(Luk 18:25)
I. Pembukaan:
Adakah di dunia ini kita temui seorang manusia yang benar-benar bahagia karena harta...?
Setiap orang yang bekerja atau menjalankan bisnis tentu sudah memiliki mimpi-mimpi yang menjadi tujuan hidupnya. Sebagian dari mereka memiliki visi atau tujuan yang jauh kedepan berdasarkan nilai-nilai suara hati nuraninya, sedangkan yang lain hanya berkeinginan menjadi seorang wirausahawan terkenal dan kaya raya. Sukses dinilai dari produksi, tetapi itu bukan kesuksesan yang lengkap atau utuh tetapi itu parsial tetapi harus untuk mensejahterakan manusia.
Bagi mereka yang berbisnis dengan hati nurani, menjadi wirausahawan kaya raya bukanlah menjadi tujuan akhirnya.
Memiliki kekayaan berlimpah bukanlah tujuan utamanya, melainkan sebagai sarana untuk memperbanyak kebaikan dan memperkaya jiwanya. Bill Gates pemilik Microsoft...tidak merasa puas akan kekayaannya, sehingga ia mendirikan Penelitian/risert tentang HIV, Jimmy Carter mendukung HAM, Jhon Rokefeller mendirikan Pendidikan dan kesehatan, Cikutra juga menyisihkan hartanya buat Pendidikan dan Kesehatan dengan pendirian Sekolah-sekolah dan Rumah Sakit.
Keuntungan atau “profit” adalah penting dalam berbisnis, meski demikian keuntungan bukanlah tujuan akhirnya. Karena keuntungan dipandang sebagai sarana memberikan manfaat bagi orang lain sebanyak-banyaknya. Dengan kata lain mereka memiliki keinginan memperkaya harta dan memperkaya jiwanya secara seimbang. Karena berbisnis adalah bagian dari ibadah yang harus dipertanggungjawabkan kepada Tuhan.
Bisnis sesungguhnya memiliki bentangan makna yang luas, bukan semata-mata dinilai dari keuntungan uang, namun ada makna yang lebih tinggi dari keuntungan materi. Karenanya dalam berbisnis selain untuk meraih kesejahteraan materi, sebaiknya mempertimbangkan agar Bisnis yang kita lakukan, produk yang kita hasilkan dapat memberikan kontribusi kebaikan dan manfaat bagi orang lain sebesar-besarnya. Dengan demikian, berbisnis akan selalu mempertimbangkan nilai-nilai etika,moralitas dan hati nurani.
II. Pandangan Alkitab tentang Harta Kekayaan.
Saudara-saudari yang kekasih...!
Hal mengejar materi lebih dari pada hal2 lain, telah menjadi kecenderungan dalam hidup sebahagian masyarakat pada masa sekarang ini. Sebenarnya sikap hidup sedemikian bukanlah hal yang baru. Sejak manusia dikuasai oleh dosa, dimana manusia tidak lagi percaya kepada Allah pencipta, manusia lebih mempercayai harta dunia dan mengasihinya lebih dari pada kepada Allah. Harta dan uang diyakini sebagai penolong hidup yang terutama.
Pemimpin2 Israel dan orang2 kaya pada zaman nabi-nabi lebih mengasihi uang dari pada sesama manusia ( Amos 2: 6; 4:1). Demikian juga pada zaman Tuhan Yesus hidup di tengah2 orang Jahudi hal sedemikian masih menguasai hati dan pikiran manusia, kaya dalam hal harta dunia dianggap sebagai puncak keberhasilan hidup. Karena itu banyak orang-orang yang telah dikuasai uang/harta, sehingga satu2nya tujuan hidup mereka adalah menjadi orang kaya harta dunia, tanpa perduli akan harta kerajaan Sorga. Dan mereka lupa bahwa manusia hidup bukan bergantung kepada makanan dan pakaian atau uang, teapi kepada Allah (Mat 4:4).
Jika demikian salahkah orang menjadi kaya...? apakah Yesus membenci orang-orang kaya...? sudah pasti jawabannya adalah tidak. Tetapi Yesus menentang ketamakan akan harta bukan kekayaannya. (Band Luk 12; 13-21). Sebab dalam kenyataan Tuhan Yesus juga mengangkat seorang bendahara diantara murid-muridNya yaitu: Yudas Iskariot, dan Yesus juga sering memenuhi undangan orang-orang kaya (Luk 1:18; 19:8). Kita juga mengingat Abraham bapa orang percaya yang juga sangat kaya, Raja Daud, Yusuf dari Arimatea; Lidya seorang janda yang membantu pelayanan Paulus. Namun perlu kita ketahui bahwa Tuhan tidak berjanji bahwa mereka yang percaya dan melayani Dia akan selalu menjadi orang kaya, tetapi Ia berjanji bahwa orang itu dan bahkan anak cucunya tidak akan sampai mengalami kekurangan atau meminta-minta ( Mazmur 37 : 25 ).
Tuhan akan selalu menyediakan dan mencukupi kebutuhan orang benar yang mau terlebih dulu mencari Kerajaan Allah (Mat 6:33). Berapa banyak berkat yang kita terima adalah urusan Tuhan yang memberi berkat. Karena itu jangan kita mendewakan harta atau cinta uang.
Mengapa cinta uang dapat menjadi akar segala kejahatan ? (I Tim. 6:10).
1. Uang dapat membuat seseorang melupakan anugerah Allah
(II Tawarikh 26:16; Matius 26:14-16).
Dalam II Tawarikh 26:16 jelas dikatakan bahwa raja Uzia melupakan anugerah Allah hanya karena uang. Waktu dia baru menjadi raja, dia dituntun untuk dekat dengan Tuhan karena dia menyadari ketidakmampuannya menjadi raja, tetapi akhirnya uang membuat dia mendapatkan kekuatan dan setelah menjadi kuat dia lupa kalau semuanya karena anugerah Allah.
Dengan lain kata; bukan uangnya yang salah tetapi kalau karena uang kita melupakan anugerah, tidak lagi mencari Allah dan tidak menyadari bahwa semuanya karena anugerah Allah, itu akan menjadi awal dari segala kejahatan.
Dalam Matius 26:14-16 diceritakan tentang Yudas yang sangat bodoh karena menukar Yesus hanya karena 30 keping perak.
Kalau orang hatinya mulai tidak bersih biasanya mulai tidak bisa dipercaya soal uang. Karena uang dapat membuat orang menghalalkan segala cara.
Orang yang melupakan anugerah adalah orang yang:
- Tidak hidup dalam iman (I Timotius 6:10)
- Sombong.
2. Uang dapat membuat seorang tidak menghargai pelayanan
(Kisah Rasul 8:18-20; Kisah Rasul 5:1-5).
Melayani hanya untuk uang (I Timotius 3:3).
Setiap orang butuh uang tetapi jangan sampai kita terlibat dalam pelayanan hanya karena uang. Ingat, kita bisa melayani karena anugerah Tuhan. Jangan sampai seperti Simon yang berpikiran segalanya dapat dibayar, termasuk karunia. Dalam melayani yang dibutuhkan adalah ketulusan hati.
Uang dapat mengatu pelayanan.
Gereja yang hancur adalah gereja yang diatur oleh orang yang merasa kaya, ini bukan berarti bahwa orang kaya tidak boleh terlibat pelayanan tetapi hendaknya dia mengatur karena mencintai Tuhan sehingga pelayanan bisa maju.
3. Uang dapat membuat seorang lupa fokus hidupnya. (Amsal 28:20)
Orang yang ingin cepat menjadi kaya mempunyai kecenderungan untuk menghalalkan segala cara sehingga lupa akan fokus hidupnya.
Di akhir zaman ini dunia sedang kehilangan orang-orang yang berhati tulus. Kalau anda sebagai karyawan, bekerjalah dengan tulus. Jika anda seorang pedagang, berdaganglah dengan tulus. Jika anda businessman, lakukan bisnis dengan tulus. Jangan menghalalkan segala cara tetapi ingatlah fokus hidup kitasebagaiorangpercaya.
Fokus hidup yang dimaksud adalah:
- Kasih kepada Allah dan manusia
- Untuk hidup dalam kekudusan.
- Menjadi saksi Kristus (II Korintus 3:2-3).
4. Uang dapat membuat seorang lupa makna uang itu sendiri.
Yoh. 10:10, disini jelas Yesus berkata, Aku datang untuk memberi domba-dombaKu hidup dan hidup dalam kelimpahan. Berarti tujuan/makna uang adalah untuk menolong manusia dalam kehidupan. Uang juga disebut sebagai hamba yang baik dan tuan yang jahat.
Berkat yang Tuhan berikan sesuai kapasitas kita dan limpahannya adalah untuk memberkati orang lain yang membutuhkan.
Mat. 6:33, kalau kita menempatkan Tuhan pada bagian yang penting dalam hidup kita maka Tuhan akan memberkati kita dengan berkelimpahan.
Dalam doa Bapa kami (Matius 6:11) ditegaskan, berilah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya. Jadi uang adalah berkat Allah.
Band. Mat. 25:14-15, berbicara tentang talenta; dikatakan tuan tersebut mempercayakan hartanya kepada masing-masing hambanya menurut kesanggupannya.
Menyenangkan Tuhan adalah tugas kita sebagai kehidupan yang sudah diberkati.
Kelemahan manusia adalah cenderung selalu berpikir dalam konteks material. Padahal harta benda bukan ukuran berkat. Sebaliknya kemiskinan juga bukanlah ukuran bahwa seseorang telah berkorban di dunia demi harta di surga, tidak ! Saudara, Tuhan menyukai kesederhanaan ( Tit 2 : 2 ) dalam arti pengendalian diri, tapi bukan kemiskinan. Tuhan adalah Allah yang memelihara, karena itulah orang yang hidup dalam jalan yang benar tidak perlu khuatir akan mengalami hidup kekurangan.
III. Tuhan juga tidak melarang manusia menjadi kaya !
Dalam Alkitab, kita tahu ada perikop Firman Tuhan tentang orang kaya yang sukar masuk Kerajaan Allah ( Markus 10 : 17-27 ). Akan tetapi, jika kita cermati, Yesus di situ sebenarnya berbicara tentang orang kaya yang menempatkan kekayaannya di atas Tuhan dan pelayanan kepada orang lain. Itu sebabnya, kita juga perlu meneladani kisah-kisah Abraham, Yakub, Daud, Salomo, Ayub dsbnya, mereka adalah orang-orang yang mau dipakai Tuhan dan Tuhanpun memberi mereka kekayaan agar dapat melayani Dia dan sesama.
Jadi, Tuhan tidak pernah melarang kita menjadi kaya. Sebaliknya, IA justru akan menganugerahkan berkat kekayaan bagi mereka yang hidup berkenan di dalam Dia.
Kekayaan sejati menurut pandangan manusia sangatlah berbeda dengan pandangan Tuhan. Dalam Alkitab, Tuhan tidak memandang kekayaan dalam hal harta benda sebagai suatu kekayaan sejati. IA memperingatkan bahwa harta benda adalah hal yang fana ( Matius 6 : 19-20 ). Tapi meskipun begitu, Ia juga menjanjikan bahwa siapa yang setia kepadaNya juga akan memperoleh kekayaan dalam dunia ini menurut kemuliaanNya ( Filipi 4 : 19 ). Jadi ukuran kekayaan menurut Tuhan bukanlah pada besarnya harta yang dimiliki seseorang, melainkan sejauh mana ia mempergunakan kekayaannya itu untuk melayani Tuhan dan sesamanya.
Jika kita adalah kehidupan yang diberkati Tuhan dengan kekayaan, mari muliakan Tuhan dengan harta kita. Mari kita menjadi orang kaya yang menyenangkan Tuhan.
Pdt. Rosevelt. H.L. Tobing
Sekretaris Umum PGIW Jabar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar