kita ketika
kita yang diberlakukan seperti demikian?
Ketika
kita menggerutu suatu tata cara ibadah tidak oikumene, sadarkah kita bahwa
justru kita yang tidak oikumene? Atau ketika di suatu persekutuan yang khusyuk
kita melihat ada orang yang bertepuk tangan, kita kemudian mencap dia tidak
oikumene, sekali lagi, sadarkah kita bahwa kita yang saat itu tidak oikumene!!!
Menurut
saya, oikumene adalah saat dimana di dalam satu persekutuan dengan tata cara
ibadah aliran A, orang-orang dari aliran lain di tempat itu juga dapat
beribadah dengan mengekspresikan diri sesuai alirannya, dan orang dari aliran A
bisa menerimanya/menghargainya. Contoh, ketika beribadah di gereja karismatik,
orang-orang dari aliran konservatif yang beribadah di sana tetap bisa bernyanyi
dengan gayanya, dan demikian juga sebaliknya ketika beribadah dengan tata cara
konservatif, orang yang beraliran karismatik tetap bisa beribadah dengan
gayanya. Jemaat yang lain tidak boleh memaksakan tata cara alirannya kepada
yang lain.
Apakah
suatu aliran agama lebih baik dari aliran agama lain? Tentu tidak! Tuhan saja
tidak pernah mengkotak-kotakkan aliran agama, bisa dibaca sendiri di Alkitab,
apa hak kita sehingga kita bisa menghakimi aliran agama lain??!
Seperti
doa Yesus yang tertulis di Yohanes 17:21, “supaya mereka semua menjadi satu,
sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka
juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus
Aku”, kiranya kita tetap satu dan tidak mengkotak-kotakkan.
Agar
semua satu adanya, atau dalam bahasa latin, UT OMNES UNUM SINT!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar