Jadilah Teladan dalam Bekerja
Bacaan : 2 Tesalonika 3:10-13
Menurut kebanyakan orang kita bekerja adalah supaya kita mendapatkan ‘berkat’, jika kita tidak bekerja maka besar kemungkinan kita tidak akan memperoleh ‘berkat’. Benarkah sebuah pekerjaan hanya sesuatu usaha untuk mendapat berkat ? Apakah itu tujuan utama kita bekerja ? Untuk itukah Tuhan menyuruh kita bekerja ?
Dalam kedua surat Paulus kepada jemaat di Tesalonika tertulis banyak ucapan syukur karena Jemaat Tesalonika yang menjadi teladan karena kasih dan perilakunya di seluruh wilayah Makedonia. Paulus mengucap syukur dan berdoa agar Jemaat makin giat dalam pelayanan keteladanan dan kasih diantara sesama jemaat agar nama Tuhan dipermuliakan dan kebenaran Firman Tuhan makin diketahui semua orang. Dalam mencapai tujuan mulia itu, salah satu tugas yang diajarkan oleh Paulus adalah “kita semua harus bekerja”.
Beberapa hal yang dapat di definisikan dari esensi sebuah pekerjaan adalah :
1. Bekerja adalah wujud ucapan syukur
Pekerjaan adalah sebuah bentuk ucapan syukur kita kepada Bapa yang telah lebih dahulu ‘bekerja’ untuk kita. Bukankah Tuhan, Allah Bapa telah mengerjakan banyak hal kepada kita, lewat kesehatan, keluarga, tubuh yang sempurna, kawan kawan bahkan sebuah keselamatan yang tak terkira bagi kita. Tidakkah kita sepatutnya bersyukur dan mewujudkannya dengan menggunakan semuanya itu untuk sebuah pekerjaan yang berguna? Ketika sebuah pekerjaan disadari sebagai sebuah ucapan syukur, kita akan melihat betapa menyenangkannya sebuah pekerjaan. Adalah penting memiliki kesadaran tentang apa sebab kita bekerja, beberapa orang merasa pekerjaan sebagai sebuah ‘kutukan’. Aktivitas yang berulang tiap tiap hari sepanjang tahun dianggap sebuah nasib yang harus ditanggung dengan sabar. Kesadaran seperti ini membuat bekerja menjadi melelahkan, penuh keluhan dan sebuah kompetisi tanpa akhir untuk mengejar ‘berkat’ yang tidak pernah mencapai kata ‘cukup’. Pekerjaan menjadi menegangkan dan penuh kompetisi untuk mengejar pengakuan yang dinamakan ‘keberhasilan’. Masing masing baik sadar dan tidak sadar memandang penuh iri atas ‘berkat’ orang lain, lalu menjadi berusaha lebih keras bahkan dengan segala cara untuk menandingi ‘keberhasilan’ tersebut, besar kemungkinan mereka lupa untuk kapan dan dimana harus berhenti.
Lain cerita jika kita menganggap pekerjaan sebagai sebuah ucapan syukur kepada Allah Bapa. Kita hanya ingin bekerja yang terbaik untuk Bapa, karena Dia sudah baik kepada kita. Bekerja tidak didorong untuk tuntutan memperoleh ‘berkat’ lebih banyak ataupun pengakuan; karena kita sadar bahwa kita telah lebih dahulu terberkati oleh Sang Pemberi Berkat. 100% kita akan yakin jika kita bekerja pasti Tuhan memberikan berkat, karena Dia yang memberi berkat, susah payah tidak akan menambahinya ( amsal 10:22). Besaran berkat tidak lagi menjadi ukuran keberhasilan. Sedikit disyukuri, banyak tidak membuat sombong, karena kesadaran bahwa berkat adalah datangnya dari Bapa. Dalam Kejadian 26:12-13, jelas terlihat bahwa Ishak menjadi kaya bahkan sangat kaya karena berkat Tuhan, bukan karena berapa besarnya dia bekerja. Jadi bekerjalah dengan sukacita dan ucapan syukur, karena Tuhan memberkati kita, bukan karena kita berlelah mencari berkat.
2. Bekerja sebagai sebuah Teladan
Pekerjaan kita harus menjadi teladan, sehingga pada akhirnya orang lain melihat kemurahan Tuhan lewat pekerjaan yang kita lakukan. Ini berkaitan dengan kualitas, integritas dan etos kerja kita. Menjadi teladan tentu harus menjadi yang terbaik dengan cara yang seturut perintah Tuhan. Ketika kita bersih dilingkungan yang korup, ketika kita setia saat Boss tidak ada, ketika kita tidak mencuri di lingkungan yang penuh dengan pencurian, ketika kita hormat kepada atasan ketika banyak orang menggosip di belakang, dan hal hal yang menjadikan kita berbeda, pelan pelan keteladanan itu akan muncul dan diakui oleh lingkungan kita. Keteladanan membutuhkan sebuah konsistensi terus menerus dan tidak mudah terpengaruh, sebuah kesetiaan yang biasanya membutuhkan waktu yang panjang. Namun dengan dengan hati yang melihat pekerjaan sebagai sebuah ungkapan rasa syukur pasti tidak sulit melakukannya. Toh kita tidak perlu takut dan khawatir, karena sadar bahwa berkat datang dari Tuhan bukan dari boss, customer, pemerintah ataupun perusahaan.
Lalu dimanakah ukuran keberhasilan kita dalam bekerja? Beberapa pertanyaan ini bisa menjadi ukuran kita apakah kita sudah berhasil dalam bekerja atau belum.
a. Apakah kita lebih banyak bersyukur atau mengeluh dalam bekerja ?
b. Apakah kita lebih banyak memberi atau menerima ?
c. Sudahkah orang lain melihat kita berbeda dan menjadi teladan ?
Bacaan : 2 Tesalonika 3:10-13
Menurut kebanyakan orang kita bekerja adalah supaya kita mendapatkan ‘berkat’, jika kita tidak bekerja maka besar kemungkinan kita tidak akan memperoleh ‘berkat’. Benarkah sebuah pekerjaan hanya sesuatu usaha untuk mendapat berkat ? Apakah itu tujuan utama kita bekerja ? Untuk itukah Tuhan menyuruh kita bekerja ?
Dalam kedua surat Paulus kepada jemaat di Tesalonika tertulis banyak ucapan syukur karena Jemaat Tesalonika yang menjadi teladan karena kasih dan perilakunya di seluruh wilayah Makedonia. Paulus mengucap syukur dan berdoa agar Jemaat makin giat dalam pelayanan keteladanan dan kasih diantara sesama jemaat agar nama Tuhan dipermuliakan dan kebenaran Firman Tuhan makin diketahui semua orang. Dalam mencapai tujuan mulia itu, salah satu tugas yang diajarkan oleh Paulus adalah “kita semua harus bekerja”.
Beberapa hal yang dapat di definisikan dari esensi sebuah pekerjaan adalah :
1. Bekerja adalah wujud ucapan syukur
Pekerjaan adalah sebuah bentuk ucapan syukur kita kepada Bapa yang telah lebih dahulu ‘bekerja’ untuk kita. Bukankah Tuhan, Allah Bapa telah mengerjakan banyak hal kepada kita, lewat kesehatan, keluarga, tubuh yang sempurna, kawan kawan bahkan sebuah keselamatan yang tak terkira bagi kita. Tidakkah kita sepatutnya bersyukur dan mewujudkannya dengan menggunakan semuanya itu untuk sebuah pekerjaan yang berguna? Ketika sebuah pekerjaan disadari sebagai sebuah ucapan syukur, kita akan melihat betapa menyenangkannya sebuah pekerjaan. Adalah penting memiliki kesadaran tentang apa sebab kita bekerja, beberapa orang merasa pekerjaan sebagai sebuah ‘kutukan’. Aktivitas yang berulang tiap tiap hari sepanjang tahun dianggap sebuah nasib yang harus ditanggung dengan sabar. Kesadaran seperti ini membuat bekerja menjadi melelahkan, penuh keluhan dan sebuah kompetisi tanpa akhir untuk mengejar ‘berkat’ yang tidak pernah mencapai kata ‘cukup’. Pekerjaan menjadi menegangkan dan penuh kompetisi untuk mengejar pengakuan yang dinamakan ‘keberhasilan’. Masing masing baik sadar dan tidak sadar memandang penuh iri atas ‘berkat’ orang lain, lalu menjadi berusaha lebih keras bahkan dengan segala cara untuk menandingi ‘keberhasilan’ tersebut, besar kemungkinan mereka lupa untuk kapan dan dimana harus berhenti.
Lain cerita jika kita menganggap pekerjaan sebagai sebuah ucapan syukur kepada Allah Bapa. Kita hanya ingin bekerja yang terbaik untuk Bapa, karena Dia sudah baik kepada kita. Bekerja tidak didorong untuk tuntutan memperoleh ‘berkat’ lebih banyak ataupun pengakuan; karena kita sadar bahwa kita telah lebih dahulu terberkati oleh Sang Pemberi Berkat. 100% kita akan yakin jika kita bekerja pasti Tuhan memberikan berkat, karena Dia yang memberi berkat, susah payah tidak akan menambahinya ( amsal 10:22). Besaran berkat tidak lagi menjadi ukuran keberhasilan. Sedikit disyukuri, banyak tidak membuat sombong, karena kesadaran bahwa berkat adalah datangnya dari Bapa. Dalam Kejadian 26:12-13, jelas terlihat bahwa Ishak menjadi kaya bahkan sangat kaya karena berkat Tuhan, bukan karena berapa besarnya dia bekerja. Jadi bekerjalah dengan sukacita dan ucapan syukur, karena Tuhan memberkati kita, bukan karena kita berlelah mencari berkat.
2. Bekerja sebagai sebuah Teladan
Pekerjaan kita harus menjadi teladan, sehingga pada akhirnya orang lain melihat kemurahan Tuhan lewat pekerjaan yang kita lakukan. Ini berkaitan dengan kualitas, integritas dan etos kerja kita. Menjadi teladan tentu harus menjadi yang terbaik dengan cara yang seturut perintah Tuhan. Ketika kita bersih dilingkungan yang korup, ketika kita setia saat Boss tidak ada, ketika kita tidak mencuri di lingkungan yang penuh dengan pencurian, ketika kita hormat kepada atasan ketika banyak orang menggosip di belakang, dan hal hal yang menjadikan kita berbeda, pelan pelan keteladanan itu akan muncul dan diakui oleh lingkungan kita. Keteladanan membutuhkan sebuah konsistensi terus menerus dan tidak mudah terpengaruh, sebuah kesetiaan yang biasanya membutuhkan waktu yang panjang. Namun dengan dengan hati yang melihat pekerjaan sebagai sebuah ungkapan rasa syukur pasti tidak sulit melakukannya. Toh kita tidak perlu takut dan khawatir, karena sadar bahwa berkat datang dari Tuhan bukan dari boss, customer, pemerintah ataupun perusahaan.
Lalu dimanakah ukuran keberhasilan kita dalam bekerja? Beberapa pertanyaan ini bisa menjadi ukuran kita apakah kita sudah berhasil dalam bekerja atau belum.
a. Apakah kita lebih banyak bersyukur atau mengeluh dalam bekerja ?
b. Apakah kita lebih banyak memberi atau menerima ?
c. Sudahkah orang lain melihat kita berbeda dan menjadi teladan ?