Sabtu, 29 Juni 2013

"PRIA SEBAGAI IMAM DALAM KELUARGA" Ayat Pokok: 1 Petrus 3:1-2 [ I Raja-Raja 2:1, 3-4 ]. (II Samuel 7:12)

Pendahuluan: Sebutan “bapa” sangatlah familiar khususnya bagi kita yang telah terbiasa dengan pola hidup yang patriakhal. Dalam budaya patriakhal, seorang pria dewasa, lebih-lebih seorang pria yang berpengaruh dan cukup lanjut usia memiliki peran yang sangat menentukan bagi anggota keluarga dan orang-orang di lingkungannya. Sehingga dalam budaya patriakhal, peran seorang “bapa” dalam arti yang seluas-luasnya berada dalam posisi yang sangat tinggi (superior). Yang mana superiotas dan peran yang serba mendominasi dari para pria sering melemahkan dan melumpuhkan para wanita. Dalam pola pandang yang demikian, wanita sering dianggap mahluk yang lemah dan tidak berdaya. Padahal kini makin terbukti para wanita ternyata memiliki kemampuan yang tidak kalah dengan para pria. Mungkin zaman dahulu peran para pria sangat menentukan karena segala pekerjaan masih mengandalkan kekuatan otot secara manual. Tetapi pada masa kini di mana segala pekerjaan yang penting hampir telah dioperasikan dengan sistem komputer dan berbagai perangkat lunak lainnya, sebenarnya sekarang kita tidak terlalu membutuhkan kekuatan otot lagi. Semua jenis pekerjaan yang profesional atau pekerjaan sehari-hari hampir telah diganti dengan sistem teknologi yang canggih. Karena peran pria sebagai seorang “bapa” dianggap superior, maka para pria justru kehilangan kemampuan utamanya untuk memerankan “bapa” dalam arti yang positif dan konstruktif. Mereka tidak dapat memerankan fungsi atau perannya sebagai seorang bapa dengan penuh kasih. Akibatnya cukup banyak para bapa yang mudah menyakiti hati istri dan anak-anak mereka. Mereka menerapkan sikap otoriter dan kadang-kadang menggunakan cara yang keras untuk mengatur kehidupan keluarga atau orang-orang di tempat pekerjaannya. Makna peran seorang “bapa” sering diidentikkan dengan sikap “maskulin” yang konotasinya menunjuk sikap kelelakian yang kasar, tangguh, kejam dan selalu mampu memaksakan kehendak. Padahal arti seorang “bapa” tidaklah demikian. Karena dalam diri seorang “bapa” tersirat suatu model dari ketokohan yang dilandasi oleh kebijaksanaan, intelektualias dan keteladanan moral. Itu sebabnya gelar “bapa” dalam Alkitab kemudian dikenakan kepada sesuatu yang ilahi, yaitu Allah. Secara khusus dalam pengajaran Tuhan Yesus, Allah dipanggil dengan “bapa” (Abba). Banyak keluarga yang hancur akibat dari tidak menempatkan diri dalam posisi yang sebenarnya sehingga terjadi mis-komunikasi dalam satu rumah tangga. Hal ini juga dialami keluarga Kristen hingga ada yang berakibat berantakan karena suami ... Model keluarga Kristen, suami adalah kepala keluarga yang mempunyai otoritas terhadap istri dan anak-anaknya (Kej 3.16; 1 Tim 3.12; 1 Kort 11.3) The Saturday Evening Post pernah menerbitkan sebuah artikel berjudul “True Love”. Demikian petikannya: “Untuk membuktikan kesungguhan cintanya, seorang suami membuktikannya dengan berenang mengarungi sungai yang terdalam, melintasi gurun pasir yang terluas, dan mendaki gunung yang tertinggi. Tetapi apa hasilnya? Istrinya menceraikannya. Karena apa? Karena sang suami tidak pernah di rumah.” Sang Istri tidak merasakan “true love” dari suaminya. Tatkala Yosua bersama umat Israel menyeberangi Laut Teberau, melintasi gurun pasir, mengintai Kanaan, menyeberangi Sungai Yordan, bahkan sampai memasuki negeri Kanaan, semuanya itu, baik peristiwa besar maupun kecil, mereka tetap melihat Tuhan selalu hadir dan menyertai mereka. Mereka sungguh melihat “true love” Tuhan secara nyata. Inilah yang membedakan “true love” manusia dengan Allah. “True love” Allah sangat tidak terbatas oleh tempat dan waktu, sedangkan manusia sangat terbatas. Sungguh patutlah kita bersyukur. Demikianlah “true love” Allah sungguh nyata dalam kehadiranNya di tengah-tengah umatNya. Karena itu jugalah di akhir hidupnya, Yosua kembali menantang bangsa Israel untuk tetap menyembah Tuhan, “…pilihlah kepada siapa kamu akan beribadah hari ini. Tetapi, aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN!” (Yosua 24:15) Petrus mengatakan pada suratnya dengan jelas memaparkan tugas dan tanggung jawab sebagai istri-suami sebagai keluarga Kristiani dimana dikatakan 1 Petr 3:1-2 Demikian juga kamu, hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, supaya jika ada di antara mereka yang tidak taat kepada Firman, mereka juga tanpa perkataan dimenangkan oleh kelakuan isterinya, jika mereka melihat, bagaimana murni dan salehnya hidup isteri mereka itu. Dan sebagai seorang suami juga dikatakan dengan jelas "Demikian juga kamu, hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan isterimu, sebagai kaum yang lebih lemah! Hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doamu jangan terhalang" (aya 7). Kebanyakan keluarga Kristen tidak lagi meletakkan firman Tuhan sebagai dasar yang kokoh bagi keutuhan keluarga mereka. A. Beberapa model keluarga pada zaman sekarang Sebelum kita melihat apa fungsi seorang pria sebagai imam di dalam kelauarganya, mari kita lihat terlebih dahulu beberapa model "kedudukan"pemerintahan yang ada di dalam keluarga Kristen dewasa ini. 1. Model garis lurus yaitu: model ini menyatakan suatu urutan otoritas dengan garis lurus; Otoritas tertinggi berada di tangan suami; otoritas kedua yang ada di bawah suami adalah istri; Istri mempunyai otoritas terhadap anak-anak, model ini biasanya terdapat pada keluarga di mana sang suami adalah orang yang super sibuk sehingga tanggungjawab pengurusan anak dilimpahkan sepenuhnya kepada istri. 2. Model persamaan hak dimana model ini menyatakan bahwa suami dan istri mempunyai kedudukan yang sama otoritasnya. Otoritas yang tertinggi berada di tangan suami dan istri. Anak-anak diurusi oleh siapa saja yang sempat dan model ini biasanya terdapat pada keluarga yang suami maupun istri sama-sama sibuk dengan urusan masing-masing. 3. Model penguasa tunggal; model ini menyatakan di mana suami mempunyai kedudukn dan otoritas tertinggi atas istri dan anak. Kedudukan istri tidak mempunyai otoritas apapun terhadap anak-anak. Ini terjadi bila seorang suami dikenal dengan sikap diktator, tidak ada yang boleh menentangnya, tidak anak tidak istri 1. 4. Model bertukar peran; di mana istri menggantikan perananan suami dengan memengang otoritas tertinggi atas suami dan anak. Suami kurang berperan tidak mempunyai otoritas apapun dan bahkan mengurusi rumah tangga, istri menjadi pencari nafkah. 5. Model Izebel, istri yang memang seluruh kendali atas suami, anak dan seisi rumah suami hanya tunduk kepada perintah istri demikian juga anak-anaknya. Ini biasa terjadi pada wanita karier yang lebih sukses dibandingkan suaminya. Model Yang Benar Model keluarga Kristen, suami adalah kepala keluarga yang mempunyai otoritas terhadap istri dan anak-anaknya (Kej 3.16; 1 Tim 3.12; 1 Kort 11.3), istri mewakili suami sebagaimana Kristus mewakili Allah dan suami mewakili Kristus. Suami juga bertanggungjawab atas anak-anaknya (Kol 3.21; Efs 6.4) istri mempunyai otoritas terhadap anak-anaknya sebagai seorang ibu ( Efs 6.1-20 dan model ini adalah model keluarga Kristen yang dikehendaki Tuhan. B. Peranan Suami Sebagai Imam dalam keluarga Ada 3 fungsi utama seorang imam, yaitu; 1. Mempersembahkan korban, korban yang dipersembahkan seorang imam adalah untuk dirinya sendiri dan seluruh jemaat, korban yang dipersembahkan untuk menguduskan dirinya dan seluruh jemaat. Di dalam lingkungan keluar, peranan seorang suami sebagai seorang imam dalam atau bagi keluarganya adalah menjaga kekudusan dirinya sendiri dan anak-anaknya 2. Menaikkan doa syafaat. Tugas seorang imam menaikkan doa syafaat kepada Tuhan untuk kepentingan umat Tuhan atau dikatakan bahwa ia menjadi penengah antara Tuhan dan umatNya dan juga penengah antara iblis dan anak-anakNya. Suami Kristen juga menjadi pendoa syafaat atau penengah bagi istri dan anak-anaknya. 3. Memberkati. Dimana suami Kristen harus memberkati umat Tuhan, demikian juga suami Kristen wajib memberkati dan menjadi berkat bagi keluarganya dengan cara melayani istri dan anak-anaknya dalam hal berkat materi dan berkat jiwani dan berkat batiniah bagi istri. Pdt. R.H.L. Tobing, S.Th.MA

Kamis, 27 Juni 2013

Khotbah Minggu 30 Juni 2013 "Orang Kristen Yang manakah Anda"….? Mat. 8:18-22

Dalam Mat 8:18-22 ini hanya diceritakan tentang 2 orang (dalam Luk 9:57-62 yang merupakan bagian paralelnya ada 3 orang). 1) Orang pertama (ay 19-20). • orang ini adalah seorang ahli Taurat dan ia mau ikut Yesus. Kata-katanya kelihatannya menunjukkan bahwa ia adalah orang yang rohani. Tetapi dari jawaban Yesus pada ay 20 bisa disimpulkan bahwa orang ini ingin ikut Yesus karena ia mengira bahwa ikut Yesus itu bakal enak (karena Yesus bisa melakukan segala macam mujijat). Orang ini tidak tahu apa-apa tentang penyangkalan diri, pemikulan salib, penderitaan karena / demi Kristus dan sebagainya. • Jawaban Yesus kepada orang pertama ini (ay 20): * ay 20 menunjukkan Yesus tidak punya tempat tinggal. Ia ditolak dimana-mana. * Orang Kristen yang menganggap bahwa ikut Yesus itu enak tok, perlu memperhatikan dan merenungkan ay 20 ini! Juga ayat-ayat seperti Mat 10:16 Mark 13:12-13 Yoh 15:18-19 Yoh 16:33 Fil 1:29 2Tim 3:12). * Yesus tidak melakukan propaganda bahwa ikut Dia itu enak. Ia langsung memberitahu bahwa ikut Dia itu berat dan ada ‘ongkos yang harus dibayar’. Ini jelas bertentangan dengan banyak ajaran pada saat ini yang mengatakan bahwa ikut Yesus pasti kaya, sembuh dari sakit, bebas dari problem dan sebagainya. Yesus tidak pernah mengajarkan ajaran yang seperti ini! 2) Orang kedua (ay 21-22). Ada orang-orang yang menafsirkan bahwa ayah orang itu memang baru saja mati. Tetapi rasanya tidak mungkin Yesus melarang orang itu untuk mengubur ayahnya kalau ayahnya betul-betul baru mati. Penafsir yang lain menganggap bahwa tradisi saat itu adalah bahwa seorang anak harus menguburkan ayahnya. Jadi, biasanya anak tidak mau pergi jauh sebelum ayahnya mati dan ia kuburkan. Jadi, yang diminta oleh orang ini adalah penundaan untuk ikut Yesus sampai ayahnya mati, barulah ia mau ikut Yesus. Apa yang ingin dilakukan oleh orang itu (mengubur ayah) adalah sesuatu yang baik (bdk. Mat 15:3-9). Tetapi ia mengutamakan hal itu lebih dari ikut Yesus. Ini yang salah! Penundaan yang ingin ia lakukan menunjukkan bahwa ia tidak mempunyai kesadaran bahwa ikut Yesus / melayani Yesus adalah sesuatu yang sangat mendesak dan tidak boleh ditunda. Tetapi banyak orang Kristen seperti itu. Mereka menunda untuk belajar Firman Tuhan, melayani Tuhan dan sebagainya dengan piliran: ‘Lain kali toh masih bisa’. Apakah saudara juga berpikir seperti itu? Bertobatlah! Ay 22 artinya: orang yang mati rohani bisa menguburkan ayahmu, tetapi kamu harus ikut Aku dan mengabarkan Injil (Lukas 9:60). Ada tugas-tugas yang bisa dilakukan oleh orang lain, yang tidak Kristen sekalipun. Tetapi ada tugas-tugas yang hanya bisa dilakukan oleh orang Kristen yang sungguh-sungguh. Misalnya memberitakan Injil. Ini harus diprioritaskan! Penerapan: Apakah saudara punya aktivitas-aktivitas dunia (sekalipun itu baik) sehingga saudara lalu tidak mempunyai waktu untuk melayani Tuhan? Ingat bahwa aktivitas duniawi itu bisa dilakukan oleh orang lain, yang kafir sekalipun. Tetapi pelayanan di gereja tidak bisa dilakukan oleh orang kafir. Kapan saudara mau meninggalkan aktivitas duniawi itu dan mulai melayani Tuhan? Dalam pelayananpun ada hal-hal yang bisa dilakukan oleh banyak orang, misalnya jadi bendahara, penulis, dan sebagainya. Ada hal-hal yang hanya bisa dilakukan oleh sedikit orang, misalnya menjadi liturgist, organist dan sebagainya. Ada hal-hal yang hanya bisa dilakukan oleh sangat sedikit orang, misalnya berkhotbah / mengajar. Saudara harus berusaha untuk lebih menggunakan karunia-karunia yang jarang ada! 3) Perbandingan antara orang pertama dan orang kedua: Orang pertama : too ready to follow Jesus (= terlalu siap untuk mengikut Yesus). Orang kedua : too unready to follow Jesus (= terlalu tidak siap untuk mengikut Yesus). Sdr/I yang dikasihi Tuhan…! Pada saat ini banyak sekali barang-barang tiruan yang meniru produk-produk terkenal. Misalnya: Hp Blackberry yang lagi ngetop-ngetopnya dan menjamur di berbagai kalangan (sampe Presiden Obama dan WaPres Jusuf Kalla memakainya) ditiru oleh hp Nexian. Bentuknya sama persis, hampir ga ada bedanya. Sandal Crocs yang lagi heboh, yang banyak bolongnya kayak kotak sabun, ditiru oleh merek-merek lain. Apalagi Negeri Tirai Bambu, yang begitu terkenal dengan plagiatisme. Jam rolex merek terbaru yang belum dikeluarkan saja sudah ditiru dan dipasarkan oleh negeri China. Bukan hanya produk, bukankah sering kita dengar terjadi pemalsuan uang sehingga ada iklan yang mengajarkan untuk “dilihat, diterawang dan diraba”, untuk mengetahui apakah itu uang palsu. Mengapa mereka meniru? Alasan utama ialah karena mereka akan mendapatkan keuntungan jika mereka dapat meniru barang-barang tersebut. Nilai jual bertambah, dan nama produk mereka semakin naik. Tentunya barang-barang yang ditiru adalah barang-barang yang memang layak atau pantas serta menarik untuk ditiru. Namun bagaimanapun juga, sekali barang tiruan-tetaplah tiruan. Ia tidak mungkin bisa menyerupai sama persis dengan aslinya. Nexian tidak memiliki kemampuan seperti BB, hanya tampilannya aja. Jam rolex palsu tidak memiliki kualitas sebaik aslinya, dan mudah rusak. Uang palsu tidak mempunyai nilainya. Tiruan bukan asli, dan asli bukan tiruan. Yang asli dapat ditiru, tapi yang tiruan tidak dapat diaslikan. Namun, bukan hanya produk-produk bermerek yang ditiru, ternyata orang Kristen pun ada yang tiruan. Kita katakan mereka adalah orang Kristen samaran. Mereka adalah orang-orang yang mengaku percaya Tuhan namun sebenarnya rasa percaya itu tidak ada dalam dirinya. Mereka yang mungkin setiap hari kegereja, sudah di babptis, bahkan yang mengambil atau terlibat dalam pelayanan, namun dalam kehidupan sehari-hari mereka tidak pernah memiliki relasi yang intim dengan Tuhan. Orang-orang Kristen seperti ini dapat kita katakan sebagai orang Kristen samaran. Alkitab sendiri pernah menulis dalam Matius 7:22-23 “Pada hari terakhir banyak orang akan berseru: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!”. Tuhan mengingatkan bahwa akan ada orang-orang kristen samaran atau tiruan, namun sebenarnya bukan Kristen. Seperti apa orang-orang itu? Apakah mungkin kita yang duduk saat ini juga bukan seorang Kristen sejati? Bagaimana cara mengetahuinya? Sama seperti petugas bank, bila ingin mengenali yang palsu, ia harus mengenali aslinya terlebih dahulu. Demikian juga kita dapat mengetahui apakah kita adalah Kristen samaran atau bukan yaitu dengan mengenal seperti apa sih Kristen sejati itu. Matius 8:18-22 merupakan perikop yang berbicara tentang pemuridan. Kita tahu bahwa semua orang yang percaya kepada Tuhan secara otomatis akan menjadi murid-murid Kristus, tidak mungkin tidak. Oleh karena itu kita harus mengetahui bagaimanakah ciri-ciri murid Kristus itu. Dalam perikop inilah kita akan belajar langsung dari perkataan Yesus sendiri tentang ciri-ciri seorang murid Kristus yang sejati. Dengan mengetahui ciri-ciri murid Kristus yang sejati kita akan dapat mengetahui ciri-ciri murid-murid Kristus samaran, atau dapat juga dibilang orang Kristen samaran. Seorang murid sejati atau Kristen sejati itu harus memiliki sikap rela berkorban Pada ayat 18 dikatakan bahwa “ketika Yesus melihat orang banyak mengelilinginya, bertolaklah Ia keseberang”. Sesampainya di seberang ia bertemu dengan seorang ahli Taurat, dan ahli Taurat itu berkata “Guru, aku akan mengikuti Engkau, ke mana saja Engkau pergi”. Ii, sebenarnya peristiwa ini merupakan suatu peristiwa yang unik. Mengapa? Ahli taurat merupakan seorang yang memelihara hukum Taurat mengajarkan hukum Taurat pada waktu itu. Mereka sangat dihormati dan dihargai. Banyak orang yang segan dengan keberadaan mereka, karena mereka dianggap sebagai wakil Allah yang mengerti tentang hukum-hukum Taurat. Pada umumnya hampir tidak ada seorang ahli Taurat yang mau mengikuti Yesus. Apalagi ketika Yesus di dunia, Yesus sangat mengecam para ahli Taurat yang bersikap munafik, penuh tipuan, tidak memiliki kasih, dsb. Oleh karena itu kebanyakan para ahli Taurat ini sangat membenci Yesus. Mereka selalu mencari cela untuk mencari kesalahan-kesalahan Yesus. Dan kita tau bahwa pada akhirnya, merekalah yang menyalibkan Yesus. Jika kita melihat dalam keseluruhan Injil Matius, kita akan melihat begitu banyak konfrontasi yang dilakukan oleh Ahli Taurat kepada Yesus. Inilah yang menjadi letak kejanggalannya. Di ayat 19 di katakan bahwa ada seorang ahli Taurat yang hendak mengikuti Yesus, dan memanggil Yesus “guru”. Bukankah ini aneh? Namun apa jawab Yesus? Dalam Ayat 20 Yesus segera menjawab “Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya”. Ini merupakan majas ironi yang Yesus berikan. Serigala itu merupakan hewan yang licik, tidak berperasaan, dan seringkali orang-orang yang kejam dilambangkan sebagai seekor serigala (seperti herodes). Namun hewan seperti ini dikatakan mempunyai liang untuk beristirahat. Sedangkan burung merupakan hewan yang murah, lemah, dan tidak berdaya. Namun hewan seperti ini juga memiliki sarangnya. Lalu Yesus mengontraskan dengan dirinya “tetapi Anak Manusia (yang adalah Yesus sendiri) tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala.” Apa maksudnya? Yesus hendak memberitahukan kepada ahli taurat itu: “jika kamu mau mengikuti aku, kamu harus rela berkorban, rela hidup tidak enak, rela menderita sama seperti aku”. Kita tahu sendiri bahwa selama hidup-Nya, Yesus banyak menghadapi penderitaan. Sejak awal ia ditolak, tidak mempunyai tempat tinggal, dihina, dikhianati, bahkan di bunuh di kayu Salib. Inilah pesan yang ingin Tuhan berikan pada ahli Taurat itu. Mungkin awalnya Ahli Taurat itu hendak mengikuti Yesus karena jika kita melihat perikop sebelumnya, Yesus sudah melakukan banyak mujizat, dan Ia sudah terkenal; sehingga jika ia bisa menjadi murid Yesus, namanya bisa ikut mengambung dan ia bisa hidup enak, karena Yesus mampu melakukan apa saja. Tapi Yesus mengajar lain. Menjadi pengikut Kristus itu bukanya hidup enak-enak, tapi hidup susah dan harus rela bekorban. Pada tahun 1600 penganiayaan terjadi begitu keras terhadap orang-orang Kristen yang ada di Jepang. Tanggal 20 Feb 1627 seorang misionari Kristen yang bernama Paulo ditahan karena menampung orang-orang Kristen dirumahnya. Dalam penahanan itu ia disiksa. Ia dipukul, ditelanjangi, dan diseret. Namun Paulo tetap tegar. Pemerintah Jepang menggunakan cara yang lebih keji untuk menyiksanya. Mereka berkata bahwa mungkin orang ini dapat kuat dalam menghadapi siksaan, namun ia tidak akan kuat jika melihat anak-anaknya disiksa. Lalu mereka menghampiri Paulo dengan membawa anak-anaknya, sambil berkata “berapa banyak jari anakmu yang harus saya ambil atau kamu mau menyangkal Tuhanmu” Paulo sempat bingung, bayangkan saja jika anak kita menderita, bukankah itu jauh lebih menderita dibandingkan jika kita yang menderita? Namun dengan tegar Paulo berkata “semua terserah padamu, anakku sudah kuserahkan dalam tangan Tuhan”. Akhirnya semua anaknya jari-jarinya dipotong semua, yang disisain hanya jempol dan kelingking, dengan anggapan bahwa mereka harus lebih buruk daripada hewan. Dan akhirnya ia harus mati karena penganiayaan itu. Namun sebelum ia mati, ia mengangkat tangannya ke atas sambil menyerahkan nyawanya. Inilah ciri Seorang Kristen sejati yaitu rela bekorban. Sebaliknya, orang Kristen samaran adalah orang yang inginnya hidup senang saja, yang hanya meminta berkat dan berkat, tapi tidak pernah mau bekorban untuk Tuhan. Saudara ada di posisi manakah kita saat ini? Apakah kita merupakan orang Kristen sejati ataukah samaran? Jika kita mengatakan bahwa kita adalah orang Kristen sejati, sejauh mana kita sudah bekorban untuk Kristus. Tidak perlu jauh-jauh berbicara untuk menjadi martir bagi Kristus. Dalam kehidupan pelayanan kita, sudahkah kita melayani Tuhan di gereja? Siapkah kita meluangkan waktu lebih untuk pelayanan? Atau kita lebih suka untuk menyibukkan diri di rumah dan keluarga, dan mengabaikan pelayanan sama sekali. Sudahkah kita mengerahkan tenaga lebih untuk Tuhan? Sudahkah kita menguras pikiran kita bahkan hati kita demi kepentingan Kristus? Atau mungkin selama ini kita mengikuti Yesus dengan motivasi agar kita diberkati terus menerus, namun tidak ada sedikitpun motif untuk melayani Dia. Saudara, Yesus sendiri pernah berkata “barangsiapa yang mengikuti Aku ia harus siap menyangkali dirinya, memikul salibnya, dan mengikuti Aku.” Hidup mengikut Yesus penuh dengan kesusahan, ada kalanya kita harus memikul salib yang begitu berat. Namun itulah ciri untuk menjadi murid Yesus yang sejati. Jika Yesus menderita, maka murid-muridnya juga harus siap menderita. Amen. Dari berbagai Sumber https://www.youtube.com/watch?feature=player_embedded&v=ctmZy1emPFE

Minggu, 23 Juni 2013

Roma 8: 14-18 "Menjadi Anggota Keluarga Allah"

Pendahuluan Nas perikop ini ada baiknya dibaca dengan latar belakang ayat-ayat sebelumnya, khususnya ayat 9-11. Pada ketiga ayat itu Paulus menegaskan bahwa kita yang percaya kepada Kristus tidak lagi hidup dalam daging, melainkan dalam Roh, yang telah menghidupkan tubuh kita dan sekarang Roh itu tinggal di dalam diri kita. Keadaan yang baru ini, yaitu hidup oleh dan di dalam Roh, menghasilkan sebuah perbedaan yang amat nyata dalam kehidupan kita. Perikop ini merupakan kesimpulan dari ayat-ayat yang mendahuluinya yaitu mulai dari ayat 1. Dalam perikop ini Paulus mau mengggambarkan hubungan baru antara orang percaya dengan Allah. Melalui sebuah kiasan, orang percaya itu di angkat (diadopsi) menjadi anggota keluarga Allah, dan hal ini merupakan anugerah Allah kepada setiap orang percaya. Penjelasan: Ayat 14-17: 1. Hidup Sebagai Anak-anak Allah. Konsep “patria potestas” (Latin: 'kekuasaan seorang ayah') adalah sistem adopsi anak di lingkungan kerajaan Romawi. Isinya memaparkan kuasa mutlak seorang ayah atas keluarganya. Seorang ayah berkuasa atas hidup-mati anak-anaknya, dan sepertinya tidak pernah meranjak dewasa atau mandiri sebab meskipun sudah tua ia tetap berada di bawah kerangkeng patria potestas. Agar bisa diangkat menjadi anak, seseorang harus lebih dahulu keluar dari kungkunganpatria potestas itu. Prosesnya sangat berat dan sulit serta sangat mengesankan. Konsekuensi pengangkatan seperti inilah yang ditekankan oleh Paulus dalam perikop ini, orang percaya telah di angkat menjadi anak-anak Allah. Orang yang telah diadopsi mendapat hak sebagai anak yang sah dan mengikat dalam keluarga barunya. Dia telah menjadi ahli waris atas harta ayah barunya. Haknya tidak dapat dicabut, dan akan mewarisi harta ayahnya bersama-sama saudara-saudaranya yaitu anak kandung dari ayah barunya. Secara hokum, kehidupan lama dari anak yang diadopsi ini telah dihapuskan termasuk hutang-hutangnya. Dia menjadi orang baru dalam kehidupannya yang baru. 2. Roh Kudus sebagai Saksi Dalam budaya Romawi pengangkatan seorang anak harus juga disaksikan oleh beberapa saksi (Band. Dalam budaya Batak, pengangkatan seorang anak harus disaksikan oleh pihak keluarga;Hula-hula, Boru dan Dongantubu). Pengangkatan kita sebagai anggota keluarga Allah disaksikan oleh Roh Kudus. Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita benar-benar telah menjadi anak-anak Allah. Roh itu bersaksi, bahwa pengangkatan itu benar adanya. 3. Hidup Yang Dipimpin Oleh Roh Sebagai anak-anak Allah, kita tidak lagi boleh hidup di dalam “ketakutan”. Kita harus berani bersaksi kepada dunia bahwa Allah adalah Bapa kita. Juga berani berseru dalam penghormatan kepada kepada Allah sebagai Bapa kita. Sebagai anak Allah, kita juga harus menanggalkan manusia lama kita yang dulu hidup bergelimang dosa (hidup dalam daging) dan mengenakan manusia baru kita, yaitu hidup yang dituntun oleh Roh Allah, Bapa kita. Megikuti aturan main yang telah Dia tetapkan untuk kita (Band. 2 Tim. 1:7-8) Ayat 18: Kemuliaan Yang Akan Datang Setelah Tahan dalam Penderitaan Paulus selalu memandang kepada 3 zaman atau masa, yaitu: masa yang lalu, sekarang dan masa depan. Dalam perikop ini Paulus memperlihatkan zaman sekarang, dimana mungkin saja orang percaya akan mengalami penderitaan sebagai anak-anak Allah. Akan tetapi anak-naka Allah selalu bersama-sama dengan Tuhan Yesus (yang telah berjanji akan menyertai senantiasa), karena itu anak-anak Allah harus bersabar menghadapi penderitaan itu. Paulus menghibur dengan perbandingan, bahwa penderitaan zaman sekarang yang dialami oleh anak-anak Allah tidaklah berarti apa-apa bila dibandingkan dengan kemuliaan yang akan diterima kelak. Dalam Roma 5:2b Paulus berkata, “Di dalam kasih karunia ini kita berdiri dan kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah.” Pada zaman sekarang kita harus bertahan dan bersabar dalam penderitaan sebab kelak, Allah akan memuliakan anak-anak-Nya. Refleksi 1. Kita harus menanggalkan manusia lama yang akan menemui kebinasaan karena kita sudah diangkat Allah menjadi anak-anak-Nya. 2. Roh Kudus yang menolong kita untuk meninggalkan sifat-sifat manausia lama kita. 3. Kita harus dibaharui dalam roh dan pikiran. 4. Kita harus mengenakan manusia baru yang sesuai dengan kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya. 5. Sebagai anak-anak Allah kita harus bersabar dalam penderitaan karena kita mengharapkan kemuliaan kelak yang jauh lebih besar artinya. Warisan mempunyai arti yang berbeda di perjanjian lama dan perjanjian baru. Di perjanjian lama warisan sering kali di artikan tanah, harta, kuasa, dan sejenisnya. Tetapi di perjanjian baru warisan indentik dengan suatu hubungan ayah dan anak. Di perumpamaan kebun anggur (Markus 12: 1-11), dapat kita simpulkan bahwa Tuhan Yesus adalah ahli waris tunggal, sedangkan dari Galatia 4: 6-7 Gereja (kita semua orang percaya) adalah ahli waris bersama. Sekarang pertanyaanya adalah berupa apakah warisan Tuhan itu? 1. Kerajaan Allah (Matius 21:43, Matius 25: 34, 1Korintus 6: 9, 1 Korintus 15: 50). Kerajaan disini bukan berarti suatu tempat, negara, atau semacam itu. Tetapi kerajaan Allah disini adalah suatu nuansa dimana Yesus adalah Raja dan kita sebagai rakyatNya. Dalam hidup kita siapakah yang menjadi raja atas hidup kita? Masih diri kita sendiri atau sudahkah kita menjadikan Yesus sebagai Raja atas hidup kita? 2. Hidup yang kekal (Matius 19:29, Lukas 10: 25, 1 Timotius 6: 18-19). Hidup yang kekal tidak hanya berbicara tentang lamanya jangka waktu, tetapi juga berbicara tentang kualitas hidup yang sebenarnya. Hidup yang kekal adalah kualitas kehidupan dimana kehendak Allah terjadi dalam hidup kita, yaitu hidup di bawah pimpinan Tuhan (Kerajaan Allah). Kapankah kita memperoleh warisan hidup yang kekal ini? Sekarang juga pada saat kita percaya dan taat pada Tuhan (Yohanes 3: 16, 36). Ada banyak lagi warisan-warisan Tuhan yang lain, tetapi point-point diatas adalah dua dari yang terutama. Kita sudah mendapatkan sebagian dari warisan-warisan Tuhan, belum semuanya. Tetapi Tuhan sudah memberikan jaminanNya kepada kita, yaitu Roh Kudus (Efesus 1: 14, 2 Korintus 1: 21-22, 2 Korintus 5: 5). Tuhan Yesus memberkati. Amen RHL

"YANG MAHAMULIA" Yehezkiel 1:15-28

Begitulah kelihatan gambar kemuliaan TUHAN. Tatkala aku melihatnya aku sembah sujud, lalu kudengar suara Dia yang berfirman. (Yehezkiel 1:28b) Jika kita mencoba membayangkan atau berimajinasi mengenai kemuliaan Tuhan, kita akan menemui kesulitan karena keterbatasan kita. Pengarang atau penyair terbaik sekalipun tak akan dapat mengungkapkannya dengan kata-kata. Pelukis sekaliber Picasso juga tak akan mampu menuangkannya di atas kanvas. Pencipta lagu dan penyanyi tak akan bisa melantunkannya. Pemahat patung kelas dunia pun tak akan sanggup memahat sosok mulia ilahi. Begitu juga yang dialami Yehezkiel. Betapa ia terbata-bata ketika melihat kemuliaan Tuhan. Kemuliaan Tuhan terlalu dahsyat untuk dapat diuraikan. Tidak heran, ketika kita membaca upaya Yehezkiel menggambarkannya, semakin banyak kata digunakan justru semakin bingung kita membayangkannya. Coba bayangkan ay. 15-28a, misalnya. Sangat sulit, bukan? Karena itu, hanya satu hal yang Yehezkiel perbuat tatkala diperhadapkan pada kemuliaan Tuhan yang begitu dahsyat: sujud menyembah dalam kerendahan hati (ay. 28). Allah yang Mahamulia, yang jauh melampaui pikiran manusia, tidak bisa digambarkan oleh apa pun di muka bumi ini. Manusialah satu-satunya ciptaan Allah yang disebut gambar Allah (Kej. 1:26-27). Manusia diciptakan Allah dengan menyandang citra Allah (imago Dei), untuk menyatakan kemuliaan Allah. Nah, apakah hidup kita—perkataan, pikiran, dan perbuatan kita—sudah memuliakan Tuhan? Oleh Yesus Kristus, Sang Manusia Sejati, kita dikuduskan agar layak memuliakan Allah dan mengasihiNya! Mari kita yakinkan diri kita dahulu bahwa Yesus benar-benar Tuhan dan Allah yang kita kasihi ditengah-tengah kehidupan kita dan tiada yang lain selain dari pada Dia yang telah mati dan bangkit untuk kita. “Kasihilah Tuhan Allahmu, dengan segenap hatimu, dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu” (Ulangan 6:5). Kasih adalah dasar bagi kita mengenal Kemuliaan Kristus, jika kita memang benar mengasihi Yesus, maka sesulit apapun hidup yang akan kita jalani kita akan tetap setia; apapun yang kita lakukan akan menjadi kemuliaan bagi Tuhan. Semua yang akan kita perbuat adalah karena kasih kita kepada Allah. Hidup baru di dalam Kristus adalah: “Namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diriNya untuk aku” (Galatia 2:20). RHL MULIAKANLAH ALLAH DENGAN SELURUH ASPEK KEHIDUPAN KITA KARENA HANYA DIA YANG PATUT DISEMBAH

Khotbah Kebaktian Keluarga "MENGAPA KEMBALI KE PERHAMBAAN"….? Pelayanan Roh! Bukan Pelayanan Daging. Galatia 3:3-4, 4:4-9

Pengantar: Ada satu kekuatiran dalam diri Paulus tentang jemaat Galatia,yaitu kalau jemaat Galatia kembali kepada kehidupan yang lama,kehidupan anak-anak Tuhan yang telah mengerti Firman Allah namun kembali melakukan kehidupanya yang lama,hal ini sangatlah berbahaya,karena seumpama seseorang yang yang membangun rumah sudah sampai setengah,lalu dirobohkan kembali dengan alasan pekerjaan asalnya,pondasinya salah,maka kerugian besar yang dialaminya. Ibrani 6:4-8. Seorang yang MURTAD: artinya,seseorang yang sebelumnya tidak mengenal Yesus lalu mengenal dan mendapatkan kasih karunia,dan mendapat terang dari Firman Allah,kemudian meninggalkan Tuhan dan kembali kepada kehidupan yang semula,maka inilah murtad dan orang tersebut sama saja dengan menyalibkan Yesus untuk kedua kalinya,kehidupan yang demikian sudah disiapkan api kekekalan untuk menghukumnya. Orang yang murtad adalah sama seperti tanah yang menghasilkan semak duri,tetapi yang melakukan Firman Tuhan dengan setia ya akan menghasilkan buah-buah yang manis bagi Allah dan manusia,jadi marilah kita berusaha untuk terus dibangun dengan Firman Tuhan,janganlah sampai kembali kepada kehidupan yang lama,Petrus menuliskan yang demikian sama dengan anjing yang kembali kemuntahnya,keadaannya semakin jahat dari sebelum mengenal Tuhan,karena bagaikan rumah kosong yang ditinggalkan penghuni,sehingga didatangi lagi oleh roh jahat yang pernah meninggalkan rumah tersebut(Matius 12:43-45). Penjelasan: “Adakah kamu sebodoh itu? Kamu telah mulai dengan Roh, maukah kamu sekarang mengakhirinya di dalam daging? Sia-siakah semua yang telah kamu alami sebanyak itu? Kata ‘bodoh’ dalam bahasa Inggris memakai dua kata, yaitu stupid dan foolish. Orang Eropah tidak berani berkata stupid kepada anak atau orang yang dikasihinya, sebab pengertian stupid adalah bego. Alkitab juga tidak memakai kata stupid untuk kata bodoh dalam bahasa Indonesia yang ditujukan kepada jemaat Galatia, tetapi menggunakan kata foolish yang maknanya seseorang yang memiliki akal sehat, mempunyai pengetahuan banyak, tetapi minim pengetahuan akan firman Tuhan. Paulus dengan keras mengingatkan jemaat Galatia dengan kata bodoh. Sebab mereka tidak melakukan kebenaran Firman Tuhan dengan setia dan benar. Saya yakin bahwa jemaat Maranatha bukanlah orang bego (stupid), sebab kita adalah anak-anak Tuhan. Bahkan ada yang sudah puluhan tahun menjadi anak Tuhan. Namun saya ingatkan bahwa ukuran anak Tuhan bukan dilihat dari segi waktu atau lamanya menjadi anak Tuhan, melainkan diukur dari kebenaran Firman Tuhan yang kita lakukan dengan setia. Paulus berkata : “Kamu telah mulai dengan Roh, maukah kamu sekarang mengakhirinya di dalam daging?” Banyak sekali anak Tuhan yang di awalnya bersemangat, berapi-api, tetapi kemudian menjadi lemah, tidak setia lagi. Salah satu contoh dalam Alkitab, orang yang dulunya berapi-api tetapi kemudian menyangkal Tuhan adalah Petrus. Petrus adalah murid yang dekat dengan Yesus. Petrus termasuk orang yang unggul dalam pelayanan Yesus. Tetapi ketika Petrus diperhadapkan dengan situasi yang belum pernah dihadapi, hal-hal yang tidak masuk akal, dimana Yesus ditangkap, disiksa dan akan disalibkan, ia menyangkal Yesus. Matius 26:69-74. Tiga setengah tahun bersama Yesus : makan sehidangan dengan Yesus, melayani bersama Yesus, setiap hari menyaksikan mujizat Yesus. Bahkan ketika Yesus menyampaikan tentang penderitaan yang akan dialaminya kelak, Petrus dengan lantang berkata bahwa ia tidak akan membiarkan hal itu terjadi kepada Yesus. Tetapi ternyata ketika diperhadapkan dengan salib, ia menyangkal Yesus. Petrus membela Yesus hanya karena hidupnya yang selama ini nyaman bersama Yesus. Ada tiga kekuatan besar di dunia ini yang berpotensi menghancurkan kerohanian kita seperti tertulis dalam 1 Yohanes 2:16 yaitu : (1) Keinginan daging, (2) Keinginan mata, (3) Keangkuhan hidup. Tiga tantangan ini kita hadapi setiap hari di dunia ini. Memang kita adalah anak-anak Tuhan, warga Kerajaan Allah, tetapi jangan lupa bahwa sekarang kita masih tinggal di kota Metropolitan, warga negara Indonesia. Kita masih hidup berdampingan dengan orang yang belum percaya. Kita masih melihat banyaknya godaan-godaan yang disuguhkan dunia untuk menggeser iman kita. Sebab dunia ini dikuasai oleh roh-roh jahat. Banyak anak Tuhan menjadi undur karena fokus kepada pelayanan daging. Pandangan mereka hanya kepada kepentingan daging. Padahal Alkitab sudah memberikan banyak contoh tentang pahlawan-pahlawan iman yang hidupnya berhasil dalam mengikuti Tuhan. Ibrani 11. Namun walaupun demikian kita seringkali salah, fokus kita lebih besar kepada dunia. Karena itu kita perlu mewaspadai pelayanan kita kepada Tuhan ; apakah pelayanan roh atau pelayanan daging. Galatia 5:19-21. Mungkin kita sudah lama menjadi anak Tuhan, aktif dalam berbagai aktivitas pelayanan. Tetapi apakah pelayanan yang kita berikan adalah pelayanan Roh? Atukah perbuatan-perbuatan daging masih melekat dalam hidup kita. Ingat, jangan sampai pelayanan kita hanya terfokus kepada diri kita saja, kepentingan diri sendiri. Bertahun-tahun Petrus melayani Yesus, tetapi ketika Yesus ditangkap, ia mencabut pisau dan memenggal kuping salahseorang tentara Romawi. Melayani tetapi belum bertobat. Kita harus bertobat dari karakter lama. Matius 26:30-33. Pelayan tanpa pertobatan hanya akan memberikan pelayanan daging. Pelayanan tanpa pertobatan tidak akan bertahan dalam pekerjaan Tuhan. Galatia 5:22-23. Tuhan menghendaki kita memberikan pelayanan Roh. Tetapi bagaimana kita memberikan pelayanan Roh kalau belum dipenuhkan Roh Kudus. Pelayanan Roh dihasilkan oleh Roh Kudus yang ada dalam hidup kita. Biarlah pelayanan yang kita berikan adalah pelayanan yang disertai kasih, sukacita dan damai sejahtera. Rumah tangga yang ingin memiliki kebahagiaan dan damai sejahtera, berikanlah pelayanan roh terhadap suami, istri dan anak-anakmu. Sebab ada suami atau istri yang di gereja kelihatan rohani, tetapi kalau di rumah gampang marah, mudah mengeluarkan kata-kata kotor, bahkan perabotan bisa ‘melayang’. Saya yakin tidak ada rumah tangga atau pasangan suami istri yang sempurna. Selalu ada kelebihan dan kekurangan masing-masing. Tetapi semua kekurangan itu akan ditutupi oleh kasih Roh Kudus yang ada dalam kita . Rumah tangga kita akan penuh damai sejahtera apabila kita selalu berusaha untuk memberikan pelayanan roh di tengah-tengah keluarga. Sebelumnya Petrus hanya sebagai Kristen KTP alias Kristen Tanpa Pertobatan. Tetapi ketika dipulihkan, ketika dipenuhi Roh Kudus, hidupnya berubah. Yohanes 21:15-17. Sebelumnya selalu sok jago, temperamental, tetapi kemudian ketika ditanya Yesus sikapnya berubah, sopan dan lemah lembut. Karena itu, berikanlah pelayanan roh di gereja ini, di rumah tanggamu, di pekerjaanmu, di mana pun engkau berada, maka mujizat Tuhan pasti terjadi. Tuhan Yesus memberkati . RHL